BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara
keseluruhan dan tidak dapat dipisahkan dari kesehatan tubuh secara umum.
Kesehatan gigi dan mulut dapat memengaruhi kualitas hidup, oleh karena
Provinsi Jawa Timur termasuk salah satu dari tiga provinsi yang
meningkat sebesar 8,3% dari 20,3% pada tahun 2007 menjadi 28,6% pada
prevalensi karies aktif dari tahun 2007 ke tahun 2013 yakni meningkat 3% 3
dari 47,8% pada tahun 2007 naik menjadi 50,8% pada tahun 2013 (Dinkes
Jatim, 2013). Pada tahun 2014 hanya 68,89% dari seluruh jumlah murid SD/MI
(Dinkes Kabupaten Malang, 2014). Hal ini masih jauh dari target indikator
1
2
merupakan gangguan kesehatan gigi yang paling umum dan tersebar luas di
Faktor utama yang menyebabkan terjadinya karies gigi adalah host (gigi
Karies gigi hanya akan terbentuk apabila terjadi interaksi antara keempat faktor
berikut. Faktor predisposisi yang juga cukup berpengaruh terjadinya karies gigi
kurangnya informasi tentang cara gosok gigi yang benar, sehingga anak-anak
menggosok gigi secara asal dan tanpa mereka sadari hal tersebut dapat
masa yang rawan, karena pada masa itulah gigi susu mulai tanggal satu persatu
dan gigi permanen pertama mulai tumbuh (usia 6-8 tahun). Dengan adanya
variasi gigi susu dan gigi permanen bersama-sama di dalam mulut, menandai
masa gigi campuran pada anak. Gigi yang baru tumbuh tersebut belum matang
sehingga rentan terhadap kerusakan (Darwita, 2011). Oleh karena itu, gigi
permanen yang tumbuh hanya satu kali dalam seumur hidup harus dijaga,
dirawat dan dipelihara dengan baik supaya terhindar dari masalah gigi.
Menjaga kebersihan gigi harus dilakukan setiap hari sehingga 4 gigi dan mulut
dan perkembangan pada anak (Sari, dkk. 2012). Jika pertumbuhan dan
3
berada pada rentang kategori rendah hingga sangat tinggi. Hasil pemeriksaan
edukasi lebih lanjut mengenai karies serta kebersihan gigi dan mulut.
gambaran faktor resiko yang mempengaruhi karies gigi pada anak usia 10-12
B. Rumusan Masalah
pada anak usia 10-12 tahun di SDN Turirejo 2 Kecamatan Lawang Kabupaten
Malang.
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
karies gigi pada anak usia 10-12 tahun di SDN Turirejo 2 Kecamatan
b. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui gambaran indeks karies pada anak usia 10-12 tahun
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
selanjutnya.
2. Untuk Peneliti
b. Manfaat Aplikatif
2. Untuk Masyarakat
Malang.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Karies
1. Definisi
Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan
jaringan, dimulai dari permukaan gigi (ceruk, fisura, dan daerah interproksimal)
meluas ke arah pulpa. Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang dan dapat timbul
pada satu permukaan gigi atau lebih, serta dapat meluas ke bagian yang lebih
dalam dari gigi, misalnya email ke dentin atau ke pulpa (Tarigan, 2017).
Karies adalah hasil interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak atau biofilm,
bakteri plak menjadi asam, terutama asam laktat dan asetat) sehingga terjadi
terjadi demineralisasi jaringan keras gigi dan memerlukan cukup waktu untuk
2. Etiologi
6
Untuk dapat terjadinya proses karies pada gigi diperlukan adanya faktor host
5
yaitu gigi dan saliva. Struktur dari anatomi gigi terdiri dari lapisan email yang
terdapat pada bagian luar gigi dan lapisan dentin yang terletak dibawah lapisan
email. Email merupakan struktur gigi yang paling keras namun bersifat rapuh dan
memiliki struktur sangat tipis. Selain itu merupakan jaringan gigi yang padat serta
dapat mengalami kalsifikasi tinggi. Jika email pecah atau berlubang tidak dapat
1) Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar ; pit bukal molar dan pit
palatal insisif.
3) Email pada tepian didaerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva
4) Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya plak
5) Tepi tumpatan.
7
6) Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan (Kidd, 2012).
Selain keadaan gigi, saliva juga berperan penting dalam terbentuknya karies.
Saliva tersusun atas komponen organik dan anorganik. Komponen utama anorganik
saliva adalah elektrolit dalam bentuk ion seperti natrium, kalium, kalsium,
magnesium, klorida, dan fosfat. Sedangkan komponen organik seperti musin, lipid,
asam lemak dan ureum yang dapat pula berasal dari sisa makanan dan pertukaran
zat bakterial. Komponen Ion kalsium fosfat dan fluor yang terkandung dalam saliva
mikroorganisme didalam plak saliva juga mempengaruhi pH. Karena itu, aliran
saliva yang berkurang dapat menyebabkan karies gigi yang tidak terkendali.
paparan cahaya, irama siang-malam, obat, usia, efek psikis, hormonal dan jenis
b. Agent (Mikroorganisme)
Faktor agent dipengaruhi oleh jumlah bakteri dan plak dalam rongga mulut.
Plak gigi berperan penting dalam proses terjadinya karies. Plak merupakan lapisan
lunak yang melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan, terdiri dari
diawali dengan absorbsi glikoprotein dari saliva pada permukaan gigi yang disebut
pelikel, perlekatan bakteri pada pelikel dan peningkatan plak pada permukaan gigi
dapat dengan cepat membuat asam dari karbohidrat yang diragikan. Kuman-kuman
8
tersebut tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan
gigi. Penebalan plak yang semakin menumpuk dapat menghambat fungsi saliva
bakteri yang semakin banyak. Bakteri-bakteri ini banyak memproduksi asam dengan
menyebabkan pH plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam waktu 1-3 menit.
c. Substrat
Karbohidrat memiliki peran penting dalam pembuatan asam bagi bakteri dan
sintesa polisakarida ekstra sel. Sintesa polisakharida ekstra sel dari sukrosa lebih
cepat daripada glukosa, fruktosa, dan laktosa. Oleh karena itu, sukrosa merupakan
gula yang paling kariogenik. Karena sukrosa merupakan gula yang paling banyak
plak dengan cepat sampai pada level yang dapat mengakibatkan demineralisasi
pada email. Konsumsi gula yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH
d. Waktu
3. Patofisiologi
Karies gigi bisa terjadi apabila terdapat empat faktor utama yaitu gigi, substrat,
dan glukosa yang dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam
sehingga pH plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam tempo 3-5 menit.
Proses terjadinya karies dimulai dengan adanya plak dipermukaan gigi. Plak
terbentuk dari campuran antara bahan-bahan saliva seperti musin, sisa-sisa sel
jaringan mulut, leukosit, limposit dan sisa makanan serta bakteri. Plak ini mula-mula
terbentuk, agak cair yang lama kelamaan menjadi lengket dan dijadikan tempat
Selain karena adanya plak, karies gigi juga disebabkan oleh sukrosa (gula) dari
sisa makanan dan bakteri yang menempel pada waktu tertentu yang berubah
menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan
tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila
mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang
menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat dilihat. Pada karies dentin yang baru
mulai, yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri atas tulang
enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam
odontoblas). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada
proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan tiga (lapisan demineralisasi,
suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan
4. Prevalensi
prevalensi karies gigi pada kelompok umur 12 tahun, yakni sebesar 13,7% dari
28,9% pada tahun 2007 naik menjadi 42,6% pada tahun 2013. Prevalensi Indek
DMF-T menurut data Riskesdas (2013), adalah 1,4%. Hal ini melebihi dari target
WHO yakni DMF-T hanya 1%, sehingga dapat dikatakan bahwa Negara kita masih
belum berhasil memenuhi target WHO. Menurut data Riskesdas (2013), terjadi
peningkatan prevalensi karies gigi di Indonesia, yakni penderita karies gigi aktif
meningkat sebesar 9,8% dari 43,4% pada tahun 2007 menjadi 53,2% pada tahun
2013, sedangkan penderita pengalaman karies meningkat 5,1% dari 67,2% pada
tahun 2007 naik menjadi 72,3% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).
yang memiliki masalah gigi dan mulut sebesar 25,9%. Dari kedua data tersebut
5. Faktor Risiko
11
a. Pola Makan
terjadinya karies dalam hal bentuk fisik, jenis, komposisi dan frekuensi
manis yang bersifat lengket dalam jumlah yang banyak dan frekuensi konsumsi
makanan kariogenik yang sering meningkatkan risiko tinggi terkena karies (Tamrin,
2014).
b. Oral Higiene
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sari, 2018 menunjukkan prevalensi karies
yang tinggi pada pasien pengguna alat ortodontik cekat diakibatkan oleh karena
kesulitan dan kelalaian dalam menjaga kebersihan mulut. Hal itu berarti ada
penelitiannya juga dikatakan bahwa cara pencegahan awal terjadinya karies adalah
dengan menggosok gigi. Selain itu untuk membersihkan plak pada daerah
interproksimal yang sulit dijangkau oleh sikat gigi, kita dapat menggunakan dental
floss. Plak yang ditemukan pada daerah interproksimal dilaporkan lebih asidogenik
beberapa plak pada interproksimal sehingga dental floss dapat mengurangi risiko
c. Jenis Kelamin
T lebih tinggi pada jenis kelamin perempuan dibandingkan jenis kelamin laki-laki.
Hal ini disebabkan pertumbuhan gigi perempuan lebih awal dari pada laki-laki
sehingga masa terpajan dalam mulut lebih lama serta dipengaruhi oleh perilaku
d. Sosial Ekonomi
seseorang semakin baik. Status sosial ekonomi juga berhubungan dengan tingkat
atau pengetahuan yang disampaikan. Hal ini menunjukkan seseorang yang memiliki
mengenai kesehatan gigi dan mulut. Sehingga jika dilihat dari latar belakang di atas
status sosial ekonomi dan latar belakang tingkat pendidikan yang rendah,
e. Usia
13
Anggow, 2017 yang paling banyak pada kelompok usia 36-45 tahun yang mengalami
karies dengan kategori tinggi. Usia responden dari hasil ini menunjukkan masih
tergolong usia produktif sehingga aktifitas yang padat dari pekerjaan yang dimiliki
dapat memengaruhi kondisi kesehatan rongga mulut. Hasil ini serupa dengan
penelitian terdahulu pada beberapa kelompok usia di Kalimantan Barat tahun 2015
bahwa sampel yang paling banyak mengalami karies yaitu berusia 36-45 tahun
(Notohartojo, 2015).
f. Pengetahuan
Pengetahuan yang baik apabila tidak ditunjang dengan sikap positif yang
diungkapkan oleh Bloom yang menyatakan bahwa domain dari perilaku adalah
pengetahuan, sikap dan tindakan. Sikap dan praktek yang tidak didasari oleh
pengetahuan yang adekuat tidak akan bertahan lama pada kehidupan seseorang,
sedangkan pengetahuan yang adekuat jika tidak diimbangi oleh sikap dan praktek
6. Indeks Karies
Indeks DMF-T adalah indeks untuk menilai status kesehatan gigi dan mulut
dalam hal karies gigi permanen. Nilai DMF-T adalah angka yang menunjukkan
jumlah gigi dengan karies pada seseorang atau sekelompok orang. Angka D (decay)
adalah gigi yang berlubang karena karies gigi, angka M (missing) adalah gigi yang
dicabut karena karies gigi, angka F (filling) adalah gigi yang ditambal karena karies
menurut WHO adalah pada anak usia 12 tahun, yang dinyatakan dengan indeks
DMF-T yaitu ≤ 3, yang berarti pada usia 12 tahun jumlah gigi yang berlubang (D),
dicabut karena karies gigi (M), dan gigi dengan tumpatan yang baik (F), tidak lebih
DMF-T = D + M + F
D+M+ F
DMF-T rata-rata = Jumlah Orang Yang Diperiksa
Erupsi gigi mulai terjadi ketika gigi mulai menonjol keluar dari tulang rahang
melalui epitel mulut menuju ke dalam rongga mulut. Erupsi gigi dapat terjadi akibat
pertumbuhan akar gigi atau pertumbuhan tulang dibawah gigi yang secara progresif
adanya benjolan yang sesuai dengan lokasi gigi yang hampir erupsi. Erupsi gigi susu
pada anak terkadang ditandai dengan rasa tidak nyaman yang hanya dirasakan di
lokasi gigi yang hampir erupsi, iritasi pada ginggiva di sekitar gigi tersebut, bengkak
dan kebiruan akibat hematoma lokal, atau yang paling jarang adalah kista erupsi
kebiasaan makan anak. Bertambahnya jumlah gigi menandakan anak mulai siap
menerima asupan makanan yang lebih bervariasi. Erupsi gigi susu pada anak mulai
berlangsung sekitar umur 6 bulan, dan biasanya diawali oleh gigi insisivus
mandibula tengah. Kronologi pertumbuhan gigi susu pada anak dapat dilihat pada
tabel
16
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. KERANGKA KONSEP
17
KETERANGAN :
DITELITI
B. HIPOTESIS
Hipotesis pada penelitian
TIDAKini adalah ada gambaran faktor resiko yang
DITELITI
mempengaruhi karies gigi pada anak usia 10-12 di SDN 2 Turirejo
16
Kecamatan Lawang Kabupaten Malang.
18
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
2010).
1. Lokasi Penelitian
2. Waktu Penelitian
1. Populasi Penelitian
19
2. Sampel Penelitian
ditentukan.
a. Besar Sampel
(Soleh, 2005):
n= N
1 + N(α)2
Keterangan:
n = jumlah sampel.
n = N
1 + N(α)2
= 51
1 + 51 (0.05) 2
= 45,23
20
= 45
Dari rumus tersebut maka diperoleh jumlah sampel yang dipakai untuk
b. Kriteria Sampel
consent
3. Teknik Sampling
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Kabupaten Malang.
21
2. Variabel Terikat
cara untuk mendapatkan kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut yang
74%), Buruk (≤ 55%) (Budiman dan Riyanto, 2013). Skala data pada
2. Karies
a. Alat Ukur
b. Cara Ukur
c. Hasil ukur
F. Instrumen Penelitian
1. Alat Penelitian
a. Alat Tulis
b. Handscoon
c. Masker
d. Kaca mulut
e. Sonde
f. Pinset
g. Sikat gigi
h. Phantom
i. Poster
j. Kamera
k. Kuesioner
l. Lembar pemeriksaan
2. Bahan Penelitian:
a. Alcohol swab
b. Tissue
c. Trash bag
1. Data Primer
data.
d. Pemeriksaan DMF-T
e. Melakukan pencatatan
f. Melakukan pendataan
resiko yang mempengaruhi karies gigi pada anak usia 10-12 tahun di
DMF-T = D+M+T
Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dengan
I. Kerangka Kerja
Pengambilan Data
Analisis Data
Kesimpulan
25
Nama :
Alamat :
Usia :
Pendidikan :
Berilah tanda (√) pada kolom Benar atau Salah pada tabel di bawah ini.
15. Apakah sikat gigi hanya dilakukan pada saat sakit gigi saja ?
27
DAFTAR PUSTAKA
28
Amaniah, N. 2009. Hubungan Faktor Manajemen dan Tenaga Pelaksana UKGS dengan
Cakupan Pelayanan UKGS serta Status Kesehatan Gigi dan Mulut Murid Sekolah
Dasar Di Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2009. Tesis. Program Magister Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara
Budiman dan Riyanto, A. 2013. Kapita Selekta Kuisioner Pengetahuan Dan Sikap Dalam
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Departemen Kesehatan RI. 2013. Laporan hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS)
nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan : Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan : Jakarta
Guyton, A. C, John E Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11 ed. Jakarta: EGC
Marya, C.M. 2011. A Textbook of Public Health Dentistry. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers
Notohartojo, I. T. dan Lannywati Ghani. 2015. Pemeriksaan Karies Gigi Pada Beberapa
Kelompok Usia Oleh Petugas Dengan Latar Belakang Berbeda Di Provinsi
Kalimantan Barat. Buletin Penelitian Kesehatan. 43(4):257-264
Pintauli S. Dan Hamada T. 2008. Menuju Gigi Dan Mulut Sehat, Pencegahan Dan
Pemeliharaan. Medan : USU Press
Putri, Megananda Hiranya, dkk. 2015. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras Dan
Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta: EGC
Rudolph, Abraham M., Julien I. E. H., dan Colin, D. R. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph.
Jakarta: EGC
Rosidah, A.R., Erlita I, and Ichrom, M.Y.N. 2017. Perbandungan Efektif Jus Buah Apel
(Malus Syvestris Mill) Sebagai Pemutih Gigi Alami Eksternal Berdasarkan Varietas:
Dentin. Jurnal Kedokteran Gigi. 1 (1) : 1-5.
29
Sari, Nyoman Surya Permata, Putu Ika Anggaraeni dan Sari Kusumadewi. 2018. Status
Karies Mahasiswa Non Kedokteran Gigi Pengguna Alat Ortodontik Cekat Di
Universitas Udayana. Bali Dental Journal. 2(2): 116-120
Suryawati, P. N. 2010. 100 Pertanyaan Penting Perawatan Gigi Anak. Jakarta: Dian
Rakyat.
Tamrin, Masriadi, Afrida, dan Maryam Jamaluddin. 2014. Dampak Konsumsi Makanan
Kariogenik Dan Kebiasaan Menyikat Gigi Terhadap Kejadian Karies Gigi Pada Anak
Sekolah. Journal of Pediatric Nursing. 1(1):14-18