Anda di halaman 1dari 2

DISFUNGSI SEKSUAL YANG DICETUSKAN ZAT

Diagnosis disfungsi seksual yang dicetuskan zat digunakan ketika bukti intoksikasi zat atau putus zat jelas
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium. DIsfungsi seksual yang penuh tekanan
terjadi dalam satu bulan sejak intoksikasi zat atau putus zat yang signifikan. Zat tertentu termasuk
alcohol, amfetamin, atau zat terkait seperti kokain, opioid, sedative, hipnotik, atau ansiolitik, serta zat
lainnya.

Penyalahgunaan zat rekreasional memengaruhi fungsi seksual dengan berbagai cara. Dalam
dosis kecil, banyak zat meningkatkan kinerja seksual dengan menurunkan penghambatan atau ansietas
atau dengan menimbulkan peningkatan mood sementara. Meskipun demikian, dengan berlanjutnya
penggunaan, pembendungan ereksi, orgasme, dan kapasitas ejakulasi menjadi terganggu.
Penyalahgunaan sedative, ansiolitik, hipnotik, dan terutama opiate dan opioid hampir selalu
menurunkan hasrat. Alkohol dapat membantu timbulnya aktivitas seksual dengan menyingkirkan
penghambatan, tetapi juga mengganggu kinerja. Kokaian dan amfetamin menimbulkan efek serupa.
Walaupun tidak ada bukti langsung yang menunjukkan bahwa dorongan seksual ditingkatkan, para
pengguna awalnya merasakan peningkatan energy dan dapat aktif secara seksual. Akhirnya, disfungsi
terjadi. Laki-laki biasanya menjalani dua tahap: pengalaman ereksi yang lama tanpa ejakulasi, kemudian
hilangnya kemampuan ereksi secara bertahap.

Pasien yang pulih dari ketergantungan zat dapat memerlukan terapi unutk memperoleh kembali
fungsi seksual, sebagian karena penyesuaian kembali psikologis terhadap keadaan tanpa
ketergantungan. Banyak penyalahguna zat yang selalu memiliki kesulitan dengan interaksi intim. Orang
lain yang menghabiskan tahun-tahun perkembangan pentingnya dibawah pengaruh suatu zat
menyebabkan mereka kehilangan kesempatan memelajari keterampilan sosial dan seksual.

AGEN FARMAKOLOGIS YANG TERLIBAT DALAM DISFUNGSI SEKS

Hampir semua agen farmakologis, terutama yang digunakan dalam psikiatri, telah dikaitkan
dengan efek terhadap seksualitas. Pada laki-laki, efek ini mencakup menurunnya dorongan seks,
kegagalan ereksi (impotensi), berkurangnya volume ejakulat, dan tertundanya ejakulasi atau ejakulasi
retrograde, Pada perempuan, dapat terjadi penurunan dorongan seks, berkurangnya lubrikasi vagina,
orgasme terhambat atau tertunda, dan penurunan atau tidak adanya kontraksi vagina. Obat juga apat
meningkatkan respons seksual dan meningkatkan dorongan seks, tetapi hal ini lebih jarangan terjadi
dibandingkan efek samping.

OBAT PSIKOAKTIF

OBAT ANTIPSIKOTIK
Sebagian besar obat antipsikotik adalah antagonis reseptor dopamine yang juga menyekat reseptor
adrenergic dan kolinergik sehingga menimbulkan efek seksual yang merugikan. Chlorpromazine
(Torazine), thioridazine dan trifluoperazine (Stelazine) adalah antikolinergik poten yang mengganggu
ereksi dan menyebabkan ejakulasi retrograde, yaitu cairan seminal mengalir ke kandung kemih
bukannya dipancarkan melalui uretra penis. Pasien tetap mengalami sensasi menyenangkan tetapi
orgasmenya kering. Saat berkemih setelah orgasme, urine dapat berwarna seperti susu putih karena
mengandung ejakulat. Keadaan ini mengejutkn tetapi tidka berbahaya dan dapat terjadi pada sebanyak
50% pasien yang mengonsumsi obat tersebut. Sebaliknya, beberapa kasus priapismus juga dilaporkan
pada penggunaan antipsikotik.

Anda mungkin juga menyukai