Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

HAK ASASI MANUSIA

Dosen Pengampu:

Dr. Warman, M.Si

Disusun oleh:

Ariyani Sidik 1902106008


Zafira Noor Basuki 1902106009
Meilin Christiana 1902106047
Tasya Febryana 1902106049
Ana Mutia Fitri 1902106050

PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai
manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia.
Hak ini dimiliki oleh manusia semata-mata bukan karena pemberian masyarakat atau
pemberian negara. Maka HAM itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain,
masyarakat lain, atau negara lain. HAM diperoleh dari sang pencipta, yaitu Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan. Sejarah mencatat berbagai
peristiwa besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk menegakkan HAM.

Manusia merupakan makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi.


HAM ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya
berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. HAM
dibutuhkan selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan
sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.

Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu, selain ada HAM, ada juga
kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau
tegaknya HAM. Dalam menggunakan HAM, kita wajib untuk memperhatikan,
menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain.

2. Tujuan Pembahasan

Makalah ini kami susun dengan tujuan untuk menambah pengetahuan baik untuk
pembaca maupun penulis serta untuk menjelaskan Sejarah Perkembangan HAM,
Humanisasi Perang, Deklarasi Universal HAM, HAM di Indonesia, Negara Hukum,
Keadilan dalam Hukum Indonesia dan Etika Kehidupan Berbangsa.

BAB II

1
PEMBAHASAN

1. Sejarah Perkembangan Gerakan HAM

Sejarah perkembangan gerakan hak asasi manusia (HAM) yang saat ini dikenal
sudah melalui perjuangan bahkan sejak Abad ke-4 yaitu pada zaman Yunani Kuno,
seorang filsuf kuno bernama Plato telah memaklumkan kepada warga polisnya bahwa
kesejahteraan bersama akan tercapai apabila setiap warganya melaksanakan hak dan
kewajibannya masing-masing. Dalam akar kebudayaan Indonesia, pengakuan secara
penghormatan tentang hak asasi manusia telah mulai berkembang misalnya dalam
masyarakat Jawa yang mengenal tradisi ‘Hak Pepe’ yaitu hak warga desa yang diakui
dan dihormati oleh penguasa, seperti hak mengemukakan pendapat, walaupun hak
tersebut bertentangan dengan kemauan penguasa (Baut & Beny, 1988:3).

Awal perjuangan gagasan hak asasi manusia dimulai setelah di tandatanginya


Magna Charta (1215) oleh raja John Lackland. Kemudian juga penandatangan Petition
of Right pada tahun 1628 oleh Raja Charles I yang dalam hubungan ini Raja berhadapan
langsung dengan utusan rakyat (House of Commons). Setelah itu, perjuangan yang lebih
nyata juga dimulai pada penandatanganan Bill of Right oleh raja Willem III pada tahhun
1689, sebagai hasil dari pergolakan politik yang dahsyat yang disebut The Glorious
Revolution. Perkembangan selanjutnya dipengaruhi oleh pemikiran seorang filsuf
Inggris yang bernama John Locke yang menyatakan bahwa manusia tidak secara
absolut menyerahkan hak-hak individunya kepada penguasa, adapun hak-hak lainnya
tetap berada pada masing-masing individu.

Puncak perkembangan hak-hak asasi manusia dimulai ketika ‘Human Rights’


pertama kali dirumuskan secara resmi dalam ‘Declaration of Independence’ di Amerika
Serikat pada tahun 1776. Dalam Deklarasi Amerika Serikat pada tanggal 4 Juli 1776
menyatakan bahwa seluruh umat manusia dikaruniai oleh Tuhan yang Maha Esa
beberapa hak yang tetap dan melekat padanya. Perumusan hak-hak asasi manusia secara
resmi kemudian menjadi dasar pokok konstitusi negara Amerika Serikat 1787, yang
mulai berlaku tertanggal 4 Maret 1789 (Hardjowirogo, 1977:43).

2. Humanisasi Perang

2
a. Asal-Usul Hukum Humaniter

Pelanggaran HAM tidak terlepas dari perang bersenjata (fisik). Kesengsaraan


manusia diawali dengan adanya perbudakan, penjualan manusia, penyiksaan,
pemerkosaan dan penghapusan etnis (genocide). Pada masa abad pertengahan
peperangan menjadi semakin kejam sehingga timbul usaha untuk meredam
pelanggaran HAM yang justru banyak terjadi pada peperangan. Usaha yang
dilakukan tersebut antara lain berupa perjanjian yang mendorong penguasa untuk
mengambil tindakan atas dasar perikemanusiaan (humaniter).

b. Kejahatan Perang

Perlakuan semena-mena terhadap tawanan perang atau penduduk sipil juga


bisa dianggap sebagai kejahatan perang. Pembunuhan massal dan genosida kadang
dianggap juga sebagai suatu kejahatan perang, walaupun dalam hukum
kemanusiaan internasional, kejahatan-kejahatan ini secara luas dideskripsikan
sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Kejahatan perang merupakan bagian penting dalam hukum kemanusiaan


internasional karena biasanya pada kasus kejahatan ini dibutuhkan suatu
pengadilan internasional. Proses pengadilan militer ini pun membawa dampak
positif bagi hukum internasional, yaitu bahwa individu dapat dikenai hukum atas
kejahatannya. Dampak lainnya ialah resolusi PBB pada tanggal 11 Desember 1945
yang menyetujui asas hukum yang dipakai dalam dua peradilan militer tersebut
sebagai konsep HAM. Komisi Hukum Internasional PBB, yang memberikan
kontribusi tercapainya Universal Declaration of Human Right (10 Desember 1948).

3. Deklarasi Universal HAM

Pada Deklarasi Philadelphia yang dilaksanakan di Amerika Serikat pada tahun


1944 ini memuat pentingnya menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan
sosial dan perlindungan seluruh manusia apapun ras, kepercayaan dan jenis kelaminnya.
Deklarasi ini juga menjamin hak setiap orang untuk mengejar pemenuhan kebutuhan
material, spiritual yang bebas serta jaminan keamaan ekonomi dan kesempatan yang
sama. Hak-hak yang diserukan tersebut kemudian menjadi dasar perumusan deklarasi

3
universal HAM yang dikukuhkan oleh PBB dalam Universal Declaration of Human
Right pada tahun 1948.

Menurut deklarasi universal HAM, terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki oleh
setiap individu: hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi), hak legal (hak jaminan
perlindungan hukum), hak sipil dan politik, hak subsistensi (hak jaminan adanya
sumberdaya untuk menunjang kehidupan) dan hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Menurut pasal 3 sampai 21 deklarasi universal HAM, hak personal, hak legal, hak sipil,
dan politik meliputi :

a. Hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi;

b. Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;

c. Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak
berperi kemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan;

d. Hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja secara pribadi;

e. Hak untuk pengampunan hukum secara efektif;

f. Hak bebas dari penangkapan, penahanan/pembuangan yang sewenang-wenang;

g. Hak untuk peradilan yang independen yang tidak memihak;

h. Hak untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah;

i. Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi,
keluarga, tempat tinggal, maupun surat-surat;

j. Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik;

k. Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu;

l. Hak bergerak;

m. Hak memperoleh suaka;

n. Hak atas satu kebangsaan;

o. Hak untuk menikah dan membentuk keluarga;

p. Hak untuk mempunyai hak milik;

q. Hak bebas berpikir, berkesadaran, dan beragama;

4
r. Hak bebas berpikir dan menyatakan pendapat;

s. Hak untuk berhimpun dan berserikat; dan

t. Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama
terhadap pelayanan masyarakat.

Adapun hak ekonomi, sosial, dan budaya meliputi:

a. Hak atas jaminan sosial;

b. Hak untuk bekerja;

c. Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama;

d. Hak untuk bergabung ke dalam serikat-serikat buruh;

e. Hak atas istirahat dan waktu senggang;

f. Hak atas standar hidup yang pantas dibidang kesehatan dan kesejahteraan;

g. Hak atas pendidikan; dan

h. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat.

4. HAM di Indonesia

Berdasarkan amanat UUD 1945, Indonesia telah membuat UU Nomor 39/1999


tentang HAM. Di dalamnya memuat hak dasar manusia, kewajiban dasar manusia,
kewajiban dan hak dasar pemerintah, hak dan kewajiban masyarakat, peradilan bagi
pelanggar HAM, serta pembentuk Komisi Nasional HAM. UU ini memuat pasal-pasal
HAM: hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak memperoleh
keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak
turut serta dalam pemerintahan serta hak wanita dan hak anak.

a. HAM di Negara Hukum

HAM dan negara hukum tidak dapat dipisahkan, karena hukum mengatur
keadilan dan ketertiban. John Locke (teori perjanjian masyarakat), Montesque
(teori pembagian pemerintahan), Voltaire mendukung dan ikut mengembangkan

5
perjanjian HAM di daratan Eropa, dan terciptalah Deklarasi HAM dan penduduk
negara; yang menegaskan seperti di bawah ini

Semua manusia itu lahir dan tetap bebas dan sama dalam hukum. Perbedaan
sosial hanya didasarkan pada kegunaan umum.
Tujuan negara melindungi hak-hak alami dan tidak dapat dicabut. Hak alami
meliputi: hak kebebasan, hak milik, hak keamanan, hak perlindungan.
Dari tinjauan di atas HAM dilandasi oleh tekad yang dibenarkan, seperti berikut.
HAM bersumber dari Tuhan, sering disebut hukum alam yang memiliki atau
memberikan kepada semua orang per individu tanpa membedakan status orang
per orang.
Hak asasi, mengarah/mengutamakan lebih dulu kepuasan batin semua pihak
yang dapat memberikan kontribusi positif dan aktif pada kepuasan lahiriah.
Penjabaran/aplikasi HAM berkembang terus seirama dengan perkembangan
pikiran budaya, cita-cita manusia dan IPTEK.
Manusia tidak bisa kehilangan hak asasinya kalau tidak ia akan tidak lagi
secara kodrati menjadi manusia.
HAM selalu melekat pada setiap orang untuk sepanjang hidupnya tanpa dapat
diambil atau dicabut, kecuali ada pelanggaran atas aturan hukum yang berlaku,
lewat keputusan hakiki yang adil dan benar
Keberadaan negara, antara lain untuk menghormati dan memperkenalkan
HAM sesuai dengan kesepakatan bersama demi pengembangan martabat
manusia.
Kesadaran memiliki dan melaksanakan HAM harus dikaitkan pula dengan
kewajiban asasi dan tanggung jawab asasi.

b. Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia

Dalam UUD 1945, ada pasal yang mencantumkan mengenai hak dan kewajiban,
seperti berikut.

Pasal 26 (1) - Hak berwarga negara: Yang menjadi warga negara ialah orang-
orang Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan oleh UU
sebagai warga negara.

6
Pasal 27 - Hak dan kewajiban akan kesamaan dan persamaan di depan hukum,
hak bekerja untuk hidup layak dan hak membela negara.
(1) Segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kekecualiannya;
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi
kemanusiaan;
(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya membela negara.
Pasal 28 - Hak berserikat, berkumpul dan berpendapat. Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya di tetapkan dengan UU. Pasal 28 A sampai 28 J memuat
revitalisasi DU HAM.
Pasal 29 - Hak beragama
(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal 30 - Hak dan kewajiban ikut serta dalam Hankam
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha Hankam
negara.
(2) Usaha Hankam negara dilaksanakan melalui Hankam rakyat semesta oleh TNI
dan Polri sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.
Pasal 31 - Hak dan kewajiban akan pendidikan
(1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan UU.
Pasal 33 - Hak kesejahteraan sosial
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan sebesar-sebesarnya untuk kemakmuran rakyat.

7
Pasal 34 - Hak jaminan sosial
(1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak.

5. Negara Hukum

Konstruksi yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea III adalah hasil
kesepakatan (bukan kontrak sosial) bahwa individu bebas dan di sisi lain ada negara
yang dibentuk oleh individu yang bebas tersebut. Dalam hal ini menunjukkan ada pihak
yang memerintah dan ada pihak yang diperintah. Kondisi ini mempengaruhi arti hukum.

Di Indonesia, hidup berkelompok dipangang sebagai suatu integral, yaitu satu


kepentingan rakyat dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan pemerintah
(dalam arti luas) sebagai penyelenggara kehidupan bernegara atas nama rakyat. Jadi,
manusia tidak dilahirkan bebas, tetapi dilahirkan dalam keterikatan dengan orang lain.
Keterikatan inilah yang menentukan keberadaan hukum.

Negara Hukum adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya


didasarkan atas hukum. Di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga lain dalam
melaksanakan tindakan apa pun harus dilandasi oleh hukum dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan
pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk
menyelenggarakan ketertiban hukum (Mustafa Kamal Pasha, 2003)

Negara berdasar atas hukum menempatkan hukum sebagai hal yang tertinggi
(supreme) sehingga ada istilah supremasi hukum. Supremasi hukum harus tidak boleh
mengabaikan tiga ide dasar hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian (Achmad
Ali, 2002). Apabila Negara berdasar atas hukum, pemerintahan Negara itu juga harus
berdasar atas suatu konstitusi atau undang-undang dasar sebagai landasan
penyelenggaraan pemerintahan. Konstitusi dalam negara hukum adalah konstitusi yang
bercirikan gagasan kostitusionalisme yaitu adanya pembatasan atas kekuasaan dan
jaminan hak dasar warga negara.

8
6. Keadilan Dalam Hukum Indonesia

Secara nyata dapat dilihat adanya lembaga-lembaga negara yang dikhususkan


untuk melidungi Hak Asasi Manusia seseorang. Seperti Komisi Perlindungan Hak Asasi
Manusia, Komisi Perlindungan Perempuan, Komisi Perlindungan Anak, Komisi
perlindungan saksi dan korban.

Dalam upaya penegakan hak asasi manusia, TAP MPR No.XVII/MPR/1998


menugaskan kepada Pemerintah dalam arti luas, Presiden, Komnas HAM dan Badan
Pengadilan HAM dan Masyarakat Indonesia. Penegakan HAM sama halnya dalam
penegakan hukum, maka akan sangat dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu:

a. Adanya aturan hukum tentang hak asasi manusia yang jelas.

b. Adanya unsur pelaksana yang sering disebut penegak hukum, seperti polisi, jaksa,
hakim, lembaga mediasi lainnya, yang bermoralitas baik dan terpuji.

c. Adanya sumber dana dan daya atau sarana dan prasarana yang memadai.

d. Adanya dukungan atau kesadaran hukum dalam masyarakat.

Untuk Komisi Nasional Hak Asasi manusia di Indonesia telah dibentuk


pertamakalinya dengan Keppres No. 50 Tahun 1993, yang kemudian dicabut dan diatur
kembali dalam Bab VII UU No. 39 Tahun 1999 (Pasal 55 - Pasal 99) di sesuaikan
dengan perintah Pasal 4 Tap MPR No. XVII/MPR/1978, yang haras diatur dengan
undang-undang. Latar Belakang, Tujuan dan tugas Komnas HAM diatur dalam Bab VII
(Pasal 75-99).

Tujuan dibentuknya Komnas HAM

a. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan


Pancasila, UUD 45, dan Piagam PBB, Deklarasi, maupun Konvenan-
Konvenan Internasional

b. Meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM untuk perkembangan


pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam
berbagai bidang kehidupan (Pasal 75 UU No. 39/1999)

9
Fungsi, tugas dan kewenangan Komnas HAM: pengkajian, penelitian, penyuluhan,
pemantauan dan mediasi tentang HAM (Pasal 76 ayat 1 UU No. 39/1999).

a. Fungsi pengkajian dan penelitian meliputi:

1. Pengkajian dan penelitian instrumen internasional HAM dengan tujuan


memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan ratifikasi.

2. Pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk


memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan dan
pencabutan peraturanperundang-undangan yang berkaitan dengan HAM.

3. Penerbitan hasil pengkajian dan penelitian studi kepustakaan, studi


banding di negara lain mengenai HAM.

4. Pembahasan masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakan dan


dan pemajuan HAM.

5. Kerjasama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga/pihak


lain, baik tingkat nasional maupun internasionaldalam bidang HAM.

b. Fungsi penyuluhan

1. Penyebaraluasan wawasan mengenai HAM.

2. Peningkatan kesadaran melalui pendidikan formal dan non formal serta


berbagai kalangan lainnya.

c. Fungsi pemantauan

1. Pelaksanaan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang


timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat dan lingkungan patut
diduga terdapat pelanggaran HAM.

2. Pemanggilan kepada pihak pengadu dan korban maupun pihak yang


diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya

3. Pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya dan kepada


saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan.

4. Peninjauan di tempat kejadian dan tempat lain yang dianggap perlu,


pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberi keterangan secara

10
tertulis atau menyerahkan dokomen yang diperlukan sesuai dengan
aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan.

5. Pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan


tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan
persetujuan Ketua Pengadilan.

6. Pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua pengadilan terhadap


perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan bilamana dalam
perkara tersebut terdapat pelanggaran HAM dalam masalah publik
kemudian pendapat Komnas HAM itu wajib diberitahukan oleh hakim
kepada para pihak.

d. Fungsi mediasi (perdamaian kedua belah pihak)

1. Menyelesaikan perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,


konsiliasi dan penilaian ahli. Memberi saran kepada para pihak untuk
menyelesaikan sengketa melalui pengadilan.

2. Menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran HAM kepada


Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya.

3. Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran HAM kepada


Dewan Perwakilan Rakyat RI untuk ditindaklanjuti.

e. Soal Pengaduan ke Komnas HAM (Pasal 90)

1. Pihak pengadu: Setiap orang atau kelompok orang yang memiliki alasan
kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan
pengaduan secara lisan atau tertulis.

1) Pengaduan hanya akan mendapat pelayanan apabila disertai dengan


identitas pengadu yang benar dan keterangan atau bukti awal yang
jelas tentang materi yang diadukan. Dalam hal pengaduan dilakukan
oleh pihak lain harus disertai persetujuan dari pihak yang hak
asasinya dilanggar sebagai korban, kecuali untuk pelanggaranHAM
tertentu berdasarkan pertimbangan Komnas HAM.

11
2) Pengaduan pelanggaran HAM meliputi pula pengaduan melalui
perwakilan mengenai pelanggaran HAM yang dialami oleh kelompok
masyarakat.

2. Pemeriksaan pengaduan

1) Pemeriksaan atas pengaduan kepada Komnas HAM tidak dilakukan


atau dihentikan apabila tidak memiliki bukti awal yang memadai dan
pengaduan diajukan dengan itikad buruk atau ternyata tidak ada
kesungguhan dari pihak pengadu.

2) Terdapat upaya hukum yang lebih efektif bagi penyelesaian materi


pengaduan atau sedang berlangsung penyelesaian melalui upaya
hukum yang tersedia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

3) Mekanisme pelaksanaan kewenangan untuk tidak melakukan atau


menghentikan pemeriksaan seperti dimaksud ditetapkan dalam
Peraturan Tata Tertib Komnas HAM.

3. Alasan untuk menjaga kerahasiaan identitas Pengadu: Komnas HAM


dapat mempertimbangkan untuk menjaga kerahasiaan pengadu,
kerahasiaan keterangan maupun bukti lainnya kepada pihak lain terkait
dengan materi aduan. Membatasi penyebarluasan materi, keterangan atau
bukti yang diperoleh Komnas HAM melalui pemantauan atau pengaduan
dengan pertimbangan sebagai berikut (Pasal 92 ayat (3)):

1) Membahayakan keamanan dan keselamatan negara, keselamatan dan


ketertiban umum.

2) Membahayakan keselamatan perorangan, mencemarkan nama baik


perorangan, membocorkan rahasia negara atau hal-hal yang wajib
dirahasiakan dalam proses pengambilan keputusan Pemerintah.

3) Membocorkan hal-hal yang wajib dirahasiakan dalam proses


penyidikan, penuntutan dan persidangan suatu perkara pidana.

4) Menghambat terwujudnya penyelesaian terhadap masalah yang ada


atau membocorkan hal-hal yang termasuk rahasia dagang.

12
4. Tempat Pemeriksaan: Pemeriksaan dilakukan oleh Komnas HAM
dilakukan dalam ruang tertutup untuk umum. Para pengadu, korban, saksi,
dan atau pihak lain wajib memenuhi permintaan Komnas HAM. Apabila
tidak dipenuhi, maka Komnas HAM dapat meminta bantuan Ketua
Pengadilan untuk pemanggilan secara paksa sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Demikian hal-hal penting yang
berkaitan dengan Komnas HAM. Informasi yang lebih detail mengenai
Komnas HAM lihat Pasal 75-99 UU No. 39 Tahun 1999 serta peraturan
Tatatertib Komnas HAM.

5. Pengadilan HAM: Perkara pelanggaran HAM dapat dikatagorikan atas


dua macam, yakni pelanggaran HAM biasa dan pelanggaran HAM yang
berat.

1) Untuk pelanggaran HAM yang “tidak berat” akan diadili oleh


Peradilan Umum Perdata atau Pidana, Peradilan Militer, Peradilan
Tata Usaha tergantung pada jenis sifat perkara, baik yang berkaitan
dengan pelaku, perbuatan dan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan
pelanggaran hak-hak asasi manusia yang dikatagorikan biasa.

2) Mengenai Peradilan HAM adalah suatu peradilan yang bersifat


khusus yang menangani perkara “pelanggaran HAM yang berat”.
Perhatikan UU NO. 26 Tahun 2000. Pasal 7, di mana Pelanggaran
HAM yang berat meliputi kejahatan terhadap Kemanusiaan (Pasal 9)
dan kejahatan Genosida (Pasal 8). Kriteria atau unsur-unsur
pelanggaran HAM berat dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 7 dan 8.

7. Etika Kehidupan Berbangsa

Setiap masyarakat atau bangsa pasti mempunyai pegangan moral yang menjadi
landasan sikap, perilaku dan perbuatan mereka untuk mencapai apa yang dicita-citakan.
Dalam kehidupan berbangsa, terdapat beberapa pokok etika. Kesemua pokok-pokok
etika kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportifitas,
disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga
kehormatan serta martabat diri sebagai warga negara.

13
Etika kehidupan berbangsa yang telah ditetapkan dalam ketetapan mejelis
permusyawakatan rakyat republik indonesia no.VI/MPR/2001 dimaksudkan untuk
membantu membantu memberikan penyadaran tentang arti penting tegaknya etika dan
moral kualitas manusia yang beriman, bertakwa dan berwatak mulia serta
berkepribadian indonesia dalam kehidupan berbangsa.

Berdasarkan maksud dan tujuan seperti tersebut diatas,maka diharapkan etika


kehidupan berbangsa tidak merupakan rumusan untuk bahan bacaan semata, tetapi yang
lebih penting adalah untuk diimplementasikan. Sedangkan dalam implementasinya,
diperlukan arah kebijakan agar dapat tercapai tujuan membangun etika kehidupan
berbangsa. Arah kebijakan yang dimaksud adalah:

1. Nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa yang telah diyakini dan dihayati
oleh bangsa indonesia hendaknya diaktualisasikan dalam kehidupan pribadi,
keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara melalui berbagai jalur pendidikan,
yaitu pendidikan formal, informal dan nonformal dan pemberian contoh
keteladanan oleh para pemimpin negara, pemimpin bangsa dan pemimpin
masyarakat.

2. Orientasi pendidikan yang selama ini lebih mengutamakan aspek pengenalan,


hendaknya diarahkan menjadi pendidikan yang bersifat terpadu, artinya proses
pengenalan dalam proses pendidikan disegala strata selalu dipadukan dengan
penekanan pada ajaran etika yang bersumber dari ajaran agama dan budaya
luhur bangsa serta pendidikan watak dan budipekerti. Dalam hal ini ada
keseimbangan penekanan antara kecerdasan intelektual, kematangan
emosional dan spiritual serta amal kebijakan.

3. Dalam proses membangun bangsa indonesia seutuhnya diupayakan agar setiap


program pembangunan dan keseluruhan aktivitas kehidupan berbangsa, dalam
setiap aspek dan proses pelaksanaannya dijiwai oleh nilai-nilai etika dan
akhlak mulia, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.

14
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya.
Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang
perlu kita ingat bahwa jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.

Dalam kehidupan bernegara, HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-


undangan, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh
seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu negara akan diadili dalam
pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui
hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam UU pengadilan HAM.

2. Saran

Upaya agar sadar akan pentingnya Hak Asasi Manusia, maka penulis memberikan
saran-saran sebagai berikut:
1. Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan
HAM kita sendiri.
2. Kita harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita
melakukan pelanggaran HAM dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan
dinjak-injak oleh orang lain
3. Pemerintah khususnya pihak kepolisian harus bisa menjadi sarana dalam
menyelesaikan masalah pelanggaran HAM.
4. Pemerintah harus bisa bekerjasama dengan masyarakat dalam mewujudkan
kesejahteraan rakyat.
5. Dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara
HAM kita dengan HAM orang lain.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.


2. Rahayu, Ani Sri. 2013. Pendidikan Pancasila& Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara .
3. Rahayu, Minto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan: Perjuangan Menghidupi Jati Diri
Bangsa. Gramedia Widiasarana Indonesia.

16

Anda mungkin juga menyukai