Anda di halaman 1dari 29

1

Tolong cek Dapus

Banyak yg belum ada

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara

keseluruhan dan tidak dapat dipisahkan dari kesehatan tubuh secara umum.

Kesehatan gigi dan mulut dapat memengaruhi kualitas hidup, oleh karena

terganggunya fungsi bicara, pengunyahan dan estetik (Oroh dkk, 2015).

Provinsi Jawa Timur termasuk salah satu dari tiga provinsi yang

mengalami peningkatan masalah gigi dan mulut tertinggi di Indonesia, yakni

meningkat sebesar 8,3% dari 20,3% pada tahun 2007 menjadi 28,6% pada

tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Provinsi Jawa Timur mengalami peningkatan

prevalensi karies aktif dari tahun 2007 ke tahun 2013 yakni meningkat 3% 3

dari 47,8% pada tahun 2007 naik menjadi 50,8% pada tahun 2013 (Dinkes

Jatim, 2013). Pada tahun 2014 hanya 68,89% dari seluruh jumlah murid SD/MI

di Kabupaten Malang yang mendapatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut

(Dinkes Kabupaten Malang, 2014). Hal ini masih jauh dari target indikator

Indonesia Sehat 2010 yaitu sebesar 100%.

Karies gigi merupakan kerusakan gigi akibat bakteri yang bersifat

progresif karena gigi terpajan lingkungan rongga mulut . Karies gigi

1
2

merupakan gangguan kesehatan gigi yang paling umum dan tersebar luas di

sebagian penduduk dunia. (Hartono dan Enny, 2010).

Faktor utama yang menyebabkan terjadinya karies gigi adalah host (gigi

dan saliva), substrat (makanan), mikroorganisme penyebab karies dan waktu.

Karies gigi hanya akan terbentuk apabila terjadi interaksi antara keempat faktor

berikut. Faktor predisposisi yang juga cukup berpengaruh terjadinya karies gigi

salah satunya adalah perilaku membersihkan mulut (gosok gigi). Kesalahan

perilaku membersihkan mulut pada anak sekolah dasar dapat disebabkan

kurangnya informasi tentang cara gosok gigi yang benar, sehingga anak-anak

menggosok gigi secara asal dan tanpa mereka sadari hal tersebut dapat

menimbulkan masalah kesehatan pada gigi mereka.

Masa kanak-kanak pertengahan 6-12 tahun sering disebut sebagai masa-

masa yang rawan, karena pada masa itulah gigi susu mulai tanggal satu persatu

dan gigi permanen pertama mulai tumbuh (usia 6-8 tahun). Dengan adanya

variasi gigi susu dan gigi permanen bersama-sama di dalam mulut, menandai

masa gigi campuran pada anak. Gigi yang baru tumbuh tersebut belum matang

sehingga rentan terhadap kerusakan (Darwita, 2011). Oleh karena itu, gigi

permanen yang tumbuh hanya satu kali dalam seumur hidup harus dijaga,

dirawat dan dipelihara dengan baik supaya terhindar dari masalah gigi.

Menjaga kebersihan gigi harus dilakukan setiap hari sehingga 4 gigi dan mulut

bersih dari sisa-sisa makanan yang bisa menyebabkan kerusakan gigi.

Kerusakan gigi pada anak bisa menyebakan gangguan masalah pertumbuhan

dan perkembangan pada anak (Sari, dkk. 2012). Jika pertumbuhan dan
3

perkembangan anak terganggu, maka generasi penerus bangsa akan memiliki

kualitas yang kurang baik.

Survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada sample yang

berjumlah 36 didapatkan peresentase sekitar 50% dari jumlah sample masih

berada pada rentang kategori rendah hingga sangat tinggi. Hasil pemeriksaan

pendahuluan dapat disimpulkan bahwa anak-anak tersebut membutuhkan

edukasi lebih lanjut mengenai karies serta kebersihan gigi dan mulut.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti

gambaran faktor resiko yang mempengaruhi karies gigi pada anak usia 10-12

tahun di SDN Turirejo 2.

B. Rumusan Masalah

Menurut latar belakang tersebut, maka didapatkan rumusan masalah:

Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan yang mempengaruhi karies gigi

pada anak usia 10-12 tahun di SDN Turirejo 2 Kecamatan Lawang Kabupaten

Malang.

C. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan yang mempengaruhi

karies gigi pada anak usia 10-12 tahun di SDN Turirejo 2 Kecamatan

Lawang Kabupaten Malang.

b. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui gambaran indeks karies pada anak usia 10-12 tahun

di SDN Turirejo 2 Kecamatan Lawang Kabupaten Malang.


4

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

1. Untuk Instansi Pendidikan

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan

menambah sumber bacaan bagi mahasiswa/mahasiswi Institut Ilmu

Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri dalam melakukan penelitian

selanjutnya.

2. Untuk Peneliti

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan dari peneliti

mengenai tingkat pengetahuan yang mempengaruhi karies gigi

pada anak dalam kehidupan sehari-hari.

b. Manfaat Aplikatif

1. Untuk Intansi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kebijakan untuk

mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan yang

mempengaruhi karies gigi pada anak usia 10-12 tahun di SDN

Turirejo 2 Kecamatan Lawang Kabupaten Malang.

2. Untuk Masyarakat

Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang gambaran

tingkat pengetahuan yang mempengaruhi karies gigi pada anak usia

10-12 tahun di SDN Turirejo 2 Kecamatan Lawang Kabupaten

Malang.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Karies

1. Definisi

Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan

jaringan, dimulai dari permukaan gigi (ceruk, fisura, dan daerah interproksimal)

meluas ke arah pulpa. Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang dan dapat timbul

pada satu permukaan gigi atau lebih, serta dapat meluas ke bagian yang lebih

dalam dari gigi, misalnya email ke dentin atau ke pulpa (Tarigan, 2017).

Karies adalah hasil interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak atau biofilm,

dan diet (khususnya komponen karbohidrat yang dapat difermentasikan oleh

bakteri plak menjadi asam, terutama asam laktat dan asetat) sehingga terjadi

terjadi demineralisasi jaringan keras gigi dan memerlukan cukup waktu untuk

kejadiannya. Faktor etiologi terjadinya karies dapat (Putri, 2015).

2. Etiologi
6

Gambar 1. Etiologi Karies (Tarigan, 2017)


a. Host (Gigi dan Saliva)

Untuk dapat terjadinya proses karies pada gigi diperlukan adanya faktor host
5
yaitu gigi dan saliva. Struktur dari anatomi gigi terdiri dari lapisan email yang

terdapat pada bagian luar gigi dan lapisan dentin yang terletak dibawah lapisan

email. Email merupakan struktur gigi yang paling keras namun bersifat rapuh dan

memiliki struktur sangat tipis. Selain itu merupakan jaringan gigi yang padat serta

dapat mengalami kalsifikasi tinggi. Jika email pecah atau berlubang tidak dapat

melakukan regenerasi karena tidak memiliki sel. Kawasan-kawasan yang mudah

diserang karies tersebut adalah:

1) Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar ; pit bukal molar dan pit

palatal insisif.

2) Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit dibawah titik kontak

3) Email pada tepian didaerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva

4) Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya plak

pada pasien dengan resesi ginginva karena penyakit periodontium.

5) Tepi tumpatan.
7

6) Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan (Kidd, 2012).

Selain keadaan gigi, saliva juga berperan penting dalam terbentuknya karies.

Saliva tersusun atas komponen organik dan anorganik. Komponen utama anorganik

saliva adalah elektrolit dalam bentuk ion seperti natrium, kalium, kalsium,

magnesium, klorida, dan fosfat. Sedangkan komponen organik seperti musin, lipid,

asam lemak dan ureum yang dapat pula berasal dari sisa makanan dan pertukaran

zat bakterial. Komponen Ion kalsium fosfat dan fluor yang terkandung dalam saliva

mampu memineralisasi karies yang masih dini. Selain mempengaruhi komposisi

mikroorganisme didalam plak saliva juga mempengaruhi pH. Karena itu, aliran

saliva yang berkurang dapat menyebabkan karies gigi yang tidak terkendali.

Komponen-komponen tersebut dipengaruhi oleh derajat hidrasi, posisi tubuh,

paparan cahaya, irama siang-malam, obat, usia, efek psikis, hormonal dan jenis

kelamin (Marya, 2011).

b. Agent (Mikroorganisme)

Faktor agent dipengaruhi oleh jumlah bakteri dan plak dalam rongga mulut.

Plak gigi berperan penting dalam proses terjadinya karies. Plak merupakan lapisan

lunak yang melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan, terdiri dari

kumpulan mikroorganisme beserta produk-produknya. Proses pembentukan plak

diawali dengan absorbsi glikoprotein dari saliva pada permukaan gigi yang disebut

pelikel, perlekatan bakteri pada pelikel dan peningkatan plak pada permukaan gigi

dipengaruhi oleh jumlah bakteri (Newman, 2006).

Streptococcus mutans dan lactobacillus merupakan kuman kariogenik karena

dapat dengan cepat membuat asam dari karbohidrat yang diragikan. Kuman-kuman
8

tersebut tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan

gigi. Penebalan plak yang semakin menumpuk dapat menghambat fungsi saliva

dalam menetralkan pH. Penumpukan plak akan mendorong jumlah perlekaan

bakteri yang semakin banyak. Bakteri-bakteri ini banyak memproduksi asam dengan

tersedianya karbohidrat yang mudah meragi seperti sukrosa dan glukosa,

menyebabkan pH plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam waktu 1-3 menit.

Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan

demineralisasi permukaan gigi dan dimulai proses karies (Kidd, 2012).

c. Substrat

Faktor substrat dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu

perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme pada permukaan email.

Karbohidrat memiliki peran penting dalam pembuatan asam bagi bakteri dan

sintesa polisakarida ekstra sel. Sintesa polisakharida ekstra sel dari sukrosa lebih

cepat daripada glukosa, fruktosa, dan laktosa. Oleh karena itu, sukrosa merupakan

gula yang paling kariogenik. Karena sukrosa merupakan gula yang paling banyak

dikosumsi. Makanan dan minuman yang mengandung gula dapat menurunkan pH

plak dengan cepat sampai pada level yang dapat mengakibatkan demineralisasi

pada email. Konsumsi gula yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH

plak di bawah normal dan menyebabkan demineralisasi email berlangsung dalam

waktu yang lama (Kidd, 2012).

d. Waktu

Karies merupakan suatu penyakit kronis progresif yang membutuhkan waktu

beberapa bulan bahkan tahun untuk dapat berkembang (Putri, 2015).


9

3. Patofisiologi

Karies gigi bisa terjadi apabila terdapat empat faktor utama yaitu gigi, substrat,

mikroorganisme, dan waktu. Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa

dan glukosa yang dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam

sehingga pH plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam tempo 3-5 menit.

Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu mengakibatkan

demineralisasi permukaan gigi (Kidd, 2012).

Proses terjadinya karies dimulai dengan adanya plak dipermukaan gigi. Plak

terbentuk dari campuran antara bahan-bahan saliva seperti musin, sisa-sisa sel

jaringan mulut, leukosit, limposit dan sisa makanan serta bakteri. Plak ini mula-mula

terbentuk, agak cair yang lama kelamaan menjadi lengket dan dijadikan tempat

bertumbuhnya bakteri (Suryawati, 2010).

Selain karena adanya plak, karies gigi juga disebabkan oleh sukrosa (gula) dari

sisa makanan dan bakteri yang menempel pada waktu tertentu yang berubah

menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan

menyebabkan demineralisasi email yang berlanjut menjadi karies gigi. Secara

perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus

tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila

dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak

mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang

menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat dilihat. Pada karies dentin yang baru

mulai, yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri atas tulang

dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan


10

enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam

tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang

odontoblas). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada

proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan tiga (lapisan demineralisasi,

suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan

lima (Suryawati, 2010).

4. Prevalensi

Menurut data WHO (World Health Organization) (2013), terjadi peningkatan

prevalensi karies gigi pada kelompok umur 12 tahun, yakni sebesar 13,7% dari

28,9% pada tahun 2007 naik menjadi 42,6% pada tahun 2013. Prevalensi Indek

DMF-T menurut data Riskesdas (2013), adalah 1,4%. Hal ini melebihi dari target

WHO yakni DMF-T hanya 1%, sehingga dapat dikatakan bahwa Negara kita masih

belum berhasil memenuhi target WHO. Menurut data Riskesdas (2013), terjadi

peningkatan prevalensi karies gigi di Indonesia, yakni penderita karies gigi aktif

meningkat sebesar 9,8% dari 43,4% pada tahun 2007 menjadi 53,2% pada tahun

2013, sedangkan penderita pengalaman karies meningkat 5,1% dari 67,2% pada

tahun 2007 naik menjadi 72,3% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

Berdasarkan data Riskesdas 2018 didapatkan prevalensi masalah gigi di

Indonesia sebesar 57,6 % sedangkan menurut Riskesdas 2013 proporsi penduduk

yang memiliki masalah gigi dan mulut sebesar 25,9%. Dari kedua data tersebut

dapat disimpulkan bahwa permasalahan gigi dan mulut di Indonesia mengalami

peningkatan yang signifikan (Riskesdas, 2018).

5. Faktor Risiko
11

a. Pola Makan

Makanan kariogenik adalah makanan yang banyak mengandung gula yang

dapat menyebabkan karies. Konsumsi makanan kariogenik mempengaruhi

terjadinya karies dalam hal bentuk fisik, jenis, komposisi dan frekuensi

mengonsumsi makanan. Ada hubungan signifikan antara kebiasaan mengonsumsi

makanan kariogenik dengan kejadian karies gigi. Dikarenakan makanan yang

bersifat lengket dan frekuensi konsumsi makanan kariogenik menyebabkan pH yang

rendah di dalam mulut dipertahankan sehingga terjadi peningkatan demineralisasi

dan penurunan remineralisasi. Kegemaran anak-anak mengonsumsi makanan yang

manis yang bersifat lengket dalam jumlah yang banyak dan frekuensi konsumsi

makanan kariogenik yang sering meningkatkan risiko tinggi terkena karies (Tamrin,

2014).

b. Oral Higiene

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sari, 2018 menunjukkan prevalensi karies

yang tinggi pada pasien pengguna alat ortodontik cekat diakibatkan oleh karena

kesulitan dan kelalaian dalam menjaga kebersihan mulut. Hal itu berarti ada

hubungan antara kejadian karies dengan kebersihan rongga mulut. Dalam

penelitiannya juga dikatakan bahwa cara pencegahan awal terjadinya karies adalah

dengan menggosok gigi. Selain itu untuk membersihkan plak pada daerah

interproksimal yang sulit dijangkau oleh sikat gigi, kita dapat menggunakan dental

floss. Plak yang ditemukan pada daerah interproksimal dilaporkan lebih asidogenik

dibandingkan daerah lain. Dental floss memiliki kemampuan dalam menghilangkan

beberapa plak pada interproksimal sehingga dental floss dapat mengurangi risiko

terjadinya karies pada gigi (Sari, 2018).


12

c. Jenis Kelamin

Hasil pemeriksaan karies berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa DMF-

T lebih tinggi pada jenis kelamin perempuan dibandingkan jenis kelamin laki-laki.

Hal ini disebabkan pertumbuhan gigi perempuan lebih awal dari pada laki-laki

sehingga masa terpajan dalam mulut lebih lama serta dipengaruhi oleh perilaku

pemeliharaan dan asupan makanan (Radiah, 2013).

d. Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi responden turut mempengaruhi tingkat

pengetahuannya. Sosial ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya

suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga pengetahuan

seseorang semakin baik. Status sosial ekonomi juga berhubungan dengan tingkat

pendidikan yang dapat dicapai (Anggow, 2017).

Sedangkan tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dapat

diterima. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin mudah untuk

menerima informasi, dan pada akhirnya semakin banyak pengetahuan yang

dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang memiliki tingkat pendidikan yang rendah

maka akan menghambat perkembangan seseorang untuk memperoleh informasi

atau pengetahuan yang disampaikan. Hal ini menunjukkan seseorang yang memiliki

tingkat pendidikan rendah kemungkinan akan memiliki pengetahuan yang kurang

mengenai kesehatan gigi dan mulut. Sehingga jika dilihat dari latar belakang di atas

status sosial ekonomi dan latar belakang tingkat pendidikan yang rendah,

kecendrungan untuk tidak merawat gigi yang benar (Anggow, 2017).

e. Usia
13

Hasil pemeriksaan karies berdasarkan kelompok usia yang dilakukan oleh

Anggow, 2017 yang paling banyak pada kelompok usia 36-45 tahun yang mengalami

karies dengan kategori tinggi. Usia responden dari hasil ini menunjukkan masih

tergolong usia produktif sehingga aktifitas yang padat dari pekerjaan yang dimiliki

dapat memengaruhi kondisi kesehatan rongga mulut. Hasil ini serupa dengan

penelitian terdahulu pada beberapa kelompok usia di Kalimantan Barat tahun 2015

bahwa sampel yang paling banyak mengalami karies yaitu berusia 36-45 tahun

(Notohartojo, 2015).

f. Pengetahuan

Kesehatan gigi dan mulut seseorang dipengaruhi oleh seberapa tinggi

pengetahuannya tentang kesehatan gigi dan mulut. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

Pengetahuan yang baik apabila tidak ditunjang dengan sikap positif yang

diperlihatkan akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku, seperti yang

diungkapkan oleh Bloom yang menyatakan bahwa domain dari perilaku adalah

pengetahuan, sikap dan tindakan. Sikap dan praktek yang tidak didasari oleh

pengetahuan yang adekuat tidak akan bertahan lama pada kehidupan seseorang,

sedangkan pengetahuan yang adekuat jika tidak diimbangi oleh sikap dan praktek

yang berkesinambungan tidak akan mempunyai makna yang berarti dalam

kehidupan (Norfai, 2017).

Menurut Budiman & Riyanto (2013) pengetahuan seseorang dibagi menjadi

tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai persentase sebagai berikut :

1) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya ≥75%.


14

2) Tingkat pengetahuan kategori Sedang jika nilainya 56-74%.

3) Tingkat pengetahuan kategori Buruk jika nilainya ≤55%.

6. Indeks Karies

Indeks DMF-T adalah indeks untuk menilai status kesehatan gigi dan mulut

dalam hal karies gigi permanen. Nilai DMF-T adalah angka yang menunjukkan

jumlah gigi dengan karies pada seseorang atau sekelompok orang. Angka D (decay)

adalah gigi yang berlubang karena karies gigi, angka M (missing) adalah gigi yang

dicabut karena karies gigi, angka F (filling) adalah gigi yang ditambal karena karies

dan dalam keadaan baik (Amaniah, 2009).

Nilai DMF-T adalah penjumlahan D+ F+ T. Indikator utama pengukuran DMF-T

menurut WHO adalah pada anak usia 12 tahun, yang dinyatakan dengan indeks

DMF-T yaitu ≤ 3, yang berarti pada usia 12 tahun jumlah gigi yang berlubang (D),

dicabut karena karies gigi (M), dan gigi dengan tumpatan yang baik (F), tidak lebih

atau sama dengan 3 gigi per anak (Pintauli, 2008).

Rumus yang digunakan untuk menghitung DMF-T :

DMF-T = D + M + F

D+M+ F
DMF-T rata-rata = Jumlah Orang Yang Diperiksa

Kategori DMF-T menurut WHO :

0,0 – 1,1 = sangat rendah

1,2 – 2,6 = rendah


15

2,7 – 4,4 = sedang

4,5 – 6,5 = tinggi

>6,6 = sangat tinggi

B. Fase Erupsi Gigi Geligi

Erupsi gigi mulai terjadi ketika gigi mulai menonjol keluar dari tulang rahang

melalui epitel mulut menuju ke dalam rongga mulut. Erupsi gigi dapat terjadi akibat

pertumbuhan akar gigi atau pertumbuhan tulang dibawah gigi yang secara progresif

mendorong gigi ke atas (Guyton, 2007).

Sebelum terjadi erupsi, bantalan maksila dan mandibula sering menujukkan

adanya benjolan yang sesuai dengan lokasi gigi yang hampir erupsi. Erupsi gigi susu

pada anak terkadang ditandai dengan rasa tidak nyaman yang hanya dirasakan di

lokasi gigi yang hampir erupsi, iritasi pada ginggiva di sekitar gigi tersebut, bengkak

dan kebiruan akibat hematoma lokal, atau yang paling jarang adalah kista erupsi

yang tidak memerlukan pengobatan (Rudolph, 2006).

Mulainya erupsi gigi susu merupakan pertanda penting bagi perubahan

kebiasaan makan anak. Bertambahnya jumlah gigi menandakan anak mulai siap

menerima asupan makanan yang lebih bervariasi. Erupsi gigi susu pada anak mulai

berlangsung sekitar umur 6 bulan, dan biasanya diawali oleh gigi insisivus

mandibula tengah. Kronologi pertumbuhan gigi susu pada anak dapat dilihat pada

tabel
16

(Sumber : Rudolph, 2006)

Tabel 1. Erupsi Gigi Geligi

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. KERANGKA KONSEP
17

KETERANGAN :

DITELITI
B. HIPOTESIS
Hipotesis pada penelitian
TIDAKini adalah ada gambaran faktor resiko yang
DITELITI
mempengaruhi karies gigi pada anak usia 10-12 di SDN 2 Turirejo
16
Kecamatan Lawang Kabupaten Malang.
18

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

rancangan observasional, dimana peneliti hanya melakukan observasi

tanpa melakukan intervensi pada variabel yang akan diteliti (Notoatmodjo,

2010).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SDN Turirejo 2 Desa Turirejo Kecamatan

Lawang Kabupaten Malang.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada 13-18 Januari 2020

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian
19

Populasi pada penelitian ini berjumlah 51 yang didapatkan dari

seluruh siswa-siswi usia 10-12 tahun di SDN Turirejo 2 Kecamatan

Lawang, Kabupaten Malang yang hadir saat penelitian berlangsung.

2. Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah subjek penelitian yang telah

ditentukan dalam teknik sampling, dan sesuai dengan kriteria yang

ditentukan.

a. Besar Sampel

Besar sampel ditentukan


18 berdasarkan rumus Slovin sebagai berikut

(Soleh, 2005):

n= N

1 + N(α)2

Keterangan:

n = jumlah sampel.

N = jumlah populasi (jumlah Siswa SDN Turirejo 2, Desa Turirejo,

Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang).

α = nilai kesalahan yang dapat diterima (0,05).

n = N

1 + N(α)2

= 51

1 + 51 (0.05) 2

= 45,23
20

= 45

Dari rumus tersebut maka diperoleh jumlah sampel yang dipakai untuk

penelitian ini adalah 45 orang.

b. Kriteria Sampel

1). Kriteria Inklusi

a) Responden Sekolah Dasar Negeri Turirejo 2, Desa Turirejo,

Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.

b) Usia responden 10-12 tahun

c) Orang tua responden bersedia menandatangani informed-

consent

d) Responden dalam keadaan sehat

e) Hadir saat penelitian berlangsung

2). Kriteria Ekslusi

a) Responden tidak bersedia untuk diteliti

3. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random

sampling. Sehingga setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai

kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu Siswa-siswi usia 10-12

tahun di SDN Turirejo 2 di Desa Turirejo Kecamatan Lawang

Kabupaten Malang.
21

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Karies.

E. Definisi Operasional (DO) Variabel Penelitian

1. Pengetahuan kebersihan gigi dan mulut

Sesuatu yang diketahui, dipahami, dan dapat diaplikasikan tentang

cara untuk mendapatkan kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut yang

mendapatkan kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut yang meliputi:

kesehatan dan kebersihan gigi, penyebab gigi berlubang, ukur yang

digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dengan skala pengukuran

tingkat pengetahuan yang terdiri dari : Baik (≥ 75%), Sedang (56%-

74%), Buruk (≤ 55%) (Budiman dan Riyanto, 2013). Skala data pada

tingkat pengetahuan adalah ordinal.

2. Karies

Keadaan yang menunjukkan adanya lubang gigi yang ditanya dengan

kerusakan jaringan yang dimulai dari permukaan gigi (email, dentin)

sehingga meluas kearah pulpa.

a. Alat Ukur

Penelitian ini diukur menggunakan Indeks DMF-T

b. Cara Ukur

Cara pengukuran dilakukan dengan observasi

c. Hasil ukur

Kategori DMF-T menurut WHO:

1). 0,0 – 1,1 = sangat rendah


22

2). 1,2 – 2,6 = rendah

3). 2,7 – 4,4 = sedang

4). 4,5 – 6,5 = tinggi

5). 6,6 > = sangat tinggi (Amaniah, 2009)

F. Instrumen Penelitian

1. Alat Penelitian

a. Alat Tulis

b. Handscoon

c. Masker

d. Kaca mulut

e. Sonde

f. Pinset

g. Sikat gigi

h. Phantom

i. Poster

j. Kamera

k. Kuesioner

l. Lembar pemeriksaan

2. Bahan Penelitian:

a. Alcohol swab

b. Tissue

c. Trash bag

G. Prosedur Pengumpulan Data


23

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sampel

penelitian, dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan

data.

Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari :

a. Pemberian kuesioner pada Siswa-siswi usia 10-12 tahun SDN Turirejo

2 di Desa Turirejo Kecamatan Lawang Kabupaten Malang

b. Pengambilan sampel penilitian yang sesuai kriteria

c. Wawancara kepada responden

d. Pemeriksaan DMF-T

e. Melakukan pencatatan

f. Melakukan pendataan

H. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisa data dilakukan secara analitik dalam bentuk

distribusi frekuensi dan tabulasi silang untuk melihat gambaran faktor

resiko yang mempengaruhi karies gigi pada anak usia 10-12 tahun di

SDN Turirejo 2, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang

1. Rumus yang digunakan untuk menghitung DMF-T:

DMF-T = D+M+T

DMF-T rata-rata = jumlah D+M+T/ jumlah orang yang diperiksa

Kategori DMF-T menurut WHO:

0,0 – 1,1 = sangat rendah

1,2 – 2,6 = rendah


24

2,7 – 4.4 = sedang

4,5 – 6,5 = tinggi

6,6 > = sangat tinggi (Amaniah, 2009)

2. Cara pengukuran tingkat pengetahuan

Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dengan

skala pengukuran tingkat pengetahuan yang terdiri dari: Baik (≥ 75%),

Sedang (56%-74%), Buruk (≤ 55%) (Budiman dan Riyanto, 2013).

Skala data pada tingkat pengetahuan adalah ordinal.

I. Kerangka Kerja

Permintaan izin kepada kepihak terkait

Mengumpulkan populasi seluruh siswa-siswi usia 10-12 tahun di SDN


Turirejo 2 Kecamatan Lawang Kabupaten Malang

Persiapan alat dan bahan

Memberikan kuesioner pada seluruh anak usia 10-12 tahun di SDN


Turirejo 2 Kecamatan Lawang Kabupaten Malang

Pengambilan sampel sesuai kriteria

Pemeriksaan status karies dengan indeks DMF-T

Pengambilan Data

Analisis Data

Kesimpulan
25

KUESIONER GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN YANG


MEMPENGARUHI KARIES GIGI PADA ANAK USIA 10-12 TAHUN DI
SDN TURIREJO 02 DESA TURIREJO KECAMATAN LAWANG
KABUPATEN MALANG

(Studi di SDN Turirejo 02, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang)

Nama :

Alamat :

Usia :

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan (coret yang tidak perlu)

Pendidikan :

Berilah tanda (√) pada kolom Benar atau Salah pada tabel di bawah ini.

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah anda mengetahui yang di maksud dengan gigi


berlubang?

2. Apakah makanan manis dapat menyebabkan gigi berlubang?


26

3. Apakah jarang menggosok gigi dapat menyebabkan gigi


berlubang?

4. Apakah anda sering mengkonsumsi coklat atau permen ?

5. Apakah anda rajin menggosok gigi minimal 2 kali sehari?

6. Apakah berkumur sesudah makan itu penting?

7. Apakah anda rutin 6 bulan sekali memeriksakan gigi ke


puskesmas atau dokter gigi terdekat?

8. Apakah anda pergi ke puskesmas atau dokter gigi ketika gigi


anda sakit?

9. Apakah menyikat gigi harus menggunakan pasta gigi ?

10. Apakah gigi yang berlubang perlu ditambal ?

11. Apakah Permukaan gigi yang wajib dibersihkan saat menyikat


gigi hanyalah bagian depan saja ?

12. Apakah memakan buah dapat menjaga kesehatan gigi dan


mulut ?

13. Apakah hanya dengan berkumur saja dapat mencegah


terjadinya gigi berlubang ?

14. Apakah minum minuman bersoda dapat mencegah gigi


berlubang ?

15. Apakah sikat gigi hanya dilakukan pada saat sakit gigi saja ?
27

LEMBAR PEMERIKSAAN GIGI


PRAKTIK KERJA LAPANGAN 1 (PKL 1)
PROGRAM STUDI S1 KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

DAFTAR PUSTAKA
28

Amaniah, N. 2009. Hubungan Faktor Manajemen dan Tenaga Pelaksana UKGS dengan
Cakupan Pelayanan UKGS serta Status Kesehatan Gigi dan Mulut Murid Sekolah
Dasar Di Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2009. Tesis. Program Magister Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara

Anggow, Olivia R., Christy N. Mintjelungan, dan P. S. Anindita. 2017. Hubungan


Pengetahan Kesehatan Gigi Dan Mulut Dengan Status Karies Pada Pemulung Di
Tempat Pembuangan Akhir Sumompo Manado. Jurnal e-GiGi (eG). 5(1):40-46

Budiman dan Riyanto, A. 2013. Kapita Selekta Kuisioner Pengetahuan Dan Sikap Dalam
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika

Departemen Kesehatan RI. 2013. Laporan hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS)
nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan : Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan : Jakarta

Guyton, A. C, John E Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11 ed. Jakarta: EGC

Kidd, E.A.M. dan Bechal S. J. 2012. Dasar-Dasar Karies-Penyakit dan Penanggulangan.


Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Marya, C.M. 2011. A Textbook of Public Health Dentistry. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers

Newman, Takei, Klokkevold, Carranza. 2006. Carranza's Clinical Periodontology. St.Louis,


Missouri: Saunders Elsevier, Inc

Notohartojo, I. T. dan Lannywati Ghani. 2015. Pemeriksaan Karies Gigi Pada Beberapa
Kelompok Usia Oleh Petugas Dengan Latar Belakang Berbeda Di Provinsi
Kalimantan Barat. Buletin Penelitian Kesehatan. 43(4):257-264

Pintauli S. Dan Hamada T. 2008. Menuju Gigi Dan Mulut Sehat, Pencegahan Dan
Pemeliharaan. Medan : USU Press

Putri, Megananda Hiranya, dkk. 2015. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras Dan
Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta: EGC

Radiah, Mintjelungan C, Mariati N. 2013. Gambaran Status Karies Dan Pola


Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Pada Mahasiswa Asal Ternate Di Manado.
Jurnal e-GiGi. 1(1): 45-51.

Rudolph, Abraham M., Julien I. E. H., dan Colin, D. R. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph.
Jakarta: EGC

Rosidah, A.R., Erlita I, and Ichrom, M.Y.N. 2017. Perbandungan Efektif Jus Buah Apel
(Malus Syvestris Mill) Sebagai Pemutih Gigi Alami Eksternal Berdasarkan Varietas:
Dentin. Jurnal Kedokteran Gigi. 1 (1) : 1-5.
29

Sari, Nyoman Surya Permata, Putu Ika Anggaraeni dan Sari Kusumadewi. 2018. Status
Karies Mahasiswa Non Kedokteran Gigi Pengguna Alat Ortodontik Cekat Di
Universitas Udayana. Bali Dental Journal. 2(2): 116-120
Suryawati, P. N. 2010. 100 Pertanyaan Penting Perawatan Gigi Anak. Jakarta: Dian
Rakyat.

Tamrin, Masriadi, Afrida, dan Maryam Jamaluddin. 2014. Dampak Konsumsi Makanan
Kariogenik Dan Kebiasaan Menyikat Gigi Terhadap Kejadian Karies Gigi Pada Anak
Sekolah. Journal of Pediatric Nursing. 1(1):14-18

Tarigan, Rasinta. 2017. Karies Gigi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai