GLAUKOMA
MAHRIDA 1614201110089
1.2 Klasifikasi
Klasifikasi vaughen untuk glaukoma yaitu: (Ilyas, 2010)
a. Glaukoma primer
Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simplek)
Glaukoma sudut sempit
b. Glaukoma kongential
Primer atau infantile
Menyertai kelainan kongential lainnya
c. Glaukoma sekunder
Perubahan lensa
Kelainan uvea
Trauma
Bedah
Rubeosis
Steroid dll
d. Glaukoma absolute
Glaukoma sudut sempit primer dan sekunder, (dengan blockade pupil atau tanpa
blockadepupi).
Glaukoma sudut terbuka primer dan sekunder.
Kelainan pertumbuhan, primer (congential, infantile, juvenile), sekuder kelainan
pertumbuhan lain pada mata.
1.3 Etiologi
Penyebab dari glaukoma adalah bertambahnya produksi cairan mata olehbadan
cilliary, dan berkurangnya pengeluaran cairan mata didaerah sudut bilik mata dicelah
pupil. (Ilyas,2010)
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang disebut humor
aqueus. Bila dalam keadaaan normal, cairan ini dihasilkan didalam bilik posterior,
melewati pupil masuk kedalam bilik anterior lalu mengalir dari mata melalui suatu
saluran. Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena penyumbatan yang
menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior), maka akan terjadi peningkatan
tekanan.
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus dan
retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah kesaraf optikus berkurang
sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka
akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah
lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati,
glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.
1.5 Patofisiologi
Tekanan Intra Okuler ditentukan oleh kecepatan produksi akues humor dan aliran
keluar akues humor dari mata. TIO normal 10 – 21 mmHg dan dipertahankan selama
terdapat keseimbangan antara produksi dan aliran akueos humor. Akueos humor di
produksi didalam badan silier dan mengalir ke luar melalui kanal schlemm ke dalam
sistem vena. Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih badan silier atau
oleh peningkatan hambatan abnormal terhadap aliran keluar akueos melalui camera oculi
anterior (COA). Peningkatan tekanan intraokuler > 23 mmHg memerlukan evaluasi yang
seksama. Iskemia menyebabkan struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap.
Kerusakan jaringan biasanya dimulai dari perifer dan bergerak menuju fovea sentralis.
Kerusakan visus dan kerusakan saraf optik dan retina adalah ireversibel dan hal ini
bersifat permanen tanpa penangan, glaukoma dapat menyebabkan kebutaan. Hilangnya
penglihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang pandang.
1. Oftalmoskopi: untuk melihat fondus mata bagian dalam yaitu retina, diskus optikus
mascula dan pembuluh darah retin.
2. Tonometri: adalah alat untuk mengukur tekanan intar okuler , nilai yang
mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmHg dan dianggap patilogi bila
melebihi 25 mmHg.
3. Perimetri: kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan
yangkhaspada glaukoma. Secara sederhana, lapang pandang dapat diperiksa dengan
tes konfrontasi.
4. Pemeriksaan ultrasonotrapi: adalah gelombang suara yang dapat digunakan untuk
mengukur dimensi dan struktur okuler.
1.7 Komplikasi
Jika tidak diobati, bola mata akan membesar dan hampir dapat dipastikan akan terjadi
kebutaan.
1.8 Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa: (David, 2000)
a. Agen osmotik
Agen ini lebih efektif untuk menurunkan tekanan intraokular. Agen osmotic oral
pada penggunaannya tidak boleh diencerkan dengan cairan atau es agar osmolaritas
dan efisiensinya tidak menurun. Beberapa contoh agen osmotic antara lain:
Gliserin oral; dosis efektif 1-1,5 g/kgBB dalam 50% cairan. Dapat menurunkan
tekanan intraocular dalam waktu 30-90 menit setelah pemberian dan bekerja
selama 5-6 jam.
Manitol oral; dosis yang dianjurkan adalah 1-2 g/kgBB dalam 50% cairan.
Puncak efek hipotensif okular terlihat dalam 1-3 jam dan berakhir 3-5 jam.
Manitol intravena; dosis 2 g/kgBB dalam 20% cairan selama 30 menit.
Maksimal penurunan tekanan intraokular dijumpai selama 1 jam pemberian.
Ureum intravena: agen ini merupakan alternative karena kerjanya tidak
seefektif manitol. Penggunaannya harus diawasi dengan ketat Karena memiliki
efek kardiovaskular.
b. Karbonik anhidrase inhibitor
Digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular yang tinggi, dengan
menggunaka dosis maksimal dalam bentuk intravena, oral atau topical. Contoh
obat golongan ini yang sering digunakan adalah asetazolamide. Efeknya dapat
menurunkan tekanan dengan menghambat produksi humour akuos sehingga dapat
menurunkan tekanan dengan cepat. Dosisinisial 2x250 mgoral. Dosis alternative
intravena 500 gram bolus. Penambahan dosis maksimal dapat diberikan setelah 4-
6 jam.
c. Miotik kuat
Sebagai inisial terapi, pilokaprin 2% atau 4% setiap 15 menit sampai 4 kali
pemberian diindikasikan untuk mencoba menghambat serangan awal glaukoma.
Penggunaannya tidak efektif pada seranganyang sudah lebih dari 1-2 jam.
Pilokaprin diberikan 1 tetes setiap 30 menit selama 1-2 jam.
d. Beta bloker
Merupakan terapi tambahan yang efektif untuk menangani glaukoma sudut
tertutup. Timolol merupakan beta bloker nonselektif dengan aktivitas dan
konsentrasi tertinggi di bilik mata belakang yang dicapai dalam waktu 30-60
menit setelah pemberian topical. Sebagai inisial terapi dapat diberikan 2 kali
dengan interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8, dan 12 jam
kemudian.
e. Apraklonidin
Merupakan agen agonis alfa-2 yang efektif untuk hipertensi ocular
apraklonidin 0,5 % dan 1% menunjukkan efektivitas yang sama dalam
menurunkan tekanan ocular 34% setelah 5 jam pemakaian topical.
2. Observasi respon terapi
Merupakan periode penting untuk melihat respon terapi yang harus dilakukan
minimal 2 jam setelah terapi medikamentosa secara intensif. Meliputi:
a. Monitor ketajaman visus, edema kornea dan ukuran pupil.
b. Ukur tekanan intraocular setiap menit.
c. Periksa sudut dengan gonioskopi, terutama bila tekanan intraocular sudah turun
dan kornea jernih.
Respon terapi:
a. Baik; ada perbaikan visus, kornea jernih, pupil konstriksi, tekanan intraocular
menurun dan sudutnya terbuka kembali. Dapat dilakukan tindakan selanjutnya
sebagai laser iridektomi.
b. Sedang; visus sedikit membaik, kornea agak jernih, pupil tetap dilatasi, tekanan
intra ocular tetap tinggi ( sekitar 30 mmHg), sudut sedikit terbuka. Dilakukan
pengulangan indentasi gonioskopi untuk membuka sudut, bila berhasil dilanjutkan
dengan laser iridektomi atau laser iridoplasti. Sebelumnya diberikan tetesan
gliserin untuk mengurangi edema kornea.
c. Jelek; visus tetap jelek, edema kornea, pupil dilatasi dan terfiksir, tekanan
intraocular tinggi dan sudutnya tetap tertutup. Tindakan selanjutnya adalah laser
iridoplasti.
3. Parasintesis
Merupakan teknik untuk menurunkan tekanan intraocular secara cepat
dengan cara mengeluarkan cairan okuos sebanyak 0,05 menit pemberian. Teknik ini
masih belum banyak digunakan dan masih dalam penelitian. (David, 2000)
4. Bedah laser
a. Laser iridektomi
Diindikasikan pada keadaan glaukoma sudut tertutup dengan blok pupil, juga
dilakukan untukmencegah terjadinya blok pupil pada mata yang berisiko yang
ditetapkan melalui evaluasi gonioskopi. Ini juga dilakukan pada serangan
glaukoma akut dan pada mata kontra lateral dengan potensial glaukoma akut.
b. Laser iridoplasti
Pengaturan laser iridoplasti berbeda dengan laser iridektomi. Disini
pengaturannya dibuat untuk membakar iris agar otot sfingter iris berkontraksi,
sehingga iris bergeser kemudian sudut terbuka. Agar laser iridoplasti berhasil
maka titik tembakan harus besar, powernya rendah dan waktunya lama. Aturan
yang digunakan ukurannya 500 μm (200-500 μm) dengan power 500 mW (400-
500 mW), waktunya 0,5 detik (0,3-0,5 detik).
5. Bedah insisi
a. Iridektomi bedah insisi
Pupil dibuat miosis total menggunakan miotik tetes. Kemudian dilakukan
insisi 3mm pada kornea-sklera 1 mm di belakang limbus. Insisi dilakukan
iridektomi. Luka insisi kornea ditutup dengan jahitan dan bilik mata depan
dibentuk kembali dengan NaCl 0,9 %.
b. Trabekulektomi
Indikasi tindakan ini dilakukan pada tekanan glaukoam akut yang berat atau
setelah kegagalan tindakan iridektomi perifer, glaukoma primer sudut tertutup,
juga pada penderita dengan iris berwarna cokelat gelap (ras Asia atau Cina).jiak
mungkin tindakan ini akan dikombinasikan dengan ekstraksi lensa. ( American
Academy Of Ophthalmology, 2006)
6. Ekstraksi lensa
Apabila blok pupil jelas terlihat berhubungan dengan katarak, ekstraksi yang
dapat dipertimbangkan sebagai produser utama. (American Academy Of
Ophthalmology, 2006)
7. Tindakan profilaksis
Tindakan ini terhadap mata normal konta-lateral dilakukan iridektomi laser
profilaksis. Ini lebih disukai daripada perifer iridektomi bedah. Dilakukan pada mata
kontra-lateral yang tidak ada gejala. ( American Academy Of Ophthalmology, 2006)
1.9 Pathway
1.10 Evidance Based Practice
Terlampir
Judul Jurnal
Tahun Jurnal
21 April 2018
Peneliti
Eshter Wijaya
Abstrak :Dari data hasil analisa hubungan Diabetes terhadap kejadian glaukoma sesuai
data yang diperoleh yang mengalami diabetes sebanyak 28 orang (56,00%) sedangkan
yang tidak mengalami Diabetes sebanyak 22 orang (44,00%). Setelah di analisa dengan
uji statistic Chi-Square ada hubungan yang bermakna antara diabetes terhadap kejadian
glaukoma di mana diperoleh P.Value = 0,007<0,05. Berdasarkan hasil penelitian,
peneliti berpendapat bahwa diabetes memiliki peluang untuk terjadinya glaukoma
dibandingkan yang tidak memiliki riwayat penyakit diabetes. Diabetes di sebabkan
karena tekanan darah tinggi, tekanan mulai membangun di mata dan kerusakan mata
utama saraf-saraf optik dengan waktu. Kerusakan ini bisa menyebabkan kehilangan
penglihatan dari sisi mata dalam tahap awal. Kemudian, jika dibiarkan tidak diobati,
seluruh mata dapat terpengaruh. Untuk mengobati tetes mata Glaukoma digunakan
untuk menurunkan tekanan dalam mata. Tapi jika telah berkembang dalam stadium
lanjut, pasien mungkin memerlukan pembedahan laser untuk pengobatannya.
Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembulu darah
arteri secara terus- menerus lebih dari 1 periode. Penelitian sejalan yang dilakukan oleh
Erin Suherna (2014), hasil penelitian di dapatkan hubungan bermakna antara hipertensi
terhadap kejadian glaukoma p value = 0,001<0,05. Berdasarkan hasil penelitian,
peneliti berpendapat bahwa hipertensi memiliki peluang untuk terjadinya glaukoma
dibandingkan yang tidak memiliki riwayat hipertensi disebabkan hipertensi
menyebabkan pembulu darah menyempit, bocor dan mengeras seiring waktu karena
tekanan berlebihan dan berkelanjutan terhadap dinding pembulu darah. Hal ini dapat
menyebabkan saraf optik membengkak dan mengakibatkan masalah penglihatan, aliran
utama oksigen ke mata terhambat kerusakan permanen.
Rasulullah SAW punya cara menjaga kesehatan mata. Diriwayatkan Abu Daud
dalam kitab sunannya, dari Abdurrahman Ibnu Nu'man Ibnu Ma'ad Ibnu Haudzah al-
Anshariy, dari ayah dan kakeknya disebutkan bahwa Rasul menyuruh mengolesi mata
dengan batu celak mata yang dibaluri wewangian misik sebelum tidur.
“Hai manusia, telah datang kepadamu kitab yang berisi pelajaran dari
Tuhanmu dan sebagai obat penyembuh jiwa, sebagai petunjuk dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman.”
(QS. Yunus/10: 57)
Glaukoma
Seorang wanita berusia 65 tahun datang ke IGD rumah sakit A dengan keluhan
nyeri dan merah pada mata kanan disertai mual dan muntah sejak 2 hari yang lalu.
Penderita juga mengeluh bila melihat lampu tampak lingkaran seperti warna pelangi,
keluhan tersebut baru pertama kali dirasakan. Sebelumnya penglihatan mata kanan
dan kiri sudah berkurang sejak 6 bulan yang lalu, namun tidak disertai nyeri dan
merah. Penderita menyadari bahwa penurunan penglihatan ini terutama memburuk
pada cahaya terang dan selama ini hanya memakai kacamata pada saat membaca.
Dilakukan pemeriksaan pada mata didapat OD : VOD 1/300, konjungtiva mixed
injection, kornea keruh, COA : dangkal, pupil dilatasi, reflek pupil (-), lensa mata
sulit dinilai, tekanan bola mata 35,8 mmhg. OS : VOS 6/60, konjungtiva injection (-),
kornea jernih, COA: kedalam cukup, pupil bulat sentral, refleks pupil (+), lensa mata
keruh belum merata dan tekanan bola mata 17,8 mmHg.
1. Pengkajian
Tanggal Masuk RS :-
Tanggal Pengkajian :-
Diagnosa Medis : Glaukoma
No. RM :-
A. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri dan merah pada mata kanan disertai mual dan
muntah sejak 2 hari yang lalu
A. Neurosensori
Subyektif :
Pasien mengatakan mata nyeri dan merah pada mata kanan disertai mual
dan muntah sejak 2 hari yang lalu
Objektif :
P: Nyeri
Q: -
R: mata kanan
S: -
Tujuan :
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
2. Resiko cedera
Subjektif:
Objektif :
Tujuan :
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, H. Sidarta & Yulianti, Sri Rahayu. 2014. Ilmu Penyakit Mata Edisi
Kelima. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc.Jogjakarta : Penerbit
Mediaction Jogja
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawata Medikal Bedah, Edisi 8, Jakarta: EGC
Carpenito
Ilyas, H. Sidarta & Yulianti, Sri Rahayu. 2010. Ilmu Penyakit Mata Edisi
Kelima. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.