Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang
menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan
pegangan bagi semua fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia termasuk Puskesmas
(Kementerian Kesehatan RI , 2016).
Peningkatan kinerja pelayanan kesehatan dasar yang ada di Puskesmas dilakukan
sejalan dengan perkembangan kebijakan yang ada pada berbagai sektor. Adanya
kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi diikuti pula dengan menguatnya
kewenangan daerah dalam membuat berbagai kebijakan. Selama ini penerapan dan
pelaksanaan upaya kesehatan dalam kebijakan dasar Puskesmas yang sudah ada sangat
beragam antara daerah satu dengan daerah lainnya, namun secara keseluruhan belum
menunjukkan hasil yang optimal (Kementerian Kesehatan RI , 2016).
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan
pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan
dan pelayanan kesehatan masyarakat (Kementerian Kesehatan RI , 2016).
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah Obat dan masalah yang
berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu
Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang
berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi

1
pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical
care) (Kementerian Kesehatan RI , 2016).
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam
menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi,
analis farmasi, dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker. Dalam meningkatkan
kompetensi dari tenaga teknis kefarmasian, salah satunya adalah dengan melakukan
Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Puskesmas. Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
di puskesmas merupakan penjabaran disiplin ilmu pengetahuan dan teori yang didapat
selama pendidikan dengan kenyataan yang ada di lapangan. Setelah menjalani PKL
yang dilaksanakan di puskesmas diharapkan mahasiswa mampu untuk melakukan
kegiatan kefarmasian khususnya di puskesmas.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari latar belakang diatas adalah :
a. Bagaimana pekerjaan kefarmasian di Puskesmas dan perbandingannya antara teori
dalam praktek di lapangan ?
b. Bagaimana prosedur pekerjaan kefarmasian yang dilakukan di Puskesmas Teling ?

1.3. Tujuan Praktek Kerja Lapangan (PKL)


Tujuan dilaksanakannya Praktek Kuliah Lapangan yaitu:
a. Mempersiapkan para mahasiswa menjadi terampil, handal dan mandiri serta
mampu memberikan informasi dan mampu menjawab tantangan dalam bidang
farmasi.
b. Memberikan gambaran mengenai organisasi, struktur, cara, situasi dan kondisi
kerja dari berbagai bentuk lapangan pekerjaan di bidang farmasi.

1.4. Manfaat Praktek Kuliah Lapangan (PKL)


a. Praktek Kuliah Lapangan (PKL) dapat memberikan gambaran tentang keberadaan
tenaga kerja profesi farmasi khususnya di Apotek Instalasi Farmasi Puskesmas.
b. Praktek Kuliah Lapangan (PKL) juga membantu dalam mengembangkan
pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan mahasiswa dalam pengelolaan
manajemen di apotek, serta mahasiswa dapat belajar bagaimana berinteraksi
dengan baik dalam mengaplikasikan ilmu sebagai seorang farmasi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas
2.1.1 Pengertian Puskesmas
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun
2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas, Pusat Kesehatan
Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di
wilayah kerjanya.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2004 puskesmas
merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung
jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja.

a. Unit Pelaksana Teknis


Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD),
puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama
serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
b. Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa
Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
c. Penanggungjawab Penyelenggaraan
Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan
di wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan
puskesmas benanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan yang
dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.
d. Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi
apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggung jawab
wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep

3
wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara
operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2.1.2 Tugas dan Fungsi Puskesmas

Tugas dan fungsi puskesmas diatur menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
128 tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, dimana tugas
puskesmas tercermin dari visi dan misi puskesmas yakni:
a. Visi
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan
Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai
melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan
dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya.
Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup empat indikator
utama yakni:
1. Lingkungan sehat
2. Perilaku sehat
3. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
4. Derajat kesehatan penduduk kecamatan

Rumusan visi untuk masing-masing puskesmas harus mengacu pada visi


pembangunan kesehatan puskesmas di atas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat,
yang harus sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat serta wilayah kecamatan
setempat.

b. Misi
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut
adalah:
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.
Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang
diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan,
yakni pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah
kerjanya. Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat
4
yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan,
melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk
hidup sehat.
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keteijangkauan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan. Puskesmas akan selalu berupaya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan
memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta
meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh
anggota masyarakat.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat
berserta lingkungannya. Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung
dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan
menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dilakukan puskesmas mencakup
pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan.

Fungsi puskesmas yaitu:


1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan
pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di
wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan
kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak
kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah
kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan
puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan
penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
2. Pusat pemberdayaan masyarakat.
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,
keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan,
dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat,
berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk
pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau
pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan

5
masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi,
khususnya sosial budaya masyarakat setempat.

3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.


Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi:
a) Pelayanan kesehatan perorangan Pelayanan kesehatan perorangan adalah
pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama
menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa
mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan
perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu
ditambah dengan rawat inap.
b) Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik
(public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat
tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan
lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga
berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat
lainnya.

2.1.3 Kedudukan dan Tata Kerja Puskesmas

a. Kedudukan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 128 tahun 2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, kedudukan Puskesmas dibedakan
menurut keterkaitannya dengan Sistem Kesehatan Nasional, Sistem Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Sistem Pemerintah Daerah.
1. Sistem Kasehatan Nasional
Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Nasional adalah sebagai
sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggungjawab
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat di wilayah kerjanya.
2. Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota

6
Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota adalah
sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan
kabupaten/kota di wilayah kerjanya.
3. Sistem Pemerintah Daerah
Kedudukan puskesmas dalam Sistem Pemerintah Daerah adalah sebagai Unit
Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang merupakan unit
struktural Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bidang kesehatan di tingkat
kecamatan.
4. Antar Sarana Pelayanan Kwehatan Strata Pertama
Di wilayah kerja puskwmas tcrdapat berbagai organisasi pelayanan kesehatan
strata partama yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta seperti
praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek bidan, poliklinik dan balai
kesehatan masyarakat. Kedudukan puskesmas di antara berbagai sarana
pelayanan kesehatan strata pertama ini adalah sebagai mitra. Di wilayah kerja
puskesmas terdapat pula berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis dan
bersumber daya masyarakat seperti, posyandu, polindes, pos obat desa dan pos
UKK. Kedudukan puskesmas di antara berbagai sarana pelayanan kesehatan
bcrbasis dan bersumberdaya masyarakat adalah sebagai pembina.
b. Tata Kerja
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 128 tahun 2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, tata kerja puskesmas adalah sebagai
berikut:
1. Dengan Kantor Kecamatan
Dalam melaksanakan fungsinya, puskesmas berkoordinasi dengan kantor
kecamatan melalui pertemuan berkala yang diselenggarakan di tingkat
kecamatan. Koordinasi tersebut mencakup perencanaan, penggerakan
pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta penilaian. Dalam hal
pelaksanaan fungsi penggalian sumber daya masyarakat oleh puskesmas,
koordinasi dengan kantor kecamatan mencakup pula kegiatan fasilitasi.
2. Dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
dengan demikian secara teknis dan administratif, puskesmas bertanggungjawab
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sebaliknya Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota bertanggungjawab membina serta memberikan bantuan
administratif dan teknis kepada puskesmas.
3. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
7
Sebagai mitra pelayanan kesehatan strata pertama yang dikelola oleh lembaga
masyarakat dan swasta, puskesmas menjalin kerjasama termasuk
penyelenggaraan rujukan dan memantau kegiatan yang diselenggarakan.
Sedangkan sebagai pembina upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat,
puskesmas melaksanakan bimbingan teknis, pemberdayaan dan rujukan sesuai
kebutuhan.
4. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Rujukan
Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat, puskesmas menjalin kerjasama yang erat dengan berbagai
pelayanan kesehatan rujukan. Untuk upaya kesehatan perorangan, jalinan kerja
sama tersebut diselenggarakan dengan berbagai sarana pelayanan kesehatan
perorangan seperti rumah sakit (kabupatcn/kota) dan berbagai balai kesehatan
masyarakat (balai pcngobatan pcnyakit pam-paru, balai keschatan mata
masyarakat, balai kesehatan kerja masyarakat, balai kesehatan olahraga
masyarakat, balai kesehatan jiwa masyarakat, balai kesehatan indra
masyarakat). Sedangkan untuk upaya kesehatan masyarakat, jalinan kerja sama
diselenggarakan dengan berbagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat
rujukan, seperti Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan, Balai Laboratorium Kesehatan serta berbagai balai kesehatan
masyarakat. Kerjasama tersebut diselenggarakan melalui penerapan konsep
rujukan yang menyeluruh dalam koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
5. Dengan Lintas Sektor
Tanggungjawab puskesmas sebagai unit pelaksana teknis adalah
menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan yang dibebankan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Untuk mendapat hasil yang optimal,
penyelenggaraan pcmbangunan kesehatan tersebut harus dapat dikoordinasikan
dengan berbagai lintas sektor terkait yang ada di tingkat kecamatan.
Diharapkan di satu pihak, penyelenggaraan pembangunan kesehatan di
kecamatan tersebut mendapat dukungan dari berbagai sektor terkait, sedangkan
di pihak lain pembangunan yang diselenggarakan oleh sektor lain di tingkat
kecamatan berdampak positif terhadap kesehatan.
6. Dengan Masyarakat
Sebagai penanggungjawab penyelenggaraan pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya, puskesmas memerlukan dukungan aktif dari masyarakat
sebagai objek dan subjek pembangunan. Dukungan aktif tcrsebut diwujudkan

8
melalui pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP) yang menghimpun
berbagai potensi masyarakat, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, LSM,
orgasnisasi kemasyarakatan, serta dunia usaha. BPP tersebut berperan sebagai
mitra puskesmas dalam menyelenggarakan pcmbangunan kesehatan.

2.1.4 Struktur Organisasi Puskesmas

Menurut Kepmenkes RI No. 128 tahun 2004 Bab. III, struktur keorganisasian
puskesmas meliputi:

a. Organisasi
Struktur organisasi puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban tugas
masingmasing puskesmas. Penyusunan struktur organisasi puskesmas di satu
kabupaten/kota dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, sedangkan
penetapannya dilakukan dengan peraturan Daerah. Sebagai acuan dapat
dipergunakan pola struktur organisasi puskesmas sebagai berikut:
1. Kepala Puskesmas
2. Unit Tata Usaha yang bertanggungjawab membantu Kepala Puskesmas dalam
pengelolaan:
a) Data dan informasi
b) Perencanaan dan penilaian
c) Keuangan
d) Umum dan pengawasan
3. Unit Pelaksana Teknis Fungsional Puskesmas
a) Upaya kesehatn masyarakat, termasuk pembinaan terhadap UKBM
b) Upaya kesehatan perorangan
4. Jaringan pelayanan puskesmas
a) Unit puskesmas pembantu
b) Unit puskesmas keliling
c) Unit bidan di desa/komunitas
b. Kriteria Personalia
Kriteria personalia yang mengisi struktur organisasi puskesmas disesuaikan dengan
tugas dan tanggungjawab masing-masing unit puskesmas. Khusus untuk Kepala
Puskesmas kriteria tersebut dipersyaratkan harus seorang sarjana di bidang
kesehatan yang kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat.
c. Eselon Kepala Puskesmas
Kepala Puskesmas adalah penanggungjawab pembangunan kesehatan di tingkat
kecamatan. Sesuai dengan tanggungjawab tersebut dan besarnya peran Kepala
Puskesmas dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan,
maka jabatan Kepala Puskesmas setingkat dengan eselon III-B. Dalam keadaan
tidak tersedia tenaga yang memenuhi syarat untuk menjabat jabatan eselon III-B,
9
ditunjuk pej abat sementara yang sesuai dengan kriteria Kepala Puskesmas yakni
seorang sarjana di bidang kesehatan kesehatan yang kurikulum pendidikannya
mencakup bidang kesehatan masyarakat, dengan kewenangan yang setara dengan
pejabat tetap.

2.2 Sumber Daya Kefarmasian


2.2.1 Sumber Daya Manusia

Menurut Permenkes No 74 Tahun 2016 Penyelengaraan Pelayanan


Kefarmasian di Puskesmas minimal harus dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga
Apoteker sebagai penanggung jawab, yang dapat dibantu oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian sesuai kebutuhan. Jumlah kebutuhan Apoteker di Puskesmas dihitung
berdasarkan rasio kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan serta
memperhatikan pengembangan Puskesmas. Rasio untuk menentukan jumlah Apoteker
di Puskesmas bila memungkinkan diupayakan 1 (satu) Apoteker untuk 50 (lima puluh)
pasien perhari.
Semua tenaga kefarmasian harus memiliki surat tanda registrasi dan surat izin
praktik untuk melaksanakan Pelayanan Kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan
termasuk Puskesmas, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap
tahun dapat dilakukan penilaian kinerja tenaga kefarmasian yang disampaikan kepada
yang bersangkutan dan didokumentasikan secara rahasia. Hasil penilaian kinerja ini
akan digunakan sebagai pertimbangan untuk memberikan penghargaan dan sanksi
(reward and punishment).
Semua tenaga kefarmasian di Puskesmas harus selalu meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan perilaku dalam rangka menjaga dan meningkatkan
kompetensinya. Upaya peningkatan kompetensi tenaga kefarmasian dapat dilakukan
melalui pengembangan profesional berkelanjutan.
a. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan adalah salah suatu proses atau upaya peningkatan
pengetahuan dan keterampilan di bidang kefarmasian atau bidang yang berkaitan
dengan kefarmasian secara berkesinambungan untuk mengembangkan potensi
dan produktivitas tenaga kefarmasian secara optimal. Puskesmas dapat menjadi
tempat pelaksanaan program pendidikan, pelatihan serta penelitian dan
pengembangan bagi calon tenaga kefarmasian dan tenaga kefarmasian unit lain.

10
b. Pengembangan Tenaga Kefarmasian dan Program Pendidikan
Dalam rangka penyiapan dan pengembangan pengetahuan dan keterampilan
tenaga kefarmasian maka Puskesmas menyelenggarakan aktivitas sebagai berikut:
1. Setiap tenaga kefarmasian di Puskesmas mempunyai kesempatan yang sama
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.
2. Apoteker dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian harus memberikan masukan
kepada pimpinan dalam menyusun program pengembangan staf.
3. Staf baru mengikuti orientasi untuk mengetahui tugas, fungsi, wewenang dan
tanggung jawabnya.
4. Melakukan analisis kebutuhan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi
tenaga kefarmasian.
5. Tenaga kefarmasian difasilitasi untuk mengikuti program yang diadakan oleh
organisasi profesi dan institusi pengembangan pendidikan berkelanjutan
terkait.
6. Memberikan kesempatan bagi institusi lain untuk melakukan praktik, magang,
dan penelitian tentang pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
Pimpinan dan tenaga kefarmasian di ruang farmasi Puskesmas berupaya
berkomunikasi efektif dengan semua pihak dalam rangka optimalisasi dan
pengembangan fungsi ruang farmasi Puskesmas (Kementerian Kesehatan, 2016).
2.2.2 Sarana dan Prasarana
Berdasarkan Permenkes No 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan
kefarmasian di Puskesmas meliputi sarana yang memiliki fungsi:
a. Ruang penerimaan resep
Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1 (satu) set meja dan
kursi, serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan. Ruang penerimaan resep
ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.
b. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas
meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan
disediakan peralatan peracikan, timbangan Obat, air minum (air mineral) untuk
pengencer, sendok Obat, bahan pengemas Obat, lemari pendingin, termometer
ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label Obat, buku catatan pelayanan resep,

11
buku-buku referensi/standar sesuai kebutuhan, serta alat tulis secukupnya. Ruang
ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup. Jika
memungkinkan disediakan pendingin ruangan (air conditioner) sesuai kebutuhan.
c. Ruang penyerahan Obat
Ruang penyerahan Obat meliputi konter penyerahan Obat, buku pencatatan
penyerahan dan pengeluaran Obat. Ruang penyerahan Obat dapat digabungkan
dengan ruang penerimaan resep.
d. Ruang konseling
Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-
buku referensi sesuai kebutuhan, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan
konseling, formulir jadwal konsumsi Obat (lampiran), formulir catatan pengobatan
pasien (lampiran), dan lemari arsip (filling cabinet), serta 1 (satu) set komputer,
jika memungkinkan.
e. Ruang penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan
petugas. Selain itu juga memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang
penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin
ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan
psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu, dan kartu suhu.

f. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan
pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan Kefarmasian
dalam jangka waktu tertentu. Ruang arsip memerlukan ruangan khusus yang
memadai dan aman untuk memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka
untuk menjamin penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan teknik
manajemen yang baik.
Istilah ‘ruang’ di sini tidak harus diartikan sebagai wujud ‘ruangan’ secara fisik,
namun lebih kepada fungsi yang dilakukan. Bila memungkinkan, setiap fungsi
tersebut disediakan ruangan secara tersendiri. Jika tidak, maka dapat digabungkan
lebih dari 1 (satu) fungsi, namun harus terdapat pemisahan yang jelas antar fungsi.

12
2.3 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan salah satu
kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan
serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan
ketersediaan dan keterjangkauan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang
efisien, efektif dan rasional, meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian,
mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu
pelayanan.
Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk
menjamin terlaksananya pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
yang baik.
Berdasarkan Permenkes No 74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi:

2.3.1 Perencanaan kebutuhan


Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dalam rangka
pemenuhan kebutuhan Puskesmas.
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:
a. Perkiraan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang
mendekati kebutuhan;
b. Meningkatkan penggunaan Obat secara rasional; dan
c. Meningkatkan efisiensi penggunaan Obat.

Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di


Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas.
Proses seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan
mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Sediaan Farmasi periode
sebelumnya, data mutasi Sediaan Farmasi, dan rencana pengembangan. Proses seleksi
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus
melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan,
dan perawat, serta pengelola program yang berkaitan dengan pengobatan.
13
Proses perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi per tahun dilakukan secara
berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian Obat
dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).
Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan analisa
terhadap kebutuhan Sediaan Farmasi Puskesmas di wilayah kerjanya, menyesuaikan
pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan waktu kekosongan Obat, buffer
stock, serta menghindari stok berlebih.

2.3.2 Permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

Tujuan permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah
memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas,
sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat.

2.3.3 Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai


Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu
kegiatan dalam menerima Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dari
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota atau hasil pengadaan Puskesmas secara mandiri
sesuai dengan permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah agar Sediaan
Farmasi yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang
diajukan oleh Puskesmas, dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.
Tenaga Kefarmasian dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab atas
ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai berikut kelengkapan catatan yang menyertainya. Tenaga
Kefarmasian wajib melakukan pengecekan terhadap Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah
Sediaan Farmasi, bentuk Sediaan Farmasi sesuai dengan isi dokumen LPLPO,
ditandatangani oleh Tenaga Kefarmasian, dan diketahui oleh Kepala Puskesmas. Bila
tidak memenuhi syarat, maka Tenaga Kefarmasian dapat mengajukan keberatan. Masa
kedaluwarsa minimal dari Sediaan Farmasi yang diterima disesuaikan dengan periode
pengelolaan di Puskesmas ditambah satu bulan.

2.3.4 Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

14
Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu
kegiatan pengaturan terhadap Sediaan Farmasi yang diterima agar aman (tidak hilang),
terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan.
Tujuannya adalah agar mutu Sediaan Farmasi yang tersedia di puskesmas
dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Penyimpanan
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dengan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
a. bentuk dan jenis sediaan;
b. kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan Sediaan Farmasi,
seperti suhu penyimpanan, cahaya, dan kelembaban;
c. mudah atau tidaknya meledak/terbakar;
d. narkotika dan psikotropika disimpan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
e. tempat penyimpanan Sediaan Farmasi tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.

2.3.5 Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai


Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan
kegiatan pengeluaran dan penyerahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi
Puskesmas dan jaringannya.
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi sub unit
pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah
dan waktu yang tepat. Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain:
a. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas;

b. Puskesmas Pembantu;

c. Puskesmas Keliling;

d. Posyandu; dan

e. Polindes.

Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain) dilakukan
dengan cara pemberian Obat sesuai resep yang diterima (floor stock), pemberian Obat
per sekali minum (dispensing dosis unit) atau kombinasi, sedangkan pendistribusian

15
ke jaringan Puskesmas dilakukan dengan cara penyerahan Obat sesuai dengan
kebutuhan (floor stock).

2.3.6 Pemusnahan dan penarikan


Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Penarikan sediaan farmasi yang tidak
memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik
izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap
memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
bila:
a. produk tidak memenuhi persyaratan mutu;

b. telah kadaluwarsa;

c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau


kepentingan ilmu pengetahuan; dan/atau

d. dicabut izin edarnya.

Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai terdiri
dari:

a. membuat daftar Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang akan
dimusnahkan;

b. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;

c. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait;

d. menyiapkan tempat pemusnahan; dan

e. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta


peraturan yang berlaku.

2.3.7 Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai


Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu
kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi
dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
16
kekurangan/kekosongan Obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Tujuannya adalah
agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan Obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Pengendalian Sediaan Farmasi terdiri dari:
a. Pengendalian persediaan;

b. Pengendalian penggunaan; dan

c. Penanganan Sediaan Farmasi hilang, rusak, dan kadaluwarsa.

2.3.8 Administrasi
Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan terhadap seluruh rangkaian
kegiatan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai, baik
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang diterima, disimpan,
didistribusikan dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya.
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah:
a. Bukti bahwa pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai telah
dilakukan;

b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian; dan

c. Sumber data untuk pembuatan laporan.

2.3.9 Pemantauan dan evaluasi


Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:
a. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun
pemerataan pelayanan;

b. Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis


Habis Pakai; dan

c. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.

Setiap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai,
harus dilaksanakan sesuai standar prosedur operasional. Standar Prosedur Operasional
(SPO) ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. SPO tersebut diletakkan di tempat yang
mudah dilihat. Contoh standar prosedur operasional sebagaimana terlampir.

17
2.4 Pelayanan Farmasi Klinik
Menurut Permenkes No 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian
yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas.

b. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas, keamanan


dan efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.

c. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien yang
terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.

d. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan


penggunaan Obat secara rasional.

2.4.1 Pengkajian dan pelayanan Resep


Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun
rawat jalan.
a. Persyaratan administrasi meliputi:
1. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.

2. Nama, dan paraf dokter.

3. Tanggal resep.

4. Ruangan/unit asal resep.

b. Persyaratan farmasetik meliputi:


1. Bentuk dan kekuatan sediaan.
2. Dosis dan jumlah Obat.
3. Stabilitas dan ketersediaan.
4. Aturan dan cara penggunaan.
5. Inkompatibilitas (ketidakcampuran Obat).

c. Persyaratan klinis meliputi:

18
1. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat.

2. Duplikasi pengobatan.

3. Alergi, interaksi dan efek samping Obat.

4. Kontra indikasi.

5. Efek adiktif.

Kegiatan Penyerahan (Dispensing) dan Pemberian Informasi Obat merupakan


kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan/meracik Obat, memberikan
label/etiket, menyerahan sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai
pendokumentasian. Tujuan:
a. Pasien memperoleh Obat sesuai dengan kebutuhan klinis/pengobatan.

b. Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi pengobatan.

2.4.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan
informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya dan pasien. Tujuan:
a. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada tenaga kesehatan lain di lingkungan
Puskesmas, pasien dan masyarakat.

b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan Obat


(contoh: kebijakan permintaan Obat oleh jaringan dengan mempertimbangkan
stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang memadai).

c. Menunjang penggunaan Obat yang rasional.

Kegiatan:
a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif dan
pasif.

b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat
atau tatap muka.

c. Membuat buletin, leaflet, label Obat, poster, majalah dinding dan lain-lain.

d. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, serta
masyarakat.

19
e. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya terkait dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.

f. Mengoordinasikan penelitian terkait Obat dan kegiatan Pelayanan Kefarmasian.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:


a. Sumber informasi Obat.

b. Tempat.

c. Tenaga.

d. Perlengkapan.

2.4.3 Konseling

Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien


yang berkaitan dengan penggunaan Obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta
keluarga pasien. Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang
benar mengenai Obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan,
jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan Obat, efek samping, tanda-tanda
toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan Obat.
Kegiatan:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.

b. Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang dikatakan oleh dokter kepada
pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended question), misalnya apa
yang dikatakan dokter mengenai Obat, bagaimana cara pemakaian, apa efek yang
diharapkan dari Obat tersebut, dan lain-lain.

c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan Obat

d. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan


menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan Obat untuk
mengoptimalkan tujuan terapi.

Faktor yang perlu diperhatikan:


a. Kriteria pasien:

1. Pasien rujukan dokter.

2. Pasien dengan penyakit kronis.

3. Pasien dengan Obat yang berindeks terapetik sempit dan poli farmasi.

20
4. Pasien geriatrik.

5. Pasien pediatrik.

6. Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.

b. Sarana dan prasarana:

1. Ruangan khusus.

2. Kartu pasien/catatan konseling.

Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan mendapat risiko


masalah terkait Obat misalnya komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karateristik
Obat, kompleksitas pengobatan, kompleksitas penggunaan Obat, kebingungan atau
kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana menggunakan Obat
dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home
Pharmacy Care) yang bertujuan tercapainya keberhasilan terapi Obat.
2.4.4 Ronde/Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan secara mandiri
atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan
lain-lain.
Tujuan:
a. Memeriksa Obat pasien.

b. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan Obat dengan


mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien.

c. Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan Obat.

d. Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam terapi
pasien.

Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan, pelaksanaan, pembuatan dokumentasi


dan rekomendasi.
a. Kegiatan visite mandiri:
1. Untuk Pasien Baru
a) Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan.

b) Memberikan informasi mengenai sistem pelayanan farmasi dan jadwal


pemberian Obat.

21
c) Menanyakan Obat yang sedang digunakan atau dibawa dari rumah,
mencatat jenisnya dan melihat instruksi dokter pada catatan pengobatan
pasien.

d) Mengkaji terapi Obat lama dan baru untuk memperkirakan masalah terkait
Obat yang mungkin terjadi.

2. Untuk pasien lama dengan instruksi baru

a) Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan Obat baru.

b) Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah pemberian Obat.

3. Untuk semua pasien

a) Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien.

b) Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam


satu buku yang akan digunakan dalam setiap kunjungan.

b. Kegiatan visite bersama tim:


1. Melakukan persiapan yang dibutuhkan seperti memeriksa catatan pegobatan
pasien dan menyiapkan pustaka penunjang.

2. Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien dan/atau keluarga


pasien terutama tentang Obat.

3. Menjawab pertanyaan dokter tentang Obat.

4. Mencatat semua instruksi atau perubahan instruksi pengobatan, seperti Obat


yang dihentikan, Obat baru, perubahan dosis dan lain- lain.

Hal-hal yang perlu diperhatikan:


a. Memahami cara berkomunikasi yang efektif.

b. Memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pasien dan tim.

c. Memahami teknik edukasi.

d. Mencatat perkembangan pasien.

Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan terputusnya
kelanjutan terapi dan kurangnya kepatuhan penggunaan Obat. Untuk itu, perlu juga
dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) agar terwujud
Obat sehingga tercapai keberhasilan terapi Obat.

2.4.5 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


22
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan
atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Tujuan:
a. Menemukan efek samping Obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal
dan frekuensinya jarang.

b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping Obat yang sudah sangat dikenal
atau yang baru saja ditemukan.

Kegiatan:
a. Menganalisis laporan efek samping Obat.

b. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek
samping Obat.

c. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

d. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.

Faktor yang perlu diperhatikan:


a. Kerja sama dengan tim kesehatan lain.

b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

2.4.6 Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi
Obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek
samping.
Tujuan:
a. Mendeteksi masalah yang terkait dengan Obat.

b. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan Obat.

Kriteria pasien:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c. Adanya multidiagnosis.
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
f. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang merugikan.

23
Kegiatan:
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.

b. Membuat catatan awal.

c. Memperkenalkan diri pada pasien.

d. Memberikan penjelasan pada pasien.

e. Mengambil data yang dibutuhkan.

f. Melakukan evaluasi.

g. Memberikan rekomendasi.

2.4.7 Evaluasi Penggunaan Obat


Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan Obat secara terstruktur
dan berkesinambungan untuk menjamin Obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif,
aman dan terjangkau (rasional).
Tujuan:
a. Mendapatkan gambaran pola penggunaan Obat pada kasus tertentu.

b. Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan Obat tertentu.

Setiap kegiatan pelayanan farmasi klinik, harus dilaksanakan sesuai standar prosedur
operasional. Standar Prosedur Operasional (SPO) ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. SPO
tersebut diletakkan di tempat yang mudah dilihat.

24
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Visi dan Misi Puskesmas Bahu Kota Manado


3.1.1 Visi Puskesmas Bahu Kota Manado
Menadi pusat kesehatan masyarakat yang bermutu, menyenangkan, menuju
masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan.
3.1.2 Misi Puskesmas Teling Atas Kota Manado
1. Menyelenggarakan Pelayanan kesehatan promotif, preventif dan kuratif
secara paripurna, bermutu, manusiawi, serta terjangkau oleh seluruh
masyarakat.
2. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan dan lingkungan
melalui paradigm sehat.
3. Mendorong kemandirian melalui pembudayaan dan partisipasi masyarakat
termasuk swasta dalam pembangunan kesehatan khususnya perilaku hidup
bersih dan sehat.
4. Menjalin kemitraan dengan semua pihak yang terkait dalam pelayanan
kesehatan dalam pengembangan kesehatan masyarakat.
5. Meningkatkan kesejahteraan semua pihak yang terkait dalam pelayanan
kesehatan
6. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan.

3.2 Lokasi dan Tata Ruang

25
3.2.1 Lokasi
Puskesmas Bahu berlokasi di Jl. Pulau Bunaken, Bahu, Malalayang, Kota
Manado, Sulawesi Utara, Indonesia. Berikut ini batas-batas wilayah puskesmas bahu.
Sebelah Utara : Kecamatan Sario dan Laut Manado
Sebelah Selatan : Kecamatan Sario dan Kecamatan Pineleng
Sebelah Barat : Kecamatan Pineleng
Sebelah Timur : Kecamatan Malalayang satu timur

3.2.2 Tata Ruang


Puskesmas Bahu terdiri dari lima kelurahan dengan 31 lingkungan yang
memiliki luas 5,4 km. Puskesmas bahu terletak tidak jauh dari jalan raya.

3.3 Sarana dan Prasarana Puskesmas Bahu


Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, prasarana adalah tempat, fasilitas dan
peralatan yang secara tidak langsung mendukung pelayanan kefarmasian, sedangkan
sarana adalah suatu tempat, fasilitas dan peralatan yang secara langsung terkait dengan
pelayanan kefarmasian. Dalam upaya mendukung pelayanan kefarmasian di
puskesmas diperlukan prasarana dan sarana yang memadai disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing puskesmas dengan memperhatikan luas cakupan,
ketersediaan ruang rawat inap, jumlah karyawan, angka kunjungan dan kepuasan
pasien.
Secara umum, prasarana dan sarana yang ada di puskesmas Bahu sudah cukup
memadai sesuai standar yang telah ditetapkan. Tetapi ada beberapa hal yang perlu
dilengkapi dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian seperti
penambahan peralatan penunjang untuk peracikan (timbangan gram dan miligram,
gelas ukur dan corong), pengadaan literatur obat yang memadai untuk pelayanan
informasi serta penyediaan kartu stok untuk masing-masing jenis obat dalam rangka
Pemantauan.

Prasarana dan sarana yang dimiliki Puskesmas Bahu untuk meningkatkan


kualitas pelayanan kefarmasian adalah sebagai berikut :

26
a. Papan nama “apotek” yang terletak diatas pintu masuk sehingga dapat terlihat
jelas oleh pasien.
b. Ruang tunggu yang terletak didepan tempat penyerahan obat.
c. Peralatan penunjang pelayanan kefarmasian, antara lain, Alat Press, Sendok
puyer, Kertas puyer dan lain-lain.
d. Tersedia tempat dan alat untuk mendisplai informasi obat bebas dalam upaya
penyuluhan pasien, misalnya untuk memasang poster, tempat brosur, leaflet,
booklet dan majalah kesehatan.
e. Tersedia sumber informasi dan literatur obat yang memadai untuk pelayanan
informasi obat. Sumber tersebut antara lain Farmakope Indonesia edisi
terakhir, Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO) dan Informasi Obat
Nasional Indonesia (IONI).
f. Tersedia tempat dan alat untuk melakukan peracikan obat yang memadai.
g. Tempat penyimpanan obat khusus lemari terkunci untuk penyimpanan
narkotika sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
h. Tempat penyerahan obat yang memadai.

3.4 Pengelolaan Sediaan Farmasi Puskesmas Bahu


Pengolahan Perbekalan Farmasi yang dilakukan di Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Puskesmas Bahu Kota Manado meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusiaan dan pelaporan persediaan obat yang ada di Puskesmas
Bahu Kota Manado yang betujuan untuk mewujudkan masyarakat yang sehat serta
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang ada di Kota Manado.
Adapun alur penerimaan, penyimpanan, dan distribusi obat di Puskesmas
Teling Atas Kota Manado terlampir pada. Pelaksanaan kegiatan operasional tersebut
memerlukan manajemen yang baik agar proses pendistribusian maupun pengadaan
produk berjalan dengan baik dan pada akhirnya dapat memberikan pengobatan secara
paripurna kepada pasien atau masyarakat yang ada di wilayah Bahu Kota Manado.

3.5 Perencanaan
Perencanaan Obat merupakan hal yang penting karena perencanaan obat sangat
mempengaruhi ketersediaan obat di UPT Bahu Kota Manado, dengan perencanaan
obat yang tepat dapat mencegah tejadinya kekurangan obat, kekosongan obat maupun
kelebihan obat di UPT Puskesmas Bahu Kota Manado
Perencanaan kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan di Puskesmas Bahu
Kota dituangkan dalam Laporan Pemakaian dan lembar permintaan Obat (LPLPO)
yang ditanda tangani oleh penanggung jawab gudang obat dan kepala puskesmas.

27
Obat yang diminta dalam LPLPO adalah obat yang termasuk dalam Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN), serta berdasarkan pemakaian obat (konsumsi), pola
penyakit (epidemologi), dan obat generik dan juga dianalisa jumlah permakaian dan
kebutuhan obat/permintaan obat dimasing-masing agar supaya proses perencanaan
sediaan obat bersifat efektif dan efisien untuk kebutuhan pengobatan yang ada di
Puskesmas Bahu Kota Manado.

3.6 Pengadaan
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas Bahu Kota Manado,
dilakukan oleh Kepala Puskesmas dan Apoteker Penanggung jawab atau Kepala
Gudang Puskesmas Bahu Kota Manado yang bertujuan untuk memperoleh obat yang
di butuhkan dengan harga layak serta mutu yang baik. Pengadaan obat berasal dari
GFK (Gudang Farmasi Kota) dan Pengadaan sendiri menggunakan Dana Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN).

3.7 Penerimaan
Sediaan obat dan identitas yang termuat pada Dokumen Bukti Mutasi Barang
(DBMP) untuk obat yang berasal dari GFK (Gudang Farmasi Kota), dan Nota Belanja
(Faktur pembelian) untuk obat yang berasal dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),
seperti di check nama obat, jenis obat, jumlah obat serta di check kondisi fisik,
kuantitas, kualitas, expired date, nomor batch dan nama penyedia (distributor) apabila
semua sesuai dengan Dokumen Bukti Mutasi Barang (DBMP) atau Nota Belanja
(Faktur pembelian) maka dokumen akan di tanda tangani oleh Apoteker Puskesmas
Bahu Kota Manado.

3.8 Penyimpanan
Sediaan obat jadi di Puskesmas Bahu Kota Manado disimpan pada Gudang
Obat Puskesmas Bahu Kota Manado. Obat dari gudang farmasi kota disimpan di rak
obat (untuk obat dalam), di lemari besi (untuk obat luar), dilemari kayu untuk Alkes
dan obat injeksi. Untuk obat yang dari JKN disimpan dilemari kaca.
Secara umum kegiatan penyimpanan obat di gudang farmasi puskesmas Bahu
sudah sesuai dengan aturan yang berlaku dimana obat disimpan pada ruangan khusus
(gudang obat), disusun secara alfabetis untuk setiap bentuk sediaan serta dirotasi
dengan sistem First Expired First Out (FEFO) yaitu obat. dengan kadaluarsa
pendek/mendekati kadaluarsa digunakan lebih dahulu.
28
3.9 Ditribusi (Peyaluran)
Sistem distribusi obat di puskesmas Bahu dimulai dari Depo Farmasi Kota
Manado, kemudian disalurkan ke gudang obat puskesmas. Dari gudang obat, obat
langsung disalurkan ke apotek puskesmas, poliklinik, Poskesdes serta Posyandu
berdasarkan permintaan masing-masing bagian. Distribusi obat kepada pasien
didasarkan pada resep yang diberikan dokter melalui apotek.

3.10 Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pengelolaan data untuk mendukung perencanaan pengadaan
obat, dibuat berdasarkan data Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO) yang dilaporkan oleh Apotek Puskesmas Bahu Kota Manado. Pelaporan
Pemakaian Obat yang ada di Puskesmas Bahu Kota Manado meliputi :
a. Pelaporan Resep Harian, Bulanan, dan Peresepan
b. Pelaporan pemakaian golongan obat psikotropika dan narkotika
c. Pelaporan Penggunaan Obat Rasional.
d. Pelaporan Penerimaan dan Pemakain Obat (LPLPO) bulanan.
e. Laporan Persediaan Tahunan
Tujuan Pelaporan adalah untuk melaporkan seluruh aktivitas atau kegiatan di
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Puskesmas Bahu Kota Manado mulai dari
pendistribusian obat hingga pencacatan sisa stock obat. Pencatatan dan pelaporan obat
di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Puskesmas Bahu Kota Manado di lakukan
berdasarkan indikator pencatatan yaitu :
a. Data logistik yang dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota Manado setiap
bulannya.
b. Kartu stock untuk mencatat mutasi / pengeluaran barang
c. Buku pengeluaran untuk mencatatat pengeluaran dari LPLPO
d. Stock opname yang dilakukan 2 kali setahun

3.11 Penanganan Obat Rusak dan Kadaluarsa


Penanganan obat rusak dan obat expired date yang ada di Puskesmas Bahu
Kota Manado, dilakukan dengan cara disendirikan dalam suatu ruangan penyimpanan
obat rusak dan expired date, agar mencegah timbulnya kesalahan dalam pemberian
obat yang sudah rusak dan expired date oleh staf Puskesmas Bahu Kota Manado.

3.12 Pelayanan Farmasi Klinik Puskesmas Bahu


3.12.1 Pelayanan Resep
a. Penerimaan resep

29
Penerimaan resep di apotek puskesmas Bahu sudah sesuai dengan prosedur
tetap penerimaan resep berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Resep yang
masuk langsung dilayani sesuai dengan antrian. Setelah penerimaan, dilakukan
pemeriksaan kelengkapan administratif resep, yaitu : nama dokter, paraf dokter,
tanggal penulisan resep, nama obat, jumlah obat, cara penggunaan, nama pasien,
umur pasien dan jenis kelamin pasien. Setelah pemeriksaan administratif, dilakukan
pemeriksaan farmasetik, meliputi bentuk sediaan, dosis, cara dan lama pemberian
dan melakukan pertimbangan klinis yaitu adanya alergi, efek samping, alergi dan
interaksi. Apabila ada obat yang tidak jelas, kosong atau persediaan obat telah habis
di Apotek maka pihak apotek yang meliputi AA (Asisten Apoteker) akan
mengkonfirmasikan/menghubungi dokter yang bersangkutan untuk menggantikan
obat lain atau harus dibuat salinan resep untuk dibeli oleh pasien.
b. Penyiapan Obat
Penyiapan obat di apotek puskesmas Bahu sudah sesuai dengan prosedur tetap
penyiapan obat berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Setelah pemeriksaan resep dan
konsultasi (apabila diperlukan), pertama-tama dilakukan pembersihan tempat dan
peralatan kerja. Selanjutnya obat diambil dan dihitung jumlahnya sesuai resep dengan
memperhatikan nama obat, tanggal kadaluarsa dan keadaan fisik obat. Untuk resep
racikan, dilakukan penghitungan kesesuaian dosis obat, kemudian disiapkan
pembungkus dan wadah obat, selanjutnya obat digerus sampai homogen. Setelah
homogen, obat dibagi secara merata kemudian dibungkus. Setelah semua obat siap,
ditulis nama pasien dan aturan pakai obat pada etiket harus jelas dan dapat dibaca,
etiket putih untuk pemakaian dalam dan etiket biru untuk pemakaian luar.
c. Penyerahan Obat
Penyerahan obat di apotek puskesmas bahu juga sudah sesuai dengan prosedur
tetap penyerahan obat berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dimana sebelum obat
diserahkan, dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien, cara
penggunaan serta jenis dan jumlah obat. Setelah itu obat diserahkan kepada pasien
atau keluarga yang mendampingi dengan memanggil nama lengkap pasien diikuti
dengan pemberian informasi mengenai cara penggunaan dan hal lain yang terkait
dengan obat tersebut (misalnya: manfaat obat)

30
3.7.2 Pelayanan Informasi Obat
Selain informasi umum yang disampaikan pada saat penyerahan obat, apotek
puskesmas Bahu juga melakukan pelayanan informasi obat sebagai salah satu bentuk
pelayanan pharmaceutical care kepada pasien. Bentuk informasi yang diberikan
diantaranya waktu penggunaan obat (berapa kali obat digunakan dalam sehari, apakah
di waktu pagi, siang, sore, atau malam, apakah obat diminum sebelum atau sesudah
makan), lama penggunaan obat (apakah selama keluhan masih ada atau harus
dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh) serta cara penggunaan obat yang benar
(untuk sediaan tertentu : tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung,
tetes telinga, suppositoria dan salep/krim rektal dan tablet vagina.

3.7.3 Kegiatan Konseling, Evaluasi Penggunaan Obat, Pelayanan Residensial (Home


Care), Promosi dan Edukasi, Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat

Kegiatan konseling di puskesmas bahu sudah dilaksanakan namun masih


belum optimal mengingat waktu pelayanan yang minim dan jumlah pasien yang cukup
banyak. Sedangkan untuk kegiatan promosi dan edukasi sudah berjalan cukup baik
yaitu dengan penyebarluasan informasi melalui leaflet, brosur, poster dan lain-lain.
Mungkin juga perlu ditambahkan dengan kegiatan penyuluhan tentang penggunaan
obat oleh tenaga farmasi sendiri. Selain dua kegiatan tersebut, untuk kegiatan yang
lain, seperti evaluasi penggunaan obat, pelayanan residensial dan pelaporan efek
samping obat belum dilaksanakan. Salah satu yang menjadi kendala adalah kurangnya
tenaga farmasi di puskesmas sehingga tidak memungkinkan untuk pelaksanaan
kegiatan-kegiatan tersebut.

31
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktek kerja lapangan yang telah dilaksanakan, yaitu :

a. Peran tenaga farmasi di puskesmas bahu sama dengan peran tenaga farmasi pada
umumnya, yakni peran dalam manajemen meliputi : perencanaan, permintaan,
penerimaan, penyimpanan, distribusi, pengawasan, monitoring dan evaluasi obat
serta peran dalam pelayanan farmasi klinik meliputi pelayanan resep dan pelayanan
informasi obat.
b. Proses pelayanan kefarmasian di puskesmas bahu secara umum sudah sesuai dengan
standar dan prosedur tetap yang telah ditetapkan. Hanya saja ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan untuk dilengkapi demi peningkatan kualitas pelayanan
kefarmasian dalam rangka mewujudkan praktek asuhan kefarmasian
(pharmaceutical care).

4.2 Saran

a. Perlu adanya penambahan tenaga teknis kefarmasian di apotek untuk lebih


mengoptimalkan pelayanan kefarmasian di puskesmas.
b. Sebaiknya diterapkan penggunaan sarung tangan dan masker bagi tenaga farmasi
yang mengerjakan resep racikan untuk menghindari terjadinya kontaminasi yang
bisa mempengaruhi efek terapetik obat.
c. Saat perencenaan dan pengadaan obat sebaiknya lebih teliti lagi agar tidak terjadi
kekosongan obat saat diperlukan.
d. Sebaiknya obat-obat yang telah rusak atau kadaluarsa disimpan terpisah atau
disendirikan ditempat yang berbeda agar tidak terjadi kesalahan dalam
pengambilan obat.

32
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2003. Materi Pelatihan Pengelolaan Obat di Kabupaten/Kota.


Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor


1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.

Departemen Kesehatan RI. 2009. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Direktorat Jendera Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI

Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia. 2011. Pedoman Cara Peleyanan Kefarmasian
yang Baik (CPFB)/GPP. Jakarta: Ikatan Apoteker Indonesia

Puskesmas Teling Atas. 2013. Profil Puskesmas Teling Atas 2013. Manado

Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014 Tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta :Sekretariat Negara.

Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 74 Tahun 2016 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta :Sekretariat Negara.

33
34

Anda mungkin juga menyukai