Anda di halaman 1dari 5

Learning Issue dan Analisis Masalah

Tutorial A Blok 19

Rizki Fadillah
04011181520076
Alpha 2015

Pendidikan Dokter Umum


Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Angkatan 2015
A. Bagaimana mekanisme mata terasa lengket dan sulit membuka mata?
Pada film air mata unsure berairnya mengencerkan materi infeksi, mucus menangkap
debris dan kerja memompa dari palpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus
air mata dan air mata mengandung substansi antimikroba termasuk lisozim. Adanya agen
perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel.
Kematian sel dan eksfoliasi hhipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat
edema pada konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi lapis limfoid stroma (pembentukan
folikel). Sel-sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan
sel-sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mucus dari sel goblet, membentuk
eksudat kongjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur
yang menyebabkan mata sulit membuka.

B. Bagaimanakah tatalaksana awal pada kasus?


Penatalaksanaan awal dapatdilakukan dengan kompres hangat, membersihkan
pinggiran kelopak mata untuk mengangkat minyak yang merupakan makanan bagi
bakteri, kita bisa menggunakan sampoo bayi atau pembersih khusus. Untuk membantu
membasmi bakteri kadang diberikan salep antibiotic (misalnya erythromycin atau
sulfacetamide) atau antibiotic per-oral (misalnya tentracycline). Dan untuk mengatasi
instabilititas tear film dapat diberikan air mata buatan (artificial tears).

Pemeriksaan penunjang
1. tear break up time : 4 detik
2. schirmer tes : 9 mm
C. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan penunjang pada skenario ?
 Uji schirmer I (untuk keratokonjungtiva sika)
Merupakan pemeriksaan sekresi total air mata (reflex dan basal). Penderita diperksa di
kamar dengan penerangan redup dan tidak mengalami menipulasi mata berlebihan
sebelumnya.
Sepotong kertas filter atau kertas filter whatman no. 41 lebar 5mm dan panjang 30
mm diselipkan pada forniks konjungtiva bulbi bawah, ujung lain kertas menggantung
pada bagian kertas yang terjepit pada frniks inferior tersebut. Bila sesudah 5 menit kertas
tidak basah menunjukkan air mata kurang.
Uji ini merupkan uji untuk menilai kuantitas dan tidak kualitas air mata yang tidak
berhubungan dengan kadar musin yang dikeluarkan sel goblet.
Bila setelah 5 menit seluruh filter basah maka ini idak banyak nilainya karena reflex
mungkin terlalu kuat. Bila bagian yang basah kurang dari 10 mm berarti fungsi sekresi air
mata terganggu, bila lebih dari 10 mm berarti hipersekresi atau pseudoepifora.
 Tear break up time
Pengukuran “tear film break-up time” kadang-kadang berguna untuk
memperkirakan kandungan musin dalam cairan mata. Kekurangan musin mungkin
tidak mempengaruhi tes Schirmer namun dapat berakibat tidak stabilnya film airmata.
Ini yang menyebabkan lapisan itu cepat pecah. “Bintik-bintik kering” terbentuk dalam
film airmata, sehingga memaparkan epitel kornea atau konjungtiva. Prose ini pada
akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas bengal rose. Sel-sel epitel yang
rusak dilepaskan dari kornea, meninggalkan daerah-daerah kecil yang dapat dipulas,
bila permukaan kornea dibasahi flurescein. “Tear film break-up time” dapat diukur
dengan meletakkan secarik kertas berflurescein pada konjungtiva bulbi dan meminta
pasien berkedip. Film airmata kemudian diperiksa dengan bantuan saringan cobalt
pada slitlamp, sementara pasien diminta agar tidak berkedip. Waktu sampai
munculnya titik-titik kering yang pertama dalam lapis flurescein kornea adalah “tera
film break-up time”. Biasanya waktu ini lebih dari 15 detik, namun akan berkurang
nyata oleh anastetika lokal, memanipulasi mata, atau dengan menahan palpebra agar
tetap terbuka. Waktu ini lebih pendek pada mata dengan defisiensi aqueous pada
airmata dan selalu lebih pendek dari normalnya pada mata dengan defisiensi musin.

Seorang wanita usia 49 tahun, diduga mengalami blepharitis kronis anterior dan
posterior et causa susp. Staphylococcus.
D. Epidemiologi (naufal, uit)
In the UK it is estimated that blepharitis is responsible for 5% of all eye problems
reported to general practitioners. Blepharitis is one of the most common ocular diseases
encountered by ophthalmologists. The National Disease and Therapeutic Index estimates
that blepharitis accounted for approximately 590,000 patient visits in 1982. The mean age
of patients with blepharitis is 50 years. Gender and age distribution are similar among the
different blepharitis groups with the exception of staphylococcal blepharitis, which
affects predominantly women (80%) and occurs at a slightly younger age (mean 42
years). Approximately 50% of patients have associated dry eye syndrome.

E. Faktor resiko
Berdasarkan American Optometric Association 2002, ada beberapa hal faktor resiko
blefaritis antara lain:
 Penyakit sistemik yang mendasarinya
 Dermatitis seboroik
 Akne rosasea
 Dermatitis atopik dan psoriasis
 Sika keratokojuntivitis
 ketombe, kulit kering, jerawat, kencing manis dan kurangnya kebersihan.

Dry eye syndrome


F. Pemeriksaan penunjang
Tes Schirmer adalah tes untuk memeriksa produksi air mata. Tes ini dilakukan dengan cara
menyisipkan kertas saring di fornix inferior mata, kemudian ditunggu selama 5 menit. Pada
kondisi normal, glandula lacrimalis dapat memproduksi air mata 10 mm dari pangkal ketrtas
saring basah oleh air mata.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Staphylococcus Blepharitis. https://bestpractice.bmj.com/best-


practice/monograph/574/basics/epidemiology.html?locale=no&. Diakses tanggal 15 Agustus
2017.

Ilyas, Sidarta. 2015. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Ramayanti, S. 2015. Penyakit Mata Kering.


jurnalmka.fk.unand.ac.id/index.php/art/article/download/96/92. DIakses tanggal 15 Agustus
2017.

Anda mungkin juga menyukai