Tesis
Oleh:
Muhaemin
21150921000006
Muhaemin
21150921000006
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Pertanian (MP) pada Program Magister Agribisnis
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
I. DATA PRIBADI
1. Nama Lengkap : Muhaemin
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Tempat/Tgl.Lahir : Tegal, 2 September 1978
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
6. Unit Kerja : Balai Sertifikasi Benih Provinsi Jawa Tengah
Dinas Pertanian dan Perkebunan
Prov, Jawa Tengah
7. Alamat Kantor : Jl. Raya Solo Jogja Km 15, Sraten ,
Gatak, Kab.Sukoharjo, Prov Jawa Tengah.
Penelitian ini bertujuan menganalisis: (1) sistem usahatani tebu rakyat pola
mekanisasi dan semi mekanisasi; (2) tingkat efisiensi dan faktor-faktor yang
memengaruhi inefisiensi tebu rakyat peserta mekanisasi dan semi mekanisasi; dan
(3) pendapatan usahatani tebu pola mekanisasi dan semi mekanisasi.
Pengumpulan data dilakukan kepada seluruh petani di Kecamatan
Ngadiluwih dan Kandat dengan metode survei (kuisioner). Data dianalisis
menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas (perbatasan stokastik), kemudian
diolah menggunakan Microsoft Excel dan R software.
Ada tiga variabel yang berpengaruh nyata pada produksi usahatani tebu
nonkeprasan mekanisasi, yaitu tenaga kerja, pupuk ZA dan phonska. Variabel
tenaga kerja berpengaruh positif terhadap produksi usahatani pada pola tanam
nonkeprasan semi mekanisasi dan keprasan mekanisasi. Pada pola tanam keprasan
semi mekanisasi tidak ditemukan variabel yang berpengaruh nyata terhadap hasil
produksi.
Efisiensi teknik pola tanam mekanisasi dan semi mekanisasi dinyatakan
inefisien. Luas lahan dan jumlah benih menyebabkan ketidakefisienan ekonomi
pada pola tanam nonkeprasan mekanisasi dan nonkeprasan semi mekanisasi. Hal
yang sama juga berlaku pada pola tanam keprasan mekanisasi dan keprasan semi
mekanisasi dengan variabel luas lahan.
Penerimaan tertinggi diperoleh dari usahatani tebu keprasan mekanisasi (Rp.
58.223.529,00/ha), sedangkan penerimaan terendah diperoleh dari usahatani tebu
nonkeprasan mekanisasi (Rp. 52.541.175,00/ha). Biaya produksi tertinggi terjadi
pada usahatani tebu nonkeprasan semi mekanisasi (Rp. 50.967.670,00/ha) dan
terendahnya (Rp. 40.540.925,00/ha) terjadi pada usahatani tebu keprasan
mekanisasi. Selanjutnya, pendapatan bersih tertinggi ditemukan pada usahatani
tebu keprasan mekanisasi (Rp. 17.682.603,00/ha) dan terendahnya pada usahatani
tebu nonkeprasan semi mekanisasi (Rp. 3.277.207,00/ha). Rasio R/C >1
menunjukkan bahwa semua usahatani, baik pola tanam mekanisasi maupun semi
mekanisasi memberikan keuntungan bagi petani.
Kata Kunci: Tebu, mekanisasi, semi mekanisasi, perbatasan stokastik, rasio R/C
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, karena
berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis dengan judul “Analisis Efisiensi Produksi Usahatani Tebu Rakyat Pola
Mekanisasi dan Semi Mekanisasi Mitra Pabrik Gula Ngadiredjo di
Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur”,
Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat dalam
menyelesaikan Program Studi Magister Agribisnis pada Fakultas Sains
danTeknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan yang penulis miliki, atas
segala kekurangan dan ketidaksempurnaan tersebut, sangat diharapkan masukan,
kritik dan saran yang bersifat membangun. Pada kesempatan yang sangat berharga
ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan tesis ini,
khususnya kepada :
1. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Sutarjo (Alm) dan Ibu Hj. Tasriyah
2. Ibu Prof. Dr.Lily Surayya Eka Putri,M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
3. Bapak Dr. Iwan Aminudin, M.Si, selaku Ketua Program Magister Agribisnis,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
4. Bapak Dr. Ir. Elpawati,MS, selaku dosen pembimbing I yang telah membantu
dan memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini
5. Bapak Dr. Ir. Akhmad Riyadi Wastra, S, IP, MM,, selaku dosen pembimbing
II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan semangat
kepada penulis selama penyusunan Tesis ini.
6. Bapak Prof.Dr.Ujang Maman, M.Si dan Dr.Ir.Nunuk Adiarni,M.M selaku
dosen penguji.
7. Istri dan anakku tercinta atas segala doa dan motivasi yang terus diberikan
selama kuliah dan pengerjaan tesis ini.
8. Direktur Jenderal Perkebunan yang telah memberikan ijin belajar dan
kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu.
9. Pimpinan PTPN X dan Keluarga Besar PG. Ngadiredjo, atas ijin, fasilitasi
dan bantuan yang diberikan, sehingga penelitian dapat berjalan lancar.
10. Mas Haris dan Mas Bagus TKP Ditjen Perkebunan yang bertigas di Dinas
Pertanian dan Perkebunan Kab. Kediri yang telah membantu proses penelitian
ini.
11. Keluaraga besar BPSB Provinsi Jawa Tengah khusunya Bapak Suryadi
selaku koordinataor Pos Pengawas Benih Wilayah Pekalongan.
12. Teman-teman kuliah dan alumni Magister Agribisnis yang telah memberikan
sebuah persahabatan dan kerjasama yang baik selama menjadi mahasiswa di
Program Magister Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Doa dan ucapan syukur yang dapat penulis panjatkan, semoga Alloh SWT
membalas semua kebaikan Bapak, Ibu, Saudara serta teman-teman semua.
Aammiin.
Wasalamualaikum wr wb
Jakarta, Juli 2019
Muhaemin
DAFTAR ISI
............................................................................................................... Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………. i
PERNYATAAN…………… ……………………………………………. ii
PENGESAHAN UJIAN…..……………………………………………. iii
RIWAYAT HIDUP…………………………………………………….. vi
ABSTRACT……………………………………………….. …………… v
ABSTRAK ………………………………………… …………………… vi
KATA PENGANTAR…………………………………………………… ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………… xi
DAFTAR TABEL…………………………………………………… .. xiv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… xv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………. xvi
I. PENDAHULUAN…………………………………………. ………. 1
1.1. Latar Belakang……………………………………….………… 1
1.2. Rumusan Masalah…………………………………… … ……. 8
1.3. Tujuan Penelitian……………………………………. … ……. 11
1.4. Manfaat Penelitian…………………………………………….. 11
1.5. Ruang Lingkup……………………………………………….... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perkebunan Tebu……………………………………………...... 13
2.2. Usahatani Tebu Pola Tanam
(Non-Keprasan) dan Pola Keprasan……...................................... 16
2.3. Konsep Mekanisasi Usahatani Tebu Rakyat.…………………... 18
2.4. Fungsi Produksi………………………………………………… 20
2.5. Konsep Efisiensi………………………………………………. 23
2.6. Konsep Usahatani …………………….……………................... 26
2.7. Penelitian Terdahulu………………………………..................... 31
2.8. Kerangka pemikiran…………………………………………….. 41
2.9. Hipotesis………………………………………………………… 42
xi
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………… 44
3.2. Jenis dan Sumber Data……………………………….. 44
3.3. Metode Pengambilan Sampel………………………… 45
3.4. Metode Pengumpulan Data………………………….. 48
3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data………………. 49
3.6. Definisi dan Batasan Operasional……………………. 58
IV. GAMBARAN UMUM DAN KERAGAAN USAHATANI
TEBU DI DAERAH PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian.…………………. 61
4.1.1. Letak dan topografi.............................................. 61
4.1.2. Iklim.................................................................... 62
4.1.3. Jumlah Penduduk dan Mata Pencaharian............ 63
4.1.4. Sejarah dan keadaan Umum PG Ngadiredjo....... 64
4.1.5. Lokasi Pabrik Gula Ngadiredjo........................... 65
4.1.6. Luas Areal........................................................... 65
4.2. Keragaan Usahatani Tebu di Daerah Penelitian……..... 66
4.2.1. Karakteristik Petani Sampel......………….......... 66
4.2.2. Kepemilikan Lahan............………………......... 67
4.2.3. Usahatani Tebu di Daerah Penelitian ................. 68
V. ANALISIS EFISIENSI USAHATANI TEBU……………..... 83
5.1. Model Fungsi Produksi...…………………...................... 83
5.2. Analisis Skala Usaha..........................………………...... 87
5.3. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier.................. 89
5.4. Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor
Produksi.......................................................................... 91
5.5. Analisis Biaya Usahatani Tebu....................................... 96
5.6. Analisi Perbedaan Hasil Produksi Antara Pola
Tanam Non-Keprasan dan Keprasan.............................. 97
5.7. Analisis Pendapatan Usahatani Tebu…………………… 99
xii
VI. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan.................................. ………………………. 102
5.2. Saran...............................……………………………… 103
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 105
LAMPIRAN........................................................................................... 113
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1.1. Beberapa Provinsi dengan luas panen tebu
(PR+PBN+PBS) terbesar di Indonesia, 2012-2017……………. 3
1.2. Perkembangan Areal dan Produksi Gula Di Jawa Timur
Tahun 2009-2017......................................................................... 5
1.3. Kabupaten Sentra Tebu di Jawa Timur, .. …………………… 6
2.1. Persamaan dan perbedaan antara rancangan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya…………………………………. 39
3.1. Luas Tanaman Perkebunan Tebu Rakyat menurut
Kecamatan di Kabupaten Kediri tahun 2012-2016…………….. 46
3.2. Produksi Perkebunan Tebu menurut Kecamatan
di Kab. Kediri Tahun 2011-2015 (Ton)………………………... 47
4.1. Rata-rata Curah Hujan di Kabupaten Kediri Tahun 2013-2017.. 63
4.2. Angkatan Kerja di Kabupaten Kediri yang Bekerja menurut
Satus Pekerjaan, 2014-2017……………………………….. … 64
4.3. Luas Areal Tebu Giling PG Ngadiredjo Tahun 2010-2017........ 66
4.4. Sebaran Petani Sampel Menurut Umur, pendidikan dan
Pengalaman Musim Tanam 2017-2018……………………….. 67
5.1. Hasil pendugaan Fungsu Cobb Douglas Pola Tanam
Non Keprasan Mekanisasi.......................................................... 83
5.2. Hasil Pendugaan Fungsi Cobb Douglas Pola Tanam Non
Keprasan Semi Mekanisasi........................................................ 85
5.3. Hasil Pendugaan Fungsi Cobb Douglas Pola Tanam
Keprasan Mekanisasi................................................................. 86
5.4. Hasil Pendugaan Fungsi Cobb Douglas Pola Tanam
Keprasan Semi Mekanisasi........................................................ 87
5.5. Nilai Koefisien Regresi Faktor-Faktor Produksi
Usahatani Tebu ........................................................................ 88
5.6. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Pola Tanam
Non-Keprasan Mekanisasi dan Semi Mekanisasi..................... 89
5.7. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Pola Tanam
Keprasan Mekanisasi dan Semi Mekanisasi.......................... .. 90
5.8. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor
Produksi Pada Pola Tanam Non-Keprasan Mekanisasi............. 92
5.9. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor
Produksi Pada Pola Tanam No-Keprasan Mekanisasi.............. 93
5.10. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor
Produksi Pada Pola Tanam Keprasan Mekanisasi................... 94
5.11. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor
Produksi Pada Pola Tanam Keprasan Semi Mekanisasi.......... 95
5.12. Rata-Rata Biaya Usahatani Tebu per Hektar............................ 96
5.13. Nilai Statistik uji t Perbedaan dua sampel................................ 98
5.14. Rata-rata Produksi, Penerimaan, Pendapatan dan
RC Ratio Usahatani Tebu......................................................... 100
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.1. Provinsi Sentra Produksi Tebu (PR, PBN dan PBS)
di Indonesia , rata-rata 2012-2017……………………………. 4
1.2. Kabupaten Sentra Produksi Tebu (PR, PBN dan PBS)
di Jawa Timur, tahun 2015…………………………………….. 5
2.1. Hubungan kurva TP, AP, dan MP……………………………… 24
2.2. Kurva Marjinal Cost…………………………………………….. 27
2.3. Kerangka Pemikiran …………………………………………… 42
5.1. Rata-rata produksi usahatani…………………………………… 98
5.2. Pendapatan usahatani/ha……………………………………….. 101
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Regresi Cobb Douglas Pola Tanam Non keprasan
(Plant Cane) Mekanisasi...............................………................ 113
2. Regresi Cobb Douglas Pola Tanam Non keprasan
(Plant Cane) Semi Mekanisasi….......................…………........ 115
2. Regresi Cobb Douglas Pola Tanam Keprasan (ratoon)
Mekanisasi………............................................……................ 117
3. Regresi Cobb Douglas Pola Tanam Keprasan (ratoon)
Semi Mekanisasi………............................................……....... 119
5. Model Stokastik Frontier........................................................... 121
6. Uji t........................................................................................... 125
7. Kuisioner Penelitian................................................................. 127
8. Peta Kabupaten Kediri.............................................................. 135
9. Aktivitas Usahatani Tebu di Kabupaten Kediri……………… 136
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan sejenis rerumputan
yang digolongkan dalam famili Graminae dan dikenal sebagai penghasil gula.
Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok dan sebagai sumber kalori yang
relatif murah bagi masyarakat sehingga dikategorikan sebagai komoditas
strategis. Tanaman ini hanya tumbuh di daerah tropis, tanah yang dibutuhkan
untuk berkembang yaitu alluvial, grumosol, latosol dan regusol dengan
ketinggian 0-600 mdpl. (Pusdatin, 2017).
Di Indonesia, industri gula berbahan baku tanaman tebu telah ada sejak
era penjajahan Belanda. Industri gula tergolong industri yang keberadaannya tua
di dunia. Hal ini dapat diihat dari sejarah industri gula di Thailand yang telah
berdiri sejak abad ke-13, di Brasil sejak abad ke-15, dan di Indonesia
diperkirakan telah ada sejak abad ke-16. Indonesia pernah mengalami era
kejayaan industri gula pada tahun 1930-an dengan jumlah pabrik gula (PG) yang
beroperasi 179 pabrik, produktivitas sekitar 14,80%, dan rendemen
11%−13,80%. Produksi puncak mencapai hingga 3 juta ton dan ekspor gula
sebesar 2,40 juta ton. Keberhasilan tersebut didukung oleh kemudahan dalam
memperoleh lahan yang subur, tenaga kerja murah, prioritas irigasi, dan disiplin
dalam penerapan teknologi (Pusdatin, 2017).
Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian
Indonesia. Perkembangan perluasan areal perkebunan tebu berjalan sangat
lambat tidak seperti komoditas perkebunan lainnya khususnya sawit yang
berjalan begitu cepat. Dalam upaya untuk memanfaatkan lahan potensial dan
investasi pembangunan industri gula di Indonesia perlu dilakukan oleh semua
pihak. Pembangunan industri gula bersifat strategis, selain dilihat dari sisi
kebutuhan pasok gula menuju swasembada, (Mirzawan et al., 2010).
Kegiatan produksi gula tak lepas dari kegiatan on farm dan off farm.
Kegiatan on farm adalah semua kegiatan yang berada di lahan atau bisa
dikatakan budidaya tanaman tebu, dan kegiatan off farm adalah kegiatan di luar
1
dari lahan atau bisa dikatakan kegiatan hilir, yaitu memproses tebu hingga
menjadi gula.
Perkebunan tebu di Indonesia sebagian besar dibudidayakan oleh
rakyat sebagai bahan baku pembuatan gula pasir. Sampai dengan tahun 2015,
perkebunan tebu di Indonesia terdapat di 9 provinsi yaitu Sumatera Utara,
Gorontalo, Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Pada tahun 2012-2017, Jawa Timur adalah
penghasil tebu terbesar di Indonesia dengan kontribusi rata-rata mencapai 48,26%
dari total produksi tebu Indonesia. Produksi tebu Indonesia (yang diukur dalam
wujud gula hablur) sendiri pada tahun 2016 mencapai 2.222.971 ton yang berasal
dari 444.220 ha luas panen tebu. Adapun konsumsi gula di Indonesia ditahun yang
sama berdasarkan hasil SUSENAS mencapai 7,5 kg/kapita. Tingkat konsumsi ini
lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 6,8 kg/kapita
(Pusdatin, 2017).
Berdasarkan angka tetap Statistik Perkebunan Indonesia (Direktorat
Jenderal Perkebunan, 2017), produksi tebu provinsi Jawa Timur mencapai
1.186.515 ton atau 48,13% produksi tebu nasional di tahun 2017. Namun
budidaya dan pengolahan tebu khususnya tebu perkebunan rakyat belum
menggunakan teknologi yang mampu mengoptimalkan input produksi. Padahal
produksi tebu nasional didominasi dari perkebunan rakyat yaitu sebesar 58,67%,
sedangkan perkebunan besar swasta dan perkebunan besar negara hanya
menyumbang sebesar 27,71% dan 13,73% dari total produksi tebu nasional Luas
panen tebu di Provinsi utama penghasil tebu disajikan pada Tabel 1.1.
Penurunan produksi dan produktivitas gula pada budidaya tanaman tebu,
sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tanaman, pengolahan dan kebijakan
pemerintah. Beberapa faktor budidaya tanaman tebu yang dirasakan belum
optimal antara lain kaidah budidaya, mutu bahan tanam, kesehatan tanaman dan
pemahaman akan peran varietas. Produktivitas merupakan sinergi kemampuan
varietas dengan pengelolaan lingkungan tumbuhnya. Agar suatu varietas dapat
memberikan pertumbuhan tanaman perlu dipahami dalam sistem pengelolaan
tanaman Tebu (Sugiyarta, E, 2016).
2
Tabel 1.1. Beberapa Provinsi dengan Produksi Tebu (PR+PBN+PBS)
Terbesar di Indonesia, 2012-2017**)
No. Provinsi Produksi Tebu PR + PBN + PBS (Ton) Share
(%)
2012 2013 2014 2015 2016*) 2017**) Rata-
1 Jawa Timur 1.241.799 1.236.824 1.260.632 1.207.333 1.052.779 rata
1.188.817 48,26
1.186.515
3
Gambar 1.1. Provinsi Sentra Produksi Tebu (PR, PBN dan PBS)
di Indonesia, Rata-rata 2012-2017
4
Gambar 1.2. Kabupaten Sentra Produksi Tebu (PR, PBN dan PBS)
di Jawa Timur, Tahun 2015
5
Tabel 1.3. Kabupaten Sentra Produksi Tebu di Jawa Timur, 2015
Produksi
No Kab/Kota PR PBN(ton) PBS Total Share
1Kab. Malang 273.540 - - 273.5 (%22,66
)
2Kab. Kediri 117.835 47.520 - 40
165.3 13,70
3Kab. Lumajang 71.320 45.882 - 117.2
55 9,71
4Kab. Jombang 64.704 - 02
64.70 5,36
5Kab. Mojokerto 50.165 - 4
50.16 4,16
Lainnya 498.676 34.368 3.32 536.3
5 44,43
Jawa Timur 1.076.2 127.770 3
3.32 67
1.207.3 100,00
Sumber : Direktorat Jenderal
40 Perkebunan, diolah Pusdatin
3 2017
33
Wujud Produksi : Gula Hablur
6
(4) pemupukan berimbang, dan (5) pengendalian organisme pengganggu
(P3GI, 2016).
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi gula
nasional peningkatan produksi gula tebu rakyat karena gula nasional sebagian
besar terutama di pulau jawa sebagian besar dihasilkan dari tebu rakyat.
Rendahnya produktivitas tebu rakyat mencerminkan rendahnya tingkat efisiensi
yang berpangkal pada tidak optimalnya budidaya dalam aktivitas usahatani tebu.
Peningkatan produktivitas ini penting mengingat produktivitas yang rendah pada
gilirannya akan berpengaruh pada pendapatan petani. Pendapatan rendah
disebabkan modal dan luas lahan yang dimiliki petani terbatas. Biaya usahatani
yang meningkat sering menyebabkan petani tidak mampu melakukan tahapan
budidaya dan produksi serta penggunaan teknologi sebagaimana mestinya. Salah
satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah pengembangan kemitraan petani
dengan pabrik gula melalui program mekanisasi. Salah satu kemitraan pola
mekanisasi dan semi mekanisasi antara petani dengan pabrik gula adalah
kemitraan petani tebu rakyat di Kabupaten Kediri dengan PG Ngadiredjo.
Penelitian ini dilakukan terhadap petani tebu peserta kemitraan pola
mekanisasi dan semi mekanisasi mitra PG Ngadiredjo, karena PG. Ngadiredjo
telah menerapkan pola kemitraan dengan petani tebu di Kediri dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan petani, meningkatkan wawasan, pengetahuan dan
keterampilan petani, meningkatkan produktifitas tebu. Program mekanisasi
pengelolaan usahatani ini bukan hanya bertujuan menekan HPP tanaman tebu,
tetapi juga memudahkan pengaturan dan manajemen dalam usaha tanaman tebu.
Berdasarkan uraian tersebut Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Analisis Efisiensi Produksi Usahatani Tebu Rakyat Pola Mekanisasi
dan Semi Mekanisasi Mitra Pabrik Gula Ngadiredjo di Kabupaten Kediri,
Provinsi Jawa Timur”.
7
1.2. Rumusan Masalah
Faktor-faktor produksi yang biasanya digunakan petani tebu di Kabupaten
Kediri meliputi lahan, baik lahan sewa maupun lahan milik sendiri, benih tebu,
pupuk kandang, pupuk NPK phonska, pupuk ZA, pupuk SP-36, pestisida padat
dan pestisida cair, tenaga kerja, dan keterampilan dari petani yang didapat dari
lamanya melakukan usahatani, serta teknik pemeliharaan tebu berupa :
penyulaman, penyiangan, pembumbunan, pemberian air, pengeletekan, dan
pembersihan anakan. Teknik budidaya yang dilakukan petani, termasuk
penggunaaan faktor-faktor produksi berpengaruh terhadap produktivitas tanaman
tebu, karena inefisiensi merupakan kendala-kendala yang datang dari sisi internal
petani.
Produktivitas tanaman tebu Kabupaten Kediri tahun 2015 mencapai 5,994
ton/ha pada Tahun 2015, lebih tinggi dari produktivitas nasional sebesar
5,605 ton/ha (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2016). Mengkaji persoalan
produktivitas sebenarnya adalah mengkaji masalah efisiensi teknis. Hal ini
dikarenakan ukuran produktivitas pada hakekatnya mempengaruhi tingkat
efisiensi teknis budidaya yang dilakukan oleh petani yang menunjukkan pada
seberapa besar keluaran (output) maksimum yang dapat dihasilkan per unit
masukan (input) yang tersedia. Tingkat efisiensi teknis budidaya akan terlihat dari
kapabilitas manajerial dalam aspek budidaya yang tercermin dalam aplikasi
teknologi budidaya dan pascapanen serta kemampuan petani tebu
mengakumulasikan dan mengolah informasi yang relevan dengan usaha
budidayanya sehingga pengambilan keputusan dilakukan dengan tepat.
Produktivitas tebu perkebunan rakyat yang sebagian besar masih rendah
berkaitan dengan faktor antara lain: (1) sebagian besar lahan tebu adalah lahan
tegalan atau lahan kering karena konversi lahan tebu untuk industri atau
perumahan, (2) sekitar 60-70 persen merupakan tanaman keprasan, (3) varietas
yang digunakan merupakan varietas lama, (4) teknik budidaya yang belum
optimal, (5) keterbatasan modal, dan (6) sistem bagi hasil yang kurang
memotivasi petani (Husyairi,K.A. 2012).
8
Di lapangan petani hanya bisa menjadi pasrah dalam mendapatkan angka
rendemen yang tidak layak. Hal ini disebabkan karena kecilnya posisi tawar
menawar oleh petani. Kedudukan penetapan rendemen mutlak ditetapkan oleh
pabrik gula, sehingga petani terpaksa menerima harga tebu yang telah ditetapkan
oleh pabrik gula (Widjajanto (2015).
Rendahnya produksi dan produktivitas tebu rakyat mendorong Pemerintah
mengeluarkan berbagai kebijakan untuk meningkatkannya. Salah satunya adalah
penerapan mekanisasi dan penataan varietas tebu sejak tahun 2009 melalui
kegiatan akselerasi peningkatan produktivitas gula. Kabupaten Kediri sebagai
sentra pengembangan agribisnis tebu di Provinsi Jawa Timur mulai melaksanakan
perannya dengan bantuan pemerintah.
Terdapat permasalahan utama yang dihadapi Indonesia berkaitan dengan
agribisnis pergulaan menurut Asmara, R. dan S. K. Sugianto (2009)
mengungkapkan bahwa belum efisiensinya penggunaan faktor-faktor produksi
disebabkan oleh cara pengalokasiannya yang kurang baik, ketidaktahuan petani
mengenai pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi serta keinginan petani
untuk memperoleh keuntungan yang tinggi dengan cara menekan biaya produksi
yang berdampak pada penggunaan faktor-faktor produksi. Petani tidak
mengetahui bagaimana dampak yang dapat ditimbulkan jika dilakukan
pengurangan maupun penambahan penggunaan faktor-faktor produksi yang tidak
sesuai, padahal jika petani mampu mencapai efisiensi produksi secara maksimal
maka kemungkinan produksi yang dicapai juga tinggi sehingga pendapatan petani
juga meningkat. Efisiensi produksi yang dimaksudkan akan tercapai jika efisiensi
teknis tercapai atau faktor-faktor produksi mampu dialokasikan dengan baik oleh
petani.
Teknik budidaya dalam menggunakan faktor-faktor produksi, efisiensi
teknis, dan pendapatan usahatani merupakan tiga hal yang berkaitan. Teknik
budidaya yang dijalankan akan mempengaruhi tingkat efisiensi teknis usahatani.
Petani yang teknik budidayanya mampu mengelola penggunaan faktor-faktor
produksi yang ada untuk mencapai output maksimum atau meminimalkan
penggunaan input untuk mencapai output yang sama, dapat dikatakan telah
9
mencapai tingkat efisiensi. Efisiensi teknis yang mampu dicapai akan
mempengaruhi besar kecilnya pendapatan yang diterima dalam melakukan
usahatani.
Mekanisasi pertanian, meskipun saat ini sudah dianggap sebagai suatu
kebutuhan sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan pertanian modern, namun
perlu disadari bahwa keberhasilan penerapan mekanisasi memerlukan ketepatan
teknologi dan manajemen, disamping berbagai faktor pendukung lainnya.
Sehingga mekanisasi dapat mencapai tujuan yang dicitakan-citakan dan bukan
sebaliknya, yaitu justru menambah masalah dan beban biaya produksi bagi petani
(Priyanto,A 1997).
Di Kabupaten Kediri areal tanaman tebu semakin menyempit dan semakin
sulitnya mendapatkan tenaga kerja terutama tenaga untuk tebang angkut, maka
program mekanisasi harus segera dilakukan untuk percepatan kerja dan efisiensi
biaya. Permasalahan lain disebagian besar penanaman tebu rakyat adalah
kekurangan permodalan dan akses pasar.
Kelangkaan tenaga kerja di bidang on farm pada usahatani tebu di
Kabupaten Kediri yang berdampak pada upah tenaga kerja yang semakin
meningkat dan biaya produksi yang tinggi. PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X
telah mencanangkan sistem mekanisasi sejak musim tanam tebu 2014. Penerapan
mekanisasi lebih komprehensif dari budidaya hingga mekanisasi tebang angkut
tebu. Salah satu pabrik gula dibawah PTPN X yang telah menerapkan pola
kemitraan mekanisasi tebu rakyat adalah PG Ngadiredjo di Kabupaten Kediri.
Pabrik gula Ngadiredjo melakukan kemitraan dengan petani tebu melalui
program mekanisasi melalui program ini petani akan memperoleh fasilitas kredit
khusus (Tebu rakyat kredit), pendampingan dan sarana produksi dalam rangka
peningkatan pendapatan. Selain para petani rakyat peserta mekanisasi yang
tergabung dalam TRK, berkembang pula pola kemitraan bebas atau tebu rakyat
bebas (TRB) dimana kemitraan terjalin antara perusahaan dan petani tanpa sarana
kredit.
10
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah pada
penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana keragaan sistem usahatani tebu rakyat pola mekanisasi dan semi
mekanisasi mitra PG Ngadiredjo?
2. Bagaimana tingkat efisiensi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
inefisiensi usahatani tebu rakyat pola mekanisasi dan semi mekanisasi mitra
PG Ngadiredjo di Kabupaten Kediri?
3. Apakah terdapat perbedaan antara pendapatan usahatani tebu rakyat pola
mekanisasi dan semi mekanisasi mitra PG Ngadiredjo di Kabupaten Kediri?
11
4. Bagi petani tebu, penelitian diharapkan akan dapat memberikan masukan agar
dapat tercapai penerapan usahatani tebu yang efisien dan menguntungkan.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perkebunan Tebu
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu anggota
famili rumput-rumputan (graminae) yang merupakan tanaman asli tropika basah,
namun masih dapat tumbuh baik dan berkembang di daerah subtropika pada
berbagai jenis tanah dari dataran rendah hingga ketinggian 1.400 meter di atas
permukaan laut (dpl). Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis
yang memainkan peran penting dalam pembangunan nasional dari sisi
ekonomis, ekologis dan sosial budaya (Ditjenbun, 2010). Tebu memiliki
sistematika taksonomi tumbuhan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Sermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Graminales
Family : Graminae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum Officinarum
Bahan baku utama untuk memproduksi gula adalah tebu. Tebu merupakan
salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam pembangunan sub sektor
perkebunan antara lain untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun sebagai
komoditi ekspor penghasil devisa negara (Ditjen Perkebunan, 2015).
Tebu sebagai penghasil gula menjadi strategic product, mengingat gula
juga merupakan bahan makanan pokok berdasarkan Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 115/MPP/KEP/2/1998. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa gula merupakan bahan pangan esensial bagi
masyarakat Indonesia dan pemerintah berkewajiban menyediakan gula secara
cukup, baik dalam jumlah, mutu, keamanan maupun gizinya secara merata dan
terjangkau, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
13
masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan
sesuai dengan konsep ketahanan pangan pada Undang Undang Nomor 18 Tahun
2012.
Budidaya tanaman tebu dapat diartikan upaya menciptakan kondisi fisik
lingkungan tanaman, berdasarkan ketersediaan sumberdaya alam, alat dan tenaga
kerja yang memadai agar sesuai dengan kebutuhan pada fase pertumbuhannya,
sehingga menghasilkan produksi (gula) seperti yang diharapkan. Agar dapat
tercapai keberhasilan dalam budidaya tebu, maka perlu pengetahuan tentang sifat
asli, syarat tumbuh dan fase pertumbuhan tebu (Marjayanti, S. 2016).
Tebu merupakan tanaman sub-tropis dan tropis yang menyukai banyak
sinar matahari dan air yang melimpah (akar tidak tergenang) untuk pertumbuhan
optimal. Beberapa spesies yang dikembangkan yaitu Saccharum officinarum L, S.
spontaneum, S. barberi, dan S. sinense. Tanaman komersial ini memiliki banyak
kultivar yang dapat dimanfaatkan oleh petani dalam usahataninya. Kemasakan
tebu biasanya terjadi pada umur 12 bulan. Rata-rata tebu yang masak memiliki
kandungan gula 10% dari bobot tebunya. Jika estimasi produktivitas tebu 100 ton
per hektar, maka gula yang diperoleh sebesar 10 ton per hektar. Beberapa factor
yang membedakan kandungan gula dari satu kebun dengan kebun lainnya yaitu
varietas tebu, perubahan musim, dan perbedaan keadaan lokasi (Marjayanti, S.
2016).
Tanaman tebu dapat diperbanyak dengan biji, stek batang, atau stek ujung.
Perbanyakan biji biasanya dilakukan pada usaha pemuliaan tanaman saja. Secara
komersil perbanyakan tanaman tebu dilakukan secara vegetatif, yaitu dalam
bentuk stek batang. Rata-rata di Jawa setiap 1 ha kebun bibit dapat memenuhi
kebutuhan 8 ha kebun tebu giling, sedangkan di luar Jawa lebih kecil lagi, 1 ha
kebun bibit dapat memenuhi kebutuhan 6-8 ha kebun tebu giling (Sugiyarta.
2016).
Tebu yang banyak dikembangkan oleh masyarakat merupakan tanaman
C4, yang menyimpan hasil produksinya dalam batang. Tebu merupakan salah satu
tanaman yang sangat efisien memproduksi karbohidrat melalui fotosintesis
dibandingkan tumbuhan lain. Fotosintesisnya melibatkan 2 kumpulan sel yang
14
ditunjukkan dengan adanya Kranz Anatomi, yaitu perpindahan struktur dalam
prosesnya, yang melibatkan sel-sel mesofil dan sel-sel seludang pembuluh.
Tanaman C4 lebih efisien ketika proses reduksi CO2 dan tingkat fotorespirasinya
rendah. Tanaman ini cukup beradaptasi dengan iklim yang agak panas.
Tebu dapat tumbuh baik pada tanah yang cukup subur, gembur, mudah
menyerap tapi juga mudah melepaskan air. Daerah penyebaran di antara 350 garis
LS dan 390 garis LU, mulai daerah pantai sampai ketinggian 1400 m dpl, mulai
ketinggian 1200 m dpl pertumbuhannya melambat . tanaman tebu sangat toleran
pada kisaran kemasaman tanah (pH) 5-8. Jika pH tanah kurang dari 4.5 maka
kemasaman tanah menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman, seperti pada
beberapa kasus disebabkan oleh pengaruh toksik unsur aluminium (Al) bebas.
Pemberian kapur pada tanah mineral masam dapat meningkatkan produksi tebu.
Hasil tebu pun akan optimum apabila ketersediaan hara makro primer (N, P, K),
hara makro sekunder (Ca, Mg, S), dan hara mikro (Si, Cu, Zn) dalam tanah lebih
tinggi dari batas kritisnya (ifat iklim yang diinginkan tanaman tebu adalah iklim
kering pada musim kemarau selama 3-6 bulan dengan suhu optimum 25-300C.
Suhu udara yang tinggi diikuti dengan kelembaban tanah dan udara yang juga
tinggi, akan sangat menguntungkan pertumbuhan vegetatif tanaman. Cuaca kering
yang dingin atau cool dry weather dapat mempercepat pematangan
Berdasarkan kebutuhan air pada fase pertumbuhannya, curah hujan
bulanan ideal untuk pertanaman tebu adalah 200 mm/bulan pada 5-6 bulan
berturut-turut, 125 mm/bulan 2 bulan transisi dan kurang 75 mm/bulan pada 4-5
bulan berturut-turut zona iklim Oldeman yang terbaik untuk tanaman tebu adalah
C2 dan C3 menghendaki musim kering dan penghujan yang tegas (Marjayanti, S.
2016).
Fase perkecambahan dan pertunasan adalah fase terpenting dalam
pertanaman tebu. Faktor eksternal seperti intensitas cahaya, suhu, pengairan,
pemupukan dan pemilihan benih menjadi pendukung keberhasilan optimalisasi
pertunasan. Dengan keberhasilan pertunasan diharapkan dapat dihasilkan
keseragaman pertumbuhan tanaman dan mengurangi pembentukan sogolan,
menghemat penggunaan bibit, mempertahankan dan meningkatkan produktivitas
15
dan umur keprasan tanaman tebu dan pengembangan pola tanam tumpangsari
(Khuluq, A. D. Dan R. Hamida, 2014).
16
sampai bulan November. Hal ini dikarenakan pada saat penanaman tebu
membutuhkan air yang cukup sehingga tebu baru bisa ditanam pada musim hujan
untuk mendapatkan air. Bibit yang akan ditanam sudah melalui seleksi terlebih
dahulu. Bibit yang telah disiapkan lalu ditanam mendatar dengan posisi mata
disamping dan ditutup tanah sedalam diameter tebu yang sekitar 2 cm.
Kegiatan yang dilakukan setelah penanaman adalah pemeliharaan tebu
meliputi pemupukan, penyulaman, pembumbunan, penyiangan dan klentek.
Pemupukan dilakukan bersama – sama waktu menanam agar pertumbuhan akar
maupun tunas lebih cepat dan kuat. Hal ini dilakukan dengan cara bibit diletakkan
pada alur bibit dan diikuti dengan pemberian pupuk lalu ditutup dengan tanah.
Penyulaman dapat dilakukan setelah satu bulan tanam. Pembumbunan biasanya
dilakukan 3 kali yang berguna untuk menggemburkan tanah dan untuk menutupi
pupuk. Penyiangan merupakan pembersihan gulma yang biasanya dilakukan
sebelum pemupukan. Sedangkan klentek merupakan legiatan perontokkan
daun kering dari tebu. Kriteria bahan baku tebu layak giling : masak, bersih dan
segar (MBS). Tebu Masak tanda-tanda secara visual antara lain daun-daunya
sebagian besar menguning, jumlah daun hijau yang tersisa + 5 helai, bentuk
susunan daun menyerupai kipas, ruas-ruas batang semakin memendek, dan umur
tanaman antara 11 sampai 12 bulan (Ditjen Perkebunan, 2015)
17
jauh berbeda dari tebu induknya. Kualitas tebu yang baik, dilihat dari
besarnya kandungan gula yang dapat dihasilkan oleh tebu tersebut. Setelah satu
bulan dari pengeprasan, tanaman tebu akan tumbuh anakan (tunas) lalu di
pedhot oyot. Kegiatan pedhot oyot atau putus akar yaitu memutuskan akar lama
yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar baru. Jarak pedhot oyot 15
cm dari tebu serta 15 cm untuk arah sebaliknya dengan menggunakan ganco.
Kegiatan selanjutnya adalah pemeliharaan tebu yang meliputi penyiangan,
penyulaman, pemupukan, pembumbunan dan klentek seperti pada tebu tanam
(Lestari: 2008).
Sutardjo (1999) menyatakan bahwa masa kemasakan tebu adalah suatu
gejala bahwa pada akhir dari pertumbuhannya terdapat timbunan sakarosa di
dalam batang tebu. Adapun dalam proses kemasakan, ruas-ruas yang termuda,
mengandung kadar glukosa yang tertua. Semula, semasa tebu masih dalam masa
pertumbuhan, sakarosa ini merupakan hasil asimilasi daun tebu. Gula ini
diperlukan untuk pembentukan sel-sel dan semua keadaan yang dapat
menimbulkan pertumbuhan baru.
Tebu dikatakan masak apabila secara visual daun tebu sebagian besar
mengering kecuali pucuknya, mengelentek sendiri, sebagian besar daunnya
rontok, baik karena mengelentek sendiri ataupun diklentek. Analisis kemasakan
tebu dilakukan untuk memperkirakan waktu yang tepat penebangan tebu sehingga
tebu yang akan diolah dalam keadaan optimum (Indrawanto et al., 2010).
18
Area, Philippines: an Application of Data Envelopment Analysis, mengemukakan
bahwa penerapan mekanisasi dapat memangkas semua kegiatan dan biaya yang
harus dikeluarkan secara berlebihan. Hal tersebut dapat diartikan segala kegiatan
akan lebih mudah apabila dilaksanakan secara bersamaan atau bersifat homogen.
Menurut Dyan,R (2015) mekanisasi adalah salah satu cara untuk memacu
produktivitas lahan tebu. Dengan mekanisasi, waktu pengerjaan tebang, muat dan
angkut dari lahan ke pabrik gula bias lebih cepat dengan standar pasti.
Sekitar tahun 1985/86, beberapa pabrik tebu di Sumatera (Lampung)
mengoperasikan alat penebang tebu (harvester). Mesin ini yang di negeri
pembuatnya (Jerman) dan beberapa negara lainnya banyak digunakan karena
kinerjanya yang baik, tetapi penggunaannya di perkebunan tebu tersebut
dinyatakan tidak efisien, banyak tebu tertinggal tidak terpotong (20%) dan
akhirnya penebangan tebu dikembalikan ke sistem manual. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa pemilihan jenis alat tersebut tidak tepat. Spesifikasi teknis
serta persyaratan penggunaannya tidak sesuai dengan kondisi kebun dan tebu
yang akan ditebang. Bentuk, ukuran dan kelandaian kebun tidak sesuai dengan
persyaratan penggunaan mesin tersebut. Disamping itu pisau pemotong yang
seharusnya diasah kembali setiap jumlah jam pemakaian tertentu tidak
dilakukan dan pokok tebu yang ditebang tidak tumbuh tegak, tetapi banyak
yang rebah. (Priyanto: 1997).
Salah satu mekanisasi yang digunakan untuk perkebunan tebu seperti on-
farm (budidaya) ada plowing (pembajakan), planting, wed controlling, tinning,
fertilizing, subsoiling hingga ratoon, sedangkan mekanisasi untuk pascapanen
terdapat teknologi seperti grabloader atau alat pengangkut hasil panen dan
dumper atau pengangkut hasil panen. (Prahanda, R.2018).
Manfaat yang diperoleh dari kemitraan pola mekanisasi usahatani tebu,
ialah (1) terjaminnya bahan baku giling pabrik gula, (2) proses panen tebu yang
dijamin oleh pabrik gula, (3) tidak ada lagi tebu yang keluar daerah binaan, (4)
subsidi yang diberikan pabrik gula untuk operasional budidaya, (5) tidak adanya
petani yang menjual tebu keluar daerah binaan (Cay dkk., 2010).
19
Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pertanian mengeluarkan
kebijakan perbaikan budidaya tebu melalui program mekanisasi usahatani tebu
milik petani. Pola mekanisasi dimana pola ini dianggap lebih efisien, efektif dan
ekonomis dibanding pola lainnya. Dalam pelaksanaan mekanisasi usahatani tebu
rakyat tidak hanya melibatkan pabrik gula dan petani, melainkan adanya pihak
ketiga yang disebut provider atau tenaga penggarap. Gambar 2.1. memperlihatkan
skema kerja sama antara pabrik gula, petani dan provider.
Pabrik gula
Provider Petani
20
Soekartawi (1989) Dalam menunjang keberhasilan agribisnis, maka
tersedianya bahan baku pertanian secara kontinu dalam jumlah yang tepat sangat
diperlukan. Tersedianya produksi ini dipengaruhi oleh faktor antara lain macam
komoditi (X1), luas lahan (X2), tenaga kerja (X3), modal (X4), manajemen (X5),
iklim (X6) dan faktor sosial ekonomi produsen (X7). Secara matematis, pernyataan
ini dapat ini dapat dituliskan sebagai berikut:
21
Menurut Iswardono (1994) konsep fungsi produksi berkaitan dengan
hubungan fisik antara input (masukan) dengan output (keluaran) yang dihasilkan.
Hubungan ini secara matematis sebagai berikut :
22
ln Y = a + a1 ln X1 + a2 ln X2 + ....... + an ln Xn + u1 ........................... (7)
Dimana :
Ep = Elastisitas produksi
Y = Hasil produksi
X = Faktor produksi
∆Y = Perubahan produksi
∆X = Perubahan input
MPP = Marginal Physical Product
APP = Average Physical Product
23
Bila penggunaan input hanya satu, nilai elastisitas berkaitan dengan
fungsi-fungsi produktivitasnya. Suatu usahatani akan mencapai suatu tingkat
menguntungkan apabila tercapai nilai elastistas berada di antara 0 dan 1 atau
0 < ep < 1 yaitu antara daerah optimum dan maksimum atau berada pada daerah
rasional, maka tingkat efisiensi akan tercapai jika nilai APP = MPP.
24
2. Efiensi Ekonomi
Setianti et al. (2015) dalam Fadlilah,U (2016) menyatakan bahwa
efisiensi ekonomi telah tercapai jika Nilai Produk Marjinal (NPM) sama dengan
Biaya Korbanan Marjinal (BKM). Untuk mengetahui efisiensi ekonomi (EE)
dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
Py = harga output
25
2.6. Konsep Usahatani
Menurut Soekartawi. (1995) bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang
mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara
efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang
dimiliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan
sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input.
Firdaus (2009) menyatakan bahwa usahatani (farm) adalah organisasi dari
alam (lahan), tenaga kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di
lapangan. Organisasi tersebut ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja
diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan sebagai pengelolaannya.
Menurut Rachmina et al. (2013) usahatani merupakan organisasi dari alam,
kerja, dan modal yang ditujukan untuk menghasilkan produksi di lapangan
pertanian. Jadi terdapat empat unsur penting dalam usahatani, yaitu unsur lahan
yang mewakili alam, unsur tenaga kerja, unsur modal dengan aneka ragam
jenisnya dan unsur manajemen atau pengelolaan yang perannya dilakukan oleh
petani.
Menurut Shinta (2011) biaya usahatani dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Total Fixed Cost (TFC), yaitu biaya yang dikeluarkan perusahaan atau
petani yang tidak mempengaruhi hasil/output produksi. Berapapun output
yang dihasilkan biaya itu tetap sama saja. Contoh : sewa tanah, iuran
irigasi, pajak tanah.
b. Total Variabel Cost (TVC), yaitu biaya yang besarnya berubah searah
dengan berubahnya output yang dihasilkan. Semakin besar jumlah output
yang dihasilkan variable cost pun juga semakin besar.
c. Total Cost (TC) yaitu jumlah total dari fixed cost dan variable cost.
d. Average Cost (AC), terdiri atas :
Average Fixed Cost (AFC), yaitu biaya tetap untuk satuan output
yang dihasilkan.
26
Average Variable Cost (AVC), yaitu biaya variabel untuk setiap
satuan output yang dihasilkan.
Average Total Cost (ATC), adalah biaya persatuan output yang
dihasilkan.
Marginal Cost (MC), kurva TC merupakan jumlah dari biaya
variabel dan biaya tetap merupakan konstanta, maka MC tidak lain
adalah garis singgung pada kurva biaya total atau garis singgung
pada kurva VC. MC memotong FC dan VC pada saat minimum.
27
teknologi yang tidak dapat dipindahkan dan adanya perbedaan lingkungan,
misalnya iklim. Perbedaan hasil yang disebabkan oleh dua faktor tersebut
menyebabkan terjadinya senjang produktivitas antara lain : (1) adanya kendala
biologis misalnya perbedaan varietas, masalah tanah, serangan hama, perbedaan
kesuburan dan sebagainya, (2) kendala sosial ekonomi seperti perbedaan besar
biaya dan penerimaan usahatani, kurangnya biaya usahatani, harga produksi,
faktor kebiasaan dan sikap, kurang pengetahuan, tingkat pendidikan, adanya
faktor ketidakpastian, resiko berusahatani dan sebagainya (Soekartawi, 2002:2).
Input dalam usahatani tebu rakyat secara umum terdiri dari lahan, tenaga
kerja, pupuk dan pestisida. Biaya usahatani untuk tenaga kerja bisa mencapai
lebih dari 40 persen, artinya usahatani tebu lebih bersifat padat karya
dibandingkan dengan padat modal. Sedangkan proporsi biaya untuk input lain
bervariasi antar daerah. Zhang et al (2011) dalam Husyairi (2012:13) menyatakan
bahwa proporsi biaya tenaga kerja usahatani tebu di China adalah 40 persen untuk
tenaga kerja, 24 untuk pupuk, 16 persen untuk sewa tanah dan 20 persen untuk
input lainnya. Chidoko dan Chimway (2011:01) dalam penelitiannya di Lowveld
Zimbabwe menyatakan bahwa porposi biaya tenaga kerja pada usahatani tebu
sebesar 45 persen, pupuk 14 persen, bibit 14 persen, pestisida dan bunga modal
masing-masing 4 persen. Berdasarkan dua penelitian tersebut diketahui bahwa
proporsi biaya untuk tenaga kerja masih dominan.
Husayairi, K.A. (2012:103) judul penelitian Analisis efisiensi produksi
tebu rakyat di wilayah kerja PTPN VII unit usaha Bungamayang Kabupaten
Lampung Utara Provinsi Lampung. Tujuan penelitian bertujuan untuk (1)
menganalisis sistem usahatani Tebu Rakyat Kredit (TRK) dan Tebu Rakyat Bebas
(TRB) dan pengaruh kemitraan terhadap pendapatan usahatani tebu rakyat di
wilayah kerja PTPN VII Unit usaha Bungamayang. (2) Menganalisis tingkat
efisiensi dan faktor yang mempengaruhi inefisiensi produksi usahatani tebu rakyat
dan pengaru pola kemitraan di wilayah kerja PTPN VII Unit Usaha
Bungamayang.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross section. Data cross
section yang digunakan adalah data dari 75 orang petani yang terdiri dari 45 orang
28
petani dengan pola kemitraan Tebu Rakyat Kredit (TRK) dan 30 orang petani
dengan pola kemitraan Tebu Rakyat Bebas (TRB) dengan pola tanam non-
keprasan dan keprasan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis
usahatani dan analisis efisiensi produksi, fungsi produksi yang digunakan adalah
fungsi produksi Cobb Douglas dan diestimasi menggunakan Ordinary Least
Squares (OLS) dan Maximum Likelihood Estimation (MLE).
Hasil estimasi usahatani tebu fungsi produksi frontier pada pola non-
keprasan dijumpai variabel lahan, pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk KCL, pestisida
padat, pestisida cair dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi tebu.
Hasil estimasi usahatani tebu fungsi produksi frontier pada pola keprasan
dijumpai variabel lahan, pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk KCL, pestisida cair dan
tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi tebu di daerah penelitian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis baik pada pola tanam non-
keprasan mupun keprasan adalah pendidikan, pengalaman dan ukuran usahatani.
Petani dengan pola tanam keprasan lebih efisien dibandingkan petani dengan pola
keprasan baik secara teknis, alokatif maupun ekonomi. Berdasarkan pada pola
kemitraan, petani TRB lebih efisien dibandingkan petani TRK baik secara teknis,
alokatif maupun ekonomis.
Ukuran usahatani memiliki pengaruh paling besar untuk mengurangi
inefisiensi teknis dimana petani yang memiliki lahan lebih besar cenderung lebih
efisien. Hal ini erat kaitannya dengan skala usaha. Mengingat penambahan luas
lahan sulit dilakukan, maka peran kelembagaan baik melalui koperasi maupun
kelompoktani perlu ditingkatkan untuk mencapai skala usaha bagi para petani
yang memiliki lahan sempit.
Teknologi budidaya tebu yang selalu diperbaharui merupakan pendukung
tercapainya industri gula yang dapat memenuhi kebutuhan gula secara mandiri.
Dalam rangkaian industri gula, proses produksi bahan baku yang akan diolah
sangat menentukan industri gula tersebut sebab itu memerlukan perhatian khusus.
Pemilihan varietas yang tepat khususnya untuk usahatani tebu akan sangat
meningkatkan kepercayaan dan minat petani dalam membudidayakan tebu.
29
2.6.2. Pendapatan Usahatani
Menurut Soekartawi (1995) Pendapatan usahatani adalah selisih antara
penerimaan dan semua biaya. Jadi Pendapatan usahatani merupakan hasil
pengurangan antara penerimaan total dari kegiatan usahatani dengan biaya
usahatani, dimana besar pendapatan sangat tergantung pada nesarnya penerimaan
dan biaya usahatani tersebut dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan sangat
dipengaruhi oleh produksi dan harga output. Produksi usahatani ditentukan oleh
kemampuan setiap input menghasilkan output atau disebut produktivitas.
Penerimaan dan biaya produksi akan menentukan keuntungan.
Menurut Shinta (2011) penerimaan usahatani adalah perkalian antara
produksi yang dihasilkan dengan harga jual. Secara matematis dirumuskan
sebagai berikut :
TR = ............................................................................ (12)
30
Pendapatan usaha tani terbagi menjadi pendapatan tunai usahatani dan
pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara
penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total
usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang
dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diproleh dari selisih penerimaan
usahatani dengan biaya total usahatani.
Analisis R/C rasio merupakan salah satu metode yang dapat digunakan
unktuk mengetahui pendapatan usahatani. Nilai R/C rasio yang dihasilkan dapat
bernilai lebih satu atau kurang dari satu. Jika nilai R/C rasio lebih dari satu, maka
setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan
penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya tersebut. Sebaliknya jika
nilai R/C rasio lebih kecil dari satu, maka setiap tambahan biaya yang
dikeluarkan akan menghasilkan tambhan penerimaan yang lebih kecil daripada
tambahan biaya tersebut. R/C rasio sama dengan satu artinya tidak untung dan
tidak rugi.
31
216 menggunakan metode Slovin dengan dasar data jumlah petani. Responden
dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan status tanam, yaitu : tanaman 1, ratoon1,
ratoon 2, dan ratoon 3. Alat analisis yang digunakan adalah regresi berganda
dengan fungsi produksi Cobb- Douglas.Hasil penelitian menunjukkan bahwa
variabel yang berpengaruh nyata terhadap hasil produksi tebu pada status tanam
tanaman 1 adalah luas lahan, benih, dan pupuk Za dan tenaga kerja, untuk status
tanam ratoon 1, ratoon 2, dan ratoon 3 faktor produksi yang berpengaruh adalah
luas lahan, ratoon, pupuk Za dan tenaga kerja.Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa skala usaha pada usahatani tebu di Kecamatan Dawe pada status tanam
tanaman 1 sebesar 1,205, ratoon 1 sebesar 1,309, ratoon 2 sebesar 1,012, dan
ratoon 3 sebesar 1,027 (lebih besar dari satu), disebut Increasing Return to Scale
yang berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan
tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.
Hasil analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi
menunjukkan bahwa : a) Tanaman 1. Produk marjinal variabel luas lahan, benih,
dan pupuk Za mempunyai nilai lebih besar dari satu, berarti penggunaan variabel
tersebut belum efisien. Produk marjinal variabel pupuk phonska dan tenaga kerja
mempunyai nilai lebih kecil dari satu, berarti penggunaan variabel pupuk phonska
dan tenaga kerja tidak efisien. b) Ratoon 1. Produk marjinal variabel luas lahan,
ratoon, dan pupuk Za mempunyai nilai lebih besar dari satu, berarti penggunaan
variabel tersebut belum efisien. Produk marjinal variabel pupuk phonska dan
tenaga kerja mempunyai nilai lebih kecil dari satu, berarti penggunaan variabel
pupuk phonska dan tenaga kerja tidak efisien. c) Ratoon 2. Produk
marjinalvariabel luas lahan, ratoon, dan pupuk Za mempunyai nilai lebih besar
dari satu, berarti penggunaan variabel belum efisien. Produk marjinal variabel
pupuk phonska dan tenaga kerja mempunyai nilai lebih kecil dari satu, berarti
penggunaan variabel tenaga kerja tidak efisien. d) Ratoon 3. Produk marjinal
variabel luas lahan, ratoon, pupuk phonska, dan pupuk Za berarti penggunaan
variabel belum efisien. Produks marjinal tenaga kerja kurang dari dari satu, berarti
penggunaan variabel tenaga kerja tidak efisien.
32
Penelitian yang dilakukan oleh Diah Apriliani, Suwarto, RR. Aulia Qonita
(2013) dalam judul “Analisis Komparatif Usahatani Tebu Untuk Pembuatan Gula
Pasir Dan Gula Tumbu Di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji biaya, penerimaan, pendapatan, keuntungan, efisiensi
dan profitabilitas dari usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir dan gula tumbu
di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Metode dasar penelitian ini adalah
deskriptif analitis dan menggunakan teknik survey. Penelitian dilakukan di
Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja
(purposive sampling) dengan pertimbangan Kecamatan Dawe memiliki luas lahan
paling tinggi di Kabupaten Kudus. Penentuan sampel dilakukan dengan metode
stratified random sampling. Metode analisis data yang digunakan antara lain
analisis biaya, penerimaan, pendapatan, keuntungan, efisiensi, profitabilitas dan
uji t. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh
dengan melakukan wawancara, pencatatan, dan observasi. Hasil analisis
menunjukan bahwa rata-rata biaya alat-alat luar, biaya menghasilkan, penerimaan,
pendapatan, keuntungan, efisiensi dan profitabilitas usahatani tebu untuk
pembuatan gula tumbu lebih tinggi daripada rata-rata biaya alat-alat luar, biaya
menghasilkan, penerimaan, pendapatan, keuntungan, efisiensi dan profitabilitas
usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir. Setelah diuji secara statistik dengan
menggunakan uji t, hasil dari pendapatan, keuntungan, efisiensi dan profitabilitas
tidak ada beda nyata.
Penelitian yang dilakukan oleh Saskia, D.Y dan Waridin (2012) Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan biaya, penerimaan, dan pendapatan dari
petani tebu menurut status kontrak yang dimiliki di PT IGN Cepiring. Selanjutnya
menganalisis apakah terdapat perbedaan antara pendapatan petani yang memiliki
kontrak kredit dengan petani yang memiliki kontrak penggilingan. Data yang
digunakan adalah data primer yang diperoleh dari wawancara dengan petani tebu
yang memiliki kemitraan dengan PT IGN Cepiring. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa petani yang memiliki kontrak kredit memiliki biaya total yang lebih
sedikit, namun memiliki penerimaan yang lebih besar dibandingkan dengan petani
yang memiliki kontrak penggilingan. Berdasarkan perhitungan uji-t terdapat
33
perbedaan yang signifikan antara pendapatan yang diimiliki petani kontrak kredit
dengan petani kontrak penggilingan.
Penelitian yang dilakukan oleh Haposan, Iskandarini, dan Salmiah (2011).
Analisis Perbandingan Pendapatan Program Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara
II Dengan Petani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui perbandingan tingkat biaya produksi dan tingkat pendapatan antara
program kemitraan PTPN II dengan petani TRI. Dalam menganalisis hipotesis
tingkat biaya menggunakan rumus TC=FC+VC sedangkan untuk hipotesis
tingkat pendapatan dianalisis dengan menggunakan rumus Pd=TR-TC. Daerah
penelitian ditentukan secara purposive sampling daerah penelitian dipilih
berdasarkan tujuan tertentu yang dipandang sesuai dengan tujuan penelitian.
Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik proporsional randam
sampling yaitu pengambilan sampel dengan menetapkan jumlah tergantung besar
kecilnya sub populasi atau kelompok yang akan diwakilinya. Jumlah sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 sampel dari populasi. Dari
penelitian diperoleh hasil: Total biaya produksi untuk program Kemitraan PTPN
II adalah sebesar Rp. 940.728.333 sedangkan total biaya untuk petani Tebu
Rakyat Inti (TRI) sebesar Rp. 546.898.833. Pendapatan untuk program kemitraan
PTPN II adalah sebesar Rp.56.771.667 dan pendapatan untuk petani TRI adalah
sebesar Rp.35.851.167.
Penelitian yang dilakukan oleh Susilowati, S.H. dan T. Netty (2012: 162),
diolah menggunakan program Frontier 4.1. Hasil penelitian menunjukkan nilai
indeks efisiensi teknis dikategorikan belum efisien dengan rata-rata efisiensi
sebesar 0,672. Hal ini diduga karena sistem usaha tani tebu yang dilakukan adalah
sistem keprasan (umumnya lebih dari kepras ketiga) dan bibit yang digunakan
adalah benih lokal. Sistem ini berdampak pada rendemen yang masih rendah
(7,3%). Luas lahan usaha tani memiliki pengaruh paling responsif terhadap
produksi. Kuantitas penggunaan pupuk urea, KCl, dan NPK memiliki pengaruh
negatif terhadap produksi tebu, yang diduga karena faktor produksi tersebut
digunakan secara berlebihan. Peubah lain yang berpengaruh positif dan nyata
terhadap produksi adalah pupuk ZA, pupuk kandang, dan pupuk cair. Peubah
34
tenaga kerja keluarga juga berpengaruh positif dan nyata sehingga masih mungkin
untuk meningkatkan produksi tebu dengan peningkatan penggunaan tenaga kerja
dalam keluarga. Dari tiga belas peubah yang diduga mempengaruhi inefisiensi
teknis usaha tani tebu, terdapat sepuluh variabel yang berpengaruh nyata, yaitu
umur petani, pendidikan petani, jumlah tanggungan keluarga, jumlah persil, status
lahan, keanggotaan kelompok tani, status mata pencaharian, bibit yang dipakai,
ikatan bisnis dengan penyedia input, dan keikutsertaan pada penyuluhan.
Rosihan Asmara dan Rhomsia Nurholifah (2010) Judul penelitianya
analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani tebu
dalam keanggotaan koperasi. Tujuan yang ingin di capai penelitian ini adalah
menganalisis pendapatan petani tebu pada dua koperasi yang berbeda yaitu
Saribumi dan Koperasi Jaya Usaha dan untuk menganalisis Faktor-faktor produksi
yang mempengaruhi pendapatan petani tebu dalam keanggotaan suatu koperasi.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendapatan petani antar koperasi dalam
suatu daerah (Desa Gading) tidak jauh berbeda antara keduanya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi pendapatan petani adalah variabel bibit, variabel pupuk
ponska serta variabel produksi. Saran yang dapat diberikan adalah petani perlu
berpartisispasi aktif sebagai anggota koperasi sehingga mengetahui segala
kebutuhan usahataninya karena selama ini petani kurang aktif dalam
keanggotaannya di koperasi dan hanya menyerahkan kepada ketua kelompok
sehingga kebijakan koperasi kurang diketahui. Kedua, Petani perlu terus
meningkatkan produksi tebu dan tingkat rendemen guna meningkatkan
pendapatan karena tingginya permintaan akan gula yang mengakibatkan
meningkatnya harga gula sehingga memiliki peluang ekonomi yang
menguntungkan. Ketiga, Koperasi sebagai salah satu lembaga ekonomi yang
memiliki tujuan mensejahterakan anggotanya perlu melakukan kebijakan yang
tidak memberatkan anggotanya baik berupa penarikan iuran maupun simpanan
pokok dan wajib bagi anggota.
Martinez E. dan A. J. P. Tadeo (2004) dalam penelitiannya menemukan
bahwa indeks efisiensi rata-rata tidak lebih dari 29 persen, dan efisiensi hanya
terjadi pada pertanian yang besar, bagi pertanian dengan lahan delapan hektar atau
35
lebih menunjukkan performansi yang unggul. Salah satu cara meningkatkan laba
adalah dengan mengurangi tenaga kerja keluarga. Tingkat modal sendiri yang
digunakan oleh rumah tangga pertanian yang efisien juga lebih kecil dibandingkan
dengan penggunaan rata-rata. Dengan memaksimalisasi laba jangka pendek
menunjukkan bahwa banyak pertanian yang tidak layak ketika hanya data yang
diobservasi saja yang dianggap, namun pertanian tersebut bisa menjadi layak
dengan menghilangkan inefisensi produktif. Hanya sepuluh pertanian yang tetap
tidak layak setelah praktek inefisensi produktif dihilangkan. Akhirnya, penelitian
menemukan bahwa untuk meningkatkan daya saing pertanian maka adopsi
praktek pertanian yang baik adalah dari dalam pertanian itu sendiri.
Tinaprilla (2011) dalam penelitiannya menggunakan stochastic frontier
production function approach dengan fungsi produksi Stochastic Frontier Cobb
Douglas. Penelitiannya menemukan bahwa dari sebelas variabel, terdapat tiga
variabel yang memiliki koefisien negatif yaitu urea, KCL, dan NPK. Hal ini
diduga karena faktor produksi tersebut digunakan secara berlebihan. Adapun
variabel TSP dan obat-obatan, walaupun koefisiennya bernilai negatif namun
tidak signifikan. Variabel lahan paling responsif dibandingkan dengan variabel
lain karena memiliki koefisien yang paling besar. Implikasinya adalah jika hendak
meningkatkan produksi tebu, maka variabel lahan lah yang seharusnya menjadi
perhatian utama. Variabel lain yang memiliki koefisien positif dan nyata
berpengaruh terhadap produksi batas (frontier) petani adalah ZA (0,33), pupuk
kandang (0,042), pupuk cair lain (0,0098), yang artinya setiap penambahan input
tersebut masing-masing sebesar 1% maka akan meningkatkan produksi tebu
sebesar persentase koefisien regresinya. Variabel tenaga kerja keluarga
berpengaruh nyata dengan koefisien 0,0021 yang artinya masih mungkin untuk
meningkatkan produksi tebu dengan peningkatan HOK tenaga kerja dalam
keluarga. Variabel yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani tebu,
terdapat sepuluh variabel yang signifikan yaitu variabel umur petani, pendidikan
petani, jumlah tanggungan, jumlah persil, status lahan, keanggotaan kelompok
tani, status mata pencaharian, benih yang dipakai, ikatan bisnis dengan penyedia
input, dan variabel penyuluhan tebu. Sedangkan tiga variabel lainnya tidak
36
signifikan yaitu akses ke bank, migrasi, dan jarak tanam. Nilai indeks efisiensi
teknis. Nilai indeks efisiensi teknis dikategorikan belum efisien karena mean
efficiency yang dicapai yaitu 0,67. Hal ini dikarenakan usahatani pada kedua
kabupaten tersebut (Malang dan Lumajang) adalah usahatani tebu keprasan dan
bibit yang digunakan adalah bibit lokal. Hal ini berdampak pada rendemen di
Jawa Timur masih rendah (7,3%). Variabel pendidikan memiliki koefisien negatif
(-0,59) yang artinya semakin tinggi pendidikan, maka inefisiensi akan semakin
turun. Variabel jumlah tanggungan memiliki koefisien yang bertanda positif
(2.29) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah tanggungan, maka inefisiensi
akan semakin meningkat. Jumlah persil memiliki koefisien negatif (2,32) yang
artinya semakin banyak persil yang digarap maka akan menurunkan inefisiensi,
atau dengan kata lain semakin banyak persil maka akan semakin efisien.
Peningkatan jumlah persil selaras dengan perluasan lahan satu hamparan bukan
dengan isu fragmentasi. Jika dilihat dari variabel benih tebu, maka variabel
tersebut signifikan berpengaruh nyata dengan koefisien bertanda negatif (-4,82)
yang artinya penggunaan benih tebu berlabel akan menurunkan inefisiensi.
Variabel status lahan memiliki koefisien negatif (3,45) yang artinya status lahan
„pemilik‟ akan menurunkan inefisiensi dibandingkan status lahan non pemilik,
atau dengan kata lain kepemilikan lahan akan meningkatkan efisiensi usahatani
tebu. Variabel status usahatani tebu sebagai mata pencaharian memiliki koefisien
positif (9,20) yang menunjukkan bahwa usahatani tebu yang buka mata
pencaharian utama malah lebih efisien. Dari aspek kelembagaan variabel lembaga
keuangan formal memiliki koefisien negatif (-0,40), keanggotaan kelompok tani
memiliki koefisien positif (2,86) sehingga akan meningkatkan inefisiensi.
Variabel ikatan bisnis dengan penyedia input memiliki koefisien negatif (-2,19)
yang artinya adanya ikatan bisnis dengan penyedia input dapat menurunkan
inefisiensi. Variabel penyuluhan memiliki koefisien positif (4,46) yang
menunjukkan bahwa petani yang tidak menerima penyuluhan dapat meningkatkan
efisiensinya.
Kuswardhani, N., P. Soni, dan G.P. Shivakoti. (2013) melakukan
penelitian efisiensi dan pendapatan menggunakan Data Envelopment Analysis
37
untuk mengukur efisiensi dan B/C ratio untuk mengetahui pendapatan petani.
Hasil penelitian menunjukkan masukan energi total pada usahatani rumah kaca
tomat dan cabai lebih tinggi dari produksi di lapangan terbuka, terutama pupuk
dan tenaga kerja. Kecuali lada, semua rasio pada praktek usahatani di lapangan
terbuka hanya setengah dari usahatani di rumah kaca. Produktivitas energi pada
usahatani rumah kaca lebih tinggi dari produksi di lapangan terbuka untuk tomat
dan cabai. Energi tidak langsung adalah sumber utama energi yang digunakan
dalam usahatani rumah kaca dan usahatani sayuran di lapangan terbuka kecuali
untuk selada. Sumber energi terbarukan antara input memiliki peranan 33%
sampai dengan 58% dari total input, yang umumnya lebih kecil dari sumber daya
tak terbarukan untuk kedua rumah kaca dan terbuka produksi sayuran lapangan.
Diketahui Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) 1,43; 1,32; 1,9 dan 1,07 untuk tomat
yang diproduksi di rumah kaca, cabai dataran menengah, cabai dataran tinggi dan
selada. Tomat tampaknya sayuran yang paling menguntungkan untuk produksi
rumah kaca karena memiliki produktivitas finansial yang lebih tinggi.
Lubis (2014) melakukan penelitian menggunakan pendekatan parametrik
non parametrik Data Envelopment Analysis (DEA) untuk efisiensi teknis, alokatif
dan ekonomi serta Stochastic Frontier Analysis (SFA) untuk efisiensi teknis. Hasil
penelitian antara lain. Efisiensi teknis petani nanas telah diestimasi menggunakan
pendekatan parametrik metode SFA dengan hasil rata-rata sebesar 34 % dan
menggunakan pendekatan non parametrik metode DEA dengan rata-rata nilai
efisiensi teknis sebesar 55% (model CRS) dan 62% (model (VRS). Hal ini
menunjukkan bahwa dengan kedua pendekatan produksi nanas di Kabupaten
Subang masih inefisien secara teknis dan masih berpotensi untuk dapat
ditingkatkan efisiensi teknisnya petani tergolong pada skala increasing return to
scale (IRS) sehingga petani masih dapat meningkatkan skala usahanya. Variabel
umur dan pangsa pendapatan sektor non pertanian berpengaruh positif dan
signifikan terhadap infisiensi teknis dengan metode SFA, sedangkan dengan
metode DEA pangsa pendapatan dan pola tanam berpengaruh positif dan nyata
sedangkan pendidikan formal dan kepemilikan lahan berpengaruh negatif dan
nyata terhadap inefisiensi teknis produksi nanas di Kabupaten Subang. Inefisiensi
38
alokatif produksi nanas dipengaruhi secara signifikan dan positif oleh variabel
umur, pola tanam dan kelompok tani sedangkan variabel pengalaman dan
kepemilikan lahan berpengaruh signifikan dan negatif terhadap inefisiensi
alokatif. Variabel yang mempengaruhi secara positif dan signifikan inefisiensi
ekonomi adalah umur, sedangkan variabel pendidikan formal, kelompok tani dan
penggunaan kredit berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi ekonomi.
Podesta, R. dan D. Rachmina (2011) menggunakan fungsi produksi
stochastic frontier Cobb - Douglas dalam penelitiannya menemukan bahwa
Usahatani padi Pandan Wangi, baik yang menggunakan benih sertifikat maupun
benih non sertifikat, di Kecamatan Warung Kondang secara teknis sudah efisien,
namun belum efisien secara alokatif dan secara ekonomi. Faktor-faktor yang
diduga mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani padi Pandan Wangi ternyata
tidak berpengaruh secara nyata, kecuali faktor pendidikan non formal yang
berpengaruh positif pada usahatani padi Pandan Wangi benih non sertifikat. Hal
ini karena tingkat efisiensi teknis usahatani padi Pandan Wangi, terutama dengan
benih sertifikat, sudah sangat tinggi. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap
produksi usahatani padi Pandan Wangi benih sertifikat yaitu pupuk P. Sementara
hanya variabel tenaga kerja yang berpengaruh nyata bagi usahatani padi Pandan
Wangi benih non sertifikat.
39
Tabel . 2.1. Persamaan dan Perbedaan antara Rancangan Penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
Penelitian
No Persamaan Perbedaan
Sebelumnya
1 Umi Fadlillah Penelitian penulis dan Umi Lokasi penelitian penulis tebu lahan kering di Kab Kediri, Jawa Timur
(2016) Fadlillah. meneliti tentang efisiensi sedangkan Umi Fadlillah di lahan sawah Kab.Kudus, Jawa Tengah
usahatani tebu menggunakan fungsi
produksi Cobb Douglas
2 Diah Apriliani, Penelitian penulis dan Diah Lokasi penelitian penulis tebu lahan kering di Kab Kediri, Jawa Timur
Suwarto, RR. Aulia Apriliani Suwarto,RR Aulia Qonita sedangkan Diah Apriliani Suwarto,RR Aulia Qonita di lahan sawah
Qonita (2013) meneliti Analisis Usaha Tani Tebu Kab.Kudus, Jawa Tengah
3 Dita Yuniar Saskia Penelitian penulis dan Dita Yuniar Lokasi penelitian penulis di Kab. Kediri Jawa Timur sedangkan Dita
(2012) Saskia meneliti tentang pendapatan Yuniar Saskia di Kendal, Jawa Tengah
usaha tani tebu
4 Lubis, R.R.B. Penelitian penulis dan Lubis Komoditas penelitian penulis adalah tebu, lokasi di Kab. Kediri
(2014). meneliti tentang efisiensi usahatani menggunakan fungsi produksi Cobb - Douglas, sedangkan Lubis
menggunakan fungsi produksi Cobb meneliti nanas di Kab. Subang, menggunakan alat analisis DEA.
Douglas.
5 Kuswardhani, et al. Penelitian penulis dan Kuswardhani Komoditas penelitian penulis adalah tebu, lokasi di Kab. Kediri
(2013). et al. meneliti efisiensi usahatani menggunakan fungsi produksi Cobb - Douglas, sedangkan Kuswardhani
serta analisis pendapatan et al. meneliti tomat dan cabai di menggunakan alat analisis DEA.
menggunakan B/C ratio
6 Khoirul Aziz judul penelitian Analisis efisiensi Lokasi penelitian penulis di Kab. Kediri sedangkan Khorul Aziz
Husayairi (2012) produksi tebu rakyat fungsi produksi Husayairi di Kabupaten Lampung Utara
Cobb Douglas.
7 Tinaprilla (2011) Penelitian penulis dan Tinaprilla Lokasi penelitian penulis tebu lahan kering di Kab Kediri di sedangkan
meneliti efisiensi teknis usahatani Tinaprilla di lahan sawah
tebu menggunakan fungsi produksi
Cobb Douglas
40
2.8. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor produksi tebu yang
berpengaruh terhadap produksi tebu dan menganalisis efisiensi produksi usahatani
tebu di Kabupaten Kediri. Faktor-faktor produksi dalam penelitian ini yang diduga
berpengaruh terhadap usahatani tebu adalah : luas lahan, benih, pupuk, pestisida,
tenaga kerja, lama usahatani dan pemeliharaan tanaman tebu (penyulaman,
penyiangan, pembumbunan, pemberian air, pengelentekan, dan pembersihan anakan).
Hubungan antara produksi yang dihasilkan dengan faktor produksi dianalisis dengan
menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas. Alat analisis ini berguna untuk
melihat tingkat signifikansi input tersebut, berpengaruh nyata atau tidak terhadap
produksi serta menghasilkan koefisien regresi yang menunjukkan besaran elastisitas
dari masing-masing input yang digunakan. Elastisitas regresi juga menunjukkan
besarnya efisiensi teknis dari tiap-tiap faktor produksi, dan jika dijumlah akan
diketahui skala usahatani.
Faktor-faktor produksi usahatani akan memerlukan biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh petani, sedangkan hasil produksi akan menghasilkan penerimaan.
Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan dan biaya. Analisis
pendapatan akan menghasilkan informasi pendapatan usahatani untuk kemudian
dicari nilai R/C ratio, jika nilai R/C ratio lebih dari atau sama dengan 1 berarti
usahatani memberikan keuntungan yang layak dan efisien, jika nilai R/C ratio kurang
dari 1, berarti usahatani tidak layak dan tidak efisien. Pendapatan usahatani juga
dibandingkan dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kediri untuk mengetahui
memiliki hasil lebih tinggi atau tidak dari UMK Kediri. Secara skematis, kerangka
pemikiran penelitian digambarkan pada gambar 2.3.
41
Produktivitas Tebu
Kemitraan Petani
dengan Pabrik Gula
Rekomendasi kebijakan
42
2.9. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor produksi pengalaman, pendidikan, luas lahan, benih, pestisida,
tenaga kerja, dan pupuk, secara parsial dan secara bersama-sama berpengaruh
terhadap hasil produksi tebu di Kabupaten Kediri.
2. Tingkat efisiensi usahatani tebu di Kab. Kediri belum efisien.
3. Terdapat perbedaan hasil produksi tebu pada pola tanam mekanisasi dan semi
mekanisasi serta terdapat perbedaan produksi tebu pada pola tanam non keprasan
(Plant Cane) dan Keprasan (ratoon).
43
BAB III
METODE PENELITIAN
44
3.3. Metode Pengambilan Sampel
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survey,
menggunakan kuisioner. Metode pengolahan data yang digunakan dalam
penelitian adalah metode statistika deskriptif yaitu metode yang berkaitan dengan
pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi
berguna, dan statistika inferensia adalah metode penarikan simpulan statistik
berdasarkan sampel yang ditarik dari sebuah populasi.
Sampel dalam penelitian ada dua macam, yaitu petani yang tergabung
dalam pola mekanisasi atau tebu rakyat khusus (TRK) dengan fasilitas kredit dari
PG Ngadiredjo dan petani tebu rakyat bebas (TRB) pola semi mekanisasi,
adapun status tanam terdiri dari tebu non keprasan (Plant cane) dan keprasan
(Ratoon) yang dipilih secara sengaja (purposive sampling). Petani responden
baik peserta mekanisasi maupun semi mekanisasi dipilih dari salah satu
kelompok tani (KPTR) yang masing-masing berada di Kecamatan Ngadiluwih
dan Kecamatan Kandat yang merupakan sentra produksi tebu di Kabupaten
Kediri yang telah menerapkan sistem mekanisasi dan semi mekanisasi mitra PG.
Ngadiredjo. Tahap kedua, dengan terpilihnya kecamatan sampel maka ditetapkan
juga dengan cara purposive, yaitu yang memiliki petani tebu yang telah
menerapkan sistem mekanisasi dan semi mekanisasi mitra PG. Ngadiredjo.
Adapun perincian Kecamatan, luas tanam dan produksi tebu dapat dilihat pada
tabel 3.1.
45
Tabel .3.1 : Luas Tanam Perkebunan Tebu Rakyat Menurut
Kecamatan di Kabupaten Kediri Tahun 2012-2016 (ha)
46
Tabel .3.2. Produksi Perkebunan Tebu Menurut Kecamatan
di Kabupaten Kediri Tahun 2013-2017 (Ton)
No Kecamatan 2013 2014 2015 2016 2017
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Mojo 4,257.00 7,510.00 8,082.00 8,082.00 116.64
2 Semen 1,138.00 1,690.00 1,809.00 1,809.00 18.72
3 Ngadiluwih 20,136.00 19,290.00 23,664.00 23,664.00 191.92
4 Kras 19,108.00 17,590.00 21,096.00 24,240.00 284.27
5 Ringinrejo 9,787.00 8,980.00 22,368.00 17,604.00 122.23
6 Kandat 27,456.00 25,380.00 34,752.00 30,456.00 297.10
7 Wates 36,700.00 32,250.00 39,105.00 36,047.00 360.47
8 Ngancar 9,780.00 9,800.00 9,660.00 8,590.00 85.66
9 Plosoklaten 9,673.00 9,670.00 6,672.00 6,672.00 182.03
10 Gurah 11,548.00 11,290.00 14,352.00 14,712.00 133.50
11 Puncu 8,520.00 8,720.00 9,900.00 9,900.00 64.99
12 Kepung 6,480.00 6,580.00 6,800.00 4,165.00 38.64
13 Kandangan 3,861.00 4,290.00 3,715.00 3,655.00 34.42
14 Pare 10,150.00 12,150.00 13,343.00 4,653.00 56.97
15 Badas 2,200.00 3,500.00 792.00 935.00 10.37
16 Kunjang 2,800.00 3,200.00 3,160.00 2,510.00 23.18
17 Plemahan 2,560.00 4,500.00 3,600.00 3,600.00 21.63
18 Purwosari 3,600.00 3,460.00 6,710.00 4,520.00 45.41
19 Papar 114.00 3,900.00 4,675.00 4,675.00 45.53
20 Pagu 4,290.00 1,520.00 4,290.00 4,290.00 40.46
21 Kayenkidul 2,736.00 2,280.00 4,048.00 1,716.00 56.09
22 Gampongrejo 1,520.00 1,430.00 2,178.00 1,430.00 5.01
23 Ngasem 3,707.00 1,750.00 4,236.00 4,236.00 43.42
24 Bayakan 1,938.00 3,040.00 2,772.00 2,781.00 32.31
25 Grogol 1,001.00 2,200.00 8,685.00 873.00 12.00
26 Tarokan 1,225.00 3,370.00 1,394.00 1,394.00 15.28
Kabupaten Kediri 209,285.00 209,340.00 261,858.00 227,209.00 2,326.25
Sumber : Dinas Pertanian Kab. Kediri, 2018
47
Menurut Murwani (2014) salah satu cara menentukan jumlah sampel
adalah menggunakan Rumus Slovin, sebagai berikut :
S= …………………………………………………… (16)
Dimana :
S = ukuran sampel
N = ukuran populasi
d = taraf signifikansi (10%, α = 0,1)
Dari rumus tersebut maka jumlah sampel berdasarkan jumlah petani di Kecamatan
Ngadiluwih dan Kecamatan Kandat yang telah menerapkan pola mekanisasi dan
semi mekanisasi jumlah petani tebu 518 petani diambil 10 persen untuk
dijadikan contoh sebanyak 60 petani.
Tanaman tebu di Indonesia, mencapai masak optimal pada umur 8 sampai
dengan 12 bulan. Tingkat keuntungan yang didapat usahatani tebu pada ratoon
ketiga sudah berkurang hingga mencapai separuh dari tanaman pertama
(Indrawanto et al., 2010). Oleh karena itu, responden dalam penelitian ini adalah
petani yang telah melaksanakan panen pada awal Tahun 2015 sampai dengan
akhir Tahun 2017, agar data yang diperoleh merupakan data yang mutakhir dan
relevan. Status tanam yang diteliti meliputi tanaman yang ditanam pertama kali
(Plant cane) dan tanaman Keprasan (Ratoon).
48
2. Studi Lapangan
Studi yang dilakukan secara tidak formal terhadap daerah tertentu atau
masalah tertentu (Soekartawi 1995:26). Studi lapangan dilakukan sebelum
melakukan survey usahatani.
3. Survey Usahatani
Survey yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan
menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Menurut
Soekartawi. (1995:26) ada tiga cara untuk mengumpulkan data survey yaitu:
a. Pengamatan langsung.
Adalah cara pengumpulan data yang dilakukan sendiri, seperti alokasi
waktu kerja petani, tingkat pendidikan, dan sebagainya.
b. Wawancara dengan responden.
Cara mengumpulkan data usahatani yang umumnya dirancang dan
dilakukan terhadap seorang responden pada waktu tertentu. Wawancara
menggunakan alat kuisioner digunakan oleh peneliti agar data yang
terkumpul terarah dan sesuai tujuan penelitian, sedangkan wawancara
tanpa kuisioner juga dilakukan terhadap pihak-pihak yang terkait seperti
Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Kediri, Dinas Perkebunan
Provinsi Jawa Timur, dan Direktorat Jenderal Perkebunan.
c. Catatan usahatani yang dibuat sendiri oleh responden.
Cara mengumpulkan data dengan memanfaatkan catatan yang ada pada
responden, yang berhubungan dengan penelitian.
49
Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis menggunakan perangkat lunak
komputer yaitu Microsoft Excel dan R Software, yang kemudian disajikan dan
dijabarkan untuk kemudian ditarik kesimpulannya sehingga bisa diperoleh
rekomendasi-rekomendasi dari hasil penelitian.
50
Soekartawi et al. (1984:85) menyatakan untuk menyelesaikan
persamaan yang memiliki lebih dari tiga variabel, power function seperti
Cobb – Douglas dianjurkan digunakan untuk menyelesaikan persamaan.
Penelitian ini menggunakan enam varibel bebas dan satu variabel terikat,
sehingga sesuai penyataan Soekartawi maka digunakan fungsi produksi
Cobb – Douglas. Fungsi produksi Cobb – Douglas tersebut kemudian
ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural.
Secara matematis model fungsi persamaan dirumuskan sebagai
berikut :
ln Y = ln a0 + a1 ln X1 + a2 ln X2 + a3 ln X3 + a4 ln X4 + a5 ln X5
+ a6 ln X6 + u ..................................................... (17)
Dengan dimisalkan ln a0 = a0, maka persamaan yang digunakan
dalam penelitian ini menjadi :
ln Y = a0 + a1 ln X1 + a2 ln X2 + a3 ln X3 + a4 ln X4 + a5 ln X5
+ a6 ln X6 + a7 ln X7 + a8 ln X8 + u ............................ (18)
Keterangan :
Y = produksi tebu (Kg)
X1 = Pengalaman (tahun
X2 = Pendidikan (1=SD,2=SMP,3=SMA, 4=perguruan tinggi)
X3 = luas lahan (ha)
X4 = jumlah benih (kw/ha), pada status tanam tanaman 1
X5 = jumlah tenaga kerja (HOK)
X6 = jumlah pemakaian herbisida (l)
X7 = jumlah pemakaian pupuk ZA (kg)
X8 = jumlah pemakaian pupuk phonska (kg)
u = Unsur sisa (galat)
a1, a2, a8 = Nilai dugaan besaran parameter
Unsur error (u) di dalam model mewakili :
- Variabel yang tidak dimasukkan ke dalam model.
51
- Variabel nonlinearitas hubungan antara variabel terikat dan
variabel bebas.
- Adanya salah ukur saat observasi dan kejadian yang sifatnya acak.
2). Pengujian Model
Pengujian yang dilakukan adalah pengujian normalitas data,
pengujian asumsi klasik, dan pengujian statistik.
a. Pengujian Normalitas Data.
Riadi (2015) dalam Fadlilah,U (2016:40 ) menyatakan uji ini
digunakan untuk menentukan apakah suatu set data sudah sesuai
dimodelkan oleh distribusi normal atau tidak. Pengujian ini
menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov, dengan kriteria :
• Jika nilai Kolmogorov-Smirnov < 0,05 maka data tidak
terdistribusi dengan normal.
• Jika nilai Kolmogorov –Smirnov > 0,05 maka data terdistribusi
dengan normal.
b. Uji Asumsi Klasik
Uji Asumsi Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah terjadinya hubungan liniear antara
variabel bebas dalam suatu model regresi berganda (Ferdinand,
2014). Salah satu cara pengujian yang umum digunakan adalah
pengujian Variance Inflation Factor dengan langkah sebagai
berikut :
Hitung nilai tolerance (TOL) dengan rumus (1-r2)
Hitung nilai VIF dengan rumus 1/TOL
Jika VIF < 10, maka tidak terjadi multikolinearitas.
Uji Asumsi Heteroskedastistas
Heteroskedastisitas adalah variabel dari error model regresi
tidak konstan atau variasi antar error yang satu dengan error yang
lain berbeda (Riadi, 2015). Uji ini bertujuan untuk menganalisis
apakah variansi error bersifat tetap/konstan (homoskedastis) atau
berubah-ubah (heteroskedastis). Bisa dilihat dari pola sebaran
52
error, jika berbentuk pola tertentu maka terjadi
heteroskedastisitas, jika tidak terjadi pola (acak) maka tidak terjadi
heteroskedastisitas (Rosadi, 2011).
Uji Asumsi Autokorelasi
Autokorelasi terjadi jika antara satu variabel error dengan
variabel error yang lain (Riadi, 2015). Untuk mendeteksi adanya
autokorelasi dalam model digunakan metode Durbin-Watson.
Bila nilai DW > DU, maka tidak ada autokrelasi positif.
Bila nilai DW < DL, ada autokorelasi positif.
Jika DW terletak antara DU dan DL maka tidak dapat
disimpulkan.
c. Uji R2
R2 menunjukkan persentase keragaman data yang dapat
dijelaskan oleh model. Angka ini menggambarkan keeratan data
dengan model yang dipasang (Saefudin et al., 2009).
3). Analisis Efisiensi Ekonomi Tebu di Kabupaten Kediri.
Analisis efisiensi teknis dilakukan dengan menjumlahkan
koefisien regresi dari masing-masing variabel sehingga didapat nilai RTS
dari usahatani tebu. Analisis efisiensi ekonomi dilakukan dengan mencari
rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Marjinal Faktor ke – i
(NPM/BKM).
4). Analisis Pendapatan Usahatani Tebu di Kabupaten Kediri.
Analisis diawali dengan mencari besar biaya usahatani yang
dikeluarkan oleh petani. Biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam
penelitian ini dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu biaya tetap dan
biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani
tanpa dipengaruhi atau mempengaruhi produksi usahatani tebu. Biaya
variabel adalah biaya yang dikeluarkan petani untuk membiayai usahatani
yang jumlahnya berubah seiring bertambahnya jumlah produksi.
Analisis selanjutnya mencari penerimaan usahatani dengan
mengalikan antara produksi yang dihasilkan dengan harga jual. Setelah
53
itu menghitung pendapatan usahatani dimana pendapatan usahatani
adalah penerimaan total dikurang biaya total.
Analisis R/C rasio merupakan alat analisis dalam usahatani yang
berfungsi untuk mengetahui kelayakan dari kegiatan usahatani yang
dilaksanakan dengan membandingkan nilai output terhadap niloai
inputnya atau dengan kata lain membandingkan penerimaan usahatani
dengan pengeluaran usahataninya. Jika rasio R/C bernilai lebih dari satu
(R/C > 1), maka usahatani layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika R/C
bernilai kurang dari satu (R/C <1), maka usahatani tersebut tidak layak
untuk dilaksanakan. Untuk melihat pengaruh skala usahtani terhadap R/C,
pada penelitian ini analisis pendapatan usahatani tebu dibedakan menurut
skala usaha. Adapun rumus R/C rasio adalah sebagai berikut :
Rasio R/C atas biaya tunai = Total Penerimaan (Rp)
Total biaya tunai(Rp)
54
Hipotesis :
H0 : variabel bebas tidak berpengaruh signifikan secara bersama-sama
terhadap variabel terikat.
H1 : variabel bebas berpengaruh signifikan secara bersama-sama terhadap
variabel terikat.
Dengan tingkat signifikansi 5% (α = 0,05)
Maka :
Jika Fhitung > Ftabel, atau jika (Sig.) < 0,05 Tolak H0, Terima H1
Jika Fhitung < Ftabel, atau jika (Sig.) > 0,05 Terima H0, Tolak H1
b. Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel
bebas secara masing-masing berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikat.
............................... ( 20 )
Hipotesis :
H0 : variabel bebas tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap
variabel terikat.
55
increasing, constan, atau decreasing return to scale, nilai RTS didapat
dengan menjumlahkan semua nilai koefisien regresi dari variabel input yang
digunakan.
Hipotesis RTS :
- Decreasing return to scale, apabila (a1 + a2 + a3 + .... + an) < 1, artinya
bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi
penambahan produksi.
- Constant return to scale, apabila (a1 + a2 + a3 + .... + an) = 1, artinya
bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan sama dengan
proporsi penambahan produksi.
- Increasing return to scale, apabila (a1 + a2 + a3 + .... + an) >1, artinya
bahwa proporsi penambahan produksi melebihi proporsi penambahan
faktor produksi.
Efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani
tebu digunakan untuk mengetahui tingkat optimalisasi pemakaian faktor
produksi dengan mengetahui rasio NPM/BKM.
Hipotesis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi:
artinya pada harga yang berlaku saat penelitian, secara
ekonomis penggunaan faktor produksi optimum atau efisien.
56
H0 : usahatani tidak menguntungkan
H1 : usahatani menguntungkan Maka :
Jika R/C ratio > 1 Tolak H0, Terima H1
Jika R/C ratio < 1 Tolak H1, Terima H0
4. Analisis Perbedaan hasil produksi antar pola tanam
Membandingkan hasil produksi pola tanam non-keprasan dan
keprasan serta membandingkan hasil produksi pola kemitraan mekanisasi
dan semimekanisasi petani tebu di Kediri.
Two sample t-Test merupakan suatu teknik analisis untuk
membandingkan satu variabel bebas. Teknik ini digunakan untuk menguji
apakah sampel satu berbeda secara signifikan terhadap sampel lain.
Hipotesis (non-keprasan vs keprasan):
H0 : µ1 = µ2 (Tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil produksi dari
pola tanam non-keprasan dan keprasan)
H1 : µ1≠ µ2 (Terdapat perbedaan yang signifikan hasil produksi dari pola
tanam non-keprasan dan keprasan)
Hipotesis (mekanisasi vs semi mekanisasi):
H0 : µ1 = µ2 (Tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil produksi dari
teknik tanam mekanisasi dan semi mekanisasi)
H1 : µ1≠ µ2 (Terdapat perbedaan yang signifikan hasil produksi dari teknik
tanam mekanisasi dan semi mekanisasi)
Kaidah pengambilan keputusan :
(Sig.) < 0,05 atau 0.1 Tolak H0, Terima H1 (Tidak terdapat perbedaan
yang signifikan antara kedua sampel)
(Sig.) > 0,05 atau 0.1 Terima H0, Tolak H1 (Terdapat perbedaan yang
sangat signifikan (>0.05) atau signifikan (0.1) antara kedua sampel
57
3.6. Definisi dan Batasan Operasional
Definisi operasional adalah aspek-aspek penelitian yang memberikan
informasi bagaimana mengukur variabel dan memperjelas hubungan antara
variabel-variabel yang dipilih dalam penelitian ini:
1. Produksi tebu (Y) adalah jumlah tebu yang dihasilkan selama satu musim
tanam dalam satuan kuintal (ku)
2. Pengalaman tani (X1) adalah lamanya waktu petani semenjak pertama kali
menanam tebu hingga saat penelitian ini dilakukan yang dinyatakan dalam
tahun (thn).
3. Pendidikan formal (X2) adalah pendidikan yang ditempuh oleh seorang petani
mulai dari SD hingga pendidikan terakhir .
4. Luas lahan (X3) adalah luas tanah yang digarap untuk digunakan dalam
usahatani tebu dalam satuan hektar (ha).
5. Benih (X4) adalah bagian dari tanaman tebu yang digunakan untuk
memperbanyak tanaman tebu, berapa jumlah benih yang digunakan per hektar
(kwintal/ha).
6. Tenaga kerja (X5) adalah curahan tenaga sumber daya manusia dalam
usahatani tebu baik tenaga kerja kerja luar maupun dalam rumah tangga
dalam satuan hari orang kerja (HOK).
7. Herbisida (X6) adalah jenis pestisida yang digunakan untuk mengendalikan
gulma pada tanaman tebu dalam satu musim tanam diukur dalam satuan liter
8. Pupuk ZA (X7) adalah jumlah pupuk ZA yang digunakan dalam usahatani
tebu, dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).
9. Pupuk NPK phonska (X8) adalah jumlah pupuk phonska yang digunakan
dalam usahatani tebu, dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).
10. P3GI adalah Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia di Pasuruan, Jawa
Timur.
11. Mekanisasi adalah sebuah proses penggantian mesin serta sarana teknik yang
ditujukan untuk menjadi alata pengganti bagi tenaga manusia maupun hewan.
12. Kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah dan
atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha
58
menengah dan atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
13. Lahan kering adalah lahan yang mengandalkan air hujan untuk memenuhi
kebutuhan tanaman.
14. Budidaya tebu adalah upaya menciptakan kondisi fisik lingkungan tanaman,
berdasarkan ketersediaan sumberdaya lahat, alat dan tenaga yang memadai
agar sesuai dengan kebutuhan pada fase pertumbuhannya, sehingga
menghasilkan produktivitas tebu optimal mendekati potensi genetiknya.
15. Juringan/kairan adalah lubang tempat tanam benih tebu yang berbentuk
barisan.
16. Budset adalah benih tebu dalam bentuk stek satu mata lebih pendek dari bagal
dengan posisi mata terletak di tengah-tengah dari panjang stek
17. Bagal adalah potongan batang tebu yang siap digunakan untuk nahan tanam,
terdiri dari ruas-ruas dengan 2 (dua) mata tumbuh atau lebih
18. Sogolan adalah pertumbuhan tanaman disela batang tanaman yang tidak
normal pertumbuhannya.
19. Got adalah saluran air untuk irigasi.
20. Plant Cane (PC) atau tanaman tebu pertama adalah tanaman yang berasal dari
benih.
21. Ratoon atau keprasan adalah bagian tanaman tebu yang telah ditebas saat
dilakukan pemanenan untuk menjadi bakal tanaman baru.
22. Penyulaman adalah penggantian tanaman mati saat masih berusia 3 sampai 4
minggu setelah kepras satuan dalam kali.
23. Pembumbunan adalah kegiatan penguatan batang dan tanaman satuan dalam
kali.
24. Pengairan adalah kegiatan pemeliharaan dan perbaikan sistem jejaring saluran
air dalam kebun satuan dalam kali.
25. Pengelentekan adalah kegiatan menghilangkan daun-daun kering pada
tanaman tebu yang sudah beruas minimal 6 sampai dengan 8 ruas satuan
dalam kali.
59
26. Biaya usahatani adalah biaya tunai dan non tunai yang dikeluarkan oleh
petani untuk membiayai kegiatan usahatani yang meliputi pembelian benih,
pupuk, pestisida, tenaga kerja di luar rumah tangga, sewa tanah, pajak tanah,
penyusutan alat-alat pertanian, dan kredit bank dengan satuan rupiah (Rp).
27. Penerimaan usahatani adalah produksi yang dihasilkan dikali harga jual
dengan satuan rupiah (Rp).
28. Keuntungan atau pendapatan usahatani adalah penerimaan dikurangi biaya
yang telah dikeluarkan dengan satuan rupiah (Rp).
29. Elastisitas produksi adalah persentase perubahan output sebagai akibat adanya
perubahan input.
30. Nilai Produk Marjinal adalah perkalian antara elastisitas produksi, produksi
rata-rata, dan harga produksi rata-rata dibagi dengan jumlah faktor produksi
rata-rata.
31. Efisiensi ekonomi adalah kondisi dimana petani tebu mengalami keberhasilan
dengan mencapai pendapatan optimum jangka pendek, yaitu efisiensi yang
dicapai.
32. Upah Minimum Kabupaten (UMK) adalah upah minimum yang berlaku di
wilayah kabupaten/kota.
60
BAB IV
GAMBARAN UMUM DAN KERAGAAN USAHATANI
TEBU DI DAERAH PENELITIAN
61
2. Aluvial kelabu coklat seluas 28,178 ha atau 20,33 %, merupakan jenis tanah
yang dijumpai di Kecamatan Ngadiluwih, Kras, Semen, Mojo, Grogol,
Banyakan, Papar, Tarokan dan Kandangan
3. Andosol coklat kuning, regosol coklat kuning, litosol seluas 4.408 ha atau
3,18 %, dijumpai di daerah ketinggian di atas 1.000 mdpl seperti Kecamatan
Kandangan, Grogol, Semen dan Mojo.
4. Mediteran coklat merah, grumosol kelabu seluas 13.556 Ha atau 9,78 %,
terdapat di Kecamatan Mojo, Semen, Grogol, Banyakan, Tarokan, Plemahan,
Pare dan Kunjang.
5. Litosol coklat kemerahan seluas 15.066 ha atau 10.87%, terdapat di
Kecamatan Semen, Mojo, Grogol, Banyakan, Tarokan dan Kandangan.
4.1.2. Iklim
Kondisi iklim wilayah Kabupaten Kediri pada dasarnya tidak jauh berbeda
dengan daerah-daerah lain di Indonesia yaitu secara umum beriklim tropis dengan
dua musim. Kondisi iklim rata-rata Kabupaten Kediri yaitu:
a. Suhu maksimum rata-rata 30,70C pada musim kemarau dan suhu minimum
rata-rata 23,90C, sedangkan pada musim penghujan atau suhu rata-rata
setahunnya sebesar 27,20C.
b. Kelembaban udara rata-rata 85,5% per tahun, sementara kelembaban nisbi
antara 74,86%.
c. Musim kemarau berlangsung selama 6-7 bulan yaitu sekitar bulan Mei-
Nopember, sementara musim penghujan berlangsung selama 4-5 bulan yaitu
bulan Desember-April setiap tahunnya.
d. Curah hujan sebesar rata-rata 1.500-2.000 mm dengan jumlah hari hujan rata-
rata 148 hari.
62
Tabel 4.1. Rata-rata Curah Hujan di Kabupaten Kediri Tahun 2013-2017
No Bulan Rata-rata Curah Hujan (mm)
2013 2014 2015 2016 2017
1 Januari 440 269 226 289 348
2 Februari 344 235 292 401 306
3 Maret 241 143 357 271 310
4 April 258 150 264 145 268
5 Mei 179 142 73 199 81
6 Juni 230 63 - 148 47
7 Juli 83 12 - 68 22
8 Agustus - 2 - 68 -
9 September - - - 119 15
10 Oktober 33 3 1 192 53
11 Nopember 261 156 81 341 268
12 Desember 335 246 250 260 286
Jumlah 2404 1421 1544 2501 2114
Sumber : Dinas Pertanian Kab. Kediri, 2018
63
sebesar 826,8 ribu orang, naik 66,1 ribu orang (8,69 persen) dibandingkan dengan
keadaan Agustus 2015 (760,7 ribu orang).
Tabel 4.2. Angkatan Kerja di Kabupaten Kediri yang Bekerja Menurut Status
Pekerjaan Utama, 2014-2017
No Status Pekerjaan Utama 2014 2015 2016 2017
1 Berusaha sendiri 168.730 14.923 -* 128.413
2 Berusaha tidak tetap/ 120.547 136.626 -* 127.532
buruh tidak dibayar
3 Berusaha dibantu buruh 37.941 32.960 -* 48.490
tetap/bueuh dibayar
4 Buruh/Karyawan/Pegawai 213.844 214.618 -* 280.955
Pabrik Gula Ngadiredjo berdiri pada tahun 1912 oleh Perusahaan Swasta
Belanda NV HVA (Nederland Verniging Handels Verniging Amsterdam). Pada
tahun 1942-1945 pabrik diambil alih oleh pemerintahan Jepang yang saat itu
berkedudukan di Indonesia lalu diambil kembali oleh pemerintah Belanda sampai
tahun 1957. Pemerintah Indonesia mengambil inisiatif untuk melakukan
pengambilalihan kekuasaan seluruh perusahaan milik Belanda. Tahun 1957 NV
HVA resmi menjadi milik Indonesia.
64
Perkebunan XXI-XXII, Pabrik Gula Ngadiredjo berada didalamnya.
Restrukturisasi BUMN melalui Keputusan Menteri Kehakimam No 52 8338 HT
01.01 tanggal 11 Maret 1996, PT Perkebunan XXI-XXII (Persero) digabung
dengan PT Perkebunan XXVII, Pabrik Karung Pecangakan, Perkebunan
Tembakau Klaten menjadi PT Perkebunan Nusantara X (Persero) yang memiliki
beberapa unit usaha. Unit usaha yang dinaungi PTPN X sejak tahun 1996 salah
satunya Pabrik Gula Ngadiredjo diantara 11 Pabrik Gula lainnya.
65
Ngadiredjo. Sedangkan untuk luasan Tebu Sendiri (TS) relatif sama tiap
tahunnya.
Tabel 4.3 Luas Areal Tebu Giling PG Ngadiredjo tahun 2010-2017 (Ha)
Tahun Luas TS Luas TR Luas
2010 840,71 11.504,37 Areal
12.345,
2011 666,15 10.535,21 (Ha)08
11.201,
2012 571,96 11.247,34 36
11.819,
2013 755,71 12.109,64 30
12.865,
2014 6,00 10.403,70 35
10.409,
2015 28,50 10.403,70
10.813,70 70
10.842,
2016 23,80 12.224,60 20
12.248,
2017 1,50 9.969,60 40
9.971,1
Sumber : Bagian Tanaman PG Ngadiredjo, 2018 0
Keterangan TS : Tebu Sendiri
TR : Tebu Rakyat
66
Tabel 4.4. Sebaran Petani Sampel Menurut Umur, Pendidikan
dan Pengalaman Musim Tanam 2017 - 2018
No Karakteristik Responden Mekanisasi Semi Mekanisasi
Jumlah Persen Jumlah Persen
1 Berdasarkan Umur
(tahun)
a. <30 tahun 0 0.00 0 0.00
b. 30-40 tahun 3 16.67 6 14.63
c. 41-50 tahun 3 16.67 19 46.34
d. 51-60 tahun 5 27.78 13 31.71
e. > 60 tahun 7 38.88 3 7.32
2 Berdasarkan pendidikan
a. Tidak sekolah 0 0,00 0 0.00
b. SD 1 5.56 3 7.32
c. SLTP 0 0.00 3 7.32
d. SLTA 8 44.44 20 48.78
e. Perguruan Tinggi 9 50.00 15 36.58
3 Berdasarkan
Pengalaman
a. < 10 tahun 3 16.67 4 9.76
b. 10-20 tahun 5 27.77 21 51.22
c. 21-30 tahun 3 16.67 10 24.39
d. > 30tahun 7 38.89 6 14.63
4 Luas lahan
a. 1-5 ha 4 22.22 16 39.02
b. 6-10 ha 8 44.45 18 43.90
c. 11-15 ha 2 11.11 3 7.32
d. >15 4 22.22 4 9.76
5 Status Kepemilikan
lahan Rata-rata (ha)
a. Milik sendiri 6,2 3,5
b. Sewa 3,8 3,7
Sumber: Data primer (diolah), 2018
Pada tabel 4.4. dapat dilihat bahwa berdasarkan umur, petani yang
tergabung baik dalam pola tanam mekanisasi atau semi mekanisasi berada pada
usia produktif usia kurang 30 sampai dengan 60 tahun. Berdasarkan pendidikan
baik petani contoh yang tergabung dalam pola mekanisasi atau semi mekanisasi
sebagian masih tergolong berpendidikan SD, SMP, SMU dan Perguruan Tinggi.
Tingkat Pendidikan tentu saja akan mempengaruhi teknik usahatani khususnya
terkait dengan pengunaan teknologi mekanisasi pertanian. Sedangkan jika ditinjau
dari pengalaman baik petani peserta mekanisasi maupun semi mekanisasi
sebagian besar sudah perpengalaman lebih dari 10 tahun.
67
Berdasarkan umur, petani peserta mekanisasi rata-rata diatas 50 tahun
dengan pengalaman usahatani tebu lima puluh persen lebih diatas 20 tahun
dengan tingkat pendidikan SLTA (44,45%) dan Perguruan tinggi mencapai 50%.
Tingkat pendidikan dan pengalaman dalam usahatani tebu mempengaruhi pola
penerimaan dalam paket teknologi pertanian.
68
pembersihan kebun, pengeprasan, penyulaman, pemupukan, pengairan,
penyemprotan gulma dan tebang angkut.
Sebagian besar petani responden yang berada didaerah penelitian
merupakan petani tebu dengan menggunakan pola keprasan. Dari 60 petani
contoh, 12 petani melakukan pola non –keprasan dan 48 petani menggunakan
pola keprasan. Pada musim tanam 2017/2018 petani contoh sebanyak 12 petani
melakukan pola tanam non keprasan dan 48 petani menggunakan pola
keprasan. Jumlah petani contoh peserta mekanisasi sebanyak 18 petani (tebu
rakyat khusus) dan 42 petani semi mekanisasi (tebu rakyat bebas). Keragaan
usahatani tebu didaerah penelitian didominasi oleh tanaman keprasan ini
mengingat pola keprasan membutuhkan biaya yang lebih kecil dibandingkan
dengan pola non-keprasan karena pola keprasan tidak membutuhkan biaya
pengolahan tanah, pembelian benih dan biaya tanam.
69
Selanjutnya dibuat got-got seperti yang dilakukan pada proses di atas
dengan memutus juringan menjadi juringan pendek (5 –12,5 m).
Setelah pembuatan got selesai, juringan diairi (leb) selanjutnya dilakukan
penanaman.
Pengolahan lahan untuk bongkar ratoon dilakukan dengan cara:
Mendongkel tunggul akar menggunakan mesin,
Membersihkan lahan dari tunggul, dan
Mengumpulkan di tepi lahan agar tidak terjadi pertumbuhan tunas pada
sisa tunggul.
Pengolahan lahan selanjutnya dilakukan sesuai system Reynoso di atas.
2). Sistem Mekanisasi
Pengolahan tanah pada lahan kering atau lahan sawah yang dikeringkan
dengan membongkar seluruh permukaan tanah dengan kedalaman > 30 cm
menggunakan alat-alat pengolah tanah
Pengolahan tanah dengan cara mekanisasi dilakukan pada lahan kering
atau lahan sawah yang dikeringkan terlebih dahulu dengan membuat main
drain menggunakan excavator yang dilengkapi dengan attachment back
hoe.
Pengolahan tanah dilakukan dengan membongkar seluruh permukaan
tanah menggunakan alat-alat implement seperti: bajak (disc plow), (bajak
singkal (moldboard plow), garu (disc harrow), chisel, subsoiler, dan
furrower.
Kegiatan pengolahan tanah secara mekanis harus dilakukan pada tanah
dalam kondisi kapasitas lapang.
Pada dasarnya pekerjaan pengolahan tanah meliputi pembajakan,
penggaruan dan pembuatan kairan.
a. Pembajakan
Tujuan pembajakan adalah membongkar, membalik serta membenam seresah
dan biji-biji gulma kedalam tanah. Pembajakan mencapai kedalaman 25-35
cm. Implement yang digunakan Mould Board Plough, Disc Harrower, dan
Disc Plough.
70
b. Penggaruan Tanah
Penggemburan/Penggaruan tanah, mencacah bongkahan besar hasil
pembajakan menjadi lebih halus dan rata.
Penggaruan pada tanah ringan cukup satu kali, pada tanah berat dilakukan
2 kali.
Implement yang digunakan Disc Harrow tipe off-set atau kombinasi Disc
Plow dan Disc Harrow.
c. Perataan Tanah (Levelling)
Perataan tanah jika perlu, dengan tujuan agar permukaan tanah teratur,
menghilangkan genangan air (water log) yang bisa berpengaruh terhadap
operasional traktor, berkemiringan teratur, dapat dianggap sebagai awal
pekerjaan drainase/irigasi.
d. Pembuatan Kairan (juring)
Jarak kairan disesuaikan dengan alat pemeliharaan tanaman dan panenan
yaitu minimal 135 cm.
Pada lahan datar (kemiringan kurang dari 3%), arah kairan berdasarkan
panjang kebun.
Bila lahan dengan kemiringan lebih dari 3% (berombak), arah kairan harus
searah garis kontur atau tegak lurus dengan arah kemiringan.
Implement yang digunakan adalah Furrower.
2. Penanaman
Bahan tanam yang baik adalah bahan tanam yang berasal dari varietas
tebu yang unggul, murni, dan sehat. Sifat-sifat varietas tebu unggul, yaitu:
Memiliki potensi produksi gula yang tinggi (dilihat dari bobot tebu dan
rendemen yang tinggi);
Produktivitas yang stabil, ketahanan yang tinggi saat keprasan dan
kekeringan;
Tahan terhadap hama dan penyakit;
Kesesuaian varietas berdasarkan kategori kemasakan dan tipologi lahan;
71
Kebutuhan benih per hektar sebagai berikut:
1) Kebutuhan benih bagal mata 2-3 sebanyak minimal 60.000 mata/ha
2) Benih tumbuh menyesuaikan Pusat Ke Pusat (PKP) dan jarak tanam
dalam juring (baris).
Penanaman dapat dilakukan dengan dua sistem:
a). Sistem Manual
Penanaman Lahan Berpengairan
Sebelum benih bagal ditanam, juringan diberi pupuk organik dan
pupuk dasar kemudian ditutup dengan tanah remah yang sekaligus
sebagai kasuran.
Benih bagal ditanam mendatar, mata tunas menghadap ke samping ke
arah yang sama dan ditutup dengan tanah guludan yang sudah
digemburkan setebal diameter bagal dan diairi.
Sebelum benih tumbuh ditanam, pupuk dasar diberikan pada dasar
lubang tanam dan ditutup dengan tanah remah.
Benih tumbuh ditanam dalam lubang yang telah disiapkan dengan
jarak tanam benih tumbuh dalam juringan 40 – 60 cm. Setelah itu
ditutup dengan tanah hingga menutup tanah asal dan diairi.
Penanaman tebu secara manual dapat dilihat pada Lampiran 9 .
b). Sistem Mekanis
Kegiatan penanaman secara mekanisasi dapat dilaksanakan pada lahan
berpengairan maupun lahan tidak berpengairan. Dalam proses ini
kegiatan kair, pupuk I dan tanam dilaksanakan secara bersamaan.
Implement yang digunakan yaitu cane planter (single furrow atau
double furrow), seperti terlihat pada lampiran 9.
3. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan tanaman tebu baik pola mekanisasi maupun semi
mekanisasi terdiri dari :
72
1). Pemupukan
Dosis dan jenis pupuk berdasarkan analisis tanah dan/atau daun. Analisis
tanah dilakukan secara periodik sekitar 5 tahunan. Apabila belum dilakukan
analisis tanah dan/atau daun menggunakan dosis umum atau yang
direkomendasikan oleh pabrik gula. Pemupukan yang baik dilakukan dengan
5 tepat, yaitu tepat jenis, dosis/jumlah, waktu, tempat dan mutu. Pupuk
dasar/pertama diberikan sebelum tanam terdiri dari pupuk P diberikan 100%
dan pupuk N diberikan 1/3 dosis. Pupuk kedua diberikan saat tanaman
berumur ± 1,5 - 3 bulan dengan dosis N sisa dari dosis pemupukan pertama
2/3 dosis, dan 100% dosis pupuk K (Ditjen perkebunan. 2015)
Dosis anjuran PG Ngadiredjo adalah ZA 500 kg/ha dan NPK Phonska 500
kg/ha. Perlu penambahan bahan organik untuk meningkatkan efisiensi
penyerapan pupuk anorganik, daya menahan air tanah serta perbaikan
struktur tanah dengan cara pengembalian semua residu tanaman (sisa
tanaman tebu) dan pengembalian organik tanah. Cara pemupukan manual
dan mekanis seperti pada lampiran 9.
2). Pengairan
Pengairanun pada usahatani tebu dapat dilakukan dengan dua cara:
Manual
Air yang digunakan untuk pengairan/irigasi tidak mengandung limbah bahan
berbahaya dan beracun. Kebutuhan air pada tanaman tebu dipengaruhi oleh
fase pertumbuhan, umur tanaman, dan kelembaban tanah mempengaruhi
jumlah dan interval pemberian air. Pemberian air pada tanaman tebu dimulai
pada saat tanam hingga akhir fase vegetatif (umur ± 9 bulan) dan diberikan
sesuai kebutuhan dengan prinsip hemat air.
Mekanis
73
Pemberian air selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan air yang
bergantung pada kelembaban tanah.
3). Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma dapat dilakukan secara mekanis atau secara kimiawi.
Pengendalian gulma secara mekanis menggunakan Implement yang
digunakan boom sprayer, gambar 4.5 Bahan aktif herbisida yang digunakan
tergantung jenis gulma. Pengendalian gulma sebaiknya dilakukan pada saat
1 hari sampai dengan 1 minggu setelah tanam dengan menggunakan
herbisida pra tumbuh. Jenis herbisida yang biasa dipakai petani responden
antara lain Ally Plus 77 WP, Round up dan Gramaxone. Bila diperlukan
penyemprotan koreksi dapat menggunakan herbisida pasca tumbuh.
4). Penggemburan
Penggemburan dilakukan pada saat tanaman berumur 1-1,5 bulan.
Implement yang digunakan terratyne, gambar 4.6. kedalaman
penggemburan 25 cm. Traktor yang digunakan 90-110 HP. Kapasitas kerja:
6 ha per hari di lahan ringan dan 4 ha per hari di lahan berat, (dengan rata-
rata per hari 8 jam kerja).
5). Pengklentekan
Pengklentekan dilakukan sebaiknya sebanyak 3 kali, yaitu pada saat pra
gulud (5-6 bulan), umur 8 – 9 bulan dan menjelang tebang (10 – 11 bulan).
Klentek I yakni klentek pra gulud dengan tujuan menghilangkan
sogolan/pertumbuhan tanaman di sela batang tanaman yang tidak normal
pertumbuhannya dan mempertahankan batang-batang produktif/primer serta
memudahkan pekerjaan gulud. Manfaat klentek antara lain melancarkan
sirkulasi udara dan cahaya/sinar sehingga proses fotosintesis berjalan lancar,
mengurangi kelembaban sehingga dapat mengurangi serangan hama
penggerek dan kutu perisai. Pengklentekan dilakukan dengan cara
mengelentek daun-daun yang kuning atau kering kemudian dikumpulkan
pada alur tanaman atau dikeluarkan dari kebun. Tenaga kerja klentek
dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki dengan sistem borongan atau harian
74
tergantung kesepakan dengan pemilik kebun. Setelah dilakukan
pengklentekan sebagian besar responden melakukan penyemprotan gulma.
75
Tebang menggunakan whole stalk harvester menghasilkan trash
berukuran besar sehingga jika diperlukan dilanjutkan dengan mencacah
trash menjadi ukuran yang lebih kecil.
Putus akar dan pupuk pertama dengan menggunakan alat FA tyne, paling
lambat umur 7 hari setelah tebang.
Pengendalian gulma dilakukan pada saat pra tumbuh gulma, tanaman
berumur paling lambat 7 hari dengan menggunakan alat boom sprayer.
Penggemburan tanah dengan terratyne pada umur 1-1,5 bulan.
Pupuk kedua pada saat tanaman berumur 2-2,5 bulan dengan
menggunakan FA tyne.
Subsoiler pada umur 2,5-3 bulan
Pengendalian gulma yang kedua pada saat tanaman berumur 3-3,5 bulan,
secara manual.
76
Gejala: bercak–bercak putih bekas gerekan pada daun kulit luar tidak tembus,
lorong gerekan pada bagian dalam pelepah, lorong gerekan pada ruas-ruas,
titik tumbuh mati sehingga daun muda layu dan mati. Satu batang bisa lebih
dari satu penggerek. Pencegahan dengan memilih benih/benih yang bebas
penggerek, menanam varietas tahan, menjaga kebersihan kebun, dan
pergiliran tanaman. Pengendalian: pelepasan Trichogramma sp. Sebanyak
12.000–40.000 ekor/ha, pelepasan Diatraephaga strintalis townsend (Lalat
Jatiroto) sebanyak 30–60 ekor/ha, cara kimia dilakukan dengan penyemprotan
Thiodan 3,5 EC 3 l/Ha atau Asodrin 15 WSC 5 l/Ha.
3. Tikus (Rattus argentiventer)
Gejala: luka-luka pada bekas gerekan pada pucuk tanaman, atau pada ruas-
ruas, batang tebu patah-patah pada tempat yang digerek. Pencegahan dengan
menjaga kebersihan kebun dan sekitarnya dari sampah dan tanaman perdu
yang dapat dijadikan sebagai tempat persembunyian tikus. Pengendalian
dengan menerapkan pengendalian berbasis PHT antara lain secara kultur
teknis (sanitasi kebun), mekanis (gropyokan), biologis (pemeliharaan Burung
Hantu/Tyto alba), kimia (pengasapan/ emposan, umpan beracun).
4. Uret (Lepidiota stigma F)
Gejala: tanaman layu, daun kering kemudian mati, tebu mudah roboh atau
sangat mudah dicabut bagian pangkal batang terdapat luka-luka bekas gerekan
dan disekitar perakaran terdapat uret. Besarnya kerugian akibat serangan uret
tergantung dari beberapa faktor antara lain jumlah uret per rumpun, stadia
uret, stadium dan kategori tanaman saat terserang, kesuburan tanah dan
varietas tebu. Serangan uret pada tebu muda dapat menyebabkan kematian
tanaman yang berakibat perlunya penanaman ulang, sedang pada tebu yang
lebih dewasa dapat mengakibatkan terjadinya penurunan hasil sampai gagal
panen. Batas ambang kerugian ekonomis akibat serangan uret terjadi apabila
jumlah populasi mencapai 4-5 ekor per rumpun tebu.
77
Penyakit yang menyerang tanaman tebu antara lain:
1. Penyakit Pembuluh
78
3. Penyakit Blendok
79
mulai perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan/pengendalian,
dan evaluasi.
Kriteria bahan baku tebu layak giling adalah Masak, Bersih dan Segar
(MBS) dengan kriteria sebagai berikut :
a. Tanda-tanda tanaman tebu menunjukkan telah masak optimal secara visual
antara lain daun-daunnya sebagian besar menguning, jumlah daun hijau
yang tersisa ±5 helai, bentuk susunan daun menyerupai kipas, ruas-ruas
pada batang semakin memendek, dan umur tanaman antara 11 sampai 12
bulan.
b. Tebu bersih adalah tebu yang bebas dari kotoran (trash). Kadar kotoran
yang dapat ditoleransi kurang dari 5% (serasah, sogolan, pucuk, akar/tanah,
tebu mati).
c. Tebu segar adalah tebu yang ditebang dan digiling memiliki tenggang waktu
tidak lebih dari 1 x 24 jam, dengan pH 5,4-5,8. Untuk tebu terbakar
tenggang waktu antara tebang dan giling tidak lebih dari 18 jam.
d. Tebu ditebang rata tanah dengan batasan tinggi tunggul ≤ 3 cm, berat
tunggul ≤ 10 ku/ha, berondolan (tebu tercecer di kebun) ≤ 15 ku/ha.
80
- Tebu setelah tebang diikat dan ditumpuk 8-10 tumpukan/sesuai
kemampuan angkat grab loader (3-5 ku).
- Setelah itu dimuat ke atas truk dengan menggunakan grab loader. Posisi
truk bergerak bersamaan di samping grab loader sebagaimana pada
lampiran 9.
- Untuk mengoptimalkan kapasitas muat truk/tonase diperlukan tenaga
penata di atas truk minimal 2 orang.
3. Mekanis
- Kondisi lahan harus hamparan minimal 10 ha, permukaan tanah rata dan
bebas batu agar pengoperasian cane harvester (chopper atau whole stalk
harvester) bisa lancar dan efisien.
- Kondisi tebu yang akan ditebang secara mekanisasi tegak dan
produktivitasnya minimal 80 ton/ha.
- Alat yang yang digunakan untuk tebang berupa cane harvester (chopper
atau whole stalk harvester).
- Tebu yang ditebang dengan chopper dalam bentuk potongan chopped
cane dengan ukuran ±30 cm dan bersih. Kemudian ditampung oleh truk
yang bergerak bersamaan di sampingnya.
- Tebu yang ditebang dengan whole stalk harvester dalam bentuk tebu
lonjoran, dan secara otomatis akan membentuk tumpukan sesuai dengan
kapasitas angkat alat muat grab loader. Kemudian tumpukan dimuat ke
atas truk menggunakan grab loader, sebagaimana pada gambar tebang
semi mekanis.
81
Kabupaten Kediri rata-rata menggunkan tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita dan
traktor. Tenaga kerja pria mendominasi pada kegiatan persiapan lahan,
pengeprasan, penyemprotan, klentek dan tebang angkut. Tenaga kerja wanita
biasanya digunakan untuk kegiatan penanaman dan pemupukan. Penggunaan
tenaga kerja terbanyak pada pola tanam semi mekanisasi adalah tenaga tanam
dan tebang. Upah tenaga kerja tanam manual sistem borongan rata-rata Rp 2,2
juta per hektar dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 55 HOK.. Biaya tebang,
muat dan angkut (TMA) pola semi mekanisasi rata-rata per kuintal tebu Rp
12.000,- . Total biaya tebang muat dan angkut per hektar Rp 11,247,439,- .
Jumlah tenaga kerja TMA rata-rata per hektar 56 HOK.
Penggunaan tenaga kerja tanam pola mekanisasi memerlukan 3 orang
untuk mengoperasikan mesin cane planter terdiri dari 1 orang operator traktor dan
2 orang sebagai pengatur benih tebu yang akan ditanam. Rata-rata satu unit cane
planter mampu mengerjakan penanaman tebu 3 ha/hari. Biaya yang dikeluarkan
petani tebu peserta mekanisasi untuk kegiatan penanaman dan pemupukan dasar
sebesar Rp 23.000.000,-. Biaya tebang pola mekanisasi sama dengan pola manual
yaitu dihitung bersadarkan berat tebu yang dihasilkan dan jarak kebun ke pabrik
gula rata-rata biaya TMA Rp. 12.000,- namun secara waktu pengerjaan waktu
tebang pola mekanisasi lebih cepat. Rata-rata satu regu tebang terdiri satu unit
grap loader dan 5 orang pada pola mekanisasi mampu menebang tebu sebanyak
12 truk setara 84 kuintal. Sedangakan pola semi mekanisasi membutuhkan 48
HOK untuk untuk menebang tebu sebanyak 12 truk dengan kapasitas angkut truk
rata-rata 7 ton.. Penggunaan tenaga kerja didaerah penelitian sebagian besar
dilakukan menggunakan sistem borongan.
82
BAB V
ANALISIS EFISIENSI USAHATANI TEBU
83
Hasil dugaan pada Tabel 5.1. menunjukkan bahwa variabel input
pengalaman (X1), luas lahan (X3), benih (X4), herbisida (X6) dan pupuk ZA (X7)
berpengaruh negatif terhadap produksi usahatani sedangkan variabel pendidikan
(X2), tenaga kerja (X5) dan pupuk NPK phonska (X8) berpengaruh positif
terhadap produksi usahatani. Akan tetapi tidak seluruhnya berpengaruh nyata
karena nilai Pr>[t] (p-value) lebih besar dari 0.05 atau 0.10 variabel- variabel yang
berpengaruh signifikan terhadap faktor produksi adalah variabel tenaga kerja nilai
Pr>[t] (p-value) kurang dari 0.05. Faktor tenaga kerja berpengaruh signifikan pada
produksi usahatani, dengan meningkatnya tenaga kerja maka produksi usahatani
akan meningkat. Variabel lainnya yang berpengaruh nyata pada alpha 0.1 adalah
pupuk ZA (X7) dan pupuk NPK phonska (X8).
Pada Tabel 5.1. juga dapat dilihat hasil uji multikolinieritas antara variabel
input usahatani. Uji multikolinieritas penting dilakukan karena adanya
multikolinieritas dapat mengakibatkan pendugaan parameter menjadi tidak
efisien, sehingga salah satu akibatnya adalah koefisien determinasi (R2) tinggi,
akan tetapi uji statistik t (t ratio) menunjukkan bahwa parameter dugaan sedikit
perngaruh nyata (Gujarati, 2006). Manurung et al (2005) menyatakan bahwa nilai
Variance Inflation Factor (VIF) yang tinggi merupakan indikasi terjadinya
multikolinieritas antar variabel independen pada suatu model. Multikolinieritas
yang serius terjadi jika nilai VIF lebih besar dari 10 dan multikolinieritas tidak
serius jika nilai VIF kurang dari 10. Pada Tabel 5.1. dapat dilihat tidak ada
multikolinieritas antar variabel input karena nilai VIF kurang dari 10.
Pendugaan selanjutnya adalah pendugaan terhadap fungsi produksi non-
keprasan semi mekanisasi. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, variabel input
yang diduga berpengaruh pada usahatani pola keprasan meliputi pengalaman (X1)
luas lahan (X2), benih (X3), pupuk ZA (X4), pupuk phonska (X5). Hasil dugaan
fungsi produksi Cobb Douglas dengan pola tanam non-keprasan semi mekanisasi
dapat dilihat pada Tabel 5.2.
84
Tabel 5.2. Hasil Pendugaan Fungsi Cobb Douglas Pola Tanam
Non-Keprasan Semi Mekanisasi
Variabel Input Parameter t-value Pr>[t] VIF
dugaan
Konstanta 5.468153 6.986 6.48E-08**
Pengalaman (X1) 0.050618 0.495 0.6239 3.433889
Pendidikan (X2) -0.01845 -0.472 0.64 3.589563
Luas lahan (X3) 0.043256 1.588 0.1221 1.246307
Benih (X4) -0.00296 -0.167 0.8683 1.744581
Tenaga Kerja (X5) 0.245693 1.855 0.0728* 1.607235
Herbisida (X6) 0.031835 0.244 0.8088 1.28021
Pupuk ZA (X7) -0.011258 -0.185 0.8541 1.365019
Pupuk NPK phonska (X8) -0.004916 -0.059 0.9531 1.668137
R-Sq 0.2369
Pr[F] 0.3077
Keterangan: **,* nyata pada α 0.05, 0.10
Sumber : Data Primer (diolah), 2018
85
Tabel 5.3. Hasil Pendugaan Fungsi Cobb Douglas Pola Tanam
Keprasan Mekanisasi
Variabel Input Parameter t-value Pr>[t] VIF
dugaan
Konstanta 5.24525 8.293 1.66E-05**
Pengalaman (X1) 0.01036 0.375 0.7167 1.638074
Pendidikan (X2) 0.0863 1.465 0.177 2.688315
Luas lahan (X3) -0.05092 -1.682 0.1269 1.944618
Tenaga Kerja (X5) 0.17885 2.301 0.0469** 1.437264
Herbisida (X6) 0.10645 0.545 0.5988 1.453604
Pupuk ZA (X7) 0.04409 0.352 0.7331 3.594723
Pupuk NPK phonska (X8) 0.07067 0.716 0.4924 3.618082
R-Sq 0.6032
Pr[F] 0.1722
Keterangan: **,* nyata pada α 0.05, 0.10
Sumber : Data Primer (diolah), 2018
Hasil dugaan pada Tabel 5.3. menunjukkan bahwa variabel input luas
lahan (X2) berpengaruh negatif terhadap produksi usahatani pola keprasan
mekanisasi dan variabel input pupuk pengalaman (X1), pendidikan (X2), tenaga
kerja (X5), herbisida (X6), pupuk ZA (X4) dan pupuk phonska (X5) berpengaruh
positif terhadap produksi usahatani. Dari tujuh variabel input yang berpengaruh
nyata pada alpha 5% yaitu variabel tenaga kerja (X5) karena nilai Pr[t] (p-value)
lebih kecil dari nilai alpha 0.05 dan variabel lainya tidak berpengaruh nyata. Nilai
VIF untuk ketujuh variabel input menunjukkan nilai yang kurang dari 10 sehingga
tidak terdapat multikolinieritas antar variabel input.
Pendugaan selanjutnya adalah pendugaan terhadap fungsi produksi
keprasan semi mekanisasi. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, variabel input
yang diduga berpengaruh pada usahatani pola keprasan meliputi pengalaman
(X1), luas lahan (X2), pupuk ZA (X4), pupuk phonska (X5). Hasil dugaan fungsi
produksi Cobb Douglas dengan pola tanam keprasan semi mekanisasi dapat
dilihat pada Tabel 5.4.
86
Tabel 5.4. Hasil Pendugaan Fungsi Cobb Douglas Pola Tanam Keprasan
Semi Mekanisasi
Variabel Input Parameter t-value Pr>[t] VIF
dugaan
Konstanta 5.57935 6.189 4.8e-06 ***
Pengalamn (X1) 0.04621 1.378 0.183 1.409408
Pendidikan (X2) 0.03076 0.961 0.348 1.210931
Luas lahan (X3) 0.0139 0.623 0.54 2.529174
Tenaga Kerja (X5) 0.14491 0.924 0.367 1.317519
Herbisida (X6) -0.04163 -0.669 0.511 1.436645
Pupuk ZA (X7) 0.08986 0.585 0.565 4.228432
Pupuk NPK phonska (X8) -0.01676 -0.138 0.891 6.317851
R-Sq 0.2667
Pr[F] 0.436
Keterangan : **,* nyata pada α 0.05, 0.10
Sumber : Data Primer (diolah), 2018
Hasil dugaan pada Tabel 5.4. menunjukkan bahwa variabel input herbisida
(X6) dan pupuk NPK phonska (X8) berpengaruh negatif terhadap produksi
usahatani pola tanam keprasan semi mekanisasi dan variabel input lainya
berpengaruh positif terhadap produksi usahatani. Dari tujuh variabel input tidak
ada variabel berpengaruh nyata pada alpha 5% maupun 10%. Nilai VIF untuk
ketujuh variabel input menunjukkan nilai yang kurang dari 10 sehingga tidak
terdapat multikolinieritas antar variabel input.
87
2. Constant return to scale, apabila (a1 + a2 + a3 + .... + an) = 1, artinya bahwa
proporsi penambahan faktor produksi akan sama dengan proporsi
penambahan produksi.
3. Increasing return to scale, apabila (a1 + a2 + a3 + .... + an) >1, artinya bahwa
proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan
produksi yang proporsinya lebih besar.
88
5.3. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Pendugaan fungsi produksi stochastic frontier dilakukan dengan
menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Hasil pendugaan
menggambarkan kinerja terbaik (best practice) dari petani responden pada tingkat
teknologi yang ada. Selanjutnya hasil dari pendugaan fungsi produksi stochastic
frontier dijadikan sebagai dasar untuk mengukur efisiensi alokatif dan efisiensi
ekonomis dengan menurunkan dari fungsi biaya. Tabel 5.6. menunjukkan hasil
pendugaan fungsi produksi stochastic frontier dengan menggunakan tujuh
variabel input.
89
juga berpengaruh nyata pada alpha 5 persen dengan nilai elastisitas sebesar
0.24569 nilai elastisitas tersebut menunjukkan bahwa penambahan input sebesar
10 persen dengan input yang lain tetap maka akan meningatkan produksi batas
petani sebesar 2.4 persen.
Tabel 5.6. juga menunjukkan varian dan parameter gamma model efek
inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic frontier pola tanam non-keprasan
mekanisasi dan semi mekanisasi. Parameter γ merupakan rasio dari varian
efisiensi teknis (μi) terhadap varian total produksi (εi). Nilai γ petani pada pola
tanam non keprasan mekanisasi kurang dari 0.05. Secara statistik nilai yang
diperoleh tersebut tidak nyata pada α 5 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa
terjadi ketidak efisienan pada produksi usahatani pada pola tanam non-keprasan
mekanisasi. Begitu pula pada pola tanam non-keprasan semi mekanisasi, nilai γ
yang didapat kurang dari 5 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi
ketidak efisienan pada produksi usahatani pada pola tanam non-keprasan semi
mekanisasi.
Tabel 5.7. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Pola Tanam Keprasan
Mekanisasi dan Semi Mekanisasi
90
persen. Nilai elastisitas tersebut menunjukan bahwa penambahan input luas lahan
sebesar 10 persen dengan variabel lain tetap maka akan meningkatkan produksi
usahatani sebesar 0.4 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa luas lahan (X3) masih
elastis pada pola tanam keprasan semi mekanisasi. Selain itu herbisida juga
berpengaruh signifikan pada alpha 5 persen dengan elastisitas sebesar 0.2456.
Nilai elastisitas tersebut menunjukan bahwa penambahan input luas lahan sebesar
10 persen dengan variabel lain tetap maka akan meningkatkan produksi usahatani
sebesar 2.45 persen. Pada pola tanam keprasan semi mekanisasi tidak terdapat
variabel yang berpengaruh nyata pada batas alpha 5 ataupun 10 persen..
Tabel 5.7. juga menunjukkan varian dan parameter gamma model efek
inefisiensi teknis fungsi produksi stocahstic frontier pola tanam non-keprasan
mekanisasi dan semi mekanisasi. Parameter γ merupakan rasio dari varian
efisiensi teknis (μi) terhadap varian total produksi (εi). Nilai γ petani pada pola
tanam non keprasan mekanisasi adalah 0.7533064. Secara statistik nilai yang
diperoleh tersebut nyata pada α 5 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi
keefisienan pada produksi usahatani pada pola tanam keprasan mekanisasi.
Sedangkan pada pola tanam non-keprasan semi mekanisasi, nilai γ yang didapat
adalah 0.000097226. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi ketidak efisienan
pada produksi usahatani pada pola tanam keprasan semi mekanisasi.
91
Tabel 5.8. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi
Usahatani Pada Pola Tanam Non-Keprasan Mekanisasi
Rata-rata Produk nilai produk
Harga NPM Xi /
Variabel Parameter variabel marginal marginal
input (Pxi) Pxi
input (PM Xi) (NPM Xi)
Luas lahan (X3) 0.0002691 5.253846 0.04806 26911.39 24,000,000 0.001
Benih (X4) 0.0017095 87.059 0.01842 10317.06 63,056 0.164
Tenaga Kerja (X5) 3.2544962 89.000 34.30880 19212928.00 130,088 147.692
Herbisida (X6) 0.0015051 4.118 0.34295 192050.76 100,000 1.921
Pupuk ZA (X7) 0.0019959 552.941 0.00339 1896.53 1,400 1.355
Pupuk phonska (X8) 0.0016557 664.706 0.00234 1308.74 2,300 0.569
Produksi (Y) 938.235294
Harga tebu (Py) 560,000
Sumber : Data Primer (diolah), 2018
92
Tabel 5.9. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi
Usahatani Pada Pola Tanam Non-Keprasan Semi Mekanisasi
Rata-
Produk Nilai produk NPM
rata Harga
Variabel Parameter marginal marginal Xi /
variabel input (Pxi)
(PM Xi) (NPM Xi) Pxi
input
Luas lahan (X3) 0.04326 3.675 11.4014 6384806.65 24,000,000 0.266
Benih (X4) 0.00296 90.976 0.0315 17649.22 65,000 0.272
Tenaga Kerja (X5) 0.24569 182.000 1.3077 732284.99 88,237 8.299
Herbisida (X6) 0.03184 4.659 6.6195 3706927.40 100,000 37.069
Pupuk ZA (X7) 0.01126 614.634 0.0177 9935.81 1,400 7.097
Pupuk phonska (X8) 0.00492 692.683 0.0069 3849.78 2,300 1.674
Produksi (Y) 968.65853
Harga tebu (Py) 560,000
Sumber : Data Primer (diolah), 2018
93
Tabel 5.10. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi
Usahatani Pada Pola Tanam Keprasan Mekanisasi
94
Tabel 5.11. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi
Usahatani Pada Pola Tanam Keprasan Semi Mekanisasi
95
sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan pertanian modern, namun perlu
disadari bahwa keberhasilan penerapan mekanisasi memerlukan ketepatan
teknologi dan manajemen, disamping berbagai faktor pendukung lainnya.
Sehingga mekanisasi dapat mencapai tujuan yang dicitakan-citakan dan bukan
sebaliknya, yaitu justru menambah masalah dan beban biaya produksi bagi petani.
Biaya variabel
Benih 5,263,158 5,889,024
Tenaga kerja 11,577,806 16,059,134 13,226,220 14,845,896
Herbisida 411,765 465,854 411,765 465,854
NPK Phonska 774,118 860,488 774,118 855,000
ZA 1,528,824 1,593,171 1,528,824 1,527,857
Total 19,555,669 24,867,671 15,940,926 17,694,607
grand total 45,755,669 50,967,671 40,540,926 42,394,607
Sumber : Data Primer (diolah), 2018
96
Berdasarkan table 5.12. terlihat bahwa rata-rata biaya usahatani per hektar
yang dikeluarkan petani responden mekanisasi pada status tanam non-keprasan
sebesar Rp. 45.755.669,- yang terdiri atas biaya tetap sebesar Rp. 26.200.000,-
(57%) dan biaya variabel sebesar Rp. 19.555.669,- (43%). Biaya tetap terbesar
dikeluarkan oleh petani responden adalah biaya sewa lahan sebesar Rp.
24.000.000,- (52%) dan yang terkecil iuran irigasi sebesar Rp 600.000,-. Unsur
biaya variabel yang terbesar tenaga kerja sebesar Rp. 11.577.806,- dan yang
terkecil adalah biaya pembelian herbisida. Pada status tanam keprasan (ratoon)
pola mekanisasi biaya yang dikeluarkan petani responden sebesar
Rp.40.540.926,- yang terdiri biaya tetap Rp. 24.600.000,- (61%) dan biaya
variabel Rp. 15.940.926,-.(39%). Biaya tetap terbesar dikeluakan petani
responden adalah biaya sewa lahan sebesar Rp. 24.000.000’- .
Total biaya yang dikeluarkan oleh petani responden semi mekanisasi pada
status tanam non keprasan sebesar Rp 50.967.671,- yang terdiri biaya tetap
sebesar Rp 26.100.000,- (51%) dan biaya variabel sebesar Rp 24.867.671,-
(49%). Biaya usahatani untuk status keprasan semi mekanisasi sebesar Rp.
42.394.607,- yang terdiri biaya tetap Rp 24.700.000 (58%) dan biaya variabel
sebesar RP 17.694.607,- (42%).
Biaya tertinggi terdapat pada petani responden status tanam non keprasan
(Plan cane) pola semi mekanisasi sebesar Rp 50.967.671,- dan mekanisasi
sebesar Rp 45,755,669,- karena pada pola tanam non keprasan terdapat proses
pengolahan lahan, pembelian benih dan biaya tanam, sedangkan status tanam
keprasan tidak ada biaya pembelian benih dan biaya tanam.
97
Tabel 5.13. Nilai Statistik uji t untuk uji perbedaan dua sampel
Sampel T Pr[t]
Non-keprasan vs keprasan (mekanisasi) -9.569 5.056e-08**
Non-keprasan vs keprasan (semi mekanisasi) -2.902 0.005014**
Mekanisasi vs semi mekanisasi (non-keprasan) -1.968 0.05397*
Mekanisasi vs semi mekanisasi (keprasan) 1.826 0.07485*
Keterangan: **,* nyata pada α 0.05, 0.10
Gambar 5.1 menunjukan bahwa hasil produksi pada pola tanam keprasan
lebih tinggi dari pada non-keprasan. Hasil produksi dengan sistem semi
98
mekanisasi lebih tinggi daripada mekanisasi pada pola tanam non-keprasan
sedangan pada pola tanam keprasan sistem mekanisasi memiliki produksi yang
lebih tinggi dari semi mekanisasi.
99
membandingkan penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahataninya. Jika
R/C rasio bernilai lebih dari satu (R/C > 1), maka usahatani layak untuk
dilaksanakan. Sebaliknya jika R/C bernilai kurang dari satu (R/C <1), maka
usahatani tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.
Tabel 5.14. Rata - rata Produksi, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C ratio
Usahatani Tebu
Rata-rata Rata-rata
produktivitas Harga Rata-rata R/C
Pola Tanam (kuintal/ha) jual penerimaan Biaya Pendapatan ratio
Non-keprasan
mekanisasi 938.24 56,000.00 52,541,176.47 45,755,669.42 6,785,507.05 1.15
Non-keprasn
semimekanisasi 968.66 56,000.00 54,244,878.05 50,967,670.59 3,277,207.46 1.06
Keprasan
mekanisasi 1039.71 56,000.00 58,223,529.41 40,540,925.88 17,682,603.53 1.44
Keprasan semi
mekanisasi 1008.21 56,000.00 56,460,000.00 42,394,606.80 14,065,393.20 1.33
Sumber : Data Primer (diolah), 2018
100
Berdasarkan tabel 5.14. dapat dibuat diagram batang pendapaan untuk
semua pola tanam guna melihat pola tanam apa yang menghasilkan keuntungan
terbesar.
101
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pola usahatani tebu di Kabupaten Kediri mitra PG Ngadiredjo terdiri dari
budidaya tebu non keprasan (plant cane) dan keprasan (ratoon) sistem mekanisasi
dengan fasilitas kredit khusus (TRK) dan semi mekanisasi tanpa fasilitas kredit
atau dikenal dengan tebu rakyat bebas (TRB). Pola budidaya tebu non-keprasan
adalah pola budidaya tebu menggunakan benih dan pola keprasan adalah
budidaya tebu tanpa menggunkan benih atau tanaman yang tumbuh setelah
tanaman ditebang.
2. Terdapat tiga variabel yang berpengaruh nyata pada produksi usahatani pada pola
tanam non-keprasan mekanisasi,yaitu tenaga kerja, pupuk ZA dan pupuk
phonska. Pada pola tanam non-keprasan semi mekanisasi variabel tenaga kerja
berpengaruh nyata terhadap produksi usaha tani dengan pengaruhnya positif.
Tenaga kerja juga berpengaruh nyata terhadap hasil produksi pada pola tanam
keprasan mekanisasi secara positif dan tidak ada variabel berpengaruh nyata
terhadap hasil produksi pada pola tanam keprasan semi mekanisasi. Efisiensi
teknik pola tanam non-keprasan mekanisasi, non-keprasan semi mekanisasi,
keprasan mekanisasi, dan keprasan semi mekanisasi dinyatakan dalam kondisi
inefisien. Efisiensi ekonomi penggunaan faktor produksi pola tanam non-
keprasan mekanisasi dan non-keprasan semi mekanisasi variabel luas lahan dan
benih tidak efisien sehingga perlu pengurangan dan variabel lainnya belum efisien
sehingga perlu penambahan. Pada pola tanam keprasan mekanisasi dan keprasan
semi mekanisasi variabel luas lahan tidak efisien sehingga perlu dilakukan
pengurangan sedangkan variabel lainnya belum efisien sehingga bisa ditambah.
3. Rata-rata penerimaan usahatani tebu non-keprasan mekanisasi sebesar
Rp.52.541.175,-/ha, total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.45.755.669,-
102
pendapatan bersih per ha rata-rata Rp. 6.785.507,-/ha. Sedangkan status tebu non
keprasan semi mekanisasi rata-rata penerimaan Rp.54.244.878,- , biaya yang
dikeluarkan rata-rata sebesar Rp. 50.967.670,-/ha pendapatan rata-rata Rp.
3.277.207,-. Rata-rata penerimaan usahatani tebu keprasan mekanisasi sebesar
Rp. 58.223.529,-, total biaya yang dikeluarkan rata-rata Rp.40.540.925,- dengan
pendapatan Rp. 17.682.603,-/ha. Sedangkan penerimaan usahatani tebu keprasan
semi mekanisasi sebesar Rp. 56.460.000,- total biaya produksi Rp. 42.394.606,-
pendapatan bersih rata-rata Rp. 14.065.393,-. usahatani tebu di daerah penelitian
baik pola tanam mekanisasi maupun semi mekanisasi masih layak secara finansial
untuk diusahakan karena nilai RC >1. Pendapatan atau keuntungan tertinggi
diperoleh pada pola tanam keprasan mekanisasi dan pendapatan terendah pada
non-keprasan mekanisasi. Pada pola tanam yang berbeda menghasilkan rata-rata
produksi yang berbeda. Pola keprasan memiliki hasil produksi yang lebih tinggi
dari pada pola non-kepasan baik dengan sistem mekanisasi maupun non
mekanisasi. Sistem mekanisasi memiliki hasil produksi yang kurang dari semi
mekanisasi pada pola non keprasan namum pada pola keprasan hasil mekanisasi
lebih tinggi dari semi mekanisasi.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan simpulan maka disarankan :
1. Ukuran usahatani memiliki peranan paling besar untuk mengurangi inefisiensi
teknis. Hal ini erat kaitannya dengan skala usahatani. Mengingat penambahan
luas lahan sulit dilakukan, maka perlu peran kelembagaan baik koperasi maupun
kelompok tani perlu ditingkatkan untuk mencapai skala usaha khususnya bagi
petani berlahan sempit. Perlunya pengurangan lahan sewa dalam usahatani agar
meningkatkan efisiensi dan efektivitas usahatani tebu.
2. Perlu adanya kegiatan bantuan bongkar ratoon terutama terutama penataan
varietas benih yang akan ditanam dan alat mekanisasi yang sesuai kondisi lahan
103
setempat. Agar produktivitas tebu meningkat sehingga pendapatan petani akan
lebih baik.
3. Perlunya penyuluhan dan pendampingan dari petugas penyuluh baik petugas
Dinas Kabupaten atau pendampingan petugas PG. Penyuluhan dan
pendampingan ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada petani
suapaya dalam berusahatani tidak hanya mengacu pada peningkatan produksi
dan produktivitas tetapi juga mengalokasikan input yang tepat sehingga
keuntungan maksimal dapat tercapai.
104
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, Y. 2014. Optimalisasi Pola Ratoon dan Tebu Baru Tanaman Tebu
(Saccharum officinarum L.) di PT. Madubaru PG. Madukismo,
Yogyakarta. Skripsi S1. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak
dipublikasikan.
Artha,T. (2014). Optimasi Komposisi Kiriman Tebu Untuk Mencapai Hasil Gula
Optimal di PT. INDOLAMPUNG PERKASA, Lampung. Agro
Ekonomi, UGM, 25 (2), 216-227.
105
Asmara,R. dan R.Nurholifah. 2010. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Tebu Dalam Keanggotaan Suatu
Koperasi (Income Analysis And Factors Influencing Of Income In One Of
Cooperation Member). Jurnal Agrise Volume X No.2 Bulan Mei 2010:
108-120.
106
Fadlillah,U. 2016. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor- Faktor Produksi dan
Pendapatan Usahatani Tebu di Kecamatan Dawe, Kabupaten
Kudus.Tesis S2. Program Studi Magister Agribisnis. Fakultas Peternakan
dan Pertanian. Univertas Diponegoro. Semarang. Tidak dipublikasikan.
Ferhat, A., Jangkung Handoyo Mulyo dan Irham. 2018. Dampak Regrouping
Lahan Terhadap Produksi Tebu Petani Berdasarkan Penggunaan Input di
Pabrik Gula Gempolkrep Jawa Timur The Effect of Land Regrouping on
Sugarcane Production Depending on The Usage of Input Factor in
Gempolkrep Sugar Company of East Java. Jurnal HABITAT, 29 (3),
2018: 113-121.
Fritz M. Roka, 2010. Comparing Costs and Returns For Sugarcane Production
on Sand and Muck Soils of Southern Florida, 2008 – 2009.
Husyairi, K.A. 2012. Analisis Efisiensi Produksi Tebu Rakyat Di Wilayah Kerja
PTPN VII Unit Usaha Bungamayang Kabupaten Lampung Utara,
Provinsi Lampung. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Tidak dipublikasikan.
107
Indrawanto, C., Purwono, Siswanto, M. Syakir, dan W. Rumini. 2010. Budidaya
dan Pascapanen Tebu. ESKA Media. Jakarta.
Jaramaya, R. 2015. Industri Gula Rafinasi Berharap Lahan Tebu Sudah Beres.
[Online]. Tersedia : Cnonyrk-industri-gula-rafinasi-berharap-lahan-tebu-
sudah. beres. Html. Diakses pada tanggal 17 Januari 2016.
Kuswardhani, N., P. Soni, dan G.P. Shivakoti. 2013. Comparative Energy Input-
Output and Financial Analyses of Greenhouse and Open Field
Vegetables Production in West Java Indonesia. Jurnal Energy. 53 (2013)
: 83 – 92.
Lubis, R.R.B. 2014. Analisis Efisensi Teknis, Alokatif, dan Ekonomi Produksi
Nanas di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Tesis S2. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.
108
Martin P, 2012. Contract Farming in Developing Countries. Institute of
Development Policy and Management ,University of Antwerp.
Martinez, E. dan A.J.P. Tadeo. 2004. Analysing Farming Systems with Data
Envelopment Analysis : Citrus Farming in Spain. Agricultural System 82
(2004) : 17 – 30.
Minarso, Bambang Rian dan Jabal tarik Ibrahim. 2010. Penguatan Ketahanan
Pangan Melalui Sektor Agroindustri di Jawa Timur. Jurnal Salam,13 (1):
127-146.
Mulyana, W.2001 Teori dan Praktek Cocok Tanam Tebu dengan Segala
Masalahnya . Aneka Ilmu, Semarang.
109
Papendiek, F., Valentina E.T., Morone, Piergiuseppe, J. Venus, dan H. Anne.
2015. Assesing the Economic Profitability of Fodder Legume Production
for Green Biorefineries – A Cost-Benefit Analysis to Evaluate Farmers
Profitability. Journal of Cleaner Production. XXX (2015) : 1 – 14.
Paramitha,P., Rudi Wibowo dan Aryo Fajar. 2014. Studi Efisiensi dan Ekonomis
Usahatani tebu Sendiri dan tebu Rakyat di Pabrik Gula Padjarakan.
Berkala Ilmiah PERTANIAN.XX, November 2014: 1-13.
Podesta, R., dan D. Rachmina. 2011. Efisiensi Teknis dan Ekonomis Usahatani
Pandan Wangi (Kasus di Kecamatan Warung Kondang, Kabupaten
Cianjur). Forum Agribisnis. Volume 1 : No.1: 58-75.
Ratih, F. dan Harmini. 2012. Efisiensi Teknis Usahatani Ubi Jalar di Desa
Cikarawang Kabupaten Bogor Jawa Barat. Forum Agribisnis. Volume 2 :
No. 1.
110
Riadi, E. 2015. Metode Statistika Parametrik dan Non parametrik untuk
Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial dan Pendidikan. Pustaka Mandiri.
Tangerang.
Rohmah, W., Any Suryantini dan Slamet Hartono. 2014. Analisis Pendapatan
dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Tebu Tanam dan
Keprasan di Kabupaten Bantul. Jurnal Agro Ekonomi Vol.24 No. 1 Juni
2014.
Saskia,D.Y dan Waridin. 2012. Biaya dan Pendapatan Usahatani tebu menurut
Status Kontrak.(studi Kasus di PT IGN Cepiring, Kab. Kendal.
Diponegoro journal of Economic.Vol.1 No.1 tahun 2012:1-12.
Setianti, C., T. Ekowati, dan A. Setiadi. 2015. Efisiensi Ekonomi Usaha Sapi
Perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Kecamatan Pamijahan
Kabupaten Bogor. Agromedia. Vol 33 : 2 September 2015
Shamsheerul Haq, Vedat, C., Ismet Boz and Pomi Shahbaz. 2016. Effect
Different Crop management System on Technical Efficiency in
Sugarcane Production in Faisalabad, Punjab Region of Pakistan. Journal
of Biology, Agriculture and Healthcare. Vol.6. No.12. 2016 : 106-114
.
Shinta, A. 2011. Ilmu Usahatani. UB Press. Malang.
111
Soekartawi, A. Soeharjo, J.L. Dillon, dan J.B. Hardaker. 1984. Ilmu Usahatani
dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia .
Jakarta.
Susila, W.R dan B.M. Sinaga. 2005. Analisis kebijakan Industri Gula Indonesia.
Jurnal Agro Ekonomi, 23 (1) : 29-53
112
LAMPIRAN
Lampiran 1. Regresi Cobb Douglas Pola Tanam Non-Keprasan (Plant Cane)
Mekanisasi
Call:
lm(formula = Y ~ X1 + X2 + X3 + X4 + X5 + X6 + X7 + X8, data =
pc_mekanisme)
Residuals:
Min 1Q Median 3Q Max
-3.655e-04 -1.870e-04 -3.480e-06 8.432e-05 5.617e-04
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
(Intercept) -7.7081904 0.0364441 -211.507 2.79e-16 ***
X1 -0.0003166 0.0002292 -1.381 0.2045
X2 0.0002533 0.0005127 0.494 0.6345
X3 -0.0002691 0.0002287 -1.176 0.2733
X4 -0.0017095 0.0013503 -1.266 0.2411
X5 3.2544962 0.0086386 376.741 < 2e-16 ***
X6 -0.0015051 0.0014305 -1.052 0.3235
X7 -0.0019959 0.0009234 -2.162 0.0626 .
X8 0.0016557 0.0008046 2.058 0.0736 .
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
113
Lanjutan lampiran 1.
Uji Autokorelasi -
Test P
statistic value Alternative hypothesis
1.914 0.2643 true autocorrelation is
greater than 0
Uji homogenitas -
Test statistic df P value
4.14 5 0.5295
Uji kenormalan Anderson Darling -
Test statistic P value
0.2562 0.6794
114
Lampiran 2. Regresi Cobb Douglas Pola Tanam Non-Keprasan Semi Mekanisasi
> pc_semimekanisasi<-lm(Y~X1+X2+X3+X4+X5+X6+X7+X8, pc_semimekanisme)
> summary(pc_semimekanisasi)
Call:
lm(formula = Y ~ X1 + X2 + X3 + X4 + X5 + X6 + X7 + X8, data =
pc_semimekanisme)
Residuals:
Min 1Q Median 3Q Max
-0.08979 -0.03814 -0.00232 0.02811 0.12522
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
(Intercept) 5.468153 0.782782 6.986 6.48e-08 ***
X1 0.050618 0.102233 0.495 0.6239
X2 -0.018450 0.039074 -0.472 0.6400
X3 0.043256 0.027236 1.588 0.1221
X4 -0.002960 0.017703 -0.167 0.8683
X5 0.245693 0.132450 1.855 0.0728 .
X6 0.031835 0.130502 0.244 0.8088
X7 -0.011258 0.060743 -0.185 0.8541
X8 -0.004916 0.082865 -0.059 0.9531
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
115
Lanjutan lampiran 2.
Uji Autokorelasi -
Test P
statistic value Alternative hypothesis
2.319 0.826 true autocorrelation is
greater than 0
Uji homogenitas -
Test statistic df P value
3.789 5 0.5802
Uji kenormalan Anderson Darling -
Test statistic P value
0.4255 0.3017
116
Lampiran 3. Regresi Cobb Douglas Pola Tanam Keprasan Mekanisasi
> ratoon_mekanisasi<-lm(Y~X1+X2+X3+X5+X6+X7+X8, ratoon_mekanisasi)
> summary(ratoon_mekanisasi)
Call:
lm(formula = Y ~ X1 + X2 + X3 + X5 + X6 + X7 + X8, data =
ratoon_mekanisasi)
Residuals:
Min 1Q Median 3Q Max
-0.078567 -0.012466 0.002598 0.016060 0.080001
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
(Intercept) 5.24525 0.63246 8.293 1.66e-05 ***
X1 0.01036 0.02767 0.375 0.7167
X2 0.08630 0.05891 1.465 0.1770
X3 -0.05092 0.03028 -1.682 0.1269
X5 0.17885 0.07773 2.301 0.0469 *
X6 0.10645 0.19520 0.545 0.5988
X7 0.04409 0.12532 0.352 0.7331
X8 0.07067 0.09876 0.716 0.4924
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
117
Lanjutan lampiran 3.
Uji Autokorelasi -
Test
statistic P value Alternative hypothesis
1.263 0.02356 true autocorrelation is
* greater than 0
Uji homogenitas -
Test statistic df P value
3.242 4 0.5182
Uji kenormalan Anderson Darling -
Test statistic P value
0.2215 0.7983
118
Lampiran 4. Regresi Cobb Douglas Pola Tanam Keprasan (ratoon) Semi Mekanisasi
> ratoon_semimekanisasi1<-lm(Y~X1+X2+X3+X5+X6+X7+X8,
ratoon_semimekanisasi)
> summary(ratoon_semimekanisasi1)
Call:
lm(formula = Y ~ X1 + X2 + X3 + X5 + X6 + X7 + X8, data =
ratoon_semimekanisasi)
Residuals:
Min 1Q Median 3Q Max
-0.094944 -0.034654 -0.004426 0.024205 0.100465
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
(Intercept) 5.57935 0.90150 6.189 4.8e-06 ***
X1 0.04621 0.03353 1.378 0.183
X2 0.03076 0.03200 0.961 0.348
X3 0.01390 0.02230 0.623 0.540
X5 0.14491 0.15686 0.924 0.367
X6 -0.04163 0.06222 -0.669 0.511
X7 0.08986 0.15364 0.585 0.565
X8 -0.01676 0.12115 -0.138 0.891
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
119
Lanjutan lampiran 4.
Uji Autokorelasi -
Test P
statistic value Alternative hypothesis
1.584 0.1108 true autocorrelation is
greater than 0
Uji homogenitas -
Test statistic df P value
1.804 4 0.7717
Uji kenormalan Anderson Darling -
Test statistic P value
0.2752 0.6335
120
Lampiran 5. Model Stokastik Frontier
> pc_mekanik <- sfa( Y~X1+X2+X3+X4+X5+X6+X7+X8, pc_mekanisme )
> summary( pc_mekanik )
cross-sectional data
total number of observations = 17
121
Lanjutan lampiran.5.
X4 -2.9600e-03 1.5561e-02 -0.1902 0.84914
X5 2.4569e-01 1.1498e-01 2.1369 0.03260 *
X6 3.1839e-02 1.1311e-01 0.2815 0.77833
X7 -1.1258e-02 5.3386e-02 -0.2109 0.83299
X8 -4.9146e-03 7.1280e-02 -0.0689 0.94503
sigmaSq 2.4875e-03 5.6635e-04 4.3921 1.122e-05 ***
gamma 1.8285e-05 2.4224e-02 0.0008 0.99940
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
log likelihood value: 64.75185
cross-sectional data
total number of observations = 41
122
Lanjutan lampiran.5.
34 0.9998294
35 0.9998299
36 0.9998303
37 0.9998299
38 0.9998297
39 0.9998301
40 0.9998299
41 0.9998302
> ratoon_mekanik <- sfa( Y~X1+X2+X3+X5+X6+X7+X8,data =
ratoon_mekanisasi )
> summary( ratoon_mekanik )
cross-sectional data
total number of observations = 17
123
Lanjutan lampiran.5.
> summary( ratoon_semimekanik )
final maximum likelihood estimates
Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
(Intercept) 5.5797e+00 7.7397e-01 7.2093 5.626e-13 ***
X1 4.6207e-02 2.8273e-02 1.6343 0.1021965
X2 3.0764e-02 2.6921e-02 1.1427 0.2531457
X3 1.3899e-02 1.8647e-02 0.7454 0.4560481
X5 1.4492e-01 1.3375e-01 1.0835 0.2785925
X6 -4.1636e-02 5.2474e-02 -0.7935 0.4275072
X7 8.9858e-02 1.2817e-01 0.7011 0.4832641
X8 -1.6756e-02 1.0023e-01 -0.1672 0.8672371
sigmaSq 2.0075e-03 5.6126e-04 3.5768 0.0003478 ***
gamma 9.7226e-05 7.3285e-02 0.0013 0.9989415
---
Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
log likelihood value: 47.22265
cross-sectional data
total number of observations = 28
124
Lampiran 6. Uji t
d*=differences
t statistics df p value mean of d* conf_int_lower conf_int_upper
-9.569 16 5.056e-08 -101.5 -124 -78.99
125
Lanjutan Lampiran 6.
126
Lampiran 7. Kuisioner Penelitian
Kuisioner Penelitian
Analisis Efisiensi Produksi Usahatani Tebu Rakyat Pola Mekanisasi dan Semi
Mekanisasi Mitra PG. Ngadiredjo di Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur
Tanggal wawancara :
No. Responden :
Alamat
- RT/RW :
- Dusun :
- Desa :
Status Tanaman : Tanaman Pertama / Ratoon 1 / Ratoon 2 / Ratoon 3
127
Lanjutan Lampiran 7
7. Jika TIDAK, apa mata pencaharian utama? (Pilih) :
a. Petani c. Pedagang/wiraswasta e. Lain-lain, sebutkan
b. Buruh tani d. PNS / TNI / Polri
8. Lama berusahatani tebu : ............................. tahun
9. Jika tanam pertama, berapa lama masa tanam hingga sampai panen? .................
bulan.
10. Jika ratoon, berapa lama masa pemeliharaan dari panen sebelumnya hingga panen
terakhir?
128
Lanjutan Lampiran 7
Penggunaan Pupuk
Yang dilakukan petani Yang dianjurkan
Uraian
Jumlah (Kg) Harga/Kg Jumlah (Kg) Keterangan isian
Pupuk kandang
a. Penyuluh
b. Penangkar benih
Informasi anjuran pemakaian c. Kelompok tani
pestisida dari siapa? d. Media penyiaran
e. Studi banding
f. Lainnya, sebutkan ................................
130
Lanjutan Lampiran 7
131
Lanjutan Lampiran 7
Pengolahan lahan
2. Persemaian dan
penanaman
3. Penyulaman
4. Pemeliharaan
tanaman
Pemupukan I
Pemupukan II
Pembumbunan I
Pembumbunan II
Pengelentekan I
Pengelentekan II
Pengelentekan III
Pengaturan air
Pembersihan
anakan
Pembersihan gulma
dan hama
5. Pemanenan
Panen
Pengangkutan
*)
Kosongkan jika ada uraian kegiatan yang tidak dilakukan
132
Lanjutan Lampiran 7
Biaya Usahatani Lain-lain
No Uraian Jumlah (Rp) Ket
1 Sewa Lahan
2 Sewa Traktor
3 Iuran Irigasi
4 Pajak tanah (jika milik
sendiri)
5 Bunga pinjaman modal
6 Lain-lain
Pabrik Gula
133
Lanjutan Lampiran 7
134
Lampiran 8. Peta Kabupaten Kediri
135
Lampiran 9. Aktivitas Usahatani Tebu di Kabupaten Kediri
136