ABSTRAK
Pendahuluan: Masalah fisik yang muncul pada pasien stroke yaitu hilangnya
kesadaran selama stroke, inkontinensia, kelumpuhan atau kelemahan otot, sehingga
pasien mengalami gangguan gerak karena adanya kerusakan susunan saraf pada otak
dan kekakuan pada otot dan sendi. Metode: Study komparatif dengan pendekatan cross
sectional, pengambilan data dilakukan di ruang Poli Syaraf RSUD Dr. H. Soewondo
Kendal pada 15 responden menggunakan teknik consecutive sampling. Hasil: Tidak ada
perbedaan antara latihan kekuatan otot pasien pasca stroke yang memperoleh dukungan
keluarga baik dan dukungan kurang dengan nilai p value 0,727. Diskusi: Saran untuk
pasien diharapkan mampu melakukan latihan kekuatan otot secara mandiri tidak
bergantung denganorang lain dan melakukan rehabilitasisejak dini untuk mengurangi
kecacatan permanen, bagi keluarga diharapkan selalu mengingatkan pasien untuk rutin
melakukan latihan kekuatan otot dan menemani pasien saat melakukan rehabilitasi agar
pasien merasa masih dibutuhkan.
References: 95 (2005-2016)
1
PENDAHULUAN
2
dengan kerusakan neurovaskuler (48,4%) memiliki dukungan
(Nanda, 2012-2015). keluarganya baik.
3
Karakteristik Responden Frekuensi (f) Presentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 40 74,1
Perempuan 14 25,9
Total 54 100
Pekerjaan
Karyawan 1 1,9
Petani 25 46,3
Swasta 16 29,6
Pensiunan 7 13
PNS 5 9,3
Total 54 100
Pendidikan Terakhir
SD 30 55,6
SMP 7 13
SMA 5 9,3
D3 7 13
S1 3 5,6
S2 2 3,7
Total 54 100
Tipe Stroke
Iskemik 26 48,1
Non Iskemik 28 51,9
Total 54 100
4
Kurang 24 44,4
Latihan Kekuatan Otot
Baik 28 51,9
Kurang 26 48,1
PEMBAHASAN
1. Usia stroke meningkat dua kali lipat setiap
kurun waktu 10 tahun. Hasil
Hasil penelitian menunjukkan penelitian ini didukung oleh
bahwa responden terbanyak berada di penelitian Azizah (2011) bahwa
usia >34 tahun hingga usia <68 kejadian stroke terjadi pada lansia
tahun. Suiraoka (2012) karena pada lansia terjadi perubahan
mengemukakan kejadian stroke fisik, dimana semua organ tubuh
meningkat seiring dengan mengalami kemunduran fungsi
bertambahnya usia, setelah usia termasuk pembuluh darah otak.
memasuki 55 tahun ke atas, resiko
5
Hasil penelitian Saefulloh yang sering mengalami kondisi sakit
(2016) berdasarkan karakteristik usia atau merasakan adanya gejala sakit
yaitu dengan kategori dewasa memiliki kecenderungan untuk
sebanyak 50,5% (usia <55 tahun). berperilaku dengan menaruh
Hal tersebut juga disampaikan oleh perhatian terhadap gejala-gejala pada
Ghani, Mihardja dan Delima (2016) dirinya dan kemudian mencari
yang mengatakan bahwa proporsi pertolongan (Notoatmodjo, 2010).
responden terbanyak pada usia 35- 44
tahun, disusul kelompok usia 15-24 3. Jenis Kelamin
tahun dimana stroke muncul pada
kelompok usia muda sebesar 0,3%. Hasil penelitian menujukkan
Hasil penelitian Karunia (2016) pasien pasca stroke yang berjenis
menyebutkan sebagian besar kelamin laki-laki lebih banyak
responden paska stroke berumur 43- dibandingkan dengan pasien pasca
61 tahun, penelitian ini sejalan stroke yang berjenis kelamin
dengan penelitian Wardhani (2015) perempuan. Hasil penelitian ini
dan Rosiana (2016), yang didukung oleh penelitian yang
menyebutkan bahwa kelompok umur dilakukan oleh Karunia (2016)
terbanyak adalah 51-80 tahun, dengan hasil karakteristik responden
sehingga dapat diartikan stroke dapat berdasarkan jenis kelamin paling
menyerang siapa saja, bahkan yang banyak adalah responden dengan
berusia muda. jenis kelamin laki-laki. Hal ini
sejalan dengan penelitian Wardhani
2. Lama Menderitas Stroke (2015), yang menunjukkan bahwa
sebagian besar pasien pasca stroke
Hasil penelitian ini adalah berjenis kelamin laki-laki.
menunjukkan lama menderita stroke Hasil penelitian tersebut mendukung
responden dengan nilai tengah 8 pernyataan dari Bushnull (2009)
bulan, hasil penelitian ini didukung bahwa kejadian stroke terjadi pada
oleh penelitian yang dilakukan oleh laki-laki karena pada laki-laki
Hayulita dan Sari (2015) dari 52 terdapat hormon testosteron, dimana
responden didapatkan bahwa lebih hormon ini dapat meningkatkan
dari separuh (67,3%) pasien paska kadar Low Density Lipopprotein,
stroke lama menderita stroke ≥ 6 apabila kadar Low Density
bulan. Menurut penelitian Wahyulita Lipopprotein tinggi maka dapat
dan Sari (2015) bahwa lama meningkatkan kadar kolesterol dalam
menderita stroke akan membuat darah yang merupakan faktor resiko
pasien makin putus asa terhadap terjadinya penyakit degeneratif
penyakitnya, pasien akan merasa seperti stroke.
tidak berdaya dengan apa yang
dialaminya walaupun setiap pasien Pasien stroke perempuan
memiliki mekanisme pertahan yang sebanyak 14 (25,9%). Hasil
berbeda-beda tapi mereka tetap akan penelitian yang sudah peneliti
merasa sulit dalam menghadapi lakukan juga didukung oleh
stresor dari penyakitnya tersebut. penelitian Ghani, Mihardja dan
Pasien stroke yang telah berlangsung Delima (2016) yaitu mendapatkan
lama memiliki pengalaman yang hasil yang berbeda, dimana besar
berbeda terhadap penyakitnya, sampel perempuan sedikit lebih
dibanding dengan pasien yang baru banyak dari laki-laki. Proporsi laki-
didiagnosa. Berdasarkan teori laki dan perempuan sama yaitu
perilaku sakit menjelaskan bahwa sebesar 1,2%. Hal tersebut dapat
6
diartikan bahwa jenis kelamin naik jumlahnya dan berpengaruh
perempuan juga beresiko mengalami secara signifikan pada sistem
stroke saat memasuki masa homeostasis.
menopause walaupun angka kejadian
lebih banyak terjadi pada jenis Petani yang bekerja setiap hari ke
kelamin laki-laki. Perempuan sawah kepanasan dan kehujanan akan
memiliki hormon estrogen dan mengakibatkan petani stres. Apabila
progesteron yang bisa melindungi tekanan stres terlampau besar
organ tubuhnya, termasuk pembuluh sehingga melampaui daya tahan
darahnya sebelum masuk masa individu, maka akan timbul gejala-
menopause, namun begitu masuk gejala seperti sakit kepala, mudah
menopause, organ-organ tersebut marah, tidak bisa tidur, gejala-gejala
sudah tidak terlindungi oleh kedua itu merupakan reaksi non spesifik
hormon tersebut, sehingga pertahanan diri dan ketegangan jiwa
mengakibatkan penurunan fungsi dan itu akan merangsang kelenjar anak
setelah memasuki masa menopause, ginjal untuk melepaskan hormon
barulah pembuluh darah dan organ adrenalin dan memacu jantung
lainnya mulai rapuh. berdenyut lebih cepat serta lebih kuat
sehingga tekanan darah menjadi naik
4. Pekerjaan dan aliran darah ke otak dan otot
perifer meningkat (Irfan, 2010).
Hasil penelitian menunjukkan
pekerjaan petani lebih banyak 5. Pendidikan
dibandingkan dengan yang
mempunyai pekerjaan karyawan, Hasil penelitian menunjukkan
swasta, pensiunan, dan PNS. Hasil pendidikan SD lebih mendominasi
penelitian ini didukung oleh daripada yang mempunyai
penelitian Supadmi (2016), pendidikan SMP, SMA, D3, S1 dan
berdasarkan distribusi pekerjaan S2, banyak responden yang
responden, diketahui sebagian besar berpendidikan SD karena
pekerjaan responden adalah petani kebanyakan responden sudah tua.
yaitu 15 orang (33,3%). Bekerja atau Penelitian ini didukung oleh
tidak bekerja menjadi penyebab penelitian Hayulita dan Sari (2015)
terjadinya stroke seperti penelitian dari 52 yaitu didapatkan bahwa lebih
yang dilakukan oleh Karunia (2016), dari separuh (51,9%) memiliki
menunjukkan bahwa responden tingkat pendidikan rendah. Penelitian
paska stroke sebagian besar tidak ini sejalan dengan yang dilakukan
bekerja yaitu 33 orang (70,2%). oleh Wayunah dan Saefulloh (2016)
Pasien yang tidak mendapatkan didapatkan hasil sebanyak 76
pekerjaan maka akan mengalami (73,8%) responden berpendidikan
stres karena memikirkan bagaimana sekolah dasar. Pendidikan umumnya
cara mencari pekerjaan dan akan berpengaruh terhadap
mendapatkan pekerjaan, seperti yang kemampuan seseorang dalam
dikemukakan oleh Irfan (2010) memahami suatu informasi, seperti
pemicu terjadinya stroke adalah stres yang dikemukakan oleh Notoatmodjo
karena stres yang bersifat konstan (2010) bahwa pendidikan merupakan
dan terus menerus mempengaruhi faktor predisposisi pada
kerja kelenjar adrenal dan tiroid pembentukan perilaku kesehatan.
dalam memproduksi hormon
adrenalin, tiroksin dan kortisol Hasil penelitian di atas dapat
sebagai hormon utama stres akan disimpulkan bahwa pendidikan
7
adalah suatu usaha yang untuk akibat plak aterosklerosis arteri otak
mengembangkan kepribadian dan atau suatu emboli dari pembuluh
kemampuan di dalam maupun di darah di luar otak yang tersangkut di
luar sekolah dan berlangsung arteri otak. Jenis stroke ini
seumur hidup. Pendidikan merupakan jenis stroke yang
mempengaruhi proses belajar, tersering didapatkan, sekitar 80%
semakin tinggi pendidikan dari semua stroke. Stroke jenis ini
seseorang makin mudah orang juga bisa disebabkan oleh berbagai
tersebut untuk menerima informasi. hal yang menyebabkan terhentinya
Seseorang akan cenderung untuk aliran darah otak antara lain, syok,
mendapatkan informasi, baik dari hipovolemia, dan berbagai penyakit
orang lain maupun dari media lain. Stroke jenis ini diakibatkan oleh
masa. pecahnya suatu mikro aneurisma di
otak. Stroke ini dibedakan atas
6. Tipe Stroke perdarahan intraserebral, subdural,
dan subaraknoid.
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa tipe stroke non 7. Dukungan Keluarga
iskemik lebih mendominasi dari pada
pasien dengan tipe stroke iskemik. Hasil penelitian ini
Penelitian ini didukung oleh menunjukkan dukungan keluarga
penelitian Andhre dan Rizky (2015) mayoritas dengan kategori baik.
dari hasil penelitian didapatkan Dukungan keluarga baik hal ini
bahwa jumlah pasien stroke non dikarenakan keluarga selalu
iskemik lebih banyak dibandingkan mendampingi pasien karena
dengan pasien stroke iskemik yaitu kepedulian antar sesama anggota
110 pasien (87,3%), hal ini sesuai keluarga atau bisa juga terjadi karena
dengan berbagai penelitian tentang keluarga selalu meluangkan waktu
stroke lainnya, dimana jumlah pasien serta memperhatikan anggota
stroke jenis non iskemik memang keluarga pasien pasca stroke.
lebih banyak dibandingkan iskemik. Penelitian ini didukung penelitian
Penelitian lain Mailisafitri (2010) di yang dilakukan oleh Hayulita dan
Rumah Sakit Stroke Nasional Sari (2015) didapatkan bahwa
(RSSN) Bukit tinggi tahun 2010 dukungan keluarga dalam kategori
yang memiliki banyak sampel baik lebih tinggi yaitu (79,4%).
sebanyak 655 pasien stroke, masih Dukungan keluarga yaitu informasi
didapatkan proporsi stroke non verbal, sasaran, bantuan yang nyata
hemoragik yang lebih besar atau tingkah laku yang diberikan oleh
dibandingkan dengan stroke orang-orang yang akrab dengan
hemoragik. Pasien dengan stroke subjek didalam lingkungan sosialnya
hemoragik sebanyak 239 (36%), atau yang berupa kehadiran dan hal
sedangkan 416 pasien (64%) yang dapat memberikan keuntungan
merupakan pasien stroke non emosional atau pengaruh pada
hemoragik. tingkah laku penerimaannya.
Dukungan keluarga yang baik
Stroke Iskemik pada dasarnya dikarenakan adanya keeratan
disebabkan oleh oklusi pembuluh hubungan antar anggota keluarga
darah otak yang kemudian yang masih terjalin baik, kesadaran
menyebabkan terhentinya pasokan dari keluarga yang saling peduli antar
oksigen dan glukosa ke otak. Stroke anggota keluarga sehingga fungsi
ini sering diakibatkan oleh trombosis
8
keluarga bisa berjalan sebagaimana perawatan kepada anggota keluarga
mestinya (Friedman, 2010). yang sakit sebagai tugas keluarga
(Suprajitno, 2010).
Keluarga memang seharusnya
memberikan dukungan dan 8. Latihan Kekuatan Otot
memperhatikan bila salah satu
anggota keluarga terkena masalah, Hasil penelitian ini menujukkan
keluarga berusaha mengambil latihan kekuatan otot dalam kategori
keputusan yang tepat untuk baik. Latihan kekuatan otot adalah
menyelesaikan masalah anggota latihan penguatan/pengencangan otot
keluarga dan juga memberikan gluteal dan kuadrisep serta latihan
perawatan kepada anggota keluarga pergerakan sendi yang dilakukan
yang sakit sebagai tugas keluarga sebelum tindakan operasi dengan
menurut (Suprajitno, 2010). tujuan untuk memelihara kekuatan
Dukungan keluarga adalah suatu otot yang diperlukan untuk berjalan
bentuk hubungan interpersonal yang (Smeltzer & Bare, 2011). Latihan
meliputi sikap, tindakan dan kekuatan otot merupakan salah satu
penerimaan terhadap anggota bentuk latihan dalam proses
keluarga, sehingga anggota keluarga rehabilitasi yang dinilai masih cukup
merasa ada yang memperhatikan, efektif untuk mencegah terjadinya
memberi kenyamanan fisik, dan kecacatan pada pasien dengan stroke.
psikologis. Keluarga mempunyai Latihan ini adalah salah satu bentuk
beberapa fungsi dukungan yaitu intervensi fundamental perawat yang
berupa dukungan informasional, dapat dilakukan untuk keberhasilan
dukungan penilaian, dukungan regimen terapeutik bagi pasien dan
instrumental dan dukungan dalam upaya pencegahan terjadinya
emosional (Friedman, 2010). kondisi cacat permanen pada pasien
pasca perawatan di Rumah Sakit
Menurut Suiter (2011), sehingga dapat menurunkan tingkat
dukungan keluarga mempunyai arti ketergantungan pasien pada keluarga.
yang besar dalam kekambuhan
berbagai penyakit, dan merupakan Latihan pada pasien stroke
bantuan yang diterima salah satu dilakukan beberapa kali dalam sehari
anggota keluarga dari anggota untuk mencegah komplikasi, semakin
keluarga lainnya dalam menjalankan dini proses rehabilitasi dimulai maka
fungsi keluarga. Dukungan yang kemungkinan pasien mengalami
dimiliki oleh seseorang dapat defisit kemampuan akan semakin
mencegah berkembangnya masalah kecil (National Stroke Association,
akibat tekanan yang dihadapi. 2009). Oleh karena itu, untuk menilai
Dukungan keluarga baik akan sejauhmana latihan kekuatan otot
membantu pasien dalam menghadapi dapat meningkatkan mobilitas sendi
dan mengatasi masalahnya dibanding sehingga mencegah terjadinya
dengan pasien yang tidak memiliki berbagai komplikasi seperti yang
dukungan keluarga. Keluarga telah dipaparkan sebelumnya dan
idealnya seharusnya memberikan menilai sejauhmana latihan ini
dukungan kepada anggota keluarga memberikan dampak pada
yang mengalami masalah dengan kemampuan fungsional yang terkait
cara keluarga berusaha mengambil erat dengan kekuatan otot pada
keputusan yang tepat untuk pasien stroke iskemik yang dirawat
menyelesaikan masalah anggota dirumah sakit (Smeltzer & Bare,
keluarga dan juga memberikan 2011).
9
Latihan kekuatan otot pada Hasil penelitian tidak
pasien yang mengalami kelemahan sependapat dengan penelitian Saudah
pada awalnya sangat penting untuk dan Lestari (2016), bahwa ada
mencegah terjadinya kontraktur hubungan antara dukungan keluarga
sehingga dapat mengurangi risiko dengan latihan Range of Motion
deformitas menetap dan palsi akibat (ROM) dengan hasil uji statistik
dari tekanan (Ginsberg, 2007). menggunakan korelasi Spearman
Program latihan kekuatan otot makin Rank Rho diperoleh hasil p value
dini dilakukan maka makin bagus 0,000 < α 0,05. Penelitian Karunia
pula hasilnya karena tidak ada (2015) menyebutkan antara
kerusakan lanjut yang tidak dapat dukungan keluarga dengan
disembuhkan, makin cepat otot kemandirian aktivitas kehidupan
menjadi kuat maka makin sedikit sehari-hari kelompok responden yang
pula kemungkinan terjadi atropi, memiliki dukungan keluarga yang
makin dini pasien diberikan latihan baik lebih banyak yang mandiri,
maka makin adanya kesempatan diperoleh hasil p value 0,018 < α
perubahan osteoporosis yang terjadi 0,05.
pada tulang panjang. Program latihan
kekuatan latihan otot dapat Pasien yang melakukan latihan
mengoptimalkan kekuatan otot kekuatan otot pasca stroke yang
sehingga meningkatkan perawatan memperoleh dukungan keluarga baik
diri secara maksimal (Smeltzer & dan yang memperoleh dukungan
Bare, 2011). keluarga kurang tidak ada perbedaan
hal ini dikarenakan banyak faktor
Hasil penelitian menunjukkan yang mempengaruhinya. Faktor-
bahwa responden yang mendapatkan faktor yang mempengaruhi pasien
dukungan keluarga dalam kategori untuk melakukan latihan kekuatan
baik dan responden yang otot terbagi dalam dua kategori
mendapatkan dukungan keluarga diantaranya adalah yang pertama
kurang tidak memiliki perbedaan faktor intrinsik meliputi pengetahuan,
yang signifikan. Dukungan keluarga motivasi, dan sikap, kedua adalah
dalam kategori baik dalam penelitian faktor ekstinsik meliputi dukungan
ini yaitu (55,6%) responden, tenaga kesehatan dan dukungan
sedangkan responden yang keluarga (Notoatmodjo, 2012).
mendapatkan dukungan keluarga
kurang yaitu dengan nilai (44,4%). Penanganan yang cepat, tepat,
adekuat dan melibatkan kerja sama
Hasil dari penelitian didapatkan antar disiplin ilmu seperti dokter,
bahwa jumlah responden yang Physiotherapist, speech therapist,
mendapatkan dukungan keluarga occupational therapist juga termasuk
kurang terhadap latihan kekuatan otot keterlibatan keluarga pasien
baik lebih banyak dibandingkan diharapkan akan mempercepat
dengan responden yang mendapatkan penyembuhan serta dapat
dukungan keluarga baik terhadap memperkecil risiko kecacatan fisik
latihan kekuatan otot baik. Hasil dan komplikasi lainnya yang akan
tersebut menunjukkan bahwa tidak timbul. Permasalahan yang sering
ada perbedaan antara latihan ditemui dapat berupa kelemahan
kekuatan otot pasien pasca stroke pada anggota gerak yang berakibat
yang memperoleh dukungan keluarga berkurangnya kemampuan fungsional
baik dan yang memperoleh keluarga motorik, namun dengan latihan
kurang. kekuatan otot maka dapat
10
meningkatkan kembali nilai kekuatan kekuatan otot karena keluarga hanya
otot. Latihan kekuatan otot ini pasif kepada pasien sehingga
dilakukan pada lengan, tangan, bahu responden yang mempengaruhi
dan ektremitas bawah karena pasien latihan kekuatan otot itu sendiri dari
akan menunggung seluruh berat kesadaran pasien untuk melakukan
tubuh pada otot–otot ini untuk proses penyembuhan. Peran keluarga
melakukan aktivitas. Otot trisep dan adalah tingkah laku spesifik yang
latissimus dorsi adalah otot-otot diharapkan oleh seseorang dalam
pentingyang digunakan dalam konteks keluarga. Jadi peranan
mendukung saat berjalan. keluarga menggambarkan
seperangkat perilaku interpersonal,
Hasil penelitian diatas dapat sifat, kegiatan yang berhubungan
peneliti asumsikan bahwa keluarga dengan individu dalam posisi dan
kurang dominan membantu pasien situasi tertentu.
pasca stroke untuk melakukan latihan
DAFTAR PUSTAKA
11
Andarwati, N.A. (2013). Pengaruh Irfan, M. (2010). Fisioterapi bagi insan
latihan ROM terhadap peningkatan stroke. Jakarta : Graha ilmu
kekuatan otot pasien hemiparase Iskandar, J. (2011). Stroke waspadai
post stroke. Skripsi. Universitas ancamananya. Yogyakarta: Cv andi
Muhammadiyah Surakarta. offset
Andhre, S. R., dan Rizky, M. T. (2015). Junaidi, (2011). Hipertensi Pengenalan,
Hubungan Faktor Usia, Jenis Pencegahan, dan Pengobatan.
Kelamin, Dan Pekerjaan Dengan Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer.
Jenis Stroke Di Poli Saraf RSUD Mardjono. (2012). Neurologi Klinik
Kraton Kabupaten Pekalongan. Dasar, cetakan ke 15. Jakarta: Dian
Skripsi. Stikes Muhammadiyah Rakyat
Pekajangan Pekalongan.
Bushnull. (2009). Manajemen Stroke. Misbach, (2007). Aspek Diagnostik,
Yogyakarta: Pustaka Cendekia Patofisiologi, Manajemen. Jakarta :
Press. FK-UI
Efendi, F. (2010). Muttaqin. (2008). Buku Ajar Asuhan
KeperawatanKesehatan Komunitas: Keperawatan Klien Dengan
Teori Dan Praktek. Dalam Gangguan. Sistem Imunologi.
Keperawatan. Jakarta : Salemba Jakarta: Salemba Medika.
Medika Rizald&Laksmi. (2010). Stroke iskemik.
Fajar. (2010). Pengaruh Range Of Medan: Yandira Agung.
Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Ropper, A.H. (2015). Principles of
Otot Dan Rentang Gerak Pasien Neurology. Edisi 8. McGraw-Hill.
Pasca Perawatan Stroke. Poltekes New York
Kemenkes Tanjungkarang Saefulloh, M., Wayunah. (2016).
Irdawati, S. (2008). Latihan gerak Analisis faktor yang berhubungan
terhadap keseimbangan pasien dengan kejadian stroke di RSUD
stroke non hemoragik di rumah indramayu. Manuskrip. Stikes
sakit dr. Moewardi Surakarta. Indramayu.
http//journal.unnes.ac.id/nju/index. Rosiana, P. W. (2016). Rehabilitasi
php/kemas/article/ diunduh pada Stroke Pada Pelayanan Kesehatan
tanggal 27 September 2017. Primer. Majalah Kedokteran
Indonesia, Vol59. No. 2.
12