Kelompok 10
ASPEK PEMIKIRAN DALAM TEOLOGI ISLAM
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Teologi Islam
Dosen Pengampu : Hendra Fitra Candra, M.Pd.I
Disusun Oleh:
Ahmad Karim: 17011404
Emiliasi widyasari : 17011404
Vira Andini : 1701140497
ِ حيم
ِ الر
َّ من
ِ حْ الر
َّ ه
ِ سم ِ الل
ْ
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat هللا ُس ' ْب َحانَهُ وتَ َع''الَىyang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.
Makalah yang dikerjakan ini berjudul “Aspek Pemikiran Dalam Teologi Islam”
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Teologi
Islam. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Penyusun mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian dan penyusunan
makalah ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, karena masih banyaknya kekurangan yang ada pada diri penyusun.
Untuk itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari
para pembaca, sehingga pada penyusunan makalah selanjutnya bisa lebih baik.
Akhir kata penyusun berharap makalah Akhlak Teologi Islam ini dapat
bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Semoga
Allah SWT selalu atau senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya bagi kita
semua. Amin.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................1
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................2
B. keadilan Tuhan................................................................................................3
C. sifat-sifat Tuhan..............................................................................................3
A. Kesimpulan.....................................................................................................3
B. Saran...............................................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................4
iii
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya segala aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari akan
terasa berarti jika ada aqidah dan keyakinan dalam hati dengan disadari kekuatan
keimanan kepada هللا ُس ْب َحانَهُ وتَ َع''الَى. Untuk itu diperlukannya suatu pembelajaran
mengenai Teologi Islam yang membahas tentang pemikiran ketuhanan. Terlebih
lagi bagi orang muslim guna meningkatkan keimanan dan menjadi idealnya
orang Islam. Apalagi di era sekarang ini yang sudah banyak munculnya
perbedaan-perbedaan pemikiran dan akidah yang mengiringi.
Berbicara tentang sifat Tuhan, aliran-aliran kalam beragam sudut pandang
mereka. Persoalan yang mereka timbulkan bersumber akal (rasio) mereka
masing-masing. Pertentangan paham di antara mereka dalam masalah ini berkisar
sekitar persoalan apakah Tuhan mempunyai sifat atau tidak, dan pembahasan
tentang keadilan Tuhan berkaitan erat dengan perbuatan atau kehendak Tuhan,
karena perbuatan Tuhan akan dilihat dari segi, adil ataukah tidak kebijakannya
dalam memelihara alam ini, baik alam dunia maupun alam akhirat. Persoalan
kalam lainnya yang menjadi bahan perdebatan diantara aliran-aliran kalam
adalah masalah perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia. Apakah manusia
mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat ataukah manusia itu
hanya terpaksa saja. Perbedaan pandangan terhadap bebas atau tidaknya manusia
ini menyebabkan munculnya makna keadilan yang sama-sama disepakati
mengandung arti meletakkan sesuatu ada tempatnya, menjadi berbeda. Masalah
ini muncul sebagai buntut dari perdebatan ulama kalam mengenai iman.
Maka dari itu sangat diperlukannya pembelajaran mengenai ketuhanan guna
meningkatkan keimanan sejak dini, agar manusia tidak salah dalam memilih
jalan. Hingga akhirnya selamat di dunia dan di akhirat kelak.
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran Tuhan dalam gerak atau perbuatan manusia dalam aspek
pemikiran Teologi Islam?
2. Bagaimana pendapat aliran-aliran dalam Teologi Islam tentang keadilan
Tuhan?
3. Bagaimana pendapat aliran-aliran dalam Teologi Islam tentang sifat-sifat
Tuhan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana peran Tuhan dalam gerak atau perbuatan
manusia dalam aspek pemikiran Teologi Islam
2. Untuk mengetahui bagaimana pendapat aliran-aliran dalam Teologi Islam
tentang keadilan Tuhan
3. Untuk mengetahui bagaimana pendapat aliran-aliran dalam Teologi Islam
tentang sifat-sifat Tuhan
BAB II PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
perbuatan tanpa campur tangan iradat dan daya Tuhan. Dengan demikian,
manusia mempunyai kekuatan dan sekaligus sebagai pencipta dari
perbuatannya. Artinya, manusia sendirilah sebenarnya yang mewujudkan
perbuatan baik dan perbuatan jahatnya, iman dan kufurnya, kepatuhan
dan tidak kepatuhannya kepada Tuhan.
Mu’tazilah juga berpendapat bahwa manusia berkuasa menciptakan
perbuatan baik atau perbuatan buruk. Perbuatan baik akan dibalas dengan
pahala perbuatan jahat akan di balas dengan hukuman. Perbuatan buruk
atau zalim tidaka dapat disandarkan kepada Tuhan. Sebab, sekiranya
Tuhan menciptakan kezaliman, maka Tuhan berlaku zalim.
Sebaliknya, jika Tuhan berbuat adil, tentulah dia berbuat adil. Oleh
karena itu, Tuhan hanya berbuat yang baik dan terbaik, bahkan wajib bagi
Tuhan menjaga kemaslahatan manusia. Demikian konsep adil menurut
Mu’tazilah. Dalam memperkuat argumentasinya, Mu’tazilah mengajukan
ayat al-Qur’an, dalam surah al-Mu’minun [23]: 14 dikemukakan sebagai
berikut:
D. Keadilan Tuhan
Kata adil mempunyai dua makna, yaitu perbuatan dan orangnya. Kalau yang
dimaksud dengan adil itu adalah perbuatan, maka pengertiannya adalah “setiap
pekerjaan yang baik yang dikerjakan oleh seseorang untuk diambil manfaat oleh
orang lain atau diambil mudaratnya. Adapun adil dalam pengertian orangnya,
apabila disifatkan kepada Allah, maka maksudnya adalah bahwa Allah tidak
mengerjakan yang buruk. Setiap pekerjaannya adalah baik.
2
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta :
Universitas Indonesia, 2002), hlm. 128-129.
8
Artinya : Dan katakanlah “Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu
akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang
ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan.”
QS. An-Najm [53] ayat 39:
Artinya : (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang
lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu)
kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.
QS. al-Anfaal [8] ayat 17:
Artinya : Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan
tetapi Allah lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang
melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.
Bagi golongan ini, perbuatan-perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan,
tujuan dalam arti sebab yang mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu.
Memang golongan ini mengakui bahwa perbuatan-perbuatan Tuhan
menimbulkan kebaikan dan keuntungan, tetapi pengetahuan maupun kebaikan
serta keuntungan-keuntungan itu tidaklah menjadi pendorong bagi Tuhan
untuk berbuat. Tuhan berbuat semata-mata karena kekuasaan dan kehendak
mutlaknya dan bukan karena kepentingan manusia atau karena tujuan lain.
Asy’ariyah berpendapat:
a. Kesempurnaan Ketuhanan adalah kesendiriannya, dan meniadakan
kekuasaannya adalah suatu cela dan kekurangan baginya, dan
kesempurnaan Allah adalah jika segala sesuatu berada di bawah
kekuasaan Allah dan berjalan di bawah hikmahnya.
b. Memberi pahala kepada orang yang berbuat baik bukanlah karena
kebaikan manusia itu sendiri, melainkan karena keutamaan Allah.
Begitu pula menghukum seseorang yang berbuat jahat bukanlah karena
11
E. Sifat-sifat Tuhan
Pertentangan paham antara kaum Mu’tazilah dengan kaum Asy’ariyah dalam
masalah ini berkisar sekitar persoalan apakah Tuhan mempunyai sifat atau tidak.
Jika Tuhan mempunyai sifat-sifat itu mestilah kekal seperti halnya denagn zat
Tuhan, dan selanjutnya jika sifat-sifat itu kekal, maka yang bersifat kekal
3
Ibid, Ris’an, Teologi Islam ..., hlm. 193-198.
12
sifat ini, kata al-Ghazali, tidaklah sama dengan, malahan lain dari, esensi Tuhan,
tetapi berwujud dalam esensi itu sendiri. Uraian-uraian ini juga membawa paham
banyak yang kekal, dan untuk mengatasinya kaum Asy’ariyah mengatakan
bahwa sifat-sifat itu bukanlah Tuhan, tetapi tidak pula lain dari Tuhan. Karena
sifat-sifat tidak lain dari Tuhan, adanya sifat-sifat tidak membawa kepada paham
banyak kekal.
Kelihatannya paham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhanlah yang
mendorong kaum Asy’ariyah memilih penyelesaian di atas. “sifat” mengandung
arti tetap dan kekal, sedangkan “keadaan” mengandung arti berubah. Selanjutnya
sifat mengandung arti kuat, sedangkan keadaan mengandung arti lemah. Oleh
karena itu, mengatakan Tuhan tidak mempunyai sifat, tetapi hanya mempunyai
keadaan, tidaklah segaris dengan konsep kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan,
Tuhan mesti mempunyai sifat-sifat yang kekal.
Kaum Mu’tazilah, karena tidak berpendapat bahwa Tuhan mempunyai
kekuasaan dan kehendak yang betul-betul mutlak, tetapi kekuasaan dan kehendak
mutlak yang mempunyai batas-batas tertentu, dapat menerima paham bahwa
Tuhan tidak mempunyai sifat.
Kaum Maturidiah golongan Bukhara, karena juga mempertahankan kekuasaan
mutlak Tuhan, berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat. Persoalan
banyak yang kekal, mereka selesaikan dengan mengatakan bahwa sifat-sifat
Tuhan kekal melalui kekekalan sifat-sifat itu sendiri, juga dengan mengatakan
bahwa Tuhan bersama-sama sifatnya kekal, tetapi sifat-sifat itu sendiri tidaklah
kekal.
Golongan Samarkand dalam hal ini kelihatannya tidak sepaham dengan
Mu’tazilah karena al-Maturidi mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan tetapi
pula tidak lain dari Tuhan.4
4
Ibid, Harun, Teologi Islam ..., hlm. 135-137.
14
PENUTUP
15
A. Kesimpulan
F. Saran
Pada penulisan makalah kali ini diharapkan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan apabila ada kesalahan dalam penulisan diharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA