Anda di halaman 1dari 22

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur
yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri.1
Tempat kehamilan normal ialah di dalam cavum uteri. Kehamilan ektopik dapat
terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut tetapi dapat
juga terjadi di dalam serviks, pars interstitialis tuba, atau dalam tanduk rudimenter
Rahim. Lebih dari 95 % kehamilan ektopik berada di saluran telur (Tuba
fallopii).1,3

3.2 EPIDEMIOLOGI

Kehamilan ektopik ditemukan pada hampir 1% kehamilan, dan lebih dari


90% kasus implantasi terjadi di tuba fallopii (kehamilan tuba).3 Kejadiannya
kehamilan ektopik di Indonesia sekitar 5-6 dari 1.000 kehamilan.1 Sebagian besar
wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan
umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada wanita
20-30 tahun dengan sosio-ekonomi rendah. Risiko kematian akibat kehamilan
ekstra uterin lebih besar daripada angka kelahiran per vaginam atau induksi
aborsi. Insidensi kehamilan ektopik pada wanita bukan berkulit putih lebih tinggi
dibandingkan wanita berkulit putih.3

3.3 KLASIFIKASI

Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopii (paling sering,


90-95% dengan 70-80% diampula). Sangat jarang terjadi di ovarium, cavum
abdominal, canalis servikalis, dan intraligamenter. Karena itu kehamilan ektopik
sering diklasifikasikan menjadi 1,3,4
1. Kehamilan ektopik tuba, dibedakan menjadi :
- Kehamilan pars ampularis tuba (kasus terbanyak 55%)
- Kehamilan pars ishtmika tuba (25%)
- Kehamilan pars interstitialis tuba (2%)
- Kehamilan pars infundibulum tuba
2. Kehamilan ektopik di luar tuba, dibedakan menjadi :
- Kehamilan ovarial
- Kehamilan intraligamenter
- Kehamilan servikal
- Kehamilan abdominal
- Kehamilan heterotropik, kehamilan ganda dimana satu janin berada di
kevum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik.

Gambar 3.1 Lokasi Kehamilan Ektopik

1. KEHAMILAN EKTOPIK TUBA


Adalah kehamilan yang terjadi pada tuba falopii, implantasi patologik
di dinding lumen tuba paling sering, karena tuba merupakan jalur utama
perjalanan ovum.3-6
Gambar 3.2 Kehamilan Tuba

 Kehamilan ektopik lain (< 5%)


Terjadi di serviks uterus, ovarium atau abdominal. Kehamilan
servikal jarang dijumpai, biasanya terjadi abortus spontan didahului oleh
perdarahan yang makin lama makin banyak dan jarang sekali berlangsung
lewat 20 minggu. 1
Kehamilan ovarial terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de
graaf yang baru saja pecah, dan menyatukan diri dengan ovum yang masih
tinggal dalam folikel. 1
Untuk kehamilan abdominal lebih sering merupakan kehamilan
abdominal sekunder dimana semula merupakan kehamilan tuba yang
kemudian abortus dan meluncur ke abdomen dari ostium tuba pars
abdominalis yang kemudian embrio mengalami reimplantasi di kavum
abdomen, misalnya di mesenterium/mesovarium atau di omentum.
Kehamilan abdominal primer sangat jarang ditemukan, terjadi apabila
ovum dan permatozoa bertemu dan kemudian bersatu di dalam satu tempat
pada peritoneum dalam rongga perut, dan kemudian juga berimplantasi di
tempat tersebut. 1
Gambar 2.2. Kehamilan abdominal

 Kehamilan intraligamenter
Kehamilan ini jumlahnya sangat sedikit. Kehamilan intraligamenter
berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah. Konseptus yang
terjatuh ke dalam ruangan ekstra peritoneal ini apabila lapisan korionnya
melekat dengan baik dan memperoleh vaskularisasi di situ fetusnya dapat
hidup dan berkembang dan tumbuh membesar. Dengan demikian proses
kehamilan ini serupa dengan kehamilan abdominal sekunder karena keduanya
berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah. 1

Gambar 2.3. Kehamilan intraligamenter


 Kehamilan heterotopik
Merupakan kehamilan ganda di mana satu janin berada di kavum uteri
sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik. Kejadian sekitar 15.000 -
40.000 kehamilan. 1
Kehamilan heterotopik dapat di bedakan atas :
a. Kehamilan kombinasi (Combined Ectopik Pregnancy) yaitu kehamilan yang
dapat berlangsung dalam waktu yang sama dengan kehamilan intrauterin
normal.
b. Kehamilan ektopik rangkap (Compound Ectopic Pregnancy) yaitu terjadinya
kehamilan intrauterin setelah lebih dahulu terjadi kehamilan ektopik yang telah
mati atau pun ruptur dan kehamilan intrauterin yang terjadi kemudian
berkembang seperti biasa.
 Kehamilan ektopik bilateral
Kehamilan ini jumlahnya sangat sedikit.

3.4 ETIOLOGI
Etiologi kehamilan ektopik sesuai dengan proses awal kehamilan
sejak pembuahan sampai nidasi. Bila nidasi terjadi diluar kavum uteri atau
di luar endometrium maka terjadilah kehamilan ektopik. Dengan demikian,
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi embrio
ke endometrium menjadi penyebab kehamilan ektopik. Faktor-faktor yang
disebutkan adalah sebagai berikut :1,3-6
1. Faktor tuba
- Faktor dalam lumen tuba
o Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen
tuba menyempit atau buntu.
Contoh : Radang panggul (PID) terutama endosalpingitis yang
menyebabkan aglutinasi silia lipatan mukosa tuba dengan
penyempitan saluran atau pembentukan kantong-kantong buntu.
Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga
menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falo
o Keadaan uterus yang mengalami hypoplasia dan saluran tuba yang
berkelok-kelok, panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak
berfungsi dengan baik.
o Juga pada keadaan pasca operasi rekanalisasi tuba dapat
merupakan predisposisi terjadinya kehamilan ektopik.
- Faktor di luar dinding tuba
Faktor tuba yang lain adalah adanya kelainan endometriosis tuba atau
divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital.
Adanya tumor di sekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau
tumor ovarium yang menyebabkan perubahan bentuk dan patensi tuba
2. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka
zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba,
kemudian terhenti dan tumbuh di saluran tuba.
3. Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang
kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang
lebih panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik
lebih besar.
4. Faktor hormonal

Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesterone dapat


mengakibatkan gerakan tuba melambat karena progesteron dapat
mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang
membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam
rahim. Akan tetapi dilaporkan tidak terjadi perubahan insiden pada
akseptor pil kombinasi. 1

5. Faktor lain

Termasuk di sini antara lain adalah pemakaian IUD dimana


proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan
endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
Kejadian kehamilan ektopik pada akseptor IUD dilaporkan 12 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan pemakai kondom. Diperkirakan
terjadi 2 kehamilan ektopik per 1000 akseptor IUD setiap tahun.
Faktor umur penderita yang sudah menua dan faktor perokok
juga sering dihubungkan dengan terjadinya kehamilan ektopik.
Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan insiden
kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah
dan afinitas reseptor andrenergik dalam tuba. Merokok diduga
mempengaruhi motilitas tuba.

Faktor resiko lain yang meningkatkan kejadian kehamilan


ektopik meliputi banyaknya pasangan seksual, terminasi kehamilan
sebelumnya, keguguran, seksio sesarea, wanita yang subfertil,
reproduksi buatan seperti fertilisasi in vitro, kehamilan heterotopik
dan riwayat kehamilan ektopik. Riwayat kehamilan yang berhubungan
dengan resiko kehamilan ektopik adalah kehamilan ektopik, induksi
abortus berulang dan mola. Sekali pasien pernah mengalami
kehamilan ektopik ia mempunyai kemungkinan 10 sampai 25% untuk
terjadi lagi. Hanya 60% dari wanita yang pernah mengalami
kehamilan ektopik menjadi hamil lagi, walaupun angka
kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang
6
berulang dilaporkan berkisar antara 0-14.6%.

3.5 PATOLOGI
Proses implantasi zigot pada dinding tuba pada dasarnya sama
dengan implantasi zigot di dalam kavum uteri. Nidasi zigot pada dinding
tuba dapat terjadi secara :3-4
- Kolumner : telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping,
perkembangan zigot menjadi terbatas karena kurangnya vaskularisasi
dan biasanya zigot mati secara dini dan kemudian direabsorpsi.
- Interkolumner : telur bernidasi di antara dua jonjot endosalping.
Implantasi telur dapat bersifat columner ialah pada puncak lipatan
selaput tuba atau intercolumner ialah antara lipatan selaput lendir. Setelah
telur menembus epitel, maka pada implantasi intercolumner telur masuk
ke dalam lapisan otot tuba karena tidak ada desidua: pada implantasi
columner telur terletak didalam lipatan selaput lendir. Walaupun
kehamilan terjadi diluar rahim, rahim membesar juga karena hypertropi
dari otot-ototnya disebabkan pengaruh hormon-hormon yang dihasilkan
trofoblas : begitu pula endometriumnya berubah menjadi desidua vera.3,5
Menurut Arias Stella perubahan histologis pada endometrium
cukup khas untuk membantu diagnosis. Setelah janin mati, desidua ini
mengalami degenerasi dan dikeluarkan sepotong demi sepotong, tapi
kadang-kadang lahir secara keseluruhan hingga merupakan cetakan dari
cavum uteri. Pelepasan desidua ini disertai dengan perdarahan dan
kejadian ini menerangkan gejala perdarahan pervaginam pada kehamilan
ektopik terganggu. Sebagian besar kehamilan tuba mengalami gangguan
pada umur kehamilan 6-10 minggu.
Adapun kehamilan tuba dapat mengalami beberapa perubahan
sebagai berikut :1,3,4
- Hasil konsepsi mati dini dan direabsorpsi
Pada implantasi kolumner, zigot cepat mati karena kurangnya
vaskularisasi dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan
ini, penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk
beberapa hari.
- Abortus ke dalam lumen tuba (abortus tubaria)
Gambar 3.3 Abortus Tubae

Telur bertambah besar menembus endosalpinx (selaput lendir tuba)


masuk ke dalam liang tuba dan di keluarkan ke arah infundibulum.
Hal ini terutama terjadi kalau telur berimplantasi di daerah ampulla
tubae. Abortus ke dalam lumen tuba kira-kira terjadi antara minggu ke
6 – 12. Perdarahan yang timbul karena abortus keluar dari ujung tuba
dan mengisi cavum douglas, terjadilah haematocele retrouterina. Ada
kalanya ujung tuba tertutup karena perlekatan-perlekatan hingga darah
berkumpul di dalam tuba dan menggembungkannya timbullah
haematosalpinx.3-4
- Ruptur dinding tuba
Gambar 3.4 Ruptur Dinding Tuba

Ruptur dinding tuba sering terjadi jika zigot berimplantasi pada


isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan awal, sedangkan (ruptur
pada pars interstitialis) biasanya terjadi pada kehamilan lanjut. Faktor
utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi choriales ke
dalam tunica muscularis tuba yang berlanjut ke peritoneum. Ruptur
dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti koitus
dan pemeriksaan vaginal selanjutnya akan terjadi perdarahan dalam
cavum abdominalis hingga bisa mengakibatkan syok dan kematian.
Bila pseudokapsularis ikut pecah maka akan terjadi juga perdarahan
dalam lumen tuba dan darah akan mengalir ke dalam kavum abdomen
melalui ostium tuba abdominal.3-6
Jika kemudian hasil abortus tidak dapat dikeluarkan karena
terjadi sumbatan, maka ruptur sekunder dapat terjadi lagi hal ini terjadi
karena dinding tuba menipis oleh invasi trofoblas dan tekanan yang
ditimbulkan oleh timbunan darah di dalam lumen tuba. Kadang-
kadang ruptur terjadi di dalam ligamentum latum dan terbentuk
hematoma intraligamenter. Jika janin dapat bertahan hidup, maka akan
terjadi kehamilan intraligamenter.3-4
Jika ruptur cukup besar, maka seluruh janin dapat dikeluarkan
dari tuba ke dalam cavum abdominalis dengan masih diselubungi
kantong amniom dan plasenta yang masih utuh, sehingga ada
kemungkinan bagi janin untuk terus tumbuh dan terjadilah apa yang
dinamakan kehamilan abdominal sekunder. Tapi jika ruptur yang
terjadi hanya berupa robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa
pengeluaran hasil konsepsi dari tuba. Bila hal ini dibiarkan dan
janinnya mati, maka janin tetap berada dalam tubuh ibu dan jika ada
ion Ca yang mengimpregnansi maka akan berkembang menjadi
lithopedion.1,3-4

3.6 MANISFESTASI KLINIS


Gambaran klinis pada kehamilan tuba yang belum terganggu tidak
khas, sampai akhirnya terjadi ruptur tuba. Kehamilan ektopik biasanya baru
memberikan gejala-gejala yang jelas dan khas kalau sudah terjadi ruptur
tuba. Gejala khasnya adalah timbul rasa sakit pada perut mendadak yang
kemudian disusul dengan syok atau pingsan. Walau pun demikian tanda
dan gejala kehamilan tuba terganggu sangat berbeda. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur
tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum
penderita sebelum hamil.
Adapun gejalanya adalah sebagai berikut:
- Adanya gejala kehamilan, misalnya amenorrhea, mual, muntah, dan
sebagainya. Lamanya amenorrhea tergantung dari kehidupan janin.
Sebagian pasien tidak mengalami amenorrhea karena kematian janin
terjadi sebelum haid berikutnya.
- Nyeri perut bagian bawah, merupakan keluhan utama pada kehamilan
ektopik terganggu. Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi
secara tiba-tiba dan sering disertai dengan perdarahan hingga
menyebabkan penderita pingsan dan mengalami syok.
- Nyeri pada daerah bahu dan leher, diikuti tanda-tanda perdarahan
abdominal. Bisa disertai dengan ada tidaknya distensi perut dan pada
perkusi didapat bunyi pekak beralih. Biasanya terjadi pada abortus
tuba dimana nyeri tidak begitu hebat dan tidak kontinu. Rasa nyeri
mula-mula terjadi pada satu sisi. Tetapi setelah darah masuk ke dalam
cavum abdominale, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke
seluruh perut bagian bawah. Darah dalam cavum abdominal
merangsang diafragma sehingga menyebabkan nyeri pada bahu. Jika
terbentuk hematocele retrouterina, maka ibu merasakan nyeri pada
saat defekasi.
- Vaginal bleeding, perdarahan pervaginam merupakan tanda penting
pada kehamilan ektopik. Hal ini menandakan adanya kematian janin.
Perdarahan ini berasal dari cavum uteri karena adanya pelepasan
desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak banyak
dan berwarna coklat tua. Perdarahan berarti gangguan pembentukan
Human Chorionic Gonadotropin, jika plasenta mati, desidua dapat
dikeluarkan seluruhnya.
- Pemeriksaan vagina: Nyeri goyang pada pergerakan serviks atau
slinger pijn. Pada pemeriksaan bimanual didapatkan massa pada cul
de sac atau adnexa.
- Anemia atau syok hipovolemik, terjadi karena perdarahan, sering
diikuti penurunan tekanan darah dan frekuensi nadi yang meningkat
- Pembesaran uterus : pada kehamilan ektopik uterus membesar juga
karena pengaruh hormon-hormon kehamilan tapi pada umumnya
sedikit lebih kecil dibandingkan dengan uterus pada kehamilan
intrauterine yang sama umurnya.
- Tumor dalam rongga panggul : dalam rongga panggul teraba tumor
lunak kenyal yang disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya
- Perubahan darah : dapat diduga bahwa kadar hemaglobin turun pada
kehamilan tuba yang terganggu, karena perdarahan yang banyak ke
dalam rongga abdomen. Perdarahan juga menimbulkan angka leukosit
yang tinggi.
- Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen,
perdarahan vagina abnormal, dan amenorrhea.10

3.7 Diagnosis
Jika perempuan dalam masa reproduksi datang dengan nyeri perut
bagian bawah atau kelainan haid, maka kemungkinan kehamilan ektopik
harus dipikirkan. Yang harus kita lakukan adalah :3-6, 8-9
- Anamnesis
Biasanya ibu mengeluh terlambat haid (amenorrhea) dan kadang-
kadang terdapat gejala subjektif kehamilan. Kadang didapat nyeri perut
bagian bawah, nyeri bahu dan tenesmus, perdarahan biasanya terjadi
setelah nyeri perut bagian bawah
- Pemeriksaan umum
Keadaan umum dan tanda vital dapat baik sampai buruk. Penderita
tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan dalam rongga abdominal
dapat dijumpai tanda syok atau akut abdomen. Cavum douglas yang
menonjol menunjukkan adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang
naik sehingga menyulitkan pembedaan dengan infeksi pelvik
- Pemeriksaan Ginekologi
Tanda kehamilan mungkin dapat ditemukan. Nyeri pada pergerakan
serviks positif. Uterus terasa sedikit membesar dan kadang teraba
massa di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Perabaan
pada kavum douglas menonjol dan nyeri karena terisi oleh darah.
- Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah
merah berguna menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu,
terutama bila terdapat tanda-tanda perdarahan intraabdominal.
Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit dilakukan secara serial
dengan jarak satu jam selama 3 kali berturut-turut. Bila ada penurunan
Hb dan Ht dapat mendukung diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
Perlu diingat bahwa penurunan HB baru terlihat setelah 24 jam.
Penghitungan leukosit berturut-turut menunjukkan adanya perdarahan
bila leukosit meningkat. Untuk membedakan kehamilan ektopik
dengan infeksi pelvic dapat diperhatikan jumlah leukosit yang
melebihi 20.000. Tes urine β-HCG (+), tapi bisa juga (-). Tes
kehamilan berguna apabila positif, akan tetapi hasil tes kehamilan
negatif tidak menyingkirkan kemungkinan adanya kehamilan ektopik.9
- Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

Ultrasonografi
Pemeriksaan USG dapat dilakukan perabdominam atau
pervaginam. Diagnosis pasti kehamilan ektopik melalui pemeriksaan
ultrasonografi ialah apabila ditemukan kantung gestasi yang berisi
mudigah hidup yang letaknya di luar cavum uterus atau gambaran
uterus yang tidak ada kantung gestasinya. Gambaran ini dijumpai pada
5-10% kasus. Pada kehamilan ektopik terganggu sering tidak
ditemukan kantung gestasi ektopik.apabila sudah terganggu atau
ruptur, maka gambaran kantung gesatsi sudah tidak jelas. Tetapi akan
mendapatkan massa bangunan hiperekoik yang yang tidak beraturan,
tidak berbatas tegas, dan di sekitarnya didapatkan cairan bebas
(gambaran darah intra abdominal). Gambaran yang tampak ialah cairan
bebas dalam rongga peritoneum terutama di kavum Douglas.5
Sebagian besar kehamilan ektopik tidak memberikan gambaran
yang spesifik. Uterus mungkin besarnya normal atau mengalami
sedikit pembesaran yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.
Endometrium menebal ekogenik sebagai akibat reaksi desidua. Kavum
uteri berisi cairan eksudat yang diproduksi oleh sel-sel desidua, yang
pada pemeriksaan tampak sebagai struktur cincin anekoik yang disebut
sebagai kantung gestasi palsu. Seringkali dijumpai massa tumor di
daerah adneksa, yang gambarannya sangat bervarisi. Mungkin terlihat
kantung gestasi yang masih utuh dan berisi mudigah, mungkin hanya
berupa massa ekogenik dengan batas irregular, ataupun massa
kompleks yang terdiri atas sebagian ekogenik dan anekoik. Perdarahan
intra abdomen memberikan gambaran berupa massa anekoik di kavum
douglas yang mungkin meluas sampai ke bagian atas rongga abdomen.
Bila sudah terjadi bekuan darah, gambaran massa ekogenik yang tidak
homogen.

Kuldosentesis
Merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
terdapat darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk
membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Teknik
kuldosentesis yaitu :
- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan
tenakulum, kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga
forniks posterior ditampakkan.
- Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan
dengan semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
- Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya
disemprotkan pada kain kasa dan diperhatikan apakah darah
yang dikeluarkan merupakan:
- Hasil positif bila dikeluarkan merupakan darah berwarna coklat
sampai hitam yang tidak membeku atau berupa bekuan-bekuan
kecil, darah ini menunjukkan darah hematokel retrouterina.
- Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa :
- Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum
normal atau kista ovarium yang pecah.
- Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau
radang appendiks yang pecah (nanah harus dikultur).
- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan
membeku, darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.

Gambar 3.5 Metode Kuldosentesis

Laparoskopi
Hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir
untuk kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik
yang lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan
bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus,
ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah
dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi alat kandungan tetapi hal
ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.

3.8 Diagnosis Banding


- Salpingitis, gejalanya sama, tetapi pada pemeriksaan tes kehamilan
negatif, peningkatan leukosit dan suhu.
- Abortus immines, perdarahan biasanya banyak, nyeri pada perut bagian
bawah, nyeri goyang portio negatif.
- Appendicitis, Amenorrhea atau perdarahan pervaginam tidak ada. Nyeri
perut kanan bawah yang terus menerus, demam dan gejala pada saluran
cerna. Tes kehamilan negatif.
- Kista corpus uteri
Mirip kehamilan ektopik, yaitu ada amenorrhea dan adanya cairan bebas
d iperitoneum yang diikuti vaginal bleeding secara tiba-tiba. Karena kista
yang ruptur mengeluarkan progesteron akibatnya terjadi progesterone
withdrawl bleeding.5
- Infeksi pelvik
Gejala biasanya timbul waktu haid datang dan jarang mengalami
amenorrhea. Adanya nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat diraba
pada pemeriksaan vagina umumnya bilateral. Leukositosis lebih tinggi
dari kehamilan ektopik. Gravindex test (-), demam umumnya lebih tinggi5
- Torsi kis toma ovarii
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan pervaginam
biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar  dan lebih
bulat dibandingkan kehamilan ektopik terganggu.

3.9 Penatalaksanaan

Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.


Dalam tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan yaitu :1 kondisi pasien pada saat itu, keinginan pasien
mengenai fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi organ
pelvik, kemampuan tekhnik bedah dokter dan kemampuan tekhnologi yang
ada.
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan
konservatif yaitu hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba.
Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik
dilakukan salpingektomi.

1. Laparotomy
Sebelumnya harus dikoreksi terlebih dahulu keadaan syoknya. Untuk
menghentikan perdarahan, klem pada ramus tubarius a.uterina dan
ramus tubarius a.ovarica lalu dilakukan tindakan :1,3,4
- Salpingektomi (pengangkatan tuba), jika tuba falopi rusak berat,
tetapi jika hanya segmen tertentu yang rusak lakukan ends to end
anastomosis (potong didua tempat lalu sambung ujung-ujungnya).
Salfingektomi dapat dilakukan dalam beberapa kondisi :
 Kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok.
 Kondisi tuba buruk, terdapat jaringan parut yang tinggi
risikonya akan kehamilan ektopik berulang.
 Penderita menyadari kondisi fertilitasnya dan
menginginkan fertilitasi invitro, maka dalam hal ini
salfingektomi mengurangi risiko kehamilan ektopik pada
prosedur fertilisasi invitro.
 Penderita tidak ingin punya anak lagi.
-
- Salpingostomi (membuat lubang pada tuba dan membuang hasil
konsepsi dan darah). Kelebihannya tidak mengganggu kesuburan pasca
operasi tetapi sangat beresiko KET berulang.
- Salpingografi (pengikatan tuba) jika hanya ada robekan kecil.

2. Pemberian kemoterapi diberikan jika :


Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum
pecah pernah dicoba ditangani menggunakan kemoterapi untuk
menghindari tindakan pembedahan. Kriteria kasus yang diobati
dengan cara ini ialah:
a. Kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah
b. Diameter kantong gestasi ≤ 4cm
c. Perdarahan dalam rongga perut ≤100 ml
d. Tanda vital baik dan stabil

Obat yang digunakan ialah methotreksat (MTX) 1 mg/kgBB i.v. dan


faktor sitrovorm 0,1 mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari selama 8
hari. Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi
sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim
Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas.
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik IV, IM atau injeksi lokal
dengan panduan USG atau laparoskopi. Dari seluruh 6 kasus yang diobati,
satu kasus dilakukan salpingektomi pada hari ke-12 karena gejala abdomen
akut, sedangkan 5 kasus berhasil diobati dengan lain.1,3
Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang
tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi
sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia,
dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan
menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar reversibel,
supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai
pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu
zat yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat
reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal
dan mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut. Sebelumnya penderita
diperiksa dulu kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. 11
Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX, kadar hCG diperiksa
kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang
diperiksa pada hari ke-4 maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG
diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila
kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar
hari ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka diberikan
MTX 50 mg/m2 kedua. 11
Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini
sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan
multidosis sampai empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1
mg/kgBB. 11
Yang perlu diperhatikan dalam pemberian MTX yaitu:11
a. Hindari hubungan seks vagina sampai HCG tidak terdeteksi
b. Hindari kehamilan selama tiga bulan karena risiko teoritis teratogenicity
dengan methotrexate
c. Hindari pemeriksaan panggul selama pengawasan terapi methotrexate
karena risiko ruptur tuba
d. menghindari paparan sinar matahari untuk membatasi risiko dermatitis
methotrexate
e. Hindari makanan dan vitamin yang mengandung asam folat
f. Hindari obat anti-inflamasi nonsteroid, interaksi dengan methotrexate
dapat menyebabkan penekanan sumsum tulang, anemia aplastik, atau
toksisitas gastrointestinal. Parasetamol dengan atau tanpa kodein
dianjurkan untuk menghilangkan rasa sakit.
o Untuk kendali nyeri pasca tindakan, dapat diberikan:
 Ketoprofen 100 mg supositoria
 Tramadol 200 mg iv
o Atasi anemia dengan tablet besi, sulfas ferrous 600 mg per hari.
o Konseling pasca tindakan, antara lain berisi:
 Kelanjutan fungsi reproduksi
 Risiko hamil ektopik ulangan
 Kontrasepsi yang sesuai
 Asuhan mandiri selama di rumah
 Jadwal kunjungan ulang

3.10 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan
diagnosis dini dan persedian darah yang cukup. Akan tetapi jika pertolongan
terlambat, angka kematian dapat tinggi.1
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat
bilateral. Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan
ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan antara 0%-14.6%. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup,
sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis.3-6

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. Cetakan ketiga. Jakarta: PT


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.
2. Stulberg DB, Cain RL, Dahlquist I, Lauderdale DS. Ectopic pregnancy rates
in the Medicaid population. American Journal of Obstetrics & Gynecology
2013, 208:274.e1-7.
3. Chunningham FG, Gent NF, Leveno KJ, Gilstrap L, Hauth JC, Wenstrom KD.
Williams Obstetrics, Vol 1 Edisi 21. McGraw-Hill: EGC, 2006
4. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED).
Edisi kelima. Jakarta: JNPK-KR; 2008.
5. Robbins S, Cotran R, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi ketujuh.
Jakarta: EGC; 2007.
6. Sepilian VP. Ectopic Pregnancy. 2014 Maret (diakses 20 Aprl 2014). Diunduh
dari: URL: http://www.emedicine.medscape.com/article/204923-overview
7. Anwar s, uppal t. recurrent viable ectopic pregnancy in the salpingectomy
stump. 2010 agustus (diakses 7 april 2014). diunduh dari: url:
http://www.minnisjournals.com.au
8. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Edisi kedua. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2009.
9. Sastrawinata S. Obstetri Fisiologi. Bandung: FK Unpad; 1981. Hal .49-69

10. Mansjoer, A. 2001. Kehamilan Ektopik Terganggu. Kapita Selekta


Kedokteran, Media Aesculapius. FKUI, Jakarta : 267-270.

11. Van Mello N M, Mol F, Adriaanse A H, Boss E A, Medical Management Of


Ectopic Pregnancy, Women And Newborn Health Service King Edward
Memorial Hospital, (diakses 10 Mei 2014) diunduh dari:
http://kemh.health.wa.gov.au/development/manuals/O
%26G_guidelines/sectionc/9/c9.4.2.pdf

Anda mungkin juga menyukai