Tugas ini disusun untuk memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Farmasi Lingkungan
Disusun Oleh
JAKARTA
2019
Kata Pengantar
BAB 1 PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Benda tajam khususnya jarum suntik meskipun dalam jumlah sedikit, tetapi dapat
menghasilkan dampak yang sangat besar terhadap kesehatan. Pada tahun 2000, WHO
mencatat kasus infeksi akibat tusukan jarum yang terkontaminasi diperkirakan
mengakibatkan terinfeksi virus Hepatitis B sebanyak 21 juta (32% dari semua infeksi baru),
terinfeksi virus Hepatitis C sebanyak 2 juta (40% dari semua infeksi baru), infeksi HIV
sebanyak 260.000 (5% dari seluruh infeksi baru) (Pruss. A, 2005).
TINJAUAN PUSTAKA
(BP), Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), klinik KB, dan lain-lain. Hal ini
dirasakan kurang efisien dan efektif, sehingga dalam Rapat Kerja Kesehatan
kesehatan dasar tersebut kedalam satu lembaga yang disebut Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas).
Pada waktu yang lalu, terdapat 13 jenis pelayanan yang harus dilaksanakan
dengan sebutan basic six). Keenam pelayanan pokok itu adalah pendidikan kesehatan
masyarakat, kesehatan lingkungan, Kesehatan Ibu anak dan keluarga berencana (KIA
Menurut Ranuh (dalam Hidayah, 2011) imunisasi adalah suatu cara untuk
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila
kelak ia terkena antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. Dalam upaya
1. Difteri
2. Pertusis
3. Tetanus
4. Tuberkulosis
5. Campak
6. Poliomyelitis
7. Hepatitis B
agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu
ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat
2. Imunisasi pasif
kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat immunoglobulin, yaitu zat yang
dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma
manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui placenta) atau
binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam
Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan
Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus) adalah vaksin yang terdiri dari toxoid
difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi
dan bersifat in infectious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi
Vaksin Oral Polio adalah vaksin yang terdiri dari suspense virus poliomyelitis
tipe 1,2,3 (Strain Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dibiakkan jaringan ginjal
5. Vaksin Campak
Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis
(0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 inektive unit virus strain dan tidak lebih
dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh
penyakit yang sering berjangkit. Secara umum tujuan imunisasi, antara lain:
Menurut Parma (2007) limbah adalah semua buangan yang dihasilkan oleh
aktifitas manusia dan hewan yang berbentuk padat, lumpur, cair, maupun gas yang
dibuangkerena tidak dibutuhkan atau diinginkan lagi. Sedangkan sampah yaitu suatu
bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia maupun alam
Limbah medis atau limbah klinis mencakup semua hasil buangan yang
Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah
radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat
yang tinggi (Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/ SK/ X/2004, Depkes RI, 2004).
Limbah imunisasi dalam penelitian ini yakni limbah yang dihasilkan dari
(bakteri, virus, parasit, atau jamur) dalam konsentrasi atau jumlah yang cukup
derajat, dapat menyebabkan luka iris atau tusuk misalnya jarum suntik, kaca
misalnya :
sumbernya.
limbah.
2) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang
bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak
4) Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses
sterilisasi.
Apabila fasilitas layanan kesehatan tidak mempunyai jarum yang sekali pakai
Tabel 2.1 Metode Sterilisasi Untuk Limbah Yang Dimanfaatkan Kembali Metode
Sterilisasi Suhu Waktu Kontak
7) Proses daur ulang tidak bisa dilakukan oleh fasilitas layanan kesehatan
kecuali untuk pemulihan perak yang dihasilkan dari pengolahan foto rontgen.
8) Limbah sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan
produsen limbah dan harus dilakukan sedekat mungkin dengan tempat dihasilkannya
limbah, kondisi yang tetap terpilah itu harus tetap dipertahankan di area
juga direkomendasikan:
terbuat dari logam atau palstik berdensitas tinggi) dan pas dengan tutupnya.
Kontainer itu harus kokoh dan impermiabel agar dapat menahan benda tajam
dan cairan residu yang keluar dari spuit tetap dalam kontainer. Untuk
atau dipecahkan) dan jarum serta spuit harus di buat tidak berguna lagi. Jika
kontainer plastik atau logam tidak tersedia atau terlalu mahal sebaiknya
3. Limbah infeksius dengan kadar radioaktif rendah (misalnya kapas spuit untuk
Karena biaya pengolahan dan pembuangan akhir yang aman untuk limbah
layanan kesehatan biasanya 10 kali lebih tinggi dari biaya untuk pengolahan dan
pembuangan limbah umum, maka semua limbah umum yaitu limbah non infeksius
harus di kelola dengan cara yang sama dengan pengelolaan limbah domestik dan di
kumpulkan dalam kantong hitam. Limbah layanan kesehatan selain limbah benda
tajam tidak boleh di buang dalam kontainer benda tajam, karena harga kontainer ini
lebih mahal dibandingkan kantong yang digunakan untuk limbah infeksius lain.
pengolahan limbah layanan kesehatan. Jika yang di gunakan adalah spuit sekali pakai
misalnya kemasan harus dibuang dalam kontainer kuning untuk benda tajam. Dalam
kebanyakan kondisi, jarum tidak boleh dilepas dari spuit karena beresiko
menimbulkan cedera; jika jarum memang harus di lepas, lakukan dengan sangat hati-
hati. Kontainer atau bag holder yang tepat harus ditempatkan di semua lokasi yang
pemilahan dengan mengeluarkan item dari satu kantong atau kontainer setelah
pembuangan atau dengan memasukkan satu kantong kedalam kantong lain yang
warnanya berbeda. Jika limbah umum dan limbah berbahaya secara tak sengaja
Untuk kegiatan imunisasi petugas kesehatan jika tidak ada kotak pengaman
(safety box) bisa juga menggunakan kotak dari kertas karton untuk mengumpulkan
semprit dan jarum dan membawa peralatan ini ke suatu tempat dimana alat-alat ini
dapat ditimbun dan dibakar. Jangan menggunakan wadah yang sama setelah diisi
sekali, selain itu hancurkan wadah bila isinya sudah hampir penuh dan dapatkan
medis lebih efisien dan efektif bila setiap puskesmas mengatur jadwal pengiriman
limbah tidak lebih dari 72 jam (3 hari) waktu tampung atau penyimpanan sementara
wilayah.
kesehatan harus dirancang agar dapat berada di dalam wilayah instansi layanan
kesehatan. Limbah baik dalam kantong maupun kontainer, harus ditampung di area,
ruangan atau bangunan terpisah yang ukurannya sesuai dengan kuantitas limbah
penampungan yaitu :
desinfeksi.
waktu tampung sementara untuk limbah layanan kesehatan (misalnya, waktu tunggu
2. Kantong limbah padat harus aman dari jangkauan manusia maupun binatang.
terdiri dari :
a) Topi/helm
b) Masker
c) Pelindung mata
d) Pakaian panjang
pemusnahan, dan pembuangan akhir limbah infeksius dan benda tajam yaitu :
a. Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen
Setiap cara pembuangan sampah yang dipilih untuk pusat kesehatan harus
Kesehatan dalam hal ini petugas imunisasi harus bekerja sama dengan petugas
puskesmas yang diberi tanggung jawab untuk itu, misalnya petugas kesehatan
Alternatif 1
2. Setelah penuh, safety box dan isinya dikirim ke sarana kesehatan lain
Alternatif 2
1. Jarum syringe langsung dimasukkan ke dalam safety box pada setiap
2. Setelah penuh, safety box dan isinya ditanam di dalam sumur galian
yang kedap air atau needle pit yang lokasinya didalam puskesmas.
Alternatif 1
penyuntikan.
safety box.
Alternatif 2
penyuntikan.
satu penyuntikan .
2. Syringe selanjutnya diproses seperti dijelaskan dalam penanganan
a) Jenis Risiko
penyakit atau cedera. Sifat bahaya dari limbah medis tersebut mungkin muncul
kemungkinan besar menjadi orang yang beresiko termasuk yang berada dalam
fasilitas penghasil limbah dan mereka yang berada diluar fasilitas serta memiliki
pekerjaan mengelola limbah semacam itu atau beresiko akibat kecerobohan dalam
rumah sakit
dirumah
A, 2005).
pathogen. Patogen tersebut dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa jalur ;
3. Melalui pernapasan
4. Melalui ingesti
dan C karena ada bukti kuat yang menunjukan bahwa virus tersebut ditularkan
melalui limbah layanan kesehatan. Penularan umumnya terjadi melalui cedera dan
dan desinfektan kimia juga dapat memperbesar bahaya yang muncul akibat limbah
berpindah kedalam bakteri di alam melalui sistem pembuangan limbah yang tidak
saniter.
Kultur patogen yang pekat dan benda tajam yang terkontaminasi (terutama
jarum suntik) mungkin merupakan jenis limbah yang potensi bahayanya paling akut
bagi kesehatan. Benda tajam tidak hanya dapat menyebabkan luka gores maupun
luka tusuk tetapi juga dapat menginfeksi luka jika benda ini terkontaminasi patogen.
Karena resiko ganda inilah (cedera dan penularan penyakit), benda tajam termasuk
dalam kelompok limbah yang sangat berbahaya. Kekhawatiran pokok yang muncul
masuknya agent penyebab penyakit, misalnya infeksius virus pada darah. Jarum
suntik merupakan bagian yang penting dalam limbah benda tajam, dan berbahaya
masalah kesehatan dan lingkungan yang serius, diantaranya bahaya kematian yaitu
dengan membiarkan semprit dan jarum bekas berada di tempat atau tanah terbuka
terkena luka tusukan jarum akibat pembuangan jarum yang di lakukan sembarangan.
Selain itu juga membuang semprit dan jarum bekas di sungai dapat mengotori air
yang digunakan untuk minum dan mencuci Begitu juga pemulung di lokasi
pasien dan masyarakat resiko terkena infeksi tersebut jauh lebih rendah. Namun
beberapa infeksi yang menyebar melalui media lain atau disebabkan oleh agent yang
lebih resisten dapat menimbulkan resiko yang bermakna pada masyarakat dan pasien.
hidup di alam bebas. Kemampuan ini bergantung pada jenis mikroorganisme dan
merupakan cara kerja dari pertahanan dirinya terhadap kondisi lingkungan seperti
1. Virus Hepatitis B
e) Tahan 1 minggu pada tetesan darah dalam jarum suntik (termasuk virus
hepatitis C)
2. Virus HIV
dilingkungan, kita juga harus memperhitungkan peran vektor seperti hewan pengerat
dan serangga. Hal ini berlaku untuk pengelolaan limbah layanan kesehatan baik di
dalam maupun diluar fasilitas layanan kesehatan. Vektor seperti tikus, lalat, dan
kecoa yang makan maupun bertelur pada sampah organik, disebut sebagai carrier
pasif mikroba patogen, jumlahnya akan meningkat tajam jika terjadi kekeliruan
1. Insinerasi
mengurangi limbah organik dan limbah yang mudah terbakar menjadi bahan
anorganik yang tidak mudah terbakar dan mengakibatkan penurunan yang sangat
signifikan dari segi volume maupun berat limbah. Proses ini biasanya dipilih untuk
mengolah limbah yang tidak dapat didaur ulang, dimanfaatkan kembali, atau dibuang
di lokasi landfill. Alat untuk melakukan insinerasi disebut incinerator yang harus
2. Rotary klin
Rotary klin (tungku berputar) yang terdiri dari sebuah open berputar dan
terjadinya penguraian bahan kimia. Rotary klin sesuai untuk kategori limbah
infeksius, limbah benda tajam, limbah patologis, limbah bahan kimia dan sediaan
farmasi serta limbah sitotoksik. Limbah yang tidak boleh diinsinerasi dengan Rotary
klin adalah kontainer bertekanan dan limbah yang mengandung logam berat
berkonsentrasi tinggi.
Biaya peralatan dan biaya operasional cukup tinggi, demikian pula dengan
sehingga lapisan tahan panas tungku harus sering diperbaiki atau diganti. Dibutuhkan
3. Desinfeksi kimia
kesehatan untuk membunuh mikroorganisme pada peralatan medis dan pada lantai
atau dinding, saat ini telah diperluas penggunaannya untuk pengolahan limbah
mengolah limbah seperti darah, urine dan feses. Limbah medis padat dan limbah
infeksius mencakup kultur mikrobiologis, serta limbah benda tajam juga dapat
didesinfeksi secara kimia dengan syarat desinfektan yang dipergunakan berasal dari
jenis yang kuat, yang juga termasuk bahan berbahaya dan hanya boleh digunakan
oleh petugas yang terlatih dan terlindung dengan baik. Jenis bahan kimia yang
otoklaf digunakan di rumah sakit untuk sterilisasi peralatan medis yang dapat
sehingga umumnya hanya digunakan untuk limbah yang sangat infeksius misalnya
(sekitar 5-8 kg) memerlukan siklus 60 menit pada suhu dan tekanan minimum 1210C
5. Sanitary landfill
yang kecil, memungkinkan limbah untuk disebar merata, dipadatkan, dan ditimbun
(ditutup dengan tanah) setiap hari. Penutupan yang adekuat bagian dasar dan sisi
lubang di lokasi untuk meminimalkan pergerakan cairan dari sampah keluar dari
lokasi. Pembuangan limbah infeksius dan sedikit limbah sediaan farmasi dapat
dilakukan dengan sanitary landfill. Metode ini dapat mencegah kontaminasi tanah
dan air permukaan serta air tanah dan mengurangi pencemaran udara, bau, serta
6. Encapsulation (pembungkusan)
menggunakan kotak yang terbuat dari drum logam yang tiga perempatnya diisi
dengan benda tajam atau residu bahan kimia atau sediaan farmasi. Kontainer atau
kotak tersebut kemudian ditutup dengan sejenis busa plastik, pasir bitumen, adukan
semen atau materi lempung. Setelah media tersebut kering, kontainer dapat ditutup
7. Inertisasi
terkandung dalam limbah ke air permukaan atau air tanah. Proporsi campuran terdiri
dari 65% limbah farmasi, 15% batu kapur, 15% semen dan 5% air. Metode ini sangat
sesuai untuk limbah sediaan farmasi dan untuk abu insinerasi yang mengandung
logam berkadar tinggi. Proses ini tidak mahal dan dapat dilakukan dengan peralatan
yang sederhana. Tetapi inertisasi tidak bisa digunakan untuk limbah infeksi
2.8 Kerangka Berpikir
Puskesmas
Kegiatan
Imunisasi
Teknologi Pengolahan Limbah medis kegiatan Mikroorganise Patogen
dan Pembuangan imunisasi : jarum suntik, di Lingkungan
Limbah disposable, flakon, ampul,
kapas, handscoon
Dampak terhadap
masyarakat
Minimasi limbah
Pemilahan, pewadahan,
pemanfaatan kembali dan
daur ulang
Pengangkutan
Gambar 2.3 Kerangka Teori
(tansportasi)
Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan masyarakat bagi kasus-
Tempat penampungan
sementara pelayanan
kasus ringan atau penyakit ringan. Salah satu upaya untuk mendukung
tentunya menghasilkan limbah medis sisa kegiatan imunisasi diantaranya jarum, suntik,
disposable, flakon, ampul, kapas, handscoon. Limbah medis kegiatan imunisasi ini
3) Dampak kesehatan limbah medis dilihat dari risiko akibat limbah medis, bahaya
limbah padat.
Minimasi limbah
Pemilahan, pewadahan,
pemanfaatan kembali dan daur
ulang
Pengolahan, pemusnahan,dan
pembuangan akhir limbah padat
Penelitian ini telah di lakukan di sembilan puskesmas se-Kab Tangerang dan di Dinas
keshatan Kab Tangerang. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 11November – 11
Desember Tahun 2017. Jenis penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode kualitatif
dengan pendekatan fenomenologis, selain itu juga menggunakan metode survai yang
menjelaskan sistem pengelolaan limbah medis kegiatan imunisasi se-Kab Tangerang. Subjek
dalam penelitian ini terdiri dari informan kunci dan informan biasa yang merupakan tenaga
kesehatan yang berada di puskesmas dan dinas kesehatan Kab Tangerang. Keseluruhan jumlah
informan yaitu 29 orang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari
menggunakan pedoman wawancara, observasi, dan dokumentasi. Mengenai kehadiran peneliti
dalam lapangan, yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri,
peneliti menggunakan tape recorder dan catatan lapangan sebagai alat bantu. Tehnik analisis
data menggunakan analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Tehnik pengecekan keabsahan data yang digunakan peneliti adalah ketekunan
pengamatan dan triangulasi.
Tahap minimasi limbah telah dilakukan oleh seluruh puskesmas yang ada di Kab
Tangerang. Kegiatan tahap minimasi limbah yang dilakukan antara lain kegiatan perawatan dan
pembersihan, penggunaan bahan produksi lebih awal, dan pengecekan tanggal kadaluarsa. Dari
ke-9 puskesmas yang ada, seluruh kegiatan minimasi limbah yang telah disebutkan di atas
dilakukan oleh seluruh puskesmas tersebut. Dalam kegiatan perawatan dan pembersihan,
dalam hal ini untuk vaksin imunisasi perlu diperhatikan pengelolaan peralatan vaksin. Pada
pengelolaannya, untuk menjaga kualitas vaksin, vaksin harus disimpan pada waktu dan tempat,
dan kendali suhu tertentu sesuai peraturan yang tertuang dalam Kepmenkes RI No. 42 Tahun
2013 tentang penyelenggaraan imunisasi.
Untuk ke sembilan puskesmas yang menjadi lokasi penelitian ini, sudah melakukan
proses minimasi limbah dengan cara mengelola penggunaan vaksin lebih awal dan mengecek
tanggal kadaluarsa vaksin. Jika masih ditemukan vaksin yang sudah kadaluarsa di puskesmas,
maka akan dilakukan pemusnahan dengan cara lebih dulu mengirimkan surat ke gudang
farmasi yang disusul oleh pengiriman vaksin yang sudah kadaluarsa untuk dilakukan
pemusnahan di gudang farmasi. Ini berdasarkan hasil wawancara dengan seorang informan
yang mengatakan bahwa
“untuk vaksin yang kadaluarsa kami membuat berita acara”.(Ibu Dw, pengelola program
imunisasi Puskesmas Balaraja)
2) Proses Pemilahan, pewadahan, pemanfaatan kembali dan daur ulang
Tahap pemilahan telah diakukan oleh seluruh puskesmas meskipun dalam pelaksanaannya
masih tejadi pencampuran antara limbah medis dan limbah medis non medis. Pada tahap
pemilahan ini untuk limbah jarum suntik/ disposable seluruh puskesmas dipisahkan dengan
limbah lainnya. Limbah yang telah dipilah-pilah berdasarkan jenisnya dimasukkan ke wadah
yang disesuaikan dengan jenis limbah hasil pemilahan. Pewadahan yang dilakukan harus
menggunakan wadah berupa safety box dengan simbol biohazard, hal ini telah sesuai dengan
Permenkes RI 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit
yaitu benda tajam sebaiknya ditampung menggunakn safety box atau terbuat dari bahan yang
kuat. Sedangkan untuk pemilahan limbah berupa flakon, ampul, kapas, handscoon telah
dilakukan pemilahan yaitu dipisahkan dengan limbah non medis namun dalam hal ini wadah
yang digunakan masih belum sesuai dimanabeberapa puskesmas yaitu Puskesmas Curug,
Binong, Sindang Jaya menggunakan safety box sebagai tempat untuk membuang limbah.
Di Puskesmas Tiga Raksa pewadahannya menggunakan kantong plastik tanpa simbol biohazard
sebagai wadah flakon, ampul, kapas, handscoon dan di Puskesmas Pasir Nangka, Balaraja, Pasar
Kemis, Kota Bumi, Legok hanya menggunakan keranjang sampah biasa sebagai wadah untuk
menampung limbah. Menurut Permenkes RI 1204/MENKES/SK/X/2004 penggunaan kantong
plastik dan keranjang sampah sebagai wadah menampung limbah belum sesuai.
3) Tempat Penampungan
Di Puskesmas Tiga Raksa limbah yang dipilah ditampung di dalam gudang incinerator,
dengan ukuran 2 x 2 meter. Ukuran gudang tempat penampungan ini sudah sesuai dengan
banyaknya limbah yang dihasilkan. Lokasi gudang yang dijadikan tempat penampungan ini
terpisah dari gedung utama puskesmas sehingga tidak menggangu aktifitas pelayanan
puskesmas. Frekuensi penampungan yang ada di puskesmas ini telah melebihi batas waktu yang
telah direkomendasikan yaitu ≤ 27 jam. Artinya untuk penampungan limbah yang ada sudah
mengalami penumpukan. Hal ini terjadi diakibatkan oleh incinerator yang dimiliki puskesmas
telah rusak. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu informan
Sudah lama ditumpuk diruangan incinerator sebagai tempat penampungan sementara
karena tidak diangkut (Ibu Rn,petugas sanitasi Puskesmas Tiga Raksa)
Untuk tempat penampungan sementara di Puskesmas Binong limbah di tampung dalam
sebuah ruangan yang berada di dalam puskesmas, tercampur dengan limbah lain berupa kardus
kosong. Ruangan yang digunakan tidak terkunci sehingga memungkinkan masuknya hewan
pengerat atau serangga. Sedangkan untuk lama penampungan telah >27 jam dan terjadi
penumpukan karena Puskesmas Binong tidak memiliki alat pemusnah limbah. Hal ini seperti
yang pernyataan salah satu informan
“Jemputan dari dinas belum ada, sehingga limbah medis masih menumpuk
dipuskesmas” (Ibu Li, Petugas Sanitarian Puskesmas Binong)
Sementara di Puskesmas Pasar Kemis tidak memiliki tempat penampungan sementara
limbah. Dari hasil observasi ditemukan bahwa limbah yang dihasilkan dari kegiatan imunisasi di
letakkan dibawah tangga yang ada di puskesmas, dan lama penampungan limbah sudah >27 jam
karena puskesmas tidak memiliki incinerator.
Selanjutnya tempat penampungan limbah yang dihasilkan dari kegiatan imunisasi di
Puskesmas Kota Bumi, untuk limbah yang dihasilkan diletakkan di salah satu ruangan staf,
diletakkan didekat lemari es untuk penyimpanan vaksin. Di Puskesmas Limba B ini sudah
memiliki incinerator tapi alat ini tidak berfungsi lagi, lama penampungan limbah ini sudah >27
jam. Hal ini juga seperti peryataan dari salah satu informan
“karena tidak ada pengangkutan berarti sudah lama tertumpuk di ruang
penampungan” (Ibu Rm,Petugasa sanitasi Puskesmas Kota Bumi)
Di Puskesmas Pasir Nangka tidak memiliki tempat penampungan limbah. Limbah yang
dihasilkan dari kegiatan imunisasi ini langsung dibawa dan di masukkan ke tempat sampah
medis yang kemudian dibakar. Lain halnya di Puskesmas Curug yang memiliki incinerator
namun sudah tidak berfungsi lagi. Untuk tempat penampungan limbahnya digunakan ruangan
incinerator yang jika dilihat dari segi kelayakan tempat sudah sesuai. Tapi dari hasil observasi,
masih juga ditemukan limbah medis berupa jarum suntik/disposable yang berserakan di tanah
yang berada di samping ruangan incinerator.
Untuk Puskesmas Balaraja, tempat penampungan limbah digunakan ruangan incinerator
tapi ruangan ini tidak terkunci dan sudah ada limbah yang berserakan atau keluar dari ruangan
tersebut. Hal ini diakibatkan terjadi banjir di Puskesmas Balaraja yang berhasil menerobos
masuk ke dalam tempat penampungan sehingga safety box yang dijadikan sebagai wadah unruk
menampung limbah menjadi basah dan rusak. Jadi keadaan didalam ruangan penampungan
sudah tidak teratur dengan baik. Di puskesmas ini sudah memiliki incinerator tapi sudah tidak
berfungsi lagi sehingga terjadi penumpukan limbah dengan lama penampungan >27 jam.
Untuk Puskesmas Legok tempat penampungan limbah berada di daerah sekitar
puskesmas. Ruangan yang digunakan ini hanya ditutupi dengan terali besi, sehingga dapat
dikatakan bahwa ruangan ini merupakan ruang terbuka yang memungkinkan serangga atau
hewan pengerat dapat masuk keruangan tersebut. Di puskesmas ini juga tidak memiliki
incinerator dan lama penampungan limbah yang dilakukan sudah melebihi dari apa yang
ditentukan.
Sedangkan di Puskesmas Kota Bumi tidak memiliki tempat atau ruangan khusus untuk
menampung limbah. Tempat yang digunakan sebagai tempat penampung hanya meminjam
bangunan kantor yang berada di depan puskesmas. Walaupun sudah memiliki tempat
penampungan, tapi ruangan ini dibiarkan terbuka. Sehingga masih dalam kualifikasi tempat yang
belum sesuai. Puskesmas ini juga merupakan salah satu puskesmas yang tidak memiliki
incinerator, yang mengakibatkan terjadinya penumpukan limbah. Hal ini juga disebabkan oleh
karena lama penampungan yang sudah >27 jam dari apa yang ditentukan.
Mengacu pada persyaratan tempat penampungan yang telah direkomendasikan oleh WHO,
dari ke sembilan puskesmas yang menjadi tempat penelitian tidak ada satu pun yang memenuhi
syarat yang telah direkomendasikan. Keadaan seperti ini harus diperhatikan oleh instansi yang
bersangkutan untuk perbaikan dan kelayakan sistem penampungan yang ada di masing-masing
puskesmas.
4) Pengangkutan (Transportasi)
Untuk pengangkutan jarum suntik/disposable ini diseluruh puskesmas yang ada tidak
menggunakan wadah atau tempat untuk mengumpulkan limbah melainkan jarum
suntik/disposable yang sudah berada di dalam safety box diangkut ke tempat penampungan
sementara maupun ke tempat penangan akhir limbah. Berdasarkan wawancara dengan salah satu
informan di puskesmas Tiga Raksa mengatakan :
menggunakan wadah lain tapi langsung safety box itu di angkat dan dipindahkan ke gudang
incinerator karena safety box itu sudah aman ” (Ibu RP, Petugas sanitasi Puskesmas Tiga
Raksa)
Sedangkan untuk pengangkutan flakon, ampul, kapas, handscoon di beberapa puskesmas
berbeda, seperti misalnya di puskesmas Curug, Binong, dan Balaraja diangkut menggunakan
safety box yang digunakan untuk menampung limbah tersebut. Untuk puskesmas Pasir Nangka,
Pasar Kemis, Sindang Jaya, Kota Bumi dan Legok menggunakan tempat sampah untuk
mengangkut limbah tersebut ke tempat penampungan maupun tempat pemusnahan.
Rata-rata untuk petugas yang menangani limbah di puskesmas melekat pada tugas dari petugas
sanitasi yang ada dipuskesmas. Namun di puskesmas Pasar Kemis, Sindang Jaya dan Kota Bumi
yang bertugas mengangkut limbah adalah cleaning service, sehingga banyak kendala yang
dihadapi dalam pengangkutan limbah.. Hanya di Puskesmas Pasir Nangka, Curug, Legok, Tiga
Raksa, dan Balaraja yang menggunakan handscoon disaat menangani limbah. Itu pun belum
sesuai karena handscoon yang digunakan masih saja bisa ditembus oleh benda tajam.
Jadi untuk pengangkutan limbah, di Sembilan puskesmas ini belum memperhatikan hal-hal
atau standar yang ditentukan dalam pengangkutan, karena masih banyak hal-hal yang belum
sesuai seperti alat yang digunakan untuk mengangkut serta alat pelindung yang digunakan.
Untuk penanganan akhir jarum suntik/disposable di Puskesmas Curug dan Binong pernah
dimusnahkan dengan cara dibakar/ditimbun ada juga yang dibuang ke TPA. Hal ini disebabkan
karena puskesmas ini tidak memiliki fasilitas atau alat untuk memusnahkan limbah atau mamiliki
alat namun sudah tidak dapat difungsikan. Namun saat ini penanganan seperti ini tidak dilajutkan
lagi karena lahan yang digunakan untuk penimbunan dan pembakaran sudah tidak ada lagi
sehingga terjadi penumpukan.
Di Puskesmas balaraja pemusnahannya hampir sama dengan puskesmas Curug dan
Binong. Bedanya di puskesmas sama sekali tidak memilikialat pemusnah limbah. Kondisi ini
didukung dengan adaya pernyataan dari salah satu informan yaitu
“Karena limbah medis di puskesmas paling banyak adalah jarum suntik sehingga
penanganannya sederhana, tidak memerlukan peralatan dan tenaga yang fungsional,
seharusnya limbah itu dimusnahkan lewat incinerator tapi incinerator di kota tidak ada
jadi kita hanya menggunakan galian dan dibakar” (Bpk Al, Kepala Puskesmas Balaraja)
Cara penanganan yang seperti ini tidak sesuai dengan Permenkes RI
1204/MENKES/SK/X/2004 bahwa benda tajam harus diolah dengan incinerator . Lain halnya
dengan Puskesmas Tiga Raksa yang melakukan pemusnahan jarum suntik menggunakan nidle
destroyer untuk menghancurkan jarum suntik ini sudah tepat dan untuk dispo dibakar dengan
limbah lainnya di tempat sampah medis yang telah disediakan di puskesmas.
Sedangkan untuk Tiga Raksa, Binong, Sindang Jaya, Lego, dan Curugktidak melakukan
pemusnahan, dimana limbah dibiarkan menumpuk di tempat penampungan sementara karena
puskesmas tidak memiliki fasilitas yang mendukung pengelolaan limbah dan ada juga
incinerator yang mereka miliki sudah tidak berfungsi lagi. Hal ini dibenarkan dari hasil
wawancara Kepala PuskesmasCurug yang menyatakan bahwa
“sarana tidak bisa difungsikan lagi, sehingga limbah medis menjadi tertumpuk”. (Ibu
Lp, Kepala Puskesmas Curug)
Jadi dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa hampir seluruh puskesmas di Kab Tangerang
belum melakukan pemusnahan limbah dengan baik, kecuali Tiga Raksa.
Untuk penanganan akhir flakon, ampul, kapas, handscoon di Puskesmas Curug, Binong, dan
Balaraja dimusnahkan dengan cara dibakar/ditimbun seperti hasil wawancara dengan salah satu
informan yang mengatakan
“untuk flakon, ampul, kapas, handscoon dimusnahkan dengan dengan cara dibakar di dalam
tempat sampah medis”.(Bpk, My, Petugas Sanitasi Puskesmas Balaraja)
Hal ini tidak sesuai dengan Permenkes RI 1204/MENKES/SK/X/2004 bahwa untuk
limbah infeksius sebaiknya di musnahkan menggunakan incinerator, karena ampul dan flakon
terbuat dari bahan kaca/tajam maka tidak akan cepat musnah jika tidak dilakukan pembakaran
dengan suhu yang tepat.
Jadi untuk cara pengolahan, pemusnahan, dan pembuangan akhir limbah medis padat di
Sembilan puskesmas se-Kota Gorontalo belum sesuai dengan apa yang di rekomendasikan dalam
Permenkes RI 1204/MENKES/SK/X/2004.