Anda di halaman 1dari 23

Fase H(w) adalah jumlah dari fase faktor pembilang, dikurangi fase faktor penyebut.

Jadi, dengan menggabungkan (4.4.48) hingga (4.4.51), kita mempunyai

∡ H ( ω )=∡ b0 +ω ( N −M )+Θ 1 ( ω ) +Θ 2 ( ω ) + …+ Θ M ( ω)
−¿

Fase, dari perolehan b0 adalah nol atau , yang bergantung pada apakah b 0 positif atau negatif.
Jelasnya, jika kita mengetahui zero dan pole dari fungsi sistem H(z), kita dapat mengevaluasi
respons frekuensi dari (4.4.52) dan (4.4.53).
Terdapat interpretasi geometri dari kuantitas-kuantitas yang muncul dalam (4.4.52)
dan (4.4.53). Mari kita tinjau suatu pole pk dan zk yang berlokasi di titik A dan B pada bidang
z, seperti diperlihatkan dalam Gambar 4.40(a). Asumsikan bahwa kita menghitung H(w) pada
suatu nilai suatu frekuensi tertentu. Nilai w yang diberikan menentukan sudut e jw dengan
sumbu real positif. Ujung vektor ejw menetapkan sebuah titik L pada lingkaran unit. Evaluasi
transformasi Fourier untuk nilai yang diberikan ekivalen dengan mengevaluasi transformasi-
Z di titik L pada bidang kompleks. Sekarang kita gambarkan vektor AL dan BL dari lokasi
pole dan zero ke titik L, yang kita ingin menghitung transformasi Fourier. Dari Gambar
4.40(a) hal itu mengikuti bahwa
CL=CA+ AL

dan
CL=CB +BL

Walaupun demikian, CL = ejw, CA = pk dan CB = zk Jadi

AL=e jω − pk (4.4 .54)


Dan
BL=e jω −z k (4.4 .55)

Dengan menghubungkan ini dengan (4.4.48) dan (4.4.49), kita memperoleh

AL=e jω − pk =U k (ω)e j Φ ( ω) (4.4 .56)


k

BL=e jω −z k =V k (ω)e jΘ (ω) ( 4.4 .57)


k

Jadi Uk(ω) adalah panjang AL, yakni, jarak pole pk dari titik L yang sesuai dengan e jω,
mengingat Vk(ω) adalah jarak zero zk dari titik L yang sama. Fase Φ k(ω) dan Θ k(ω) adalah
secara berturut-turut sudut vektor AL dan BL dengan sumbu real positif. Interpretasi
geometri ini diperlihatkan pada Gambar 4.40(b).
Interpretasi geometri sangat berguna untuk pengertian cara lokasi pole dan zero
mempengaruhi besar dan fase transformasi Fourier. Anggaplah bahwa sebuah zero, misalkan
zk’ dan sebuah pole, misalkan pk’ berada pada lingkaran unit seperti diperlihatkan pada
Gambar 4.41. Kita perhatikan bahwa di w = ∡zk’ Vk(ω) dan konsekuensinya | H(ω) | menjadi
nol. Dengan cara yang sama, di w = ∡pk panjang Uk(ω) menjadi nol dan karena itu | H(ω) |
menjadi tidak berhingga. Jelasnya evaluasi fase dalam kasus ini tidak mempunyai arti.
Dari diskusi ini kita dengan mudah dapat melihat bahwa kehadiran sebuah zero yang
dekat dengan lingkaran unit menyebabkan besar respons frekuensi, pada frekuensi-frekuensi
yang berhubungan dengan titik-titik pada lingkaran unit yang dekat dengan titik itu, menjadi
kecil. Sebaliknya, kehadiran sebuah pole yang dekat dengan lingkaran unit menyebabkan
besarnya

Respons frekuensi menjadi besar pada frekuensi-frekuensi yang dekat dengan titik itu. Jadi
pole mempunyai efek yang berlawanan dengan zero. Juga dengan menempatkan sebuah zero
dekat terhadap sebuah pole yang dibatalkan mempengaruhi pole tersebut, dan sebaliknya. Ini
juga dapat dilihat dari (4.4.47), karena jika z k = pk’ istilah ejw – zk dan ejw – pk dibatalkan.
Jelasnya, kehadiran kedua pole dan zero dalam suatu transformasi menghasilkan dalam
berbagai bentuk yang lebih besar untuk H(w) dan H(w). Pengamatan ini sangat penting
dalam disain tapis digital. Kita menyimpulkan diskusi kita dengan contoh berikut yang
mengilustrasikan konsep ini
Contoh 4.4.7
Evaluasi respons frekuensi sistem yang didiskripsikan dengan fungsi sistem
1 z
H ( z) = =
1−0.8 z −1
z−0.8
Jawab : Jelasnya, H(z) mempunyai sebuah zero di z = 0 dan sebuah pole di p = 0.8. Karena
itu respons frekuensi sistem adalah
e jω
H (ω)= jω
e −0.8
Respons besarnya adalah

1
¿ H ( ω )∨¿ jω ¿ =
¿ −0.81 √ 1.64−1.6 cos ω
Dan respons fase adalah

sin ω
∂ ( ω )=ω−tan−1
cos ω−0.8
Respon besar dan fase diilustrasikan pada Gambar 4.42. Perhatikan bahwa puncak respons
yang besar terjadi pada ω=0 , titik pada lingkaranunit sangat dekat dengan lokasi pole di 0.8
Jika respons besar pada (4.4.52) dinyatakan dalam decibel
M N
|H ( ω ) ¿dB =20 lo g10|b0∨+ 20 ∑ lo g10 V k ( ω )−20 ∑ lo g10 U k ( ω ) (4.4 .58)
k=1 k=1

Jadi respons besar dinyatakan sebagai jumlah factor besar pada |H ( ω )|.

4.4.7 Fungsi Korelasi Masukan-Keluaran dan Spektrum

Dalam bagian 2.6.5 kita mengembangkan beberapa hubungan korelasi antara barisan
masukan dan barisan keluaran suatu system LTI. Khususnya, kita menurunkan persamaan-
persamaan berikut
r yy ( m )=r hh ( m )∗r xx ( m )
r yx ( m )=h ( m )∗r xx ( m )
Dengan r xx(m) adalah barisan otokorelasi sinyal masukan x(n), r yy (m) adalah barisan
otokolerasi sinyal keluaran y(n), r hh (m) adalah barisan otokolerasi respons impuls h(n), dan
r yx (m) adalah barisan korelasi silang antara sinyal keluaran dengan sinyal masukan. Karena
(4.4.59) dan (4.4.60) melibatkan operasi konvolusi, transformasi-z persamaan-persamaan ini
menghasilkan

Gambar 4.42. Besar dan fase dengan H(z) = 1/(1 – 0,8 z 2)

S yy ( z )=Shh ( z )∗S xx ( z ) (4.4 .61)


¿ H ( z ) H ( z−1 ) S xx ( z)
S yx ( z )=H ¿ ( z ) S xx ( z ) (4.4 .62)

Jika kita mensubstitusikan z =e jωdalam (4.4.62), kita memperoleh

S yx ( ω )=H ( ω ) S xx ( ω )
¿ H ( ω )∨ X ( ω ) ¿2 (4.4 .63)
Dengan S yx ( ω ) adalah spektrum rapat energi – silang dari |y(n)| dan |x(n)|. Dengan cara yang
sama, untuk mengevaluasi S yx ( z ) pada lingkaran unit menghasilkan spektrum rapat energi
sinyal keluaran sebagai

S yy ( ω )=¿ H ( ω ) ¿2 S xx ( ω ) (4.4 .64)

Dengan S xx ( ω ) adalah spektrum rapat energi sinyal masukan.


Karena r yy ( m ) dan S yy ( ω ) adalah pasangan transformasi Fourier, hal tersebut
mengikuti
x
1
r yy ( m )= ∫ S yy ( ω ) e jωm dω( 4.4 .65)
2 π −x

Energi total secara lengkap adalah


x
1
E y = ∫ S yy ( ω ) dω=r yy ( 0)
2 π −x
x
1
¿ ∫ ¿ H ( ω ) ¿2 S xx ( ω ) d ω( 4.4 .66)
2 π −x

Hasil dalam (4.4.66) dapat digunakan untuk mempermudah bukti bahwa E y > 0.
Akhirnya, kita perhatikan bahwa jika sinyal masukan mempunyai spektrum datar
(yaitu, S xx ( ω ) = E x = konstan untuk π ≤ ω ≤ - π), (4.4.63)berkurang menjadi

S yx ( ω )=¿ H ( ω )∨E x (4.4 .67)

Dengan E x adalah nilai spektrum yang konstan, karena itu

1
H ( ω) = S ( ω ) (4.4 .68)
E x yx
Atau ekivalennya,
1
h ( n ) = r ( m ) (4.4 .69)
E x yx
Hubungan dalam (4.4.69) menyiratkan bahwa h(n) dapat ditentukan dengan menyatakan
masukan kepada sisten dengan suatu sinyal datar berbentuk spektrum |x(n)|, dan
mengkorelasi sinyal masukan tersebut dengan keluaran sistem. Metode ini berguna dalam
pengukuran respons impuls suatu sistem yang tidak diketahui.

4.4.8 Fungsi Korelasi dan Spektrum Daya untuk Sinyal Masukan Acak

Pengembangan ini sejajar dengan asal mula dalam bagian 4.4.7, dengan pengecualian, bahwa
sekarang kita mendiskusikan momen statistik dari sinyal masukan dari sinyal keluaran suatu
sinyal LTI. Berbagai parameter statistik diperkenalkan pada lampiran A.
Mari kita tinjau suatu sistem invarian – waktu linear waktu – diskrit dengan respon
cuplikan satuan |h(n)| dan respon frekuensi H(f). Untuk kondisi ini kita mengasumsikan h(n)
real. Misalnya x(n) merupakan suatu fungsi cuplikan dari suatu proses acak stasioner X(n)
yang mengeksitasi sistem dan ambillah y(n) yang menunjukan respons sistem terhadap x(n).
Dari penjumlahan konvolosi yang menghubungkan keluaran terhadap masukan kita
mempunyai

y ( n )= ∑ h ( k ) x (n−k )(4.4 .70)
k=−∞

Karena x(n) merupakan sinyal masukan acak, keluaran ini juga adalah barisan acak. Dengan
kata lain, untuk masing-masing barisan cuplikan x(n) dari proses X(n), terdapat suatu barisan
y(n) cuplikan dari proses acak keluaran Y(n). Kita ingin menghubungkan karakteristik
statistik keluaran proses acak Y(n) dengan karakterisasi statistik proses masukan dari
karakteristik sistem.
Nilai keluaran y(n) yang diharapkan adalah

m y =E ¿

¿ ∑ h ( k ) E[ x (n−k )]
k=−∞

m y =m x ∑ h ( k ) (4.4 .71)
k=−∞

Dari hubungan transformasi Fourier



H (ω)= ∑ h ( k ) e− jωk (4.4 .72)
k=−∞
Kita mempunyai

H (0)= ∑ h ( k ) (4.4 .73)
k=−∞

Yang merupakan perolehan dc sistem. Hubungan dalam (4.4.73) mengizinkan kita untuk
menyatakan nilai rata-rata dalam (4.4.71) sebagai

m y =m x H ( 0 ) ( 4.4 .74)

Barisan otokorelasi untuk proses acak keluaran adalah

Y yy ( m)=E ¿
∞ ∞
¿E [∑

k=−∞
h ( k ) (n−k )


j=−∞
h ( j ) x( n+m− j) ]
¿ ∑ ❑ ∑ h ( k ) h ( j ) E [x ¿ (n−k )(n+m− j)¿]¿
k=−∞ j=−∞
∞ ∞
¿ ∑ ❑ ∑ h ( k ) h ( j ) Y xx (k − j+m)(4.4 .75)
k=−∞ j=−∞

Inilah bentuk umum dari otokolerasi keluaran dari segi otokolerasi masukan dan respons
impuls sistem.
Bentuk khusus dari (4.4.75) diperoleh bila proses acak masukannya putih, yakni,
mx =0 dan
Y xx ( m )=σ 2x δ ( m ) (4.4 .76)

Dengan σ 2x ≡ Y xx ( 0 ) adalah sinyal masukan. Kemudian (4.4.75) berkurang menjadi


2
Y yy ( m )=σ x ∑ h ( k ) h (k +m)(4.4 .77)
k=−∞

Di dalam kondisi ini proses keluaran mempunyai daya rata-rata

∞ 1 /2
Y yy ( 0 ) =σ 2x ∑ h2 ( n )=σ 2x ∫ ¿ H (f ) ¿2 df (4.4 .78)
k=−∞ −1/ 2

Dengan kita memakai teorema Parseval.


Hubungan dalam (4.4.75 dapat ditransformasi ke dalam domain frekuensi dengan
menentukan spektrum rapat daya Y yy ( m ). Kita mempunyai

r yy ( ω )= ∑ Y yy ( m ) e− jωm
m=−∞
∞ ∞ ∞
¿ ∑
m=−∞

❑ [∑ k=−∞

❑ ∑ h ( k ) h(l)Y xx (k −l+m) e− jωm
l=−∞

]
¿ ∑
k=−∞
❑ ∑ h ( k ) h( l)
l =−∞

[∑
l=−∞

]
Y xx (k −l+m)e− jωm (4.4 .79)

¿ r xx (f ) [∑
k=−∞
h(k )e jωk ][ ∑
l =−∞
h(l)e− jωl ]
¿∨H (ω)¿2 r xx (ω)
Inilah hubungan yang diinginkan untuk spektrum rapat daya proses keluaran, dari segi
spektrum rapat daya proses masukan dan respons frekuensi sistem.
Pernyataan ekivalen untuk sistem waktu-kontinyu dengan masukan acak adalah

r yy ( F )=¿ H ( F) ¿2 r xx (F)(4.4 .80)

Dengan spektrum rapat daya r yy ( F ) dan r yy (F ) adalah transformasi Fourier fungsi otokorelasi
Y yy ( τ ), secara berturut-turut Y xx (τ ) dan dengan H(F) adalah respons frekuensi sistem yang
dihubungkan dengan respons impuls oleh transformasi Fourier, yakni

H ( F )= ∫ h (t) e−2 xFt dt (4.4 .81)
−∞

Sebagai suatu latihan akhir, kita menetukan korelasi silang keluaran y(n) dengan
¿
sinyal masukan x(n). Jika kita mengalihkan kedua ruas (4.4.70) dengan x (n−m) dan
mengambil nilai yang diharapkan, kita memperoleh

E¿

Y yx ( m )= ∑ h ( k ) E[ x ¿ ( n−m) x (n−k )¿ ](4.4 .82)¿
k=−∞

¿ ∑ h ( k ) Y xx ( m−k )
k=−∞

Karena (4.4.82) memiliki bentuk konvolosi, pernyataan ekivalen domain-frekuensi


adalah

r yx ( ω )=H (ω) r xx (ω)(4.4 .83)

Dalam kasus khusus dengan x(n) adalah derau putih, (4.4.83) berkurang menjadi

r yx ( ω )=σ 2x H ( ω)(4.4 .84)

Dengan σ 2x adalah daya derau masukan. Hasil ini berarti bawha suatu sistem yang tidak
diketahui dengan respons frekuensi H (ω) dapat diidentifikasi dengan mengeksitasimasukan
dengan derau putih, dengan mengkorelasi silang barisan masukan dengan barisan keluaran
untuk memperoleh Y yx ( m ), dan akhirnya, menghitung transformasi Fourier Y ( m ). Hasil
komputasi ini sebanding dengan H (ω).

4.5 SISTEM INVARIAN-WAKTU LINEAR SEBAGAI TAPIS SELEKSI-


FREKUENSI

Istilah tapis biasanya digunakan untuk mendiskripsikan suatu alat yang membedakan, sesuai
dengan beberapa sifat objek yang dipakai pada masukannya, apa yang melewatinya. Sebagai
contoh, suatu tapis udara mengizinkan udara melewatinya tetapi mencegah partikel-partikel
debu yang terdapat di dalam udara yang melewatinya. Suatu tapis minyak melakukan fungsi
yang sama, dengan pengecualian bahwa minyak adalah substansi yang diizinkan untuk
melewati tapis. Sementara itu partikel-partikel kotoran dikumpulkan pada masukan tapis
tersebut dengan melewatinya. Dalam fotografi, suatu tapis ultraviolet sering digunakan untuk
mencegah sinar ultraviolet, yang terdapat dalam sinar matahari dan yang bukan bagian dari
sinar tampak, dari menerobos dan mempengaruhi zat kimia di dalam film.
Seperti yang telah kita amati dalam bagian sebelumnya, suatu sistem invarian-waktu
linear juga melakukan tipe yang membedakan atau pentapisan di antara berbagai kompenen
frekuensi pada masukannya. Sifat alami aksi pentapisan ini ditentukan oleh karakteristik
respons frekuensi H (ω), yang kembali tergantung pada pemilihan parameter sistem (sebagai
contoh, koefisien ¿ ¿] dan ¿ ¿] dalam karakterisasi persamaan diferensi sistem). Jadi, dengan
seleksi yang tepat dari koefisien-koefisien tersebut, kita dapat mendesain tapis seleksi-
frekuensi yang melewatkan sinya-sinyal dengan komponen frekuensi dalam beberapa
gelombang sementara mereka melemahkan sinyal-sinyal yang berisi komponen frekuensi
dalam gelombang-gelombang frekuensi lain.
Umumnya, suatu sistem invarian-waktu linear memodifikasi spektrum sinyal
masukan X (ω) sesuai dengan respons frekuensinya H (ω) untuk menghasilkan sinyal
keluaran dengan spektrum Y ( ω ) =H (ω) X (ω). Dengan pengertian, H (ω) bekerja sebagai
fungsi bobot atau fungsi pembentuk spektrum terhadap komponen frekuensi yang berbeda
dalam sinyal masukan. Bila dipandang dalam konteks ini, setiap invarian-waktu linear dapat
ditinjau sebagai tapis pembentuk-frekuensi, meskipun hal tersebut tidak perlu secara
sempurna menghalangi setiap atau seluruh komponen frekuensi. Konsekuensinya, istilah
“sistem-invarian waktu linear” dan “tapis” adalah sinonim dan sering digunakan secara
bergantian.
Kita menggunakan istilah tapiscuntuk mendiskripsikan sistem invarian-waktu linear
yang digunakan untuk melakukan pembentukan spektrum atau pentapisan seleksi-frekuensi.
Pentapisan digunakan untuk pemrosesan sinyal digital dengan berbagai cara. Sebagai contoh,
pembersihan derau yang tidak diinginkan dari sinyal yang diinginkan, pembentukan spektrum
seperti ekualisasi saluran komunikasi, deteksi sinyal dalam radar sonar dan komunikasi, dan
untuk melakukan analisis spektrum sinyal, dan sebagainya.

4.5.1 Karakteristik Tapis Ideal

Tapis biasanya digolongkan sesuai dengan karakteristik domain-frekuensi mereka seperti


tapis lolos rendah, lolos tinggi, lolos pita, dan pipa penghenti atau eliminasi pita.
Karakteristik respons besar yang ideal dari tipe-tipe yang diilustrasikan pada Gambar 4.43.
Seperti diperlihatkan, tapis-tapis ideal ini mempunyai suatu karakteristik pipa lolos perolehan
konstan (biasanya diambil sebagai perolehan-satu) dan perolehan nol dalam pipa
penghentinya.
Karakteristik lain suatu tapis ideal adalah respons fase linear. Untuk memperagakan
maksud ini, mari kita asumsikan bahwa suatu barisan sinyal [x(n)] dengan komponen
frekuensiyang dibatasi untuk kisaran frekuensi ω 1< ω<ω 2 diloloskanlahsuatu tapis dengan
respons frekuensi

− jwn
H ( ω) = C e ω 1< ω<ω 2 (4.5 .1)
{
0

01 yang lainnya

Dengan C dan n0 adalah konstanta. Sinyal pada keluaran tapis mempunyai spektrum

Y ( ω ) =X ( ω ) H (ω)
¿ CX ( ω ) e− jw n ω 1< ω<ω 2 (4.5 .2)
0

Dengan memakai sifat pembuatan skala pergesaran-waktu pada transformasi Fourier, kita
memperoleh keluaran domain-waktu
Gambar 4.43 Respons besaran untuk beberapa tapis waktu diskrit yang selektif ideal.

y ( n )=Cx (n−n0 )(4.5 .3)

Konsekuensinya, keluaran tapis secara absolut adalah suatu tunda dan terjemahan skala-
amplitudo sinyal masukan. Suatu tunda murni biasanya dapat dipertahankan dan tidak
ditinjau sebagai distorsi sinyal. Tidak satupun pembuatan skala amplitudo. Oleh karena itu,
tapis ideal mempunyai karakteristik fase linear dalam pita lolos mereka, yakni,

θ ( ω )=−ω n 0 (4.5 .4)

Turuna fase dengan respek terhadap frekuensi mempunyai satuan tunda. Karena itu
kita dapat mendefinisikan tunda sinyal sebagai

d θ (ω )
τ g (ω) (4.5.5)

τ g (ω) biasanya dinamakan tunda selubungatau tunda grup tapis. Kita menginterpretasikan
τ y ( ω) sebagai waktu tunda bahwa suatu komponen frekuensi (ω) sinyal yang mengalami
seperti hal itu lolos dari masukan menuju keluaran sistem. Perhatikan bahwa bila θ ( ω ) linear
seperti dalam(4.5.4), τ g ( ω )=n0=¿ konstan. Dalam kasus ini seluruh komponen frekuensi
sinyal masukan mengalami tunda waktu yang sama.
Kesimpulannya, tapis-tapis ideal menmpunyai karakteristik besar yang konstan dan
karakteristik fase linear dalam lolos gelombang mereka. Dalam seluruh kasus, tapis-tapis
seperti itu tidak dapat direalisasikan secara fisis tetapi melayani sebagai idealisasi matematis
dari tapis praktis. Sebagai contoh, tapis lolos rendah idealmempunyai respons impuls

sin ω c πn
hlp ( n ) −∞<n< ∞ (4.5 .6)
πn

Kita perhatikan bahwa tapis ini tidak kausal dan ia tidak dapat dijumlahkan secara absolut
dan oleh karenanya tidak stabil. Konsekuensinya, tapis ideal ini tidak dapat direalisasikan
secara fisis. Namun, karakteristik respons frekuensinya dapat didekati dengan teliti secara
praktis, tapis yang dapat direalisasikan secara fisis, seperti yang akan diperagakan dalam Bab
8.
Dalam diskusi berikut, kita meninjau desain beberapa tapis digital sederhana dengan
menempatkan pole dan zero dalam bidang-z. Kita sudah mendiskripsikan bagaimana lokasi
pole dan zero mempengaruhi karakteristik respons frekuensi sistem. Khususnya dalam bagian
4.4.6, kita menghadirkan suatu metode grafik untuk menghitung karakteristik respons
frekuensi dan diagram pole-zero. Pendekatan yang samai ini dapat digunakan untuk
mendesain sejumlah tapis sederhana tetapi penting dengan karakteristik respons frekuensi
yang diinginkan.
Prinsip dasar yang mendasari metode penempatan pole-zero adalah membuat lokasi
pole dekat titik-titik lingkaran unit yang sesuai dengan frekuensi yang akan diberikan, dan
menempatkan zero dekat frekuensi yang diberikan kemudian. Selanjutnya, kendala berikut
harus dibebankan:
1. Seluruh pole harus ditempatkan di dalam lingkaran unit agar tapis menjadi stabil.
Walaupun demikian zero dapat ditempatkan dimanapun dalam bidang-z.
2. Seluruh pole dan zero kompleks harus terjadi dalam pasangan konjungsi-kompleks
agar koefisien tapis menjadi real.

Dari diskusi kita sebelumnya kita memanggil kembali bahwa untuk suatu pola pole
zero tertentu, fungsi sistem H(z) dapat dinyatakan sebagai
m m

∑ b k z −k ∏ (1−¿ z k z −1 )
k=0 k=1
H ( z) n
= n
¿
−k
1+ ∑ ak z ∏ (1−¿ pk z −1
)(4.5 .7)¿
k=1 k=1

Dengan b 0 konstanta perolehan yang dipilih untuk menormalisasi respons frekuensi pada
beberapa frekuensi tertentu. Yakni, b 0 dipilih sedemikian sehingga

|H ¿ ω0 ) ∨¿ 1(4.5 .8)
Dengan w 0 adalah frekuensi dalam gelombang lolos tapis. Biasanya, N dipilih sama atau
melebihi M, sehingga tapis mempunyai pole yang lebih berarti daripada zero.
Dalam bagian berikutnya, kita mengilustrasikan metode penempatan pole-zero dalam
desain beberapa tapis lolos rendah, lolos tinggi dan lolos gelombang sederhana, resonator
digital dan tapis sisir. Prosedur desain dipermudah bila dilakukan secara interaktif pada suatu
komputer digital dengan terminal grafik.

4.5.2 Tapis Lolos Rendah, Lolos Tinggi dan Lolos Gelombang

Dalam desain tapis digital lolos rendah, pole harus ditempatkan dekat lingkaran unit pada
titik-titik yang sesuai dengan frekuensi rendah (dekat ω=0) dan zero harus ditempatkan
dekat atau pada lungkaran unit di titik-titikyang sesuai dengan frekuensi tinggi (dekat ω=π).
Pegangan yang berlawanan benar untuk tapis lolos tinggi.
Gambar 4.44 mengilustrasikan penempatan pole-zero dari tiga tapis lolos rendah dan
tiga tapis lolos tinggi. Respons besar dan fase untuk tapis pole tunggal dengan fungsi sistem

1−a
H 1 ( z )= (4.5.9)
1−a z−1

Gambar 4.44 Pola zero-pole untuk beberapa tapis lolos rendah dan lolos tinggi

Diilustrasikan pada Gambar 4.45 untuk a = 0,9. Perolehan G dipilih sebagai 1 – a, sehingga
tapis tersebut mempunyai perolehan satu di ω=0. Perolehan tapis ini pada frekuensi tinggi
relatif kecil.
Tambahan sebuah zero di z = -1 selanjutnya melemahkan respons tapis pada frekuensi
tinggi. Ini mengarahkan ke sebuah tapis dengan fungsi sistem
1−a 1+ z−1
H2 (z )= (4.5.10)
21−a z−1

Dan a suatu karakteristik respons frekuensi juga diilustrasikan pada Gambar 4.45. Dalam
kasus ini besar H 2 ( ω ) menuju nol di ω=π.
Dengan cara yang sama, kita dapat memperoleh tapis lolos tinggi dengan
memantulkan (mencerminkan) lokasi pole-zero dari tapis lolos rendah disekitar sumbu
imajiner dalam bidang-z. Jadi kita memperoleh fungsi sistem

1−a 1−z−1
H3 (z )= ( 4.5 .11)
2 1+a z−1

Yang mempunyai karakteristik respons frekuensi yang diilustrasikan pada Gambar 4.46
untuk a = 0,9

Contoh 4.5.1

Suatu tapis lolos rendah dua pole mempunyai fungsi sistem

b
H ( z ) = ¿ ¿0

Temukan nilai b 0 dan p sedemikian sehingga respons frekuensi H (ω) memenuhi


kondisi
H ( 0 )=1
Dan
¿H¿

Jawab: Pada ω=0 kita mempunyai

b
H ( 0 )= ¿ ¿0
Karena itu
b 0=¿
Di ω=π /4
x
H ( )=¿ ¿
4

¿¿¿

¿¿¿
Gambar 4.45 Besar dan fase respons (1) filter pole tunggal dan (2) filter satu pole, sati zero;
H 1 =(1−a)/(1−a z−1) , H 2 ( z)=[(1−a)/2][(1+ z−1)/(1−z−1)]dan a=0,9.
1

Karena itu
¿¿
Atau ekivalennya,

√2¿
Nilai p=0,32 memenuhi persamaan ini. Konsekuensianya, fungsi sistem untuk tapis
yang diizinkan adalah
0,46
H (z )=
¿¿
Gambar 4.46 Besar dan fase respons tapis lolos tinggi yang sederhana; H(z) = [(1-a)/2]
[(1- z−1)/( 1+az −1)] dengan a = 0,9.

Prinsip yang sama dapat dipakai desain tapis lolos gelombang. Secara mendasar, tapis
lolos gelombang akan satu atau lebih pasangan pole konjugasi kompleks dekat
lingkaran unit, dalam hampiran gelombang frekuensi yang merupakan gelombang
lolos dari tapis tersebut. Contoh berikut disajikan untuk mengilustrasikan gagasan
dasar itu.

Contoh 4.5.2

Desain sebuah tapis lolos gelombang dua-pole yang mempunyai pusat gelombang
lolosnya di ω=π /2, nol dalam karakteristik respons frekuensinya di ω=0 dan ω=π,
dan respons besarnya adalah 1 √ 2 di ω=4 π /9.
Jawab: Tapis harus mempunyai pole di

p1,2=r e± j π / 2

Dan zero di z = 1 dan z = -1. Konsekuensinya, fungsi sistem adalah


( z−1 ) (z +1)
H (z )=G
( z− jr ) (z + jr)
z 2−1
¿G
z 2 +r 2

Faktor perolehan ditentukan dengan mengevaluasi respons frekuensi H (ω) tapis di


ω=π /2. Jadi kita mempunyai

Gambar 4.47 Besar dan fase dari respons filter pita lolos sederhana pada contoh 4.5.2;
H(z) = 0,15[(1- z−2)/( 1+0,7 z−2)]

H ( 2x )=G 1−r2 =1 2

1−r 2
G=
2
Nilai r ditentukan dengan mengevaluasi H (ω) di ω=4 π /9. Jadi kita mempunyai

¿H ( 49x ) ¿ =¿ ¿
2

Atau, ekivalennya,
1,94 ¿

Nilai r 4 =0,7 memenuhi persamaan ini. Oleh karena itu, fungsi sistem untuk tapis
yang diinginkan adalah
1−z −2
H ( z ) =0,15
1+0,7 z−2

Respons frekuensinya diilustrasikan pada Gambar 4.47.

Hal itu harus ditegaskan bahwa tujun utama metodelogi sebelumnya untuk mendesain
tapis digital sederhana dengan penempatan pole-zero adalah untuk memberikan wawasan ke
dalam pengaruh bahwa pole dan zero mempunyai karakteristik respons frekuensi sistem.
Metodelogi tersebut tidak dimaksudkan sebagai metode yang baik untuk mendesain tapis
digital dengan karakteristik gelombang lolos dan gelombang henti yang ditentukan dengan
baik. Metode sistematik untuk desain tapis digital yang canggih untuk aplikasi praktis
didiskusikan dalam Bab 8.

Transformasi Tapis Lolos Rendah-ke-Lolos Tinggi Sederhana. Anggaplah bahwa


kita sudah mendesain sebuah tapis lolos rendah asli dengan respons impuls h1 p (n). Dengan
menggunakan sifat translasi frekuensi transformasi Fourier, hal tersebut mungkin untuk
mengkonversi tapis asli. Dengan salah satu dari tapis lolos gelombang atau lolos tingi.
Transformasi frekuensi untuk mengkonversi sebuah tapis lolos rendah asli menjadi sebuah
tapis tipe lain didiskripsikan secara rinci dalam Bagian 8.3. Dalam bagian ini kita
menghadirkan suatu transformasi frekuensi sederhana untuk mengkonversi tapis lolos rendah
menjadi tapis lolos tinggi , dan sebaliknya.
Jika h1 p (n) menunjukkan respons impuls sebuah tapis lolos rendah dengan respons
frekuensi H 1 p (ω), sebuah tapis lolos tinggi dapat diperoleh dengan mentranslasi H 1 p (ω)
dengan π radian (yaitu, menggantikan ω dengan ω−π. Jadi

H hp ( ω )=H 1 p ( ω−π ) (4.5 .12)

Dengan H 1 p ( ω ) adalah respons frekuensi tapis lolos tinggi. Karena translasi frekuensi radian
ekivalen dengan perkalian respons impuls H 1 p ( n ) dengan e τπn, respons impuls tapis lolos
tinggi adalah
H hp ( n )=¿

Oleh karena itu, respons impuls tapis lolos tinggi secara absolut diperoleh dari respons impuls
tapis lolos rendah dengan mengubah tanda cuplikan bernomor ganjil dalam H 1 p ( n ).
Sebaliknya,

H 1 p ( n )=¿ ¿
Jika tapis lolos rendah didiskripsikan dengan persamaan diferensi
N M
y ( n )=−∑ ak y ( n−k )+ ¿ ∑ bk y ( n−k ) (4.5 .15)¿
k=1 k=0

Respon frekuensinya adalah


M

∑ bk e− jωk
k=0
H 1 p ( ω) N
(4.5 .16)
− jωk
1+ ∑ a k e
k=1

Sekarang, jika kita mengganti ω dengan ω−π, pada (4.5.16), maka


M

∑ (−1)bk e− jωk
k=0
H 1 p ( ω) N
(4.5 .17)
− jωk
1+ ∑ (−1) a k e
k=1

Yang sesuai dengan persamaan diferensi


M
y ( n )=−∑ ¿ ¿
k=1
Contoh 4.5.3
Konversikan tapis lolos rendah yang didiskripsikan dengan persamaan diferensi

y ( n )=0,9 y ( n−1 )+ 0,1 x (n)

Menjadi tapis lolos tinggi


Jawab: Persamaan diferensi untuk tapis lolos tinggi, sesuai dengan (4.5.18), adalah

( n ) =−0,9 y ( n−1 ) +0,1 x (n)

Dan respons frekuensinya adalah

0,1
H hp ( ω )
1+0,9 e− jω

Pembaca dapat membuktikan bahwa H hp ( ω ) sesungguhnya adalah lolos tinggi.

4.5.3 Resonator Digital

Sebuah resonator digital adalah tapis lolos gelombang dua-pole khusus dengan pasangan pole
konjugasi-kompleks yang berlokasi dekat lingkaran unit seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 4.48 (a). Besar respons tapis diperlihatkan pada Gambar 4.48 (b). Nama resonator
menunjukkan kepada fakta bahwa tapis tersebut mempunyai respons besar yang luas (yaitu,
ia beresonansi) dalam hampiran lokasi pole. Posisi sudut pole menentukan frekuensi
resonansi tapis. Resonator digital berguna dalam banyak aplikasi, termasuk pentapisan lolos
gelombang sederhana dan generasi suara.

Gambar 4.48 (a) Pola zero-pole dan hubungan besar dan fase dari responsresonator digital

Dalam desain resonator digital pada puncak resonansi pada atau dekat ω=ω 0 kita 1

memilih pole konjugasi-kompleks di

p1,2=r e± j ω 0< r <1


0

Juga, kita dapat memilih untuk dua zero. Meskipun terdapat banyak pilihan yang mungkin,
kedua kasus ini sangat menarik. Salah satu pilihan adalah melokasikan zero dititik awal.
Pilihan lain adalah dengan melokasikan dengan zero di z = 1 dan sebuah zero di z = -1.
Pilihan ini secara lengkap mengeliminasi respons tapis pada frekuensi ω=0 dan ω=π, dal
hal ini berguna dalam banyak aplikasi praktis.
Fungsi sistem resonator digital dengan zero pada titik asal adalah

b0
H ( z) = (4.5 .19)
( 1−r e z )( 1−r e− j ω z−1 )
j ω 0 −1 0

b0
H ( z) =
1−¿ ¿

Karena |H(ω)| mempunyai puncaknya pada atau dekat ω=ω 0 , kita memilih b 01

sehingga |H(ω 0)| = 1. Dari (4.5.19) kita memperoleh

b0
H ( ω0 ) = j ω0 − j ω0
( 1−r e e ) ( 1−r e− j ω e− j ω )
0 0

b0
¿ (4.5 .21)
(1−r ) ( 1−r e− j2 ω )
0

Dan karena itu

b0
¿ H ( ω0 ) ∨¿
( 1−r ) √ 1+r 2 −2r cos 2 ω 0

Jadi faktor normalisasi yang diinginkan adalah

b 0=( 1−r ) √ 1+ r 2−2 r cos 2 ω0 ( 4.5.22)

Respons frekuensi resonator dalam (4.5.19) dapat dinyatakan sebagai

b0
¿ H ( ω0 ) ∨¿
U 1(ω)U 2( ω)

Θ ( ω )=2ω−Φ 1 ( ω )−Φ 2 ( ω ) (4.5 .23)

Dengan U 1 ( ω ) dan U 2 ( ω ) adalah besar vektor dari p1 dan p2 ke titik ω dala lingkaran unit dan
Φ 1 ( ω ) dan Φ 2 ( ω ) adalah sudut yang sesuai dengan kedua vektor ini. Besar U 1 ( ω ) dan U 2 ( ω )
dapat dinyatakan sebagai

U 1 ( ω ) =√1+r 2−2r cos (ω 0−ω)

U 2 ( ω ) =√1+r 2−2 r cos (ω 0−ω)( 4.5 .24)

Untuk setiap nilai r 1 U 1 ( ω ) mendapat nilai minimumnya ( 1−r ) di ω=ω 0. Perkalian


U 1 ( ω ) U 2 ( ω ) mencapai nilai minimum pada frekuensi pada
1+ r 2
ω r=co s−1 ( 2r )
co s ω 0 (4.5.25)

Yang mendefinisikan secara tepat frekuensi resonasi tapis. Kita amati bahwa bila r sangat
dekat dengan satu, ω r=ω0, yang adalah posisi sudut pole. Kita juga mengamati bahwa untuk
r mendekati satu, puncak resonasi menjadi lebih tajam U 1 (ω) berubah dengan lebih cepat
pada ukuran relatif pada hampiran ω 0. Ukuran kuantitatif ketajaman resonasi diberikan oleh
Δ ω lebar gelombang – 3 dB tapis. Untuk nilai-nilai r yang dekat dengan satu,

Δ ω=2 ( 1−r ) (4.5 .26)

Gambar 4.48 mengilustrasikan besar dan fase resonator digital dengan ω 0=π /3 , r=0,8 dan
r =0,45. Kita perhatikan bahwa respons fase menuju laju perubahan terbesarnya dekat
frekuensi resonasi.

Jika zero resonator digital ditempatkan di z = 1 dan z = -1, resonator mempunyai


fungsi sistem

(1−z −1 )(1+ z−1)


H ( z ) =G
( 1−r e j ω z−1 )( 1−r e− j ω z−1 )
0 0

1−z−2
¿G (4.5 .27)
1− ( 2r cos ω0 ) z−1+ r 2 z−2

Dan karakteristik respons frekuensi

Gambar 4.49 Besar dan fase dari respons resonator digital pada ω=0 dan ω=π dan (1) r
= 0,8 dan (2) r = 0,95.

1−e− j 2 ω
H ( ω ) =G (4.5 .28)
[ 1−r e j ( ω −ω) ] [ 1−r e− j( ω +ω ) ]
0 0
Kita amati bahwa zero di z=± 1 mempengaruhi kedua respons besar dan fase resonator.
Sebagai contoh, respons besar adalah

N ( ω)
¿ H ( ω )∨¿ b0 (4.5 .29)
U 1 ( ω) U 2 ( ω)
Dengan N (ω ) didefinisikan sebagai

N ( ω ) =√2 ¿ ¿

Sesuai dengan keberadaan faktor zero, frekuensi resonansi berubah dari yang
diberikan oleh persamaan (4.5.25). Lebar gelombang tapis juga berubah, meskipun nilai
eksak untuk kedua parameter ini agak membosankan mendapatkannya, kita dapat dengan
mudah menghitung respons frekuensi dalam (4.5.28) dan membandingkan kasus tersebut
dengan kasus sebelumnya dimana zero ditempatkan pada titik asal.
Gambar 4.49 mengilustrasikan karakteristik besar dan fase untuk ω 0=π /3 , r=0,8 dan
ω 0=π /3 , r=0,45 . Kita amati bahwa tapis ini mempunyai lebar gelombang yang jauh lebih
kecil dari resonator, yang mempunyai zero dititik asal. Sebagai tambahan, terlihat pergeseran
yang sangat kecil dalam frekuensi resonansi sesuai dengan kehadiran zero tersebut.

4.5.4 Tapis Lolos Sempit (Notch)

Tapis lolos sempit adalah tapis yang berisi satu atau lebih lolos sempit yang dalam atau,
idealnya, nol sempurna dalam karakteristik respons frekuensinya. Gambar 4.50
mengilustrasikan karakteristik respons frekuensi dari sebuah tapis lolos sempit dengan nol
pada frekuensi ω 0 dan ω 1. Tapis lolos sempit berguna dalam banyak aplikasi dengan
komponen frekuensi khusus harus dieliminasi. Sebagai contoh, sistem instrumentasi dan
rekaman membutuhkan bahwa frekuensi saluran daya 60 Hz an harmoniknya akan
dieliminasi.
Untuk menciptakan sebuah nol dalam respons frekuensi sebuah tapis dalam frekuensi
ω 0, kita secara absolut memperkenalkan pasangan zero konjugasi-kompleks pada lingkaran
unit pada sudut ω 0, yakni
z 1,2=e ± j ω
0

Jadi fungsi sistem untuk sebuah tapis lolos sempit FIR secara absolut adalah

H (z )=b0 (1−e j ω z−1)(1−e− j ω z −1 )


0 0

¿ b0 ( 1−2 cos ω0 z−1 + z−2 ) (4.5.30)

Anda mungkin juga menyukai