Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena
salah satu sebab. Penyebab trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri,
olahraga, dan rumah tangga.
Trauma sistem muskuloskeletal sering ditemukan pada zaman kendaraan
berkecepatan tinggi seperti sekarang ini. Selain ltu insidensi trauma
muskuloskeletal meningkat, sebagian besar disebabkan adanya peningkatan
latihan fisik secara rutin pada masyarakat seperti joging, lari dan aktivitas
olahraga lainnya. Trauma bisa akut akibat kejadian traumatik tunggal atau bisa
kronis akibat efek kumulatif episode trauma ringan berulang. Trauma
musculoskeletal bermacam-macam, dari tekanan ringan pada otot sampai
fraktur dengan kerusakan jaringan.

Sekitar 80 persen praktek umum ortopedi diakibatkan oleh trauma sistem


muskuloskeletal. Proses penuaan juga mempunyai kontribusi yang cukup
tinggi terhadap insidensi fraktur. Peningkatan umur menyebabkan penurunan
masa tulang atau tulang menjadi rapuh. Tulang yang rapuh akan mudah patah
ketika jatuh.

1.2 Tujuan
A. Tujuan Umum
Tujuan umum pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Kegawatdaruratan (KGD) serta untuk menambah pengetahuan
dan wawasan tentang trauma pada system Muskuloskeletal.

B. Tujuan Khusus
1) Agar mahasiswa mengerti dan memahami Konsep Muskuloskeletal!
2) Agar mahasiswa mengerti dan memahami Trauma pada sistem
musculoskeletal!
3) Agar mahasiswa mengerti dan memahami Askep teoritis salah satu
jenis trauma pada system musculoskeletal!
4) Agar mahasiswa mengerti dan memahami Askep pada kasus trauma
musculoskeletal!

1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot


(muskulo) dan tulang-tulang yang membentuk rangka (skelet).

Otot, Tendon Dan Ligamen


Otot adalah jaringan tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah
energi kimia menjadi energi mekanik (gerak).Otot dibedakan menjadi otot
rangka, otot polos, dan otot jantung.
1) Otot Rangka
Otot rangka, merupakan otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka.
Karakteristik
2) Otot Polos
Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini dapat
ditemukan pada dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta
pada dinding tuba seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi,
urinarius, dan sistem sirkulasi darah.
3) Otot Jantung
Otot jantung merupakan otot lurik, yang disebut juga otot serat lintang
involunter. Karakteristik otot ini hanya terdapat pada jantung.

Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel, yang
terbuat dari fibrous protein (kolagen). Tendon berfungsi melekatkan tulang
dengan otot atau otot dengan otot.
Ligamen adalah pembalut/selubung yang sangat kuat, yang merupakan
jaringan elastis penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkus
tulang dengan tulang yang diikat oleh sendi.

Tulang, Sendi, dan Kartilago


Rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang-tulang yang
memungkinkan tubuh mempertahankan bentuk, sikap dan posisi.

2
Rangka yang menopang tubuh orang dewasa umumnya terdiri atas 206
tulang dan dapat dibagi menjadi 2 kelompok utama, yaitu rangka aksial dan
rangka apendikular.
Hubungan antartulang disebut artikulasi. Agar artikulasi dapat bergerak,
diperlukan struktur khusus yang disebut sendi. Dengan adanya sendi,
membantu mempermudah gerakan. Sendi yang menyusun kerangka manusia
terdapat di beberapa tempat. Terdapat tiga jenis hubungan antar tulang, yaitu
sinartrosis, amfiartosis, dan diartosis (Wahyuningsih,heni puji &
Kusmiyati,yuni .2017).

2.2 Trauma Muskuloskeletal


A. Definisi
Trauma adalah kekuatan dari luar tubuh yang mengenai tubuh atau
bagian dari tubuh sehingga menimbulkan kerusakan atau luka pada tubuh
atau bagian tubuh tersebut (Prawestiningtyas,Eriko. 2013 ).
Trauma Muskuloskeletal adalah kondisi di mana terjadi suatu cedera
atau gangguan sistem gerak tubuh yang melibatkan kerangka tubuh, otot-
otot, termasuk sendi, ligamen, tendon.
B. Jenis Trauma Pada Sitem Musculoskeletal
Beberapa jenis trauma yang terjadi pada system musculoskeletal
diantaranya yaitu Fraktur, Dislokasi, Sprain, Strain, dan Kontusio.
1) Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas atau kesinambungan
tulang dan sendi, baik sebagian atau seluruh tulang termasuk tulang
rawan. (SOS Profesional, 2015).
Fraktur terjadi ketika tekanan yang kuat diberikan pada tulang
normal atau tekanan yang sedang pada tulang yang terkena penyakit,
misalnya osteoporosis (PierceA,Grace & Neil R,Borley. 2006).

Gambara klinis atau gejala yang muncul pada fraktur yaitu


- Nyeri
- Kehilangan fungsi
- Deformitas, nyeri tekan dan bengkak

3
- Perubahan warna dan memar (PierceA,Grace & Neil R,Borley.

2006).

Jenis Fraktur
a) Berdasarkan hubungan dengan dunia luar
- Fraktur Terbuka
- Fraktur Tertutup

b) Berdasarkan Luas garis patah


- Komplit
- In Komplit

4
Patofisiologi Fraktur

5
Penatalaksanaan Medis
Proses penyembuhan dapat dibantu oleh aliran darah yang baik dan
stabilitas ujung patahan tulang sedangkan tujuan penanganan pada fraktur
adalah menjaga paha tetap dalam posisi normalnya dengan - reduksi tertutup
dan imobilisasi.
Adapun prinsip penanganan Fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) meliputi
a. Reduksi fraktur
Penyambungan kembali tulang penting dilakukan agar posisi dan rentang
gerak normal pulih. sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi
bedah (reduksi tertutup). Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Dan apabila diperlukan
tindakan bedah (reduksi terbuka) dengan pendekatan bedah fragmen tulang
di reduksi. alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, skrup, plat, paku
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang sulit terjadi. alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau dipasang melalui fragmen tulang atau
langsung kerongga sum sum tulang. Alat tersebut menjaga aproksimasi dan
fiksasiyang kuat bagi fragmen tulang.
b. Imobilisasi 1raktur
Setelah fraktur di reduksi, fraktur tulang harus di imobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajarannya yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksikontinu, pin,
atau fiksator eksterna. Implant logam dapat digunakan untuk fiksasi interna
yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
c. Fisioterapi dan mobilisasi
Fisioterapi dilakukan untuk mempertahankan supaya otot tidak mengecil
dan setelah fraktur mulai sembuh mobilisasi sendi dapat dimulai sampai
ekstremitas betul betul telah kembali normal.
d. Analgetik

6
Diberikan untuk mengurangi rasa sakit yang timbul akibat trauma. Nyeri
yang timbul dapat menyebabkan pasien gelisah sampai dengan shock yang
biasanya di kenal dengan shock analgetik.

2) Dislokasi

Dislokasi atau sendi meleset adalah terlepasnya sebuah sendi dari


tempat yang seharusnya. Terlepasnya kompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang
bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang
seharusnya (dari mangkuk sendi) (Mohamad,Kartono.2005).

3) Sprain
Sprain adalah cedera struktur ligamen disekitar sendi. Sprain adalah injuri
dimana sebagian ligament robek, biasanya disebabkan memutar secara
mendadak dimana sendi bergerak melebihi batas normal (Suratun dkk.
2008).

7
4) Strain
Bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur musculo-
tendinous (otot dan tendon).
Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlabihan, peregangan
berlebihan, atay stres yang berlebihan (Suratun dkk. 2008).

5) Kontusio
Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan pada
kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil
pecah, sehingga darah dan cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya.
Kontusio adalah cedera pada jaringan lunak, yang diakibatkan oleh
kekerasan tumpul. Terputusnya banyak pembuluh darah kecil yang terjadi
mengakibatkan perdarahan ke jaringan lunak yang disebut ekimosis atau
memar (Suratun dkk. 2008).

2.3 Askep Teoritis Trauma Muskuloskeletal

1. Pengkajian
a. Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur,

jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa,

bangsa yang dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan klien/asuransi

kesehatan.

8
b. Keluhan utama pada saat di kaji klien mengalami post of fraktur dan
memobilisasikan alasannya yaitu mengeluh tidak dapat melakukan
pergerakan nyeri: lemah dan tidak dapat melakukan sebagaian aktivitas
sehari-hari.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
di gunakan:
1) Provoking incident apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
2) Quality of pain seperti apa rasa nyeri yang di rasakan atau di
gambarkan klien.
3) Region apakah rasa sakit bisa reda apakah rasa sakit menjalar dan
dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity seberapa jauh nyeri yang di rasakan klien.
5) Time berapa lama nyeri berlangsung.
c. Riwayat penyakit saat ini
Pengumpulan data yang di lakuakan untuk menentukan sebab dari
nyeri yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien.
d. Riwayat penyakit keluarga
Di dalam anggota keluarga tidak ada mengalami penyakit fraktur.
e. Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit klien yang di
deritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon
atau pengaruhnya dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
f. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidaktauan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan
obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya

9
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius,
Donna D,1995).
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap
pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang
tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya,
warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat Semua klien fraktur
timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
(Doengos. Marilynn E, 2002).
4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada
beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
5) Pola Hubungan dan Peran

10
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
7) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.
begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu
juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D,
1995).
8) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak,
lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).
9) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
10) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

11
g. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan
setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care
karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan
daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan: Keadaan umum: baik atau buruknya yang
dicatat adalah tanda-tanda, seperti: Kesadaran penderita: apatis,
sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal
karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
- Sistem Integumen : Terdapat erytema, suhu sekitar daerah
trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
- Kepala : Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris,
tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
- Leher : Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada
penonjolan, reflek menelan ada.
- Muka : Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi,
simetris, tak oedema.
- Mata : Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan)
- Telinga : Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
- Hidung : Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping
hidung.
- Mulut dan Faring : Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.

12
- Thoraks : Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada
simetris

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen injury fisik, spasme otot, gerakan fragmen
tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai
darah kejaringan.
c. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan
traksi (pen, kawat, sekrup).
d. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskular,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).
e. Resiko infeksi b.d trauma, imunitas tubuh primer menurun,
prosedur invasive (pemasangan traksi).
f. Resiko syok (hipovolemik) b.d kehilangan volume darah akibat
trauma (fraktur).

13
3. Intervensi
No Diagnosis NOC NIC
Nyeri akut NOC NIC
Batasan karakteristik:  Pain level Pain management:
 Perubahan selera makan  Pain control - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
 Perubahan tekana darah  Comport level termasuk lokasi, karakteristik, kualitas, dan faktor
 Perubahan frekuensi jantung Krikteria hasil: presipitasi.
 Perubahan prekuensi pernapasan  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, - Observasi reaksi nonverbal dari ktidaknyamanan.
 Laporan isyarat mampu menggunakan teknik nonfarmakologi - Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk
 Diaphoresis untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) mengetahui pengalaman nyeri pasien.
 Perilaku distraksi (mis:gelisah, meregek, menangis)  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri evaluasi
 Masker wajah (mis: mata kurang bercahaya, tampak
menggunakan management nyeri pengalaman nyeri masa lampau.
kacau, gerakan mata berpencar, atau tetap pada satu focus
meringis)  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
- Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
 Sikap melindungi area nyeri frekuensi dan tanda nyeri)
ketidakefektifan control nyeri masa lampau.
 Focus menyempit (mis:gangguan presepsi nyeri,  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
- Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
hambatan proses berpikir, penurunan interaksi dengan berkurang
orang dan lingkungan) menemukan dukungan.
 Indikasi nyeri yang dapat diamat - Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
 Perubahan posisi untuk menghindari nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
 Sikap tubuh melindungi - Kurangi faktor presipitasi nyeri.
 Dilatasi pupil - Pilih dan lakukan pengan nyeri (farmakologi,
 Melaporkan nyeri secara verbal
nonfarmakologi, dan interpersonal).
 Gangguan tidur
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
Faktor yang berhubungan:
intervensi.
 Agen cedera (mis: biologis, zat kimia, fisik, psikologis
- Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi.
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

14
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
- Tingkatkan istirahat.
- Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tidakan
nyeri tidak berhasil.
- Monitor penerimaan pasien tentang managemen nyeri.
Analgesic administration
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat.
- Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi.
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri.
- Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal.
- Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur.
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesic pertama kali.
- Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat.
- Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan gejala.
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer NOC NIC
Batasan karakteristik:  Circulation status Peripheral Sensation Management (Manajemen
 Tidak ada nadi  Tissue perfusion: cerebral sensasi perifer)
 Perubahan fungsi motorik kriteria hasil: - Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka

15
 Perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas, rambut, Mendemonstrasikan status sirkulasi yang terhadap panas/dingin/tajam/tumpul.
kelembapan, kuku, sensasi, suhu) ditandai dengan: - Monitor adanya paretese.
 Indek ankle-brakhial <0,90  Tekanan systole dan diastole dalam rentang - Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika
 Perubahan tekanan darah diektermitas yang diharapkan ada isi atau laserasi.
 Waktu pengisian kapiler > 3 detik  Tidak ada ortostatik hipertensi - Gunakan sarung tangan untuk proteksi.
 Klaudikasi  Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan - Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
intrakranial tidak lebih dari 15mmHg Monitor kemampuan BAB.
 Warna tidak kembali ketungkai saat tungkai diturunkan -
Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang - Kolaborasi pemberian analgetik.
 Kelembapan penyembuhan luka perifer
ditandai dengan:
 Penurunan nadi - Monitor adanya tromboplebitis.
 Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan
 Edema - Diskusikan menenai penyebab perubahan sensasi.
kemampuan
 Nyeri ektermitas  Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan
 Bruit femoral orientasi
 Pemendekan jarak total yang ditempuh dalam uji berjalan  Memproses informasi
enam detik  Membuat keputusan dengan benar.
 Pemendekan jarak bebas nyeri yang ditempuh dalam uji Menunjukkan fungsi sensori motorik cranial
berjalan enam detik yang utuh: tingkat kesadaran membaik,
 Perestesia tidak ada gerakan gerakan involunter
 Warna kulit pucat saat elevasi
Faktor yang berhubungan:
 Kurang pengetahuan tetang faktor pemberat (mis.,
merokok, gaya hidup monoton, trauma, obesitas, asupan
garam, imobilitas)
 Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit (mis,.
diabetes, hiperlipidemia)
 Diabetes mellitus
 Hipertensi

16
 Gaya hidup nonoton
 Merokok

Kerusakan integritas kulit NOC NIC


 Tissue integrity : skin and mucous Pressure Management
Batasan karakteristik:
 Membranes  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
 Kerusakan lapisan kulit (dermis)  Hemodyalis akses longgar
 Gangguan permukaan kulit (epidermis) Kriteria Hasil  Hindari kerutan pada tempat tidu
 Invasi struktur tubuh  Integritas kulit yang baik bias dipertahankan  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Faktor yang behubungan : (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi,  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
 Eksternal pigmentasi) sekali
- Zat kimia, radiasi  Tidak ada luka/lesi pada kulit  Monitor kulit akan adanya minyak/ baby oil pada
- Usia yang ekstrim  Perfusi jaringan baik daerah yang tertekan
- Kelembapan  Meunjukkan pemahaman dalam proses  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera  Monitor status nutrisi pasien
- Hipertermia, hipotermia
berulang  Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Factor mekanik (mis; gaya gunting/ shering forces)
 Mampu melindungi kulit dan mempertahankan
- Medikasi kelembaban kulit dan perawatan alami Instision site care
- Lembab  Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses
- Imobilitas fisik penyembuhan pada luka ditutup dengan jahitan, klip
 Internal atau strapless
- Perubahan status cairan  Monitor proses kesembuhan area insisi
- Perubahan pigmentasi  Bersikan area sekitar jahitan atau staples,
- Perubahan turgor menggunakan lidi kapas streril
- Factor perkembangan  Gunakan preparat antiseptic, sesuai program
- Kondisi ketidakseimbangan nutrisi (mis; obesitas,  Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau
emasasi) biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai
- Penurunan imunologis program
- Penurunan sirkulasi
- Kondisi gangguan sensasi

17
- Tonjolan tulang
Hambatan mobilitas fisik NOC NIC
Batasan karakteristik:  Joint movement: active Exervice therapy: ambulation
 Mobility level - Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan
 Penurunan waktu reaksi  Self care: ADL lihat respon pasien saat latihan
 Kesulitan membolak balik posisi  Transfer performance - Konsultasikan dengan terapi fisik tengtang rencana
 Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan Kriteria hasil:
ambulasi sesuai dengan kebutuhan
(mis,. meningkatakan perhatian pada aktivitas orang lain,  Klien meningkat dalam aktivitas fisik
- Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
mengendalikan perilaku, focus pada  Mengerti tujuan dari peningkatan mobilisasi
berjalan dan cegah terhadap cedera
ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit)  Memverbalisasi perasaan dalam meningkatkan
 Dispenea setelah beraktivitas - Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tengtang
kekuatan dan kempuan berpindah
teknik ambulasi
 Perubahan cara berjalan Memperagakan penggunaan alat bantu untuk
 Gerakan bergetar - Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
mobilisasi (walker) - Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
 Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan
motorik halus secara mandiri sesuai kemampuan
 Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan - Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
motorik kasar penuhi kebutuhan ADLs
 Keterbatasan rentang pergerakan sendi - Beriakn alat bantu jika klien memerlukan
 Tremor akibat pergerakan - Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan beri
 Ketidakstabilan postur bantuan jika diperlukan
 Pergerakan lambat
 Pergerakan tidak terkoordinasi
Faktor yang berhubungan:
 Intoleransi aktivitas
 Perubahan metabolisme selular
 Ansietas

18
 Indeks mas atubuh diatas parentil ke 75 sesuai usia
 Gangguan kognitif
 Konstaktur
 Kepercayaan budaya tengtang aktivitas sesui usia
 Fisik tidak bugar
 Penurunan ketahanan tubuh
 Penurunan kendali otot
 Penurunan massa otot
 Malnutrisi
 Gangguan muskuloskeletal, nyeri
 Agens obat
 Penurunan kekuatan otot
 Kurang pengetahuan tengtang aktivitas fisik
 Keadaan mood depresif
 Keterlambatan perkembangan
 Ketidaknyamanan
 Disuse, kaku sendi
 Kurang dukungan lingkungan (mis,. fisik dan sosial)
 Keterbatasan ketahanan kardiovaskuler
 Kerusakan integritas stuktur tulang
 Program pembatasan gerak
 Keegganan memulai pergerakan
 Gaya hidup monoton
 Gangguan sensori perseptual
Resiko Infeksi NOC NIC

19
Faktor – faktor resiko:  Immune status Infection Control ( Kontrol Infeksi)
 Penyakit kronis  Knowledge : Infection control - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
- Diabetes Mellitus  Risk control - Pertahankan teknik isolasi
- Obesitas Kriteria Hasil : - Batasi pengungjung bila perlu
 Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi - Instrusikan pada pengunjung untuk mencuci tangan
pemajanan pathogen  Mendeskripsikan proses penularan penyakit saat berkunjung dan setelah berkunjung
 Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat faktor yang mempengaruhi penularan serta mennggalkan pasien
- Gangguan peristalsis penatalaksanaanya - Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Kerusakan integritas kulit (pemasangan kateter
timbulnya infeksi keperawatan
intravena, prosedur invasif)
 Jumlah leukosit dalam batas normal
- Perubahan sekresi pH - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
 Menunjukkan perilaku hidup sehat
- Penurunan kerja sillaris pelindung
- Pecah ketuban dini - Pertahankan lingkungan aseptic selama
- Pecah ketuban lama pemasangan alat
- Merokok - Ganti letak V perifer dan line central dan dressing
- Statis cairan tubuh sesuai dengan petunjuk umum
- Trauma jaringan (mis. Trauma destruksi jaringan) - Gunakan kateter intermitten untuk menurunkan
 Ketidak adekuatan pertahanan sekunder infeksi kandung kencing
- Tingkatkan intake nutrisi
- Penurunan hemoglobin
- Imunosupresi (mis.imunitas didapat tidak adekuat, - Berikan terapi antibotik bila perlu Infection
agen farmaseutikal termasuk imunosupresan, steroid, Protection ( proteksi terhadap infeksi)
antibodi monoclonal, imunomudulator) - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik local
- Supresi respon inflamasi - Monitor hitung granulost, WBC
 Vaksinasi tidak adekuat - Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Pemajanan terhadap pathogen lingkungan meningkat - Batasi pengunjung
- Wabah - Sering pengunjung terhadap penyakit

20
 Prosedur invasive menular
 Malnutrisi - Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang
beresiko
- Pertahankan teknik isolasi k/p
- Berikan perawatan kuliat pada area epidema
- Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap
kemerahan panas, drainase
- Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
- Dorong masukan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai
resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
Resiko syok NOC NIC
 Syok prevention Syok prevention
Faktor resiko:
 Syok management - Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit,
 Hipotensi Krikteria hasil: denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer dan
 Hipovolemi  Nadi dalam batas yang diharapkan kapiler refill
 Hipoksemia  Irama jantung dalam batas yang diharapkan - Monitor tanda inadekuat oksigenasi kejaringan
 Hipoksia  Prekuensi napas dalam batas yang diharapkan - Monitor suhu dan pernapasan
 Infeksi  Irama pernapasan dalam batas yang diharapkan - Monitor input dan output
 Sepsis  Natrium serum dalam batas normal - Pantau nilai lab: HB,HT,AGD, dan elektrolit

21
 Sindrom respons inflamasi sistemik  Kalium serum dalam batas normal - Monitor hemodinamik invasi yang sesuai
 Klorida serum dalam batas normal - Monior tanda dan gejala asietas
 Kalsium serum dalam batas normal - Monitor tanda awal syok
 Magnesium serum dalam batas normal - Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevansi
 PH darah serum dalam batas normal untuk peningkatan preload dengan tepat
Hidrasi - Lihat dan pelihara kepatenan jalan napas
 Indicator: - Berikan cairan IV dan atau oral dengan tepat beikan
 Mata cekung tidak ditemukan vasodilator yang tepat
 Demam tidak ditemukan - Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan
 TD dbn
gejala datangnya syok
 Hematokrid DBN
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang langkah untuk
mengatasi gejala syok

Syok management
- Monitor fungsi neurologis
- Monitor fungsi renal (e.g BUN dan Cr lavel)
- Monitor tekana nadi
- Monitor status cairan , input dan output
- Catat gas darah arteri dan oksigen dijaringan
- Monitor EKG, sesuai
- Memanfaatkan pemantauan jalur arteri untuk
meningkatkan akurasi pembacaan tekanan darah,
sesuai
- Menggambarkan gas darah arteri dan memonitor
jaringan oksigenasi
- Memantau tren dalam parameter hemodinamik,
(mis: CVP, MAP, tekanan kapiler pulmonan/ arteri)
- Memantau faktor penentu pengiriman faktor
oksigen (mis: PaO2 kadar hemoglobin SaO2,CO),
jika tersedia

22
- Memantau tingkat karbon dioksida sublingual dan /
atau tonometry lambung, sesuai
- Memonitor gejala gagal pernapasan ( mis: rendah
PaO2, peningkatan PaO2 tingkat, kelelahan otot
pernapasan)
- Monitor nilai LAB (mis: CBC dengan diferensial)
koagulasi propil, ABC, tingkat laktat, budaya, dan
propil kimia)
- Masukan dan memelihara besarnya kebosanan akses
IV

23
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 25 Mei 2019 pukul 10.00 wita di Ruang
Mawar RSUD Raden Mataher dengan teknik wawancara, observasi, pemeriksaan
fisik dan catatan medis pasien.
1. Identitas
Pasien
Nama : “Tn.M”
Umur : 64 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Suku/bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pensiunan TNI
Alamat : Jalan Satria Pendem Jembrana
Pembayaran : BPJS
No. RM : 14.06.74.99
Tanggal MRS : 24 Mei 2019
Diagnosa Medis : Close Fraktur Fibula 1/3 distal dextra
Penanggung
Nama : “Tn. W”
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan pasien : Anak kandung

2. Alasan Masuk Rumah sakit


1) Keluhan Utama.
Pasien mengeluh nyeri pada kaki kanannya, bengkak dan tidak dapat
digerakkan setelah jatuh mengendarai sepeda motor saat mengalami
kecelakaan lalu lintas.
24
2) Kronologis Keluhan
Pasien diantar oleh keluarganya ke RSUD SRaden Mataher pada tanggal
24 Mei 2019 pada pukul 16.00 WIB.Pasien diterima dan mendapat
penanganan utama di UGD RSUD Raden mataher dengan keluhan pasien
mengalami nyeri,bengkak pada kaki kanannya ,serta tidak dapat
menggerakkan tangan kanannya setelah jatuh mengendarai sepeda motor
saat mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien mengatakan nyeri timbul
saat bergerak maupun tidak.  Nyeri timbul di bagian kaki kanan dengan
sensasi terbakar atau seperti ditusuk-tusuk dan tertimpa beban berat. Nyeri
yang terasa berkisar 7(0-10). Pasien mendapatkan tindakan pemasangan
infus pada tangan kiri dan pemasangan gift dan obat pereda
nyeri.Kemudian pada tanggal 25 Mei 2015 pukul 07.00 WIB pasien
dipindahkan ke ruang Mawar untuk mendapatkan terapi selanjutnya.

3. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Alergi
Pasein mengatakan tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan atau
obat-obatan
2) Riwayat Kebiasaan Pasien
Pasien rajin berolahraga semenjak menjadi TNI. Namun setelah pensiun
pasien lebih banyak beraktifitas di rumah. Pasien suka makan daging dan
suka minuman bersoda. Pasien mengatakan di rumah pola makan kurang
terkontrol
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit seperti pasien
4) Riwayat Penyakit terdahulu
Klien mengatakan bahwa baru pertama kali klien mengalami kecelakaan
yang mengakibatkan fraktur. Sebelumnya pasien tidak pernah dirawat di
Rumah Sakit
4. Data Bio-psiko-sosio-spiritual
a. Bernafas
Sebelum sakit : pasien bernafas dengan normal
Saat sakit : pasien mengatakan tidak mengalami sulit bernafas
b. Makan dan minum
25
Sebelum sakit : pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan porsi besar.
pasien mengatakan tidak ada kesulitan untuk makan. Pasien
mengatakan minum kira-kira1-2 botol aqua (1300ml) sehari
Saat sakit : ketika masuk rumah sakit pasien mengatakan nafsu makan
baik, pasien menghabiskan 1 porsi makanan yang disediakan.
Pasien minum 1-2 botol aqua (1300ml) sehari
c. Eliminasi
BAB
Sebelum sakit : pasien mengatakan BAB dalam seminggu kira-kira 3-4 kali
dengan konsistensi padat berwarna kecoklatan dan berbau
khas
Setelah sakit : pasien selama dirawat di Rumah Sakit sudah dapat BAB
satu kali dengan konsistensi keras dan berbau khas berwarna
agak gelap serta sulit untuk BAB
BAK
Sebelum sakit : pasien mengatakan dapat BAK tidak disertai nyeri atau
perdarahan. Dengan konsistensi pekat dan sedikit berbau.
Kira-kira 5 kali sehari pasien BAK.
Saat sakit : pasien mengatakan BAK dengan konsistensi encer dan
banyak. Pasien selama di rawat BAK sebanyak 6 kali. Pasien
tidak mengetahui berapa jumlah urin yang keluar ketika
BAK.
d. Gerak dan Aktifitas
Sebelum sakit pasien dapat bergerak dan beraktivitas secara mandiri. masih
dapat melakukan aktifitasnya secara mandiri. Saat pengkajian, pasien
mengatakan sulit untuk melakukan aktivitas sendiri seperti ,mandi, toileting,
berpakaian, mobilitas di TT maupun berpindah. Pasien tampak dibantu dalam
melakukan aktivitas seperti makan, mandi, berpindah maupun berpakaian,
kesulitan dalam merubah posisi ketika tidur

e. Istirahat tidur
Sebelum sakit : pasien mengatakan kebiasaan tidur sekitar pukul 10 malam
dan bangun pada pukul 6 pagi.

26
Saat sakit : pasien mengatakan sering terbangun dimalam hari karena
nyeri pada kaki kanannya dan kesulitan untuk merubah
posisi. Pasien tampak lemah,mata pasien tampak sembab,
sering mengantuk di siang hari. Pasien dapat tidur sekitar 6
jam.
f. Pengaturan suhu
Sebelum sakit : pasien mengatakan suhu tubuh selalu normal
Saat sakit : suhu tubuh pasien normal 37oC
g. Kebersihan Diri
Sebelum sakit : pasien mengatakan mandi 2x sehari atau sesuai dengan
aktivitasnya
Saat sakit : pasien mengatakan sudah mandi namun di bantu keluarga.
Pasien senang menggunakan jaken bermotif tentara dan
pasien sangat menjaga kebersihannya.
h. Rasa Nyaman
Pasien mengatakan mengalami nyeri pada kaki bagian kanan dengan skala
nyeri 7 (0-10). Nyeri timbul saat bergerak maupun tidak.  Nyeri timbul di
bagian kaki kanan dengan sensasi terbakar atau seperti ditusuk-tusuk dan
tertimpa beban berat. Pasien nampak meringis kesakitan

i. Rasa Aman
pasien mengatakan tidak cemas. Pasien hanya merindukan kehadiran isrtinya
yang sudah meninggal.
j. Komunikasi
Sebelum sakit : pasien mengatakan dapat berkomunikasi dengan baik di
lingkungan sekitarnya
Saat sakit : pasien mengatakan dapat berkomunikasi dengan baik. Saat
pengkajian pasien mampu mendengar perkataan perawat
dengan jelas. Pasien berkomunikasi dengan bahasa indonesia
k. Rekreasi
Sebelum sakit : pasien mengatakan sebelum sakit beraktivitas untuk merawat
keempat anaknya setelah sang istri meninggal

27
Saat sakit : pasien mengatakan rindu dengan istrinya. Untuk menghibur
diri selama di rawat di rumah sakit pasien sering mendengarkan
lagu karya Ebiet G.A.D baik secara langsung atau memakai
headphone.
l. Produktivitas
Sebelum sakit : pasien memanfaatkan waktu untuk melatih anaknya sebagai
TNI
Saat sakit : pasien mengatakan tidak dapat mengerjakan pekerjaan rumah
dan melatih anak-anaknya
m. Pengetahuan
Saat pengkajian, pasien terlihat sudah mengerti mengenai penyakitnya,
n. Spiritual
Sebelum dan sesudah sakit pasien mengatakan rajin sembahyang dan berdoa.

5. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kesan umum : lemah
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) Bentuk tubuh : Kurus
4) Warna Kulit : Sawo matang
5) TB/BB : 165/60
6) Risiko jatuh :8
b. Gejala Kardinal
1) Tekanan Darah : 120/80 mmHg
2) Suhu : 37 oC
3) Nadi : 94x/menit
4) Respirasi : 20x/menit
c. Keadaan Fisik
a) Kepala
1) Inspeksi :
a. bentuk simetris
b. rambut pendek
c. warna rambut hitam
d. distribusi rambut jarang
28
e. kulit kepala bersih
2) Palpasi :
a. Tidak ada massa
b. Tidak ada pembengkakan
c. Tidak ada bejolan
d. Tidak ada nyeri tekan
b) Mata
1) Inspeksi :
a. Mata nampak sembab
b. bentuk mata cekung
c. refleks mata baik
d. pupil ishokor
e. lapang pandang baik
f. konjungtiva merah muda.
2) Palpasi :
a. mata teraba keras
b. tidak ada nyeri tekan.
3) pemeriksaan Nervus
- Hasil Pemeriksaan nervus II ( optikus), klien dapat melihat objek
(jari) dengan jelas.
- Hasil Pemeriksaan nervus III ( Oculomotoris refleks cahaya),
pupil kiri atau kanan tidak isokor
- Hasil Pemeriksaan Nervus IV ( Troclearis ) pergerakan bola mata
baik
- Hasil Pemeriksaan nervus VI ( Abdusen ) Pergerakan Bola mata
ke kiri dan kanan baik
- Hasil Pemeriksaan nervus V( Trigeminus) Refleks kornea baik
ditandai dengan Glaberal reflex positif : mengetuk dahi diantara
kedua mata
c) Hidung
1) Inspeksi :
a. bentuk simetris
b. tidak ada sekret

29
c. tidak ada nafas cuping hidung
2) Palpasi :
a. Tidakada pembengkakan
b. Tidak ada nyeri tekan
3) Pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan nervus I ( Olfaktoris) tidak ada kelainan.
d) Telinga
1) Inspeksi :
a. bentuk simetris
b. tidak ada sekret
c. pendengaran baik
d. tidak ada lesi
2) Palpasi :
a. Tidak ada nyeri tekan
b. Tidak ada massa
3) Pemeriksaan
a. Hasil Pemeriksaan tes nervus VIII (Acustikus), klien dapat
mendengar bisikan.
b. Dapat Mendengarkan garpu tala (Tes Rinne,Weber)
e) Mulut & gigi
1) Inspeksi :
a. mukosa bibir lembab
b. keadaan gigi bersih dan lengkap
c. lidah simetris
d. warna lidah merah muda
e. tidak ada lesi
2) Palpasi :
a. Tidak ada nyeri tekan
b. Tidak ada massa
c. Tidak ada pembengkakan
3) Pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan nervus X ( VAGUS ) Ovula terangkat saat
mengatakan “Ah”.
f) Wajah
30
1) Inspeksi :
a. Wajah terlihat pucat dan lemas
b. bentuk simetris,
c. tidak ada lesi
2) Palpasi :
a. Tidak ada nyeri tekan
b. Tidak ada pembengkakan
c. Tidak ada massa
g) Leher
1) Inspeksi :
a. bentuk simetris
b. tidak ada nyeri tekan
c. tidak ada pembesaran kelejar tiroid
d. arteri karotis teraba
e. tidak ada pembesaran vena jugularis.
2) Palpasi :
a. Tidak ada nyeri tekan
b. arteri karotis teraba
c. tidak ada massa
d. tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
e. tidak ada pembesaran kelenjar limfe
h) Thorax :
1) Inspeksi :
a. bentuk simetris
b. pergerakan dada simetris
2) Palpasi :
a. Tidak ada nyeri tekan
b. Tidak ada massa
c. pernafasan torakal ves+/+, wh -/- , rh -/-
d. vibrasi / getaran bicara terasa.
3) Perkusi :
a. bunyi ketukan terdengar dan terasa
4) Auskultasi :
a. Tidak terdengar sumbatan aliran udara
31
b. Suara nafas terdengar
c. Nafas teratur
i) Abdomen : bentuk normal, tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi.
1) Inspeksi :
Bentuk normal,pergerakan baik
2) Auskltasi :
a. terdengar suara bising usus
b. suara pembuluh darah terdengar.
3) Perkusi :
a. bunyi ketukan terasa dan terdengar,
b. tidak ada gas dan tidak kembung
4) Palpasi :
a. Tidak ada masa
b. Tidak ada nyeri tekan

j) Ekstremitas
1) Atas : bentuk normal. Jari-jari lengkap, infuse dipasang pada tangan
sebelah kiri pasien. kekuatan otot pada tangan kanan ( 5,5,5) kekuatan
otot pada tangan kiri ( 5,5,5)
2) Bawah : bentuk normal, jari kaki lengkap, kaki sebelah kanan
terdapat fraktur, tidak terdapat lesi di sekitar fraktur, kaki bengkak dan
nyeri tekan. Refleks babinsky positif kiri Refleks Chaddok positif kiri.
kekuatan otot pada kaki kanan ( 4,2,4 ). kekuatan otot pada kaki kiri
( 5,5,5)
k) Genetalia
Tidak terobservasi

32
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Analisis Data

NO SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM


1 DS : Agen cidera fisik Nyeri akut
- pasien menyatakan pasien merasa
tidak nyaman dengan keadaannya
karena nyeri yang dirasakan pada
kaki kanannya, dengan
- Klien mengatakan skala nyeri 7 (0-
10).
- klien mengatakan nyeri timbul saat
bergerak maupun tidak.
-klien menatakan nyeri timbul di
bagian kaki kanan dengan sensasi
terbakar atau seperti ditusuk-tusuk
dan tertimpa beban berat.

DO :
- wajah pasien tampak meringis
kesakitan,
- nadi 94 x/menit, RR;20x/menit,
TD:120/80 mmHg, Suhu 37 C
- Nyeri tekan
- Tampak bengkak

2 DS : Gangguan muskuloskeletal, Gangguan

- pasien mengatakan sulit untuk nyeri mobilitas fisik


melakukan aktivitas sendiri
seperti mandi, toileting,
berpakaian, mobilitas di TT
maupun berpindah.

DO :

33
- pasien tampak dibantu dalam
melakukan aktivitas seperti mandi,
toileting, berpakaian, mobilitas di TT
maupun berpindah., dan kesulitan
dalam merubah posisi ketika tidur

b) Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik d.d pasien menyatakan nyeri secara verbal,
sikap melindungi area nyeri dan ekspresi wajah menahan nyeri
2. Gangguan mobilitas fisik b.d Gangguan muskuloskeletal, nyeri ditandai dengan
pasien mengatakan sulit untuk melakukan aktivitas sendiri seperti mandi,
toileting, berpakaian, mobilitas di TT maupun berpindah.. Pasien tampak
dibantu dalam melakukan aktivitas seperti mandi, toileting, berpakaian,
mobilitas di TT maupun berpindah., dan kesulitan dalam merubah posisi
ketika tidur

34
3.2 INTERVENSI

No Diagnosis NOC NIC


1 Nyeri akut b.d agen cidera fisik d.d pasien menyatakan NOC NIC
 Pain level Pain management:
nyeri secara verbal, sikap melindungi area nyeri dan - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
 Pain control
ekspresi wajah menahan nyeri  Comport level termasuk lokasi, karakteristik, kualitas, dan faktor
Krikteria hasil: presipitasi.
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
- Observasi reaksi nonverbal dari ktidaknyamanan.
mampu menggunakan teknik nonfarmakologi
- Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien.
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
- Control lingkungan yang dapat mempengaruhi
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
menggunakan management nyeri kebisingan.
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, - Kurangi faktor presipitasi nyeri.
frekuensi dan tanda nyeri) - Pilih dan lakukan pengan nyeri (farmakologi,
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri nonfarmakologi, dan interpersonal).
berkurang - Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi.
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
- Tingkatkan istirahat.
- Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan
tidakan nyeri tidak berhasil.
- Monitor penerimaan pasien tentang managemen
nyeri.
Analgesic administration
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat.
- Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi.
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi

35
dari analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri.
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesic pertama kali.
- Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri
hebat.
- Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan gejala.
4 Gangguan mobilitas fisik b.d Gangguan NOC NIC
 Joint movement: active Exervice therapy: ambulation
muskuloskeletal, nyeri ditandai dengan pasien
 Mobility level - Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan
mengatakan sulit untuk melakukan aktivitas sendiri  Self care: ADL lihat respon pasien saat latihan
seperti mandi, toileting, berpakaian, mobilitas di TT  Transfer performance - Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
Kriteria hasil: berjalan dan cegah terhadap cedera
maupun berpindah..  Klien meningkat dalam aktivitas fisik - Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tengtang
 Mengerti tujuan dari peningkatan mobilisasi
teknik ambulasi
 Memverbalisasi perasaan dalam meningkatkan
- Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
kekuatan dan kempuan berpindah
Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
Memperagakan penggunaan alat bantu untuk -
secara mandiri sesuai kemampuan
mobilisasi (walker) - Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs
- Beriakn alat bantu jika klien memerlukan
- Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan beri
bantuan jika diperlukan

36
3.3 IMPLEMENTASI

No Hari / Tgl Diagnosa Keperawatan Implementasi TT


1 Senin,25 Mei Nyeri akut b.d agen cidera fisik Pain management:
Melakukan
- pengkajian nyeri secara
2019 d.d pasien menyatakan nyeri
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
secara verbal, sikap kualitas, dan faktor presipitasi.
melindungi area nyeri dan - Mengobservasi reaksi nonverbal dari
ktidaknyamanan.
ekspresi wajah menahan nyeri - Menggunakan tehnik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien.
- Mengontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan.
- Mengurangi faktor presipitasi nyeri.
- Memilih dan lakukan pengan nyeri
(farmakologi, nonfarmakologi, dan
interpersonal).
- Mengjarkan tentang teknik nonfarmakologi.
- Memberikan analgetik untuk mengurangi
nyeri.
- Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri.
- Meningkatkan istirahat.

- Menentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan


derajat nyeri sebelum pemberian obat.
- cek riwayat alergi
- Memilih analgesic yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesic tergantung tipe dan
beratnya nyeri.
- Memonitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesic pertama kali.
- Memberikan analgesic tepat waktu terutama
saat nyeri hebat.
- Mengevaluasi efektivitas analgesic, tanda dan
gejala.
-

37
2 Senin, 25 Mei Gangguan mobilitas fisik b.d - Memonitoring vital sign sebelum/sesudah
2019 Gangguan muskuloskeletal, nyeri latihan dan lihat respon pasien saat latihan
- Membantu klien untuk menggunakan tongkat
ditandai dengan pasien
saat berjalan dan cegah terhadap cedera
mengatakan sulit untuk - Mengajarkan pasien atau tenaga kesehatan
melakukan aktivitas sendiri lain tengtang teknik ambulasi
- Mengkaji kemampuan pasien dalam
seperti mandi, toileting,
mobilisasi
berpakaian, mobilitas di TT - Melatih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
maupun berpindah.. ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
- Mendamping dan bantu pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi kebutuhan ADLs
- Memberiakn alat bantu jika klien memerlukan
- Mengajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan beri bantuan jika diperlukan

38
3.4 EVALUASI

HARI/TGL/ NO
NO EVALUASI SUMATIF PARAF
WAKTU DX
1 Kamis, 28 1 S : Pasien menyatakan rasa nyeri pada tangan
Mei 2019 kanannya sudah berkurang dan nyeri suda
Pukul 10.00 dapat terkontrol dengan skala nyeri 3 (0-10).
WIB Nyeri terasa seperti rasa perih.
O : Wajah pasien nampak lebih tenang
Tanda-tanda vital pasien
TD :120/80 mmhg
Suhu : 36,60 C
Nadi : 82 x/mnt
Respirasi : 20 x / mnt
A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien

2 Kamis, 28 2 S : Pasien mengatakan masih sulit untuk


Mei 2019 melakukan aktivitas sendiri seperti mandi,
Pukul 10.00 toileting, berpakaian, mobilitas di TT maupun
WIB berpindah. Pasien mengatakan sudah mampu
dalam merubah posisi ketika tidur, namun
masih dibantu keluarga.
O : Pasien masih tampak dibantu untuk
melakukan aktifitas sehari – hari seperti mandi,
toileting, berpakaian, mobilitas di TT maupun
berpindah.
A : Tujuan belum tercapai
P : Lanjutkan intervensi

39
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot
(muskulo) dan tulang-tulang yang membentuk rangka (skelet).
Trauma Muskuloskeletal adalah kondisi di mana terjadi suatu cedera atau
gangguan sistem gerak tubuh yang melibatkan kerangka tubuh, otot-otot,
termasuk sendi, ligamen, tendon.
Beberapa jenis trauma yang terjadi pada system musculoskeletal diantaranya
yaitu Fraktur, Dislokasi, Sprain, Strain, dan Kontusio.Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas atau kesinambungan tulang dan sendi, baik sebagian atau seluruh
tulang termasuk tulang rawan. (SOS Profesional, 2015).
Jenis Fraktur
a) Berdasarkan hubungan dengan dunia luar
- Fraktur Terbuka
- Fraktur Tertutup
b) Berdasarkan Luas garis patah
- Komplit
- In Komplit

Beberapa diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul diantaranya yaitu nyeri


akut b.d agen injury fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup), Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan
rangka neuromuskular, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi), Resiko infeksi b.d
trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive (pemasangan traksi).
4.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman
dan pengetahuan kita tentang asuhan keperawatan klien dengan trauma 
musculoskeletal : Fraktur, kontusio, sprain, strain dan dislokasi. Kami
selaku penyusun sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun

40
dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Terima
Kasih
DAFTAR PUSTAKA

Wahyuningsih,heni puji & Kusmiyati,yuni. 2017. "Anatomi


Fisiologi".Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan

Prawestiningtyas,Eriko. 2013 ,"Pedoman Diagnosa dan Tindakan:pemeriksaan


kasus forensik".Malang :UB Press

PierceA,Grace & Neil R,Borley. 2006."At a Glance Ilmu Bedah.Jakarta :


Erlangga

SOS Profesional. 2015. Manual Book Basic Trauma – Cardiac Life Support.
Jakarta: SOS Profesional.

Mohamad,Kartono.2005."Pertolongan Pertama".Jakarta :Gramedia Pustaka


Utama

Suratun dkk. 2008. "Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal:Seri Asuhan


Keperawatan".Jakarta : EGC

41

Anda mungkin juga menyukai

  • Jiwa Komunitas
    Jiwa Komunitas
    Dokumen14 halaman
    Jiwa Komunitas
    utari luxmonisa
    Belum ada peringkat
  • LEUKIMIA
    LEUKIMIA
    Dokumen36 halaman
    LEUKIMIA
    utari luxmonisa
    Belum ada peringkat
  • CMHN
    CMHN
    Dokumen27 halaman
    CMHN
    utari luxmonisa
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen19 halaman
    1
    utari luxmonisa
    Belum ada peringkat
  • Keluarga Tgs 3
    Keluarga Tgs 3
    Dokumen23 halaman
    Keluarga Tgs 3
    utari luxmonisa
    Belum ada peringkat
  • CMHN
    CMHN
    Dokumen17 halaman
    CMHN
    utari luxmonisa
    Belum ada peringkat
  • Keperawatan Abad Pertengahan
    Keperawatan Abad Pertengahan
    Dokumen4 halaman
    Keperawatan Abad Pertengahan
    utari luxmonisa
    Belum ada peringkat