Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penilaian kesadaran penting dilakukan pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran pada pasien di Unit Gawat Darurat dan ICU, hal ini
bertujuan untuk memperkirakan prognosis pada seorang pasien. Penentuan
prognosis pasien di unit perawatan intensive merupakan suatu hal yang perlu
diperhatikan. Jika terjadi kesalahan dalam menentukan prognosis maka dapat
mengakibatkan kesalahan dalam pemberian terapi, khususnya yang berkaitan
dengan pengobatan penyakit. Dengan mengetahui prediksi dari suatu
prognosis maka penanganan pada pasien akan menjadi lebih optimal dan
dapat memotivasi tenaga kesehatan untuk memberikan penanganan segera
maka hal ini akan berdampak buruk pada pasien, pasien dapat tiba-tiba jatuh
pada keadaan koma, dan keadaan koma yang tidak mengalami perbaikan
dapat berlanjut pada keadaan mati batang otak. Oleh karena itu diperlukan
observasi dan alat ukur observasi yang tepat untuk dipakai ruang ICU
(Schnakers et al., 2009).
Saat ini banyak alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran yang ditemukan maupun direvisi kembali oleh penemunya. Dari
alat ukur tersebut, berdasarkan studi meta-analisis terdapat tiga alat ukur yang
paling baik diantara alat-alat ukur lainnya yang digunakan untuk menilai
tingkat kesadaran yaitu Glasgow Coma Scale (GCS), The Full Outline
UnResponsiveness (FOUR) Score dan Coma Recovery Scale-Revised (CRS-
R). Ketiga alat ukur ini telah tervalidasi dan telah digunakan di beberapa
rumah sakit oleh tenaga kesehatan (Fischer, 2010).

1
Salah satu alat ukur yang paling umum digunakan untuk menilai
tingkat kesadaran pada pasien adalah Glasgow Coma Scale (GCS). GCS dapat
digunakan untuk menentukan prognosis seorang pasien, mengukur disfungsi
serebral, dan dapat mengevaluasi tingkat kesadaran pasien. Selain itu GCS
dapat melakukan pengukuran dalam waktu yang relative singkat dan mudah
digunakan. Akan tetapi GCS memiliki beberapa keterbatasan salah satunya
adalah GCS kurang efektif dalam mengukur respons verbal pada pasien
dengan keadaan koma dan terpasang alat bantu napas seperti pasien
terinkubasi ataupun pada pasien yang terpasang ventilator yang biasa
terpasang pada pasien yang dirawat di ruang ICU (Edwards, 2001).
Untuk itu penulis akan membahas pemeriksaan tingkat kesadaran
menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yang sering digunakan di rumah
sakit untuk mendapatkan pengetahuan yang sesuai dengan standar operasional
prosedur.

B. Tujuan
Untuk mengetahui Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang
Glasgow Coma Scale (GCS).

2
BAB II
PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN (GCS)

A. Pengertian GCS (Glasgow Coma Scale)


GCS (Glasgow Coma Scale) adalah suatu skala neurologik yang
dipakai untuk menilai secara obyektif derajat kesadaran seseorang. GCS
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Graham Teasdale dan
Bryan J. Jennett, professor bedah saraf pada Institute of Neurological
Sciences, Universitas Glasgow. GCS kini sangat luas digunakan oleh
dokter umum maupun para medis karena patokan / kriteria yang lebih jelas
dan sistematis.
Skala Koma Glasgow (SKG) atau Glasgow Coma Scale (GCS) adalah
metode kuantitatif kesadaran yang paling popular. Pemeriksaan ini
meliputi aspek membuka mata (eye opening=E), respons verbal (verbal
respons=V), dan respons motorik (motor respons=M), dengan skor GCS
minimal adalah 3 dan maksimal adalah 15, GCS idealnya diperiksa terus-
menerus pada pasien yang dirawat inap.
Saat memeriksa GCS, ingatlah bahwa kita selalu mencari respons
terbaik. Jika misalnya saat diberi rangsang tekanan namun lengan kanan
terlihat mampu melokalisasi rangsangan. Sedangkan lengan kiri
melakukan fleksi abnormal maka yang dipakai adalah respons lengan
kanan (lebih baik).
GCS terdiri dari 3 pemeriksaan, yaitu penilaian: respons membuka
mata (eye opening), respons motorik terbaik (best motor response), dan
respons verbal terbaik (best verbal response).

3
1. Pemeriksaan Kuantitatif
a. Membuka Mata

SCOR
PEMERIKSAAN
E
4 Spontan
Membuka mata dengan rangsang suara (menyuruh pasien
3
membuka mata)
Membuka mata dengan rangsang nyeri tekan pada supraorbita /
2
kuku jari
1 Dengan rangsang nyeri tidak membuka mata

b. Respon Verbal / Bicara

SCOR
PEMERIKSAAN
E
Baik, dapat menjawab dengan kalimat yang baik dan tahu siapa
5
ia, dimana ia berada, dan kapan
Dapat bicara dalam kalimat tetapi terdapat disorientasi waktu
4
dan tempat
Dapat mengucapkan kata-kata, tetapi ltidak berupa kalimat dan
3
tidak tepat.
2 Mengerang, tidak ada kata-kata
1 Tidak ada respon dengan rangsang nyeri

c. Respon Motorik / Gerakan

SCOR
PEMERIKSAAN
E
6 Menuruti perintah
5 Mengetahui lokasi nyeri
4 Dapat menghindar dari rangsang nyeri
3 Dengan rangsang nyeri terdapat gerakan fleksi
2 Dengan gerakan nyeri terdapat gerakan ekstensi
1 Tidak terdapat respon dengn rangsang nyeri

4
2. Pemeriksaan Kualitatif
a. Kompos Mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh
asupan dari panca indra dan bereaksi secara optimal terhadap
seluruh rangsangan baik di luar maupun dalam. GCS Skor 14-15
b. Somnelen/Drowsiness/Clouding of Consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan
dengan perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit
bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya
menurun. GCS Skor 11-12
c. Stupor/Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru
membuka mata atau bersuara satu dua kata. Motorik hanya berupa
gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri. GCS Skor 8-10
d. Soporokoma/Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya
dapat mengerang tanpa arti, motoric hanya gerakan primitif.
e. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam
hal membuka mata, bicara maupun reaksi motorik. Skor < 5
f. Delirium
Tingkat kesadaran yang paling bawah ditandai dengan dikorientasi
yang sangat iriatif, kacau dan salah persepsi terhadap rangsangan
sensorik.

B. Faktor yang Memempengaruhi Perubahan Tingkat Kesadaran

5
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor,
termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan,
kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan
tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala. Adanya defisit tingkat
kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem
aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran
berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan
mortalitas (kematian). Jadi sangat penting dalam mengukur status
neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah
satu bagian dari vital sign.

C. Tujuan Pemeriksaan Tingkat Kesadaran (GCS)


1. Sebagai acuan dalam menilai tingkat kesadaran pasien
2. Sebagai upaya untuk mendapatkan data obyektif sehingga dapat
menentukan tindakan keperawatan selanjutnya
3. Mengevaluasi perkembangan penyakit pasien

D. Indikasi
Pada pasien dengan penurunan tingkat kesadaran

E. Persiapan Pasien
1. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
2. Memantau keadaan umum pasien
3. Mengatur posisi supinasi

F. Persiapan Alat

6
1. Alat tulis
2. Kertas hasil pemeriksaan

G. Prosedur Tindakan
Urutan:
Lakukan pemeriksaan dengan urutan sebagai berikut:
1. Periksa: faktor-faktor yang mengganggu komunikasi, kemampuan
berespons, dan cedera-cedera lain
2. Amati: membuka mata, isi pembicaraan, dan gerakan sisi kanan dan
kiri
3. Rangsang: rangsangan dari suara yaitu perintah suara / suara lantang.
Sedangkan rangsangan secara fisik adalah tekanan di ujung jari,
trapezius, atau teknik supraorbital.
4. Beri nilai: berikan nilai sesuai respons tertinggi yang diamati.

H. Tahap Pra Interaksi


1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
2. Menempatkan alat didekat pasien
3. Mencuci tangan

I. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien dan keluarga
3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien sebelum pemeriksaan
dilakukan

J. Tahap Kerja

7
Membuka Mata (Eye Opening)
1. Lihat terlebih dahulu apakah mata pasien terbuka spontan atau tidak.
2. Jika ya, perhatikan apakah tatapan pasien memperlihatkan atensi
terhadap lawan bicara atau tidak.
3. Jika mata pasien terpejam, mintalah pasien untuk membuka mata.
4. Jika pasien membuka mata, sambil memberikan perintah yang lain,
perhatikan apakah pasien dapat mempertahankan matanya tetap dibuka
atau hanya membuka sebentar lalu dipejamkan lagi.
5. Jika mata pasien tetap terpejam saat diminta membuka mata, berikan
rangsangan tekanan yang adekuat. Biasanya ini dilakukan dengan
menekan bantalan kuku jari tangan atau kaki dengan batang pensil
atau menekan takik supraorbital.
6. Catat temuan Anda untuk komponen eye opening.

Respon Motorik (Motor Respons)


1. Sapalah pasien.
2. Minta pasien melakukan dua hal sederhana seperti mengangkat lengan
kanan dan memegang telinga kiri. Jika pasien tidak dapat
melakukannya, berikan rangsangan tekanan.
3. Rangsangan tekanan yang diberikan adalah mencubit otot trapezius
dan menekan takik supraorbital.
4. Saat memberikan rangsangan, lihatlah respons pasien, yaitu:
a. Jika pasien menepis tangan Anda yang sedang memberikan
rangsang tekanan dileher dan di kepala, maka kita menganggap
pasien mampu melokalisasi rangsangan.
b. Jika pasien hanya menggerak-gerakkan badannya saat diberi
rangsangan di kepala dan leher, maka kita menganggap pasien
mampu melokalisasi nyeri namun melakukan fleksi normal atau
menaruik lengannya (withdrawing).

8
c. Jika saat diberikan rangsangan tekanan pasien memberikan
respons pasien adalah sikap deserebrasi.
d. Jika tidak ada respons maka kita anggap tidak berespons.
5. Catat temuan Anda untuk komponen motor response.

Respon Verbal (Verbal Respons)


1. Sapalah pasien.
2. Tanyakan nama, apa yang dia rasakan, dan apakah dia tahu dimana
dia berada sekarang, dan tanggal berapa sekarang.
3. Nilailah apakah pasien dapat bercakap-cakap dengan orientasi yang
baik, bercakap-cakap dengan orientasi yang tidak baik, hanya
mengeluarkan kata-kata yang tidak membentuk kalimat, hanya
mengeluarkan suara tidak jelas, atau tidak ada respons.
4. Catat penilaian verbal response.

K. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Berpamitan dengan klien
3. Membereskan alat-alat
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawat

1. Membuka Mata

9
SCOR
PEMERIKSAAN
E
4 Spontan
3 Dengan perintah
2 Dengan rangsang nyeri
1 Tidak berespons

2. Respon Verbal / Bicara

SCOR
PEMERIKSAAN
E
Baik, dapat menjawab dengan kalimat yang baik dan tahu siapa
5
ia, dimana ia berada, dan kapan (Berorientasi)
4 Bicara membingungkan
3 Kata-kata tidak tepat
2 Suara tidak dapat dimengerti
1 Tidak berespons

3. Respon Motorik / Gerakan

SCOR
PEMERIKSAAN
E
6 Menuruti perintah (Dengan perintah)
5 Mengetahui lokasi nyeri
4 Dapat menghindar dari rangsang nyeri
3 Dengan rangsang nyeri terdapat gerakan fleksi
2 Dengan gerakan nyeri terdapat gerakan ekstensi
1 Tidak terdapat respon dengn rangsang nyeri

BAB III

PENUTUP

10
A. Kesimpulan
Skala Koma Glasgow (SKG) atau Glasgow Coma Scale (GCS) adalah
metode kuantitatif kesadaran yang paling popular. Pemeriksaan ini meliputi
aspek membuka mata (eye opening=E), respons verbal (verbal respons=V),
dan respons motorik (motor respons=M), dengan skor GCS minimal adalah 3
dan maksimal adalah 15, GCS idealnya diperiksa terus-menerus pada pasien
yang dirawat inap.
GCS adalah suatu skala neurologik yang dipakai untuk menilai secara
obyektif derajat kesadaran seseorang. GCS terdiri dari 3 pemeriksaan, yaitu
penilaian: respons membuka mata (eye opening), respons motorik terbaik
(best motor response), dan respons verbal terbaik (best verbal response).

B. Saran
GCS adalah suatu skala neurologik yang dipakai untuk menilai secara
obyektif derajat kesadaran seseorang. Sebaiknya pemeriksaan GCS dilakukan
di awal pemeriksaan kesadaran pada klien.

DAFTAR PUSAKA

11
Corwin, E.J. 2001. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U.

Jakarta: EGC

Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yokyakarta: Gajah Mada

University Press

Mutaqqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan

Sistem Persarafan . Jakarta: Salemba Medica

Padmosantjojo. 2000. Keperawatan Bedah Saraf. Jakarta: Bagian Bedah


Saraf

FKUI

Scholarly articles for Schnakers et al (2009)

Scholarly articles for Fischer 2010

12

Anda mungkin juga menyukai