Anda di halaman 1dari 7

TUGAS

AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH

Dosen Pengasuh :
Oleh
Sonny Selan ( 1710020070 ) VIA

UNIVERSITAS NUSA CENDANA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PRODI AKUNTANSI
Kasus Korupsi Dana Pembangunan Embung Desa Mnelalete
Kecamatan Amanuban Barat Kabupaten Timor Tengah Selatan
(TTS) 

Penyelidikan kasus korupsi dana pembangunan Embung Mnelalete di Desa Mnelalete,


Kecamatan Amanuban Barat, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) akhirnya mendapatkan
titik terang. Kasus proyek yang menelan dana Rp 756 juta ini menyeret lima orang tersangka,
termasuk salah satu oknum anggota DPRD NTT.

Proyek bermasalah itu menelan dana Rp 756 juta yang bersumber dari DAU tahun
anggaran 2015. Dalam pelaksanaan kegiatan fisik di lapangan ditemukan adanya kekurangan
volume pekerjaan sehingga negara dirugikan.

Lima tersangka dalam kasus itu adalah pertama, Kadis Pekerjaan Umum Kabupaten
TTS, Semuel Adrianus Nggebu selaku Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek
bermasalah itu. Kedua, Jefry Un Banunaek (anggota DPRD NTT) yang juga turut serta
melaksanakan pekerjaan embung tersebut. Ketiga, Yohanis YM Fanggidae selaku Direktur
Belindo Karya. Keempat, Jenny Benyamin Un Banunaek yang juga turut serta melaksanakan
pekerjaan embung tersebut. Kelima, Thimotius Tapatab selaku konsultan pengawas dari PT
Siarplan Utama Konsultan. Demikian diungkapkan Kajari Soe, Fachrizal kepada VN di ruang
kerjanya, Jumat (7/12). Kajari Fachrizal didampingi Kasi Pidsus, Khusnul Fuad dan jaksa
Primawibawa Rantjalobo, serta Alfredo Damanik.
Menurut TTS Fachrizal, kasus dugaan korupsi dana proyek pembangunan Eembung
Mnelalete setelah melalui berbagai rangkaian proses penyelidikan, akhirnya diekspose. Jaksa
penyidik sudah memperoleh minimal dua alat bukti sehingga ditetapkan lima orang
tersangka. Dia merincikan, Kadis PU TTS Semuel Adrianus Nggebu ditetapkan sebagai
tersangka dengan surat Kajari TTS Nomor Prin 02./p. 3.11/fd.1/12/2018 tanggal 7 Desember
2018. Jefry Un Banunaek ditetapkan sebagai tersangka dengan Surat Nomor Prin
03/P.3.11/fd.1/12/2018. Kontraktor Yohanis YM Fanggidae ditetapkan menjadi tersangka
dengan surat nomor Prin 04/P.3.11/fd.1/12/2012. Tersangka Jenny Benyamin Un Banunaek
ditetapkan dengan surat nomor Prin 05/P.3.11/fd.1/12/2018. Dan, Konsultan Pengawas
Thimotius Tapatab ditetapkan sebagai tersangka dengan surai Nomor Prin
06/P.3.11/fd/12/2018.

Dalam proses penyelidikan, pihak kejaksaan menemukan fakta dari hasil perhitungan
fisik oleh Politeknik Kupang menunjukkan adanya kekurangan volume pekerjaan yang
berdampak pada spesifikasi nilai proyek berkurang sehingga merugikan daerah ini. "Kami
menemukan fakta bahwa pelaksanaan pembangunan embung mnelete, ketiganya tidak
memiliki kaitan dengan perusahaan pelaksana, namun salah satu tersangka dalam hal ini Jefri
Un Banunaek terlibat langsung dalam pengadaan material, penyewaan alat berat, dan
pengawasan lapangan," ungkap Facrizal. Selain terlibat dalam pekerjaan, tambah Facrizal,
pihaknya juga mendapatkan fakta lain bahwa pencairan dana proyek Mnelete telah 100
persen dan aliran dananya mengalir ke rekening milik Jefri Un Banunaek.

"Aliran dana tersebut masuk ke renening milik Jefri Un Banunaek sebanyak Rp 612 juta,
kemudian ditransfer ke CV Belindo Berkarya sebesar Rp 300 juta dan sisanya tetap berada di
dalam rekening tersebut, dan kami telah mengantongi bukti berupa rekening koran," tambah
Facrizal. Terkait dengan nilai kerugian negara, lanjut Facrizal, sesuai dengan hasil
perhitungan fisik dari Politeknik Negeri Kupang, nilai kerugiannya lebih dari Rp 100 juta.
Analisis Kasus Berdasarkan Teori Akuntansi Keuangan Daerah

Potensi korupsi ditemukan di 4 (empat) aspek, yakni:

A. Potensi Masalah dalam Regulasi dan Kelembagaan

1. Belum lengkapnya regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan yang diperlukan dalam
pengelolaan keuangan desa, terutama pada:

a. Pertanggungjawaban dana bergulir PNPM.

b. Mekanisme pengangkatan Pendamping PNPM.

2. Potensi tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Desa dan Ditjen Bina
Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri, mencakup:

a. Urusan Pembinaan dan Pembangunan Desa.

b. Monitorng dan Evaluasi.

3. Formula pembagian Dana Desa dalam Perpres 36/2015 mengacu pada aturan yang belum
ditetapkan dan hanya didasarkan pada aspek pemerataan.

4. Pengaturan pembagian penghasilan tetap bagi perangkat desa dari ADD yang diatur dalam
PP No. 43 tahun 2014 kurang berkeadilan.

5. Kewajiban penyusunan laporan pertanggungjawaban oleh desa tidak efisien.

B. Potensi Masalah dalam Tata Laksana

1. Kerangka waktu siklus pengelolaan anggaran desa sulit dipatuhi oleh desa.

2. Belum adanya satuan harga baku barang/jasa yang dijadikan acuan bagi desa dalam
menyusun APBD Desa.

3. APBD desa yang disusun tidak menggambarkan kebutuhan desa.

4. Rencana penggunaan dan pertanggungjawaban APBD desa kurang transparan.

5. Laporan pertanggungjawaban desa belum mengikuti standard an rawan manipulasi.


C. Potensi Masalah dalam Pengawasan

1. Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah oleh Inspektorat Daerah kurang


efektif.

2. Tidak optimalnya saluran pengaduan masyarakat untuk melaporkan kinerja perangkat desa
yang mal-administrasi.

3. Ruang lingkup evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh Camat belum jelas.

D. Potensi Masalah dalam Sumber Daya Manusia

1. Potensi korupsi/fraud oleh tenaga pendamping akibat kelemahan aparat desa.

Akuntansi keuangan daerah merupakan salah satu bidang yang termasuk dalam
akuntansi sektor publik yang mendapat perhatian besar dari berbagai pihak yang dimana
diatur dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok – Pokok Pemerintahan
di Daerah.

Jika dikaitkan dengan kasus pada artikel diatas, maka bisa di lihat bahwa pengelolaan
Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan komponen belanja pada APBN dan menjadi
salah satu komponen pendapatan pada APBD, nampak jelas dalam pengelolaannya telah
melanggar peraturan – perauturan pelaksanaan manajemen keungan yang berlaku saat ini.

Dilihat secara teori dari sudut pandang akuntansi keuangan daerah, penyebab
terjadinya kasus pada artikel tersebut dikarenakan oleh :

1. Pengelolaan Dana Desa belum sepenuhnya efektif di Kecamatan Kota Soe Kabupaten
Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Pengelolaan Dana Desa dilihat dari kelemahan (weakness) dan ancaman (threats),
meliputi: rendahnya kapasitas Sumber Daya Manusia, minimnya sarana dan prasarana
pada pemerintah desa, kurangnya partisipasi masyarakat
3. Tidak adanya perbaikan perencanaan pembangunan di Desa ( diperbaharui )
4. Kurangnya peningkatan Kapasitas Aparat Desa mengenai pengelolaan Keuangan
Desa.
5. Rencana penggunaan dan pertanggungjawaban APBDesa kurang transparan
6. Laporan pertanggungjawaban desa belum mengikuti standar dan rawan manipulasi
7. Tidak optimalnya saluran pengaduan masyarakat untuk melaporkan kinerja perangkat
desa yang mal-administrasi

Faktor – faktor penyebab diatas diperkuat dengan adanya :

1. Petugas tidak mau memberikan pelayanan dengan berbagai macam alasan yang tidak
logis
2. Petugas tidak kompeten dan tidak profesional dalam menjalankan tugasnya.
3. Petugas menyalahgunakan wewenang yang dimilikinya untuk tujuan tertentu yang
melanggar peraturan perundang-undangan.
4. Petugas meminta imbalan uang, barang dan atau jasa diluar ketentuan dan standar
layanan.
5. Petugas pelayanan tidak mematuhi standar prosedur operasional dalam melayani
masyarakat.
6. Petugas pelayanan tindak yang tidak patut seperti melakukan kekerasan fisik dan
psikis.
7. Petugas pelayanan berpihak, mengambil keputusan yang menguntungkan satu pihak
saja.

Anda mungkin juga menyukai