Anda di halaman 1dari 29

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pemeliharaan (Maintenance)


2.1.1 Definisi Pemeliharaan (Maintenance)
Pemeliharaan adalah aktivitas menjaga atau mempertahankan kualitas peralatan agar tetap
dapat berfungsi dengan baik seperti layaknya kondisi awal. Maintenance merupakan kegiatan
untuk memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dengan mengadakan perbaikan
atau penyesuaian atau penggantian yang diperlukan supaya tercipta suatu keadaan operasional
produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan (Assauri, 2008). Pemeliharaan
mesin merupakan hal yang sering dipermasalahkan antara bagian pemeliharaan dan bagian
produksi. Hal tersebut dikarenakan bagian pemeliharaan dianggap memboroskan biaya, sedang
bagian produksi merasa yang merusakkan tetapi juga yang membuat uang (Soemano, 2008).
Pada umumnya sebuah produk yang dihasilkan oleh manusia tidak ada yang tidak
mungkin rusak, tetapi usia penggunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan yang
dikenal dengan pemeliharaan (Corder, Antony, K. Hadi, 1992). Oleh karena itu, sangat
dibutuhkan kegiatan pemeliharaan yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan perawatan mesin
yang digunakan dalam proses produksi. Secara umum maintenance merupakan suatu kegiatan
untuk memelihara atau menjaga fasilitas/peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan serta
penggantian yang diperlukan supaya terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan
sesuai dengan apa yang direncanakan (Assauri, 2004). Dan maintainability adalah probabilitas
bahwa unit yang gagal beroperasi akan diperbaiki sampai pada kondisi pengoperasian yang
berjalan baik.

2.1.2 Tujuan Perawatan


Tujuan utama dari perawatan (maintenance) antara lain:
1. Untuk memperpanjang usia kegunaan aset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja,
bangunan, dan isinya). Hal ini paling penting di negara berkembang karena kurangnya
sumber daya modal untuk pergantian.
2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi (atau
jasa) dan mendapatkan laba investasi (return on investment) maksimum yang mungkin.
3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam
keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan, unit pemadam kebakaran dan
penyelamat, dan sebagainya.
4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

2.1.3 Jenis-jenis Maintenance


Jenis-jenis perawatan menurut Assauri (2004):
1. Preventive Maintenance
Kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya
kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang
dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan
dalam proses produksi.
2. Corrective Maintenance
Kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan setelah terjadinya suatu
kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau peralatan sehingga tidak dapat berfungsi
dengan baik.

2.2 Preventive Maintenance


Preventive maintenance adalah suatu sistem perawatan yang terjadwal dari suatu
peralatan/komponen yang didesain untuk meningkatkan keandalan mesin serta untuk
mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang tidak direncanakan sebelumnya. Kegiatan
preventive maintenance dilakukan erat kaitannya dalam hal menghindari suatu sistem atau
peralatan mengalami kerusakan. Pada kenyatannya, kerusakan masih mungkin saja terjadi
meskipun telah dilakukan preventive maintenance. Ada tiga alasan mengapa dilakukan tindakan
preventive maintenance yaitu :
1. Menghindari terjadinya kerusakan
2. Mendeteksi awal terjadinya kerusakan
3. Menemukan kerusakan yang tersembunyi
Sedangkan keuntungan dari penerapan preventive maintenance antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Mengurangi terjadinya perbaikan (repairs) dan downtime.
2. Meningkatkan umur penggunaan dari peralatan
3. Meningkatkan kualitas dari produk
4. Meningkatkan availibilitas dari peralatan
5. Meningkatan kemampuan dari operator, bagian mekanik dan keselamatan
6. Mengurangi waktu untuk merespon terjadinya kerusakan yang parah
7. Menjamin peralatan dapat digunakan sesuai dengan fungsinya
8. Meningkatkan kontrol dari peralatan dan mengurangi inventory level.
9. Memperbaiki sistem informasi terhadap peralatan/komponen
10. Meningkatkan identifikasi dari masalah yang dihadapi
Maintenance merupakan kunci untuk menjamin kelangsungan produksi dimana
preventive maintenance merupakan sarana, baik untuk untuk bagian produksi maupun bagian
maintenance untuk mencapai produksi pada tingkat biaya perbaikan yang minimum. Sebenarnya,
salah satu dari tujuan preventive maintenance adalah untuk menemukan suatu tingkat keadaan
yang menunjukan gejala kerusakan sebelum alat tersebut mengalami kerusakan yang fatal. Hal
ini dapat dilakukan dengan jalan membuat perencanaan dan penjadwalan kegiatan maintenance
dengan interupsi sekecil mungkin pada bagian produksi.

2.3 Corrective Maintenance atau Breakdown Maintenance


Merupakan kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan setelah terjadinya suatu
kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau peralatan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.
Kegiatan ini sering disebut kegiatan perbaikan atau reparasi. Secara sepintas Corrective
Maintenance (CM) biayanya lebih murah dibandingkan dengan Preventive Maintenance (PM),
tetapi apabila kerusakan terjadi selama proses produksi berlangsung maka akibat dari
kebijaksanaan dari CM akan jauh lebih parah dari PM dalam hal biaya Produksi yang tertunda.
Selain itu pertimbangan dalam jangka panjang mesin-mesin yang mahal dan termasuk dalam
“Critical Unit” dari proses produksi PM jauh lebih menguntungkan dibanding CM. Ada beberapa
ciri-ciri Corrective Maintenance, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Merancang kembali komponen atau mesin yang sering rusak setelah mempelajari
penyebab dan sumber kerusakan.
2. Mengganti mesin atau komponen yang lebih baik.
3. Merubah prosedur perawatan.
4. Merubah prosedur pengoperasian.

2.4 Hubungan Pemeliharaan dengan Proses Produksi


Kegiatan pemeliharaan sebaiknya tidak mengganggu jadwal produksi. Menurut Sofyan
Assauri (2008) agar proses produksi berjalan dengan lancar, langkah-langkah dalam kegiatan
pemeliharaan adalah sebagai berikut:
1. Menambah jumlah peralatan dan perbaikan para pekerja bagian pemeliharaan, dengan
demikian akan didapat waktu rata-rata kerusakan dari mesin yang lebih kecil.
2. Menggunakan pemeliharaan pencegahan, karena dengan cara ini dapat mengganti
komponen yang sudah dalam keadaan kritis sebelum terjadinya kerusakan.
3. Diadakannya suatu cadangan di dalam suatu sistem produksi pada tingkat kritis, sehingga
mempunyai suatu tempat paralel apabila terjadi kerusakan mendadak. Dengan adanya
suku cadangan ini, tentunya akan terdapat kelebihan kapasitas terutama untuk tingkat
kritis tersebut, sehingga jika terjadi kerusakan mesin, perusahaan dapat berjalan terus
tanpa menimbulkan kerugian karena mesin-mesin menganggur.
4. Usaha-usaha untuk menjadikan para pekerja di bidang pemeliharaan sebagai suatu
komponen dari mesin-mesin yang ada, dan untuk menjadikan mesin tersebut sebagai
suatu komponen dari suatu sistem produksi secara keseluruhan.
5. Mengadakan percobaan untuk menghubungkan tingkat-tingkat sistem produksi lebih
cermat dengan cara mengadakan suatu persediaan cadangan diantara berbagai tingkat
produksi yang ada, sehingga terdapat keadaan dimana masing-masing tingkat tersebut
tidak akan sangat tergantung dari tingkat sebelumnya.

2.5 Konsep Breakdown (Downtime)


Breakdown dapat didefinisikan sebagai berhentinya mesin pada saat produksi yang
melibatkan engineering dalam perbaikan, biasanya mengganti sparepart yang rusak, dan lamanya
waktu lebih dari 5 menit (berdasarkan definisi OPI-Overall Performance Index).
Downtime mesin merupakan waktu menganggur atau lama waktu dimana unit tidak dapat
lagi menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terjadi apabila suatu unit
mengalami masalah seperti kerusakan mesin yang dapat mengganggu kinerja mesin secara
keseluruhan termasuk kualitas produk yang dihasilkan atau kecepatan produksinya sehingga
membutuhkan waktu tertentu untuk mengembalikan fungsi unit tersebut pada kondisi semula.
Unsur-unsur dalam downtime:
1. Maintenance delay
Waktu yang dibutuhkan untuk menunggu ketersediaan sumber daya maintenance untuk
melakukan proses perbaikan. Sumber daya maintenance dapat berupa alat bantu, teknisi,
alat tes, komponen pengganti dan lain-lain.
2. Supply delay
Waktu yang dibutuhkan untuk personel maintenance untuk memperoleh komponen yang
dibutuhkan dalam proses perbaikan. Terdiri dari lead time administrasi, lead time
produksi, dan waktu transportasi komponen pada lokasi perbaikan.
3. Access Time
Waktu untuk mendapatkan akses ke komponen yang mengalami kerusakan
4. Diagnosis Time
Waktu yang dibutuhkan untuk menentukan penyebab kerusakan dan langkah perbaikan
yang harus ditempuh untuk memperbaiki kerusakan.
5. Repair or replacement unit
Waktu aktual yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses pemulihan setelah
permasalahan dapat diidentifikasikan dan akses ke komponen yang rusak dapat dicapai.
6. Verification and alignment
Waktu untuk memastikan bahwa fungsi daripada suatu unit telah kembali pada kondisi
operasi semula.

Grafik 2.1 Hubungan Waktu Breakdown Terhadap Waktu Produksi

2.6 Fungsi Distribusi


Dalam fungsi distribusi ini akan dijelaskan beberapa model probabilitas yang dapat
menggambarkan failure process dan dapat membantu dalam menentukkan kebijakan
maintenance. Adapaun failure process adalah data kerusakan yang terbentuk pada komponen
mesin, sehingga dapat diketahui pola data kerusakan yang terjadi maka apabila pola data
kerusakan sudah dapat diketahui kemudian akan diketahui pola data tersebut termasuk dalam
jenis distribusi mana. Model ini meggunakan distribusi normal, lognormal, eksponensial dan
weibull, Berikut adalah penjelasan mengenai model yang akan digunakan (Ebeling, 1997).

2.6.1 Distribusi Normal


Distribusi normal biasa digunakan untuk model distribusi yang kontinu. Fungsi
ini paling sering digunakan untuk menunjukkan laju kerusakan yang terus menaik.
Distribusi normal digunakan terhadap model kelelahan dan fenomena keausan (wear out)
mesin. Bentuk distribusi ini menyerupai bel atau lonceng sehingga memiliki nilai
simetris terhadap dua parameter yaitu nilai tengah (µ) dan standar deviasi (σ) (Ebeling,
1997).
1. Fungsi keandalan (Reliability Function)

R(t )=1−Φ ( t−μσ ) ..........................................................................................................................


2. fungsi kepadatan probabilitas (Probability density function)

1 ( t −μ)2
f (t )=
1
√2 πσ
eks −
[
2 σ2 ] untuk : -∞ < t < ∞......................................................................
3. Fungsi kepadatan kumulaitif (Cummulative Density Function)

F(t )=Φ ( t−μσ ) .......................................................................................................................


4. Fungsi laju kerusakan (Hazard Rate Function)
f (t )
λ(t )=
(t −μ )
1−Φ ( σ ) ................................................................................................................
2.6.2 Distribusi Lognormal
Distribusi Lognormal didefinisikan hanya untuk nilai t positif dan lebih sesuai
daripada distribusi Normal sebagai distribusi kerusakan. Distribusi ini memiliki dua buah
parameter yaitu s, parameter bentuk (shape parameter) dan tmed, parameter lokasi
(location parameter) (Ebeling, 1997).
Distribusi ini berguna untuk menggambarkan distribusi kerusakan untuk situasi
yang bervariasi seperti distribusi weibull. Ditribusi ini hanya didefinisikan dengan hasil t
yang positif dan lebih tepat dari pada distribusi normal untuk distribusi kegagalan.
1. Fungsi keandalan (Reliability Function)
' 2
1 1 (t −μ )
R(t )=∫t

√ 2 πσ (
exp −
2 μ2 ) .....................................................................................................................
2. Fungsi kepadatan probabilitas (Probability density function)

2
1 1 t
f (t )=
√ 2 π st [ ( )]
exp − 2 ln
2s t med
untuk : t ≥ 0..............................................................................................
3. Fungsi kepadatan kumulaitif (Cummulative Density Function)

t−μ
F(t )=Φ ( )
σ ...................................................................................................................................
4. Fungsi laju kerusakan (Hazard Rate Function)
f (t )
λ(t )=
(t −μ )
1−Φ ( σ ) ............................................................................................................................
2.6.3 Distribusi Exponensial
Distribusi kegagalan ini mempunyai kejadian kegagalan yang konstan. Distribusi
ini memiliki laju kelajuan tetap terhadap waktu, probabilitas terjadinya kerusakan tidak
tergantung dari umur alat. Metode ini termasuk yang paling mudah dianalisa secara
statistik (Ebeling, 1997)
1. Fungsi keandalan (Reliability Function)
t

[
R ( t )=exp −∫ λ dt ' =e
0
] − λt
, t ≥ 0................................................................................................................

*dengan asumsi λ ( t )=λ , t ≥ 0 , λ>0.


2. Fungsi kepadatan probabilitas (Probability density function)
−d R(t)
f ( t )= =λ e−λt .........................................................................................................................
dt
3. Fungsi kepadatan kumulaitif (Cummulative Density Function)
F ( t )=1−e−λt .......................................................................................................................................
4. Fungsi laju kerusakan (Hazard Rate Function)
f (t) ∑ Xi . Yi
λ ( t )=λ= = ...................................................................................................................
R (t ) ∑ Xi 2
1
Bisa disimpulkan jika standar deviasi =MTTF maka variabilitas dari waktu
λ
kegagalan berbanding lurus dengan peningkatan nilai MTTF.

2.6.4 Distribusi Weibull


Distribusi ini salah satu distribusi keandalan yang paling baik untuk data waktu
kerusakan dan untuk menghitung umur komponen. Distribusi weibull dapat digunakan
untuk model tingkat kegagalan yang terjadi pada kerusakan yang meningkat maupun pada
laju kerusakan yang menurun.
Parameter yang digunakan ada dua yaitu : (Ebeling, 1997)
o Beta (β) = shape parameter yang menggambarkan bentuk distribusi
kerusakan
o Teta (θ) = skala parameter yang mempengaruhi rataan dan sebaran dari
distribusi
1. Fungsi keandalan (Reliability Function)
β
t

R(t )=e
( θ)

..............................................................................................................................
2. fungsi kepadatan probabilitas (Probability density function)
β

β t β−1 − ( θt )
f (t )= ()
θ θ
e
.....................................................................................................................
3. Beta (β)
b=β=n ∑ x i yi – ¿ ¿ ¿ ...............................................................................................................................
4. Teta (θ)

a=
∑ y i−b ∑ x i .........................................................................................................................
n
−a
θ=E b (..........................................................................................................................................

5. Fungsi kepadatan kumulaitif (Cummulative Density Function)


β

F(t )=1−e
− ( θt )
..........................................................................................................................
6. Fungsi laju kerusakan (Hazard Rate Function)
β−1
β t
λ(t )=
θ θ () ............................................................................................................................

2.7 Identifikasi Distribusi Kerusakan dan Perbaikan

Identifikasi distribusi kerusakan dan perbaikan berfungsi untuk menunjukkan tes statistik
dalam hal menerima atau menolak suatu hipotesis bahwa waktu kerusakan atau perbaikan yang
diteliti berasal dari suatu distribusi tertentu (Ebeling, 1997). Dalam menentukan distribusi bagi
data selang waktu antar kerusakan dan selang waktu antar perbaikan, terlebih dahulu dilakukan
perhitungan nilai index of fit. Kemudian dilakukan identifikasi awal distribusi yang cocok,
pengujian distribusi, serta penaksiran parameter (Ebeling, 1997).
2.7.1 Index Of Fit
Persamaan regresi adalah persamaan matematik yang memungkinkan kita untuk
meramalkan nilai-nilai suatu peubah tak bebas dari nilai-nilai satu atau lebih peubah
bebas. Hal ini dijelaskan melalui persamaan : ( Walpolle, 1982).
ŷ = a + bx ...................................................................................................................................................
dimana :
 a = menyatakan intersep atau perpotongan dengan sumbu tegak
 b = kemiringan atau gradiennya

Lambang ŷ digunakan untuk membedakan nilai ramalan yang dihasilkan garis


regresi dengan nilai pengamatan y yang sesungguhnya untuk nilai x tertentu.
Sedangkan nilai gradien dinyatakan dalam :
n n n

b=
n ∑ xi yi −
i =1
( )( )
∑ xi ∑ y i
i=1 i=1
n n 2
n∑
i=1
(∑ )
xi2−
i =1
xi

untuk distribusi Weibull, Normal, Lognormal ..........................................................................................


n
∑ xi yi
b= i=1n
∑ x2i
i=1

untuk : distribusi Eksponensial................................................................................................................


dimana :
 n =jumlah kerusakan yang terjadi.
 Intersep = a = ŷ - bx
Analisis korelasi mencoba mengukur kekuatan hubungan antara dua peubah
melalui sebuah bilangan yang disebut index of fit atau koefisien korelasi atau koefisien
korelasi momen hasil-kali pearson yang dilambangkan dengan r. Dengan koefisien
korelasi ini dua peubah dapat diukur hubungannya meskipun memiliki satuan yang
berbeda (Walpolle, 1982).
n n n

r=
n ∑ xi yi −
i =1
(∑ )(∑ ) i =1
xi
i =1
yi

2 2


n n n n
[ n∑
i=1
x 2i −
(∑ ) [ ∑ (∑ ) ]
i =1
xi ] n
i =1
y 2i −
i=1
yi
.............................................................................
Nilai r berada antara -1 sampai dengan 1, nilai r yang mendekati -1 atau 1
menunjukkan hubungan yang kuat antara dua peubah acak, sedangkan nilai r yang
mendekati nol menunjukkan hubungan yang lemah bahkan mungkin tidak ada hubungan
antara kedua peubah acak tersebut.

2.7.2 Identifikasi Awal Distribusi


Identifikasi awal untuk waktu kerusakan dan waktu perbaikan dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu : (Ebeling, 1997).
1. Probability Plot
Probability plot digunakan ketika ukuran sampel terlalu kecil atau bisa juga
digunakan untuk data yang tidak lengkap. Metode ini dibuat dengan cara membuat
grafik dari data waktu kerusakan atau perbaikan, bila data tersebut menghampiri suatu
distribusi maka grafik tersebut akan berbentuk garis lurus.
2. Least-square Curve Fitting
Metode inilah yang akan dipakai pada pengolahan data eksponensial, weibull, normal
dan lognormal. Metode ini dinilai lebih akurat daripada probability plot karena
subjektivitas untuk menilai kelurusan sebuah garis menjadi berkurang. Dalam
mengidentifikasikan distribusi suatu komponen digunakan index of fit (r) yang
merupakan ukuran hubungan linear antara peubah x dan y. Pada metode least square
curve fitting, distribusi dengan nilai index of fit yang terbesarlah yang terpilih
(Ebeling, 1997).
Perhitungan umum pada metode least-square curve fitting (Ebeling, 1997).
i−0,3
F(t i )=
n+0,4 ......................................................................................................................................
dimana :
 i = data waktu ke-t
 n = r = jumlah kerusakan yang terjadi untuk data lengkap
 n = N = jumlah data yang diamati untuk data sensor

Perhitungan khusus untuk tiap distribusi adalah :

 Distribusi Eksponensial. (Ebeling, 1997).


xi = ti ..........................................................................................................................................................
1
y i=ln
( 1−F (ti ) ) ...................................................................................................................................
n
∑ xi yi
λ=b= i =1n
∑ x2i
parameter : i=1 ...............................................................................................................................
dimana :
o i = urutan data kerusakan (1,2,3,...,n)
o ti = data kerusakan ke-i

 Distribusi Weibull (Ebeling, 1997).


xi = ln ti .......................................................................................................................................................
1
yi = ln ln
( 1−F(t i ) ) .................................................................................................................................
-a

e
( b)
parameter :  = b dan   .......................................................................................................................

 Distribusi Normal (Ebeling, 1997).


xi = ti ...........................................................................................................................................................
t i −μ
yi = zi = -1[F(ti)] = σ .....................................................................................................................
1 a
σ= μ=−
parameter : b dan b .....................................................................................................................

 Distribusi Lognormal (Ebeling, 1997).


xi = ln ti ...................................................................................................................................................................
1 1
ln t− ln tmed
yi = zi = -1[F(ti)] = s s ...................................................................................................................
1
s=
parameter : b dan e-sa....................................................................................................................................

2.8 Uji Kecocokan Distribusi (Goodness Of Fit Test)


Setelah mendapatkan distribusi terpilih, maka selanjutnya adalah uji kecocokan distribusi.
Uji kecocokan distribusi atau goodness of fit test ini adalah membandingkan dua hipotesis yang
berlawanan yaitu :
H0 : data kerusakan atau perbaikan menghampiri suatu distribusi tertentu
H1 : data kerusakan atau perbaikan tidak menghampiri suatu distribusi tertentu
Uji ini terdiri dari perhitungan statistik berdasarkan data yang diamati kemudian
dibandingkan dengan nilai kritik pada tabel. Pada umumnya jika tes statistik lebih kecil daripada
nilai kritik maka terima H0 dan bila sebaliknya maka terima H1.
Pada dasarnya ada dua tipe uji kecocokan distribusi yaitu uji secara umum (general tests)
dan uji secara spesifik (spesific tests). Uji secara spesifik lebih akurat dibandingkan dengan uji
secara umum karena lebih dikhususkan untuk satu jenis distribusi, sedangkan uji secara umum
digunakan untuk lebih dari satu jenis distribusi.
Pengujian yang akan dilakukan adalah uji Bartllet untuk distribusi Eksponensial, uji
Kolmogorov-Smirnov untuk distribusi Normal dan Lognormal serta uji Mann untuk distribusi
Weibull. (Ebeling, 1997).

2.8.1 Uji Bartlett untuk Distribusi Eksponensial


Hipotesis yang digunakan untuk uji ini adalah : (Ebeling, 1997).
H0 : Data berdistribusi Eksponensial
H1 : Data tidak berdistribusi Eksponensial
Uji statistiknya :
r r

B=
[
2r ln ( 1
R )∑ ti−( R1 )∑ ln ti
i=1 i=1 ]
( r +1 )
1+
6r ...........................................................................................................
dimana :
 r =jumlah kerusakan
 ti =data waktu kerusakan ke-i
 B = nilai uji statistik untuk Bartlett’s Test
H0 diterima apabila nilai B jatuh dalam wilayah kritik :

χ 21− α , r −1 ¿ B < χ 2α , r−1


2 2
2.8.2 Uji Mann untuk Distribusi Weibull
Hipotesis yang digunakan untuk uji ini adalah : (Ebeling, 1997).
H0 : Data berdistribusi Weibull
H1 : Data tidak berdistribusi Weibull
r−1
( ln t i+1 −ln t i )

M=
k1 ∑
i=k 1+1
k
[ Mi ]
( ln t i+1 −ln t i )
[ ]
1

k2 ∑
Mi
Uji statistiknya: i=1 ...........................................................................................
r r−1
k1=
2 ⌊⌋
; k 2=
2 ⌊ ⌋
M i=Z i+1 −Z i
i−0,5
dimana :
[ (
Z i =ln − ln 1−
n+0 , 25 )] ..............................................................................................................
keterangan :
 M = nilai uji statistik untuk Mann’s Test
 ti = data waktu kerusakan ke-i
 ti+1 = data waktu kerusakan ke-(i+1)
 r = n = jumlah unit yang diamati
Apabila M > Fcrit maka H1 diterima. Nilai Fcrit diperoleh dari tabel distribusi F
dengan v1 = 2k1 dan v2 = 2k2.

2.8.3 Uji Kolmogorof-Smirnov untuk Distribusi Normal dan Lognormal


Hipotesis yang digunakan untuk uji ini adalah : (Ebeling, 1997).
H0 : Data berdistribusi Normal ( Lognormal )
H1 : Data tidak berdistribusi Normal ( Lognormal )
Dn =max { D1 , D2 }
Uji statistiknya adalah :
t i − t̄
D1 = max Φ
1≤i≤n {( ) }
s

i−1
n
t − t̄
D2 = max
1≤i≤n { ( )}
i
n
−Φ i
s
n

n
ti ∑ ( t i−t̄ )2
i=1
t̄ =∑ dan s2 =
dimana : i=1 n n−1 ………………………………...(2-
50)
keterangan :
 ti = data waktu antar kerusakan ke-i
 t =data waktu antar kerusakan
 s = standar deviasi
 n = banyaknya data kerusakan
Apabila Dn < Dcrit, maka terima H0, dan bila sebaliknya maka terima H1. Nilai Dcrit
diperoleh dari tabel critical value for the Kolmogorov-Smirnov test for normality

2.9 Penentuan Estimasi Parameter (Maximum Likehood Estimator)


Sebelumnya telah dilakukan pengujian kecocokan distribusi data, selanjutnya
mengestimasi parameter dari jenis distribusi tersebut. Walaupun sebelumnya pada least-square
curve fitting telah dihitung parameter-parameter dari distribusi, namun parameter-parameter
tersebut bukan merupakan parameter terbaik. Estimasi parameter dengan Maximum Likelihood
Estimator (MLE) memberikan hasil estimasi yang lebih akurat. (Ebeling, 1997).

2.9.1 Distribusi Normal MLE


Parameter µ dan σ yang digunakan adalah : (Ebeling, 1997).
n
∑ ti
μ=x=t i = i=1
n ...................................................................................................................................
2
( t i−t i )

n
( n−1 ) s2
σ=

n ; dengan
s= ∑
i =1 n−1 .....................................................................................
dimana :
 ti = data waktu kerusakan ke – i
 n = jumlah unit yang diamat

2.9.2 Distribusi Lognormal MLE


Parameter µ, tmed, dan s yang digunakan adalah : (Ebeling, 1997).
n
ln t i
μ=∑
i=1 n ...........................................................................................................................................
tmed = e .......................................................................................................................................................
n

s=

Dimana :
√ ∑ ( ln t i−μ )2
i=1
n ...............................................................................................................................

 ti = data waktu kerusakan ke – i


 n = jumlah unit yang diamati
 tmed = waktu kerusakan median

2.9.3 Distribusi Eksponensial MLE


Baik untuk data lengkap maupun data sensor, parameter  diperoleh dari :
r
λ=
T ....................................................................................................................................................
dimana :
 r = jumlah kerusakan
 T = total waktu pengujian

2.9.4 Distribusi Weibull MLE


MLE untuk penggunaan dua parameter distribusi weibull harus dihitung secara
numerik. Untuk data lengkap dan sensor tunggal, parameter  diperoleh dengan
menyelesaikan persamaan berikut : (Ebeling, 1997).
r

^ )=
g(β
(∑
i=1
t
i
β )
ln t i +( n−r )t βs ln t s
^


1 1
r
− ∑ ln t i =0
r ^
β r i=1
(∑ i=1
t
i
β^ )
+( n−r ) t βs
^

......................................................................
Sedangkan parameter  diperoleh dari :
1
r
θ=
1
r { [∑i =1
t
i
β^
β +( n−r ) t s ]}^β

................................................................................................................
Dimana :
 n = jumlah unit yang diamati
 r = jumlah kerusakan yang terjadi
 r = n untuk data lengkap
 ti = data waktu kerusakan ke – i
 ts = 1 untuk data lengkap
Persamaan diatas hanya dapat dipecahkan secara numerik. Oleh karena itu,
digunakan metode Newton-Raphson untuk memecahkan persamaan non linier tersebut,
yaitu dengan menggunakan persamaan:
^
^β = β^ − g( β j ) dg (x )
j+1 j
g '( β^ j ) g '( x )=
dimana dx ......................................................................................
yang harus dipecahkan secara iterasi sampai mencapai nilai j yang maksimum atau nilai
g() yang mendekati nol. Maka terlebih dahulu adalah mencari turunan pertama dari g()
yaitu:
r r r

^ )=
g'(β
( ∑ t β^ ln2 t i
i=1 i
)( ) (∑
∑t
i=1 i
β^
− t β^
i=1 i
ln t i
) +
1
r ^β2
(∑ )
i=1
t
i
β^
.............................................................................
Agar penyelesaian iterasi metode Newton-Raphson lebih mudah maka nilai j
awal yang digunakan adalah nilai  yang didapat melalui metode least square agar
menjadi awal yang baik.

2.10 Mean Time To Failure (MTTF) dan Mean Time To Repair (MTTR)
2.10.1 Mean Time to Failure (MTTF)
Mean Time To Failure (MTTF) merupakan nilai rata-rata waktu kegagalan yang akan
datang dari sebuah sistem (komponen). MTTF dapat dirumuskan sebagai berikut:
∞ ∞

MTFF = E (T) = ∫ tf ( t ) dt =¿ ¿ ∫ R ( t ) dt .......................................................................................................


0 0

Dimana:
f(t) = probability density function
t = waktu
R(t) = reliability function
MTTF atau Mean time to failure adalah nilai rata- rata atau selang waktu kerusakan dari suatu
distribusi kerusakan yang didefiisikan oleh probability density function f(t) sebagai berikut:
(Charles E. Ebeling 1997)
1. Distribusi Eksponensial

−λt e−λt ∞ 1
MTTF = ∫ e dt = │ = ...................................................................................................................
0 −λ 0 λ
2. Distribusi Weibull
1 1
MTTF = θ ᴦ (1 + ) , x = 1 + , ᴦ(x) = tabel gamma ...................................................................................
ᵦ ᵦ
Dengan fungsi gamma adalah :

x−1
r (x) = ∫ y e− y dy
0

3. Distribusi Normal
MTTF = µ.........................................................................................................................................................
4. Distribusi Lognormal
tmed = E –s.α
2
MTTF = tmed = E s / 2 .........................................................................................................................................

2.10.2 Mean Time to Repair (MTTR)


MTTR (Mean time to repair) adalah nilai rat rata atau nilai yang diharapkan dari waktu
perbaikan. MTTR dinyatakan sebagai:
∞ ∞

MTTR = ∫ th ( t ) dt=¿ ¿ ∫ (1−H ( t )) dt ............................................................................................................


0 0

Dimana:
h(t) = fungsi kepadatan probabilitas untuk data waktu perbaikan
H(t) = fungsi distribusi kumulatif untuk data waktu perbaikan
Perhitungan MTTR untuk keempat distribusi adalah sebagai berikut:
1. Distribusi Weibull
1
MTTR = θ ᴦ (1 + ) dimana ᴦ (x) = fungsi gamma .......................................................................................

2. Distribusi Eksponensial
1
e−t / MTTR 1
H (t) = ∫ = 1 - e−t / MTTR dan r = ............................................................................................
0 MTTR
MTTR
3. Distribusi Lognormal
tmed = E –s.α
2
MTTR = tmed e s /2 ..............................................................................................................................................
4. Distribusi Normal
MTTR = µ .......................................................................................................................................................

2.11 Interval Waktu Penggantian Pencegahan Kerusakan Komponen menggunakan Age


Replacement
Model yang digunakan dalam penentuan interval waktu penggantian pencegahan adalah
model Age Replacement. Menurut Jardine (2006), Model Penggantian Pencegahan ini dilakukan
tergantung pada umur pakai dari komponen. Penggantian pencegahan dilakukan dengan
menetapkan kembali interval waktu penggantian pencegahan berikutnya sesuai dengan interval
interval yang telah ditentukan jika terjadi kerusakan yang menuntut dilakukan tindakan
penggantian. Terdapat dua macam siklus penggantian pada model ini yaitu:
1. Siklus pertama ditentukan oleh komponen yang telah mencapai umur penggantian (tp)
sesuai dengan apa yang telah direncanakan atau siklus pencegahan yang diakhiri
dengan kegiatan penggantian pencegahan (preventive Replacement). Apabila pada
selang waktu tersebut tidak terjadi kerusakan, maka penggantian tetap dilakukan
sebagai tindakan pencegahan.
2. Siklus kedua ditentukan oleh komponen yang telah mengalami kerusakan sebelum
mencapai waktu penggantian yang telah ditetapkan sebelumnya atau siklus kerusakan
yang diakhiri dengan kegiatan penggantian kerusakan (Failure Replacement).
Model penggantian pencegahan ini diilustrasikan pada gambar berikut:
Gambar 2.2 Model Age Replacement

Total waktu downtime per unit untuk penggantian pencegahan pada saat tp dinyatakan
sebagai D (tp) dengan rumus: (Jardine, 2006)
D (tp) = Total ekspektasi downtime per siklusEkepektasi panjang siklus
Dimana:
Total ekspektasi downtime per siklus = 𝑇𝑝𝑅(𝑡𝑝)+ 𝑇𝑓(1−𝑅(𝑡𝑝))
Ekspektasi panjang siklus = (𝑡𝑝+𝑇𝑝)𝑅(𝑡𝑝) + (𝑀(𝑡𝑝)+ 𝑇𝑓)(1−𝑅(𝑡𝑝))
Maka total downtime per unit waktu adalah:
D (tp) = 𝑇𝑝𝑅(𝑡𝑝)+ 𝑇𝑓(1−𝑅(𝑡𝑝))(𝑡𝑝+𝑇𝑝)𝑅(𝑡𝑝) + (𝑀(𝑡𝑝)+ 𝑇𝑓)(1−𝑅(𝑡𝑝))
Dengan:
tp = panjang interval waktu antara tindakan perawatan pencegahan
Tf = waktu untuk melakukan perbaikan kerusakan komponen
Tp = waktu untuk melakukan penggantian pencegahan
f(t) = fungsi kepadatan peluang dari waktu kerusakan komponen
R (tp) = probabilitas terjadinya siklus pencegahan
M (tp) = nilai harapan panjang siklus kerusakan jika penggantian perbaikan dilakukan
D (tp) = total downtime per unit waktu untuk penggantian pencegahan. Nilai tingkat
ketersediaan (availability) dan interval penggantian pencegahan pada saat D (tp) minimum
adalah: A (tp) = 1 - D (tp)min.
2.12 Interval Pemeriksaan Optimal
Di samping melakukan kegiatan penggantian pencegahan, pemeriksaan secara berkala
juga diperlukan dalam tindakan perawatan mesin maupun komponen. Hal ini dilakukan untuk
meminimalkan downtime akibat kerusakan mesin yang terjadi secara mendadak (Jardine, 2006).
Langkah-langkah perhitungan interval pemeriksaan yang optimal adalah:
MTTR
Waktu rata-rata satu kali perbaikan : 1/μ = ................................. (2-71)
jam kerja/ bulan
waktu satukali pemeriksaan
Waktu rata-rata satu kali pemeriksaan : 1/i = ..........(2-72)
jam kerja/bulan
jumlahkerusakan per tahun
Rata-rata kerusakan per bulan : k = .........................(2-73)
12bulan
kxi
Jumlah pemeriksaan optimal : n =
√ μ
...............................................................(2-74)

jam kerja/ bulan


Interval waktu pemeriksaan : ....................................................(2-75)
n
Nilai downtime yang ditimbulkan oleh pemeriksaan sebanyak n kali:
D (n) = downtime untuk perbaikan kerusakan + downtime untuk pemeriksaan
λ(n) n k
D (n) = + , dengan λ (n) =
μ i n
k n
Sehingga: D (n) = + ...................................................................................(2-76)
n×μ i
Nilai availability jika dilakukan n pemeriksaan:
A (n) = 1 - D (n) ...........................................................................................(2-77)

2.12 Perhitungan Keandalan Tanpa Dan Dengan Perawatan Pencegahan


Peningkatan keandalan seringkali dapat dicapai melalui perawatan pencegahan. Model
keandalan (reliability) berikut ini mengasumsikan sistem kembali ke kondisi semula setelah
dilakukan perawatan pencegahan. (Ebeling, 1997)
Rm (t) = R (t) untuk 0≤t≤T
Rm (t) = R (T) R (t-T) untuk T≤t≤2T Sehingga secara umum persamaannya adalah:
Rm (t) = R (T)n R (t-nT) untuk nT≤t≤(n+1)T, dengan n = 0,1,2,…
Dimana: R (t) = keandalan sistem tanpa perawatan
T = interval waktu antara perawatan pencegahan
Rm (t) = keandalan sistem dengan perawatan pencegahan
R (T) = peluang nilai keandalan hingga perawatan pencegahan pertama dilakukan
R (t-T) = peluang nila keandalan pada waktu tambahan t-T dan sistem kembali ke
kondisi semula saat T
R (T)n = peluang nilai keandalan pada n interval perawatan
R (t-nT) = peluang nilai keandalan selama t-nT unit waktu setelah tindakan
perawatan pencegahan yang terakhir
n = jumlah perawatan yang telah dilakukan

2.13 Ketersediaan (Availability)


Yang dimaksud dengan ketersediaan adalah peluang suatu komponen atau sistem dapat
beroperasi sesuai dengan fungsinya pada waktu tertentu ketika digunakan pada kondisi operasi
yang telah ditetapkan (probability that a component or system is performing its required function
at a given point in time when used under stated operating conditions) (Ebeling, 1997).
Ketersediaan (availability) dinyatakan dengan A(t), yaitu rata-rata waktu selama interval
[0, t] dimana sistem aktif. Ukuran ini cocok untuk aplikasi di mana kinerja yang
berkesinambungan tidak kritis tetapi akan berdampak biaya tinggi jika sistem tidak aktif dalam
waktu yang signifikan.
Besar probabilitas availability menunjukkan besarnya kemampuan komponen untuk melakukan
fungsinya setelah memperoleh perawatan. Semakin tinggi nilai dari availability menunjukkan
semakin baiknya kemampuan dari komponen tersebut untuk menjalankan fungsinya dengan
maksimal.
2.14 Keandalan (Reliability)
Dalam bukunya “RCM – Gateway to World Class Maintenance”, A.M. Smith (2002)
mendefiniskan reliability sebagai berikut:
“Reliability is the probability that a device will satisfactorily perform a specified
functions for a specified period of time under given operating conditions.”
Dari pengertian diatas, maka dapat diartikan bahwa keandalan (reliability) adalah sebuah
peluang dimana sebuah mesin atau peralatan akan melaksanakan fungsinya secara baik dalam
jangka waktu tertentu pada kondisi operasional yang diberikan. Maka dari itu, terdapat tiga
batasan yang mempengaruhi performansi, yakni:
1. Fungsi
2. Waktu
3. Kondisi operasional (lingkungan, cyclic, steady state, dll)
Dasar pemikiran konsep analisa keandalan adalah bertolak dari pemikiran layak atau
tidaknya suatu sistem melakukan fungsinya. Keandalan / Reliability dapat didefinisikan sebagai
nilai probabilitas bahwa suatu komponen atau sistem akan sukses menjalani fungsinya, dalam
jangka waktu dan kondisi operasi tertentu. Keandalan dapat dirumuskan sebagai integral dari
distribusi probabilitas suksesnya operasi suatu komponen atau sistem, sejak waktu mulai
beroperasi (switch on) sampai dengan terjadinya kegagalan (failure) pertama.
Secara umum, fungsi kehandalan dinyatakan sebagai berikut:
R ( t )=1−f (t ) (2-78)
t
R ( t )=1− ∫ f ( y ) dy (2-79)
−∞

Dimana f(t) merupakan fungsi kegagalan sedangkan R(t) merupakan fungsi kehandalan.

2.15 Efisiensi Perawatan, Failure Cost dan Preventive Cost


Sistem perawatan yang baik adalah perawatan yang dilakukan dalam jadwal waktu
tertentu ketika proses produksi sedang tidak berjalan. Perawatan mesin yang sering dilakukan
akan meningkatkan biaya perawatan, sebaliknya apabila perawatan tidak dilakukan maka dapat
mengurangi kinerja mesin tersebut. Grafik pada Gambar 2.2 dapat menggambarkan hubungan
antara biaya perawatan dengan maintenance level. (Lyonnet, 1991).

Gambar 2.3 Grafik hubungan biaya perawatan dengan maintenance.


Maintenance level yang semakin tinggi maka failure cost yang akan ditanggung akan
semakin kecil. Maintenance level yang semakin tinggi juga menyebabkan biaya perawatan yang
dikeluarkan semakin besar sehingga total biaya meningkat juga. Biaya perawatan mesin pada
komponen mesin terbagi menjadi dua macam yaitu biaya pencegahan (preventive cost) dan biaya
kerusakan (failure cost).
Kedua biaya tersebut kemudian digunakan untuk mencari total cost minimum (Tc).
Tujuannya untuk memperoleh suatu pola maintenance yang optimal agar biaya failure cost dan
preventive cost dapat seimbang, sehingga dapat menghasilkan total cost minimum atau total biaya
minimum.
Perhitungan biaya failure, biaya preventive dan biaya total dapat dilakukan menggunakan
rumus (Anggono, 2005):

2.15.1 Preventive Cost (Cp)


Preventive cost merupakan biaya yang timbul karena adanya preventive
maintenance yang sudah terjadwal. Rumus preventive cost adalah sebagai berikut:
 Cp = (Biaya tenaga kerja/jam x tp) + biaya komponen (2-80)
 tp = interval waktu preventive = T = age replacement

2.15.2 Failure Cost (Cf)


Failure cost merupakan biaya yang timbul karena kerusakan yang terjadi karena
kerusakan diluar perkiraan (breakdown) yang menyebabkan terhentinya waktu
produksi. Rumus failure cost adalah sebagai berikut:
 Cf = (biaya tenaga kerja/jam + biaya kehilangan produksi x tf) + biaya komponen...
(2-57)
 Tf = waktu standar perbaikan kerusakan / MTTR (mean time to repair)

2.15.4 Total Biaya Minimum (Tc)


Total biaya minimum perbaikan dan penggantian per satuan waktu suatu mesin
digunakan rumus sebagai berikut:
{ Cp X R( tp) }{ Cf X (1−R(tp)) }
 Tc (tp) = (2-81)
{ tp X R( tp) }{ tf X (1−R(tp)) }
Dimana:
Cp = biaya siklus preventive
Cf = biaya siklus failure
Tf= nilai MTTF
Tp= interval waktu preventive maintenance
R(tp) = peluang kehandalan reliability yang diharapkan

Anda mungkin juga menyukai