Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

PADA TAHAP PERKEMBANGAAN LANSIA

DISUSUN OLEH :

RISHA MULIYANA PUJIASTUTI

(022 SYE 17)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSATENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA
PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS DI DUSUN PENIMBUNG TIMUR DESA
PENIMBUNG

A. Konsep Dasar Keluarga


1. Definisi Keperawatan Keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh kebersamaan dan kedekatan
emosional serta yang mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari keluarga (Friedman,
2010).
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dimana terjadi interaksi antara
anak dan orang tuanya. Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta kulu dan warga atau
kuluwarga yang berarti anggota kelompok kerabat (Padila, 2012).
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan
anak, yang saling berinteraksi dan memiliki hubungan yang erat untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Interaksi yang baik antara anak dan orang tua merupakan hal penting
dalam masa perkembangan anak. Interaksi yang baik ditentukan oleh kualitas
pemahamaan dari anak dan orang tua untuk mencapai kebutuhan keluarga (Soetji
ningsih, 2012).
2. Tujuan Keperawatan Keluarga
Tujuan yang ingin dicapai dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga
adalah meningkatkan status kesehatan keluarga agar keluarga dapat meningkatkan
produktifitas dan kesejahteraan keluarga.
a. Tujuan Umum
Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan keluarga dalam
meningkatkan, mencegah, memelihara kesehatan mereka sehingga status
kesehatannya meningkat dan mampu melaksanakan tugas-tugas mereka secara
produktif.
b. Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemampuan keluarga dalam
hal ini :
1) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi masalah kesehatan
yang dihadapi.
2) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menanggulangi masalah kesehatan
dasar daam keluarga.
3) Meningkatakan kemampuan keluarga dalam memgambil keputusan yang tepat.
4) Meningkatkan kemampuan keluarga memberikan asuhan keperawatan terhadap
anggota keluarga yang sakit.
5) Meningkatkan produktifitas keluarga dalam meningkatkan mutu hidupnya.
3. Macam-Macam Struktur / Tipe / Bentuk Keluarga
a. Tradisional
1) The nuclear family (keluarga inti)Keluarga yang terdiri dari suami, istri
dan anak.
2) The dyad family. Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak)
yang hidup bersama dalam satu rumah
3) Keluarga usila.Keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan
anak sudah memisahkan diri
4) The childless family.Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan
untuk mendapatkan anak terlambat waktunya, yang disebabkan karena
mengejar karir/pendidikan yang terjadi pada wanita
5) The extended family (keluarga luas/besar).Keluarga yang terdiri dari tiga
generasi yang hidup bersama dalam satu rumah seperti nuclear family
disertai : paman, tante, orang tua (kakak-nenek), keponakan, dll)
6) The single-parent family (keluarga duda/janda).Keluarga yang terdiri
dari satu orang tua (ayah dan ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui
proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan)
7) Commuter family.Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah
satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja diluar
kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pada saat akhir pekan (week-end)
8) Multigenerational family.Keluarga dengan beberapa generasi atau
kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah
9) Kin-network family.Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah
atau saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan
yang sama. Misalnya : dapur, kamar mandi, televisi, telpon, dll).
10) Blended family.Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah
kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya
11) The single adult living alone / single-adult family.Keluarga yang terdiri
dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan
(separasi), seperti : perceraian atau ditinggal mati
b. NonTradisional
1) The unmarried teenage mother. Keluarga yang terdiri dari orang tua
(terutamaibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah
2) The stepparent family. Keluarga dengan orang tua tiri
3) Commune family. Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak
ada hubungan saudara, yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan
fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui
aktivitas kelompok / membesarkan anak bersama.
4) The nonmarital heterosexual cohabiting family. Keluarga yang hidup
bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan
5) Gay and lesbian families. Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup
bersama sebagaimana pasangan suami-istri (marital partners)
6) Cohabitating couple. Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan
perkawinan karena beberapa alas an tertentu
7) Group-marriage family. Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-
alat rumah tangga bersama, yang merasa telah saling menikah satu dengan
yang lainnya, berbagi sesuatu, termasuk sexual dan membesarkan anaknya
8) Group network family. Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-
nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang
rumah tangga bersama, pelayanan dan bertanggung jawab membesarkan
anaknya
9) Foster family. Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut
perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya
10) Homeless family. Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai
perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan
keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental
11) Gang. Sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda yang
mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian, tetapi
berkembang dalam kekerasan dan criminal dalam kehidupannya.
4. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga
Menurut Duval 1985 dan Friedman 1998, ada 8 tahap dan siklus tumbuh kembang
keluarga, yaitu :
1. Tahap I : Keluarga Pemula. Keluarga pemula merujuk pada pasangan
menikah/tahap pernikahan. Tugas perkembangan keluarga saat ini adalah
membangun perkawinan yang saling memuaskan, menghubungkan jaringan
persaudaraan secara harmonis, merencanakan keluarga berencana.
2. Tahap II : Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi sampai umur 30
bulan).Tugas perkembangan keluarga pada tahap II, yaitu membentuk keluarga
muda sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan, memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan
menambahkan peran orang tua kakek dan nenek dan mensosialisasikan dengan
lingkungan keluarga besar masing-masing pasangan.
3. Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua berumur 2-6
tahun). Tugas perkembangan keluarga pada tahap III, yaitu memenuhi kebutuhan
anggota keluarga, mensosialisasikan anak, mengintegrasikan anak yang baru
sementara tetap memenuhi kebutuhan anak yang lainnya, mempertahankan
hubungan yang sehat dalam keluarga dan luar keluarga, menanamkan nilai dan
norma kehidupan, mulai mengenalkan kultur keluarga, menanamkan keyakinan
beragama, memenuhi kebutuhan bermain anak.
4. Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia 6-13 tahun).
Tugas perkembangan keluarga tahap IV, yaitu mensosialisasikan anak termasuk
meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman
sebaya, mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, memenuhi
kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga, membiasakan belajar teratur,
memperhatikan anak saat menyelesaikan tugas sekolah.
5. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13-20 tahun). Tugas
perkembangan keluarga pada tahap V, yaitu menyeimbangkan kebebasan dengan
tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan mandiri, memfokuskan
kembali hubungan perkawinan, berkomunikasi secara terbuka antara orang tua
dan anak-anak, memberikan perhatian, memberikan kebebasan dalam batasan
tanggung jawab, mempertahankan komunikasi terbuka dua arah.
6. Tahap VI : Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup anak
pertama sampai anak terakhir yang meninggalkan rumah).Tahap ini adalah tahap
keluarga melepas anak dewasa muda dengan tugas perkembangan keluarga antara
lain : memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru
yang didapat dari hasil pernikahan anak-anaknya, melanjutkan untuk
memperbaharui dan menyelesaikan kembali hubungan perkawinan, membantu
orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami dan istri.
7. Tahap VII : Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan atau pensiunan).Tahap
keluarga pertengahan dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini juga dimulai ketika orang
tua memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir pada saat pasangan pensiun. Tugas
perkembangannya adalah menyediakan lingkungan yang sehat, mempertahankan
hubungan yang memuaskan dan penuh arah dengan lansia dan anak-anak,
memperoleh hubungna perkawinan yang kokoh.
8. Tahap VIII : Keluarga dalam tahap pensiunan dan lansia. Dimulai dengan salah
satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun terutama berlangsung hingga
salah satu pasangan meninggal dan berakhir dengan pasangan lain meninggal.
Tugas perkembangan keluarga adalah mempertahankan pengaturan hidup yang
memuaskan, menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun, mempertahankan
hubungan perkawinan, menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan dan
mempertahankan ikatan keluarga antara generasi.
5. Prinsip Keperawatan Keluarga
Ada beberapa prinsip utama yang harus dipegang oleh perawat keluarga yaitu:
1) Keluarga dijadikan sebagai unit dalam pelayanan kesehatan. Dalam konteks ini
keluarga dipandang sebagai klien atau sebagai fokus utama pengkajian
keperawatan. Keluarga dipandang sebagai system yang berinteraksi, dimana
fokusnya adalah dinamika dan hubungan internal keluarga, struktur dan fungsi
keluarga serta saling ketergantungan subsistem keluarga dengan kesehatan dan
keluarga dengan lingkungan luarnya.
2) Dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga sehat adalah sebagai tujuan
utamanya dengan cara meningkatkan status kesehatan keluarga agar keluarga
dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahtraan keluarga.
3) Asuhan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai peningkatan kesehatan
keluarga.
4) Dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga, perawat harus melibatkan
peran serta aktif seluruh keluarga dalam merumuskan masalah dan kebutuhan
keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya.
5) Diusahakan mengutamakan kegiatan lebih bersifat promotif dan preventif dengan
tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
6) Dalam memberikan asuhan keperawatan agar memanfaatkan sumber daya
keluarga semaksimal mungkin.
7) Sasaran asuhan keperawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara
keseluruhan.
8) Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan asuhan keperawatan adalah
dengan pendekatan pemecahan masalah dengan menggunakan proses
keperawatan.
9) Kegiatan utama dalam memberikan asuhan keperawatan adalah penyulahan
kesehatan dan asuhan keperawatan kesehatan dasar/perawatan dirumah.
10) Diutamakan terhadap keluarga yang resiko tinggi, karena keluarga dengan resiko
tinggi berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan yang mereka hadapi yang
disebabkan karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan mengatasi berbagai
masalah yang mereka hadapi.
11) Partisipasi keluarga aktif dilakukan. Dasar pemikiran yang diterapkan adalah
bahwa keluarga memiliki hak dan tanggung jawab untuk membuat keputusan-
keputusan menyangkut kesehatan mereka sendiri, partisipasi aktif dari keluarga
adalah suatu pendekatan esensial yang dimaksudkan dalam strategi intervensi
keperawatan keluarga keperawatan keluarga. Keterlibatan keluarga dalam
implementasi biasanya dimaksudkan untuk melibatkan keluarga dalam
memecahkan masalah mutual, juga mendiskusikan serta memutuskan pendekatan-
pendekatan yang paling tepat atau paling mungkin untuk digunakan agar
mencapai tujuan yang telah disetujui bersama.

Ada 3 tingkatan pencegahan terhadap kesehatan keluarga yaitu:


a. Pencegahan primer, yang meliputi peningkatan kesehatan dan tindakan preventif
khusus yang dirancang untuk mencegah orang bebas dari penyakit dan cedera.
b. Pencegahan sekunder, yang terdiri dari deteksi dini, diagnosis dan pengobatan
c. Pencegahan tersier, yang mencakup tahap penyembuhan dan rehabilitasi,
dirancang untuk meminimalkan tingkat fungsinya.

6. Tugas Keperawatan Keluarga


Untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, keluarga
mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling
memelihara. Freeman (1981) membagi 5 tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh
keluarga, yaitu :
a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat
c. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit, yang tidak dapat
membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda
d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarga
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-lembaga
kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-fasilitas
kesehatan yang ada
7. Peran dan Fungsi Keperawatan Keluarga
a. Peran perawat keluarga
Dalam upaya memandirikan keluarga untuk merawat anggota keluarga,
sehingga keluarga mampu melakukan fungsi dan tugas kesehatan sebagaimana
yang dikemukakan oleh friedman, yaitu diharapkan keluarga mampu
mengidentifikasi 5 fungsi dasar yaitu : fungsi efektif, sosialisasi, reproduksi,
ekonomi dan fungsi perawatan keluarga. Perawatan kesehatan keluarga adalah
pelayanan kesehatan yang ditujukan pada keluarga sebagai unit pelayanan untuk
mewujudkan keluarga yang sehat. Fungsi perawat membantu keluarga untuk
menyelesaikan masalah kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan
keluarga melakukan fungsi dan tugas perawatan kesehatan keluarga. Peran perawat
dalam melakukan perawatan kesehatan keluarga adalah :
1) Edukator
Perawat kesehatan keluarga harus mampu memberikan pendidikan
kesehatan kepada keluarga agar : keluarga dapat melakukan program asuhan
kesehatan keluarga secara mandiri dan bertanggung jawab terhadap masalah
kesehatan keluarga.Kemampuan pendidik ini perlu didukung kemampuan
tentang pemahaman bagaimana keluarga dapat melakukan proses belajar
mengajar.

2) Koordinator
Menurut ANA praktek keperawatan komunitas merupakan praktek
keperawatan yang umum, menyeluruh dan berlanjut. Keperawatan
berkelanjutan dapat dilaksanakan, jika direncanakan dan dikoordinasikan
dengan baik. Koordinasi merupakan salah satu peran utama perawat yang
bekerja dengan keluarga. Klien yang pulang dari rumah sakit memerlukan
perawatan lanjut di rumah, maka perlu koordinasi lanjutan asuhan
keperawatan di rumah. Program kegiatan atau terapi dari berbagai disiplin
pada keluarga perlu pula dikoordinasikan agar tidak terjadi tumpang tindih
dalam penanggulangan. Koordinasi diperlukan pada perawat berkelanjutan
agar pelayanan yang komperensif dapat tercapai.
3) Pelaksana perawatan dan pengawas perawatan langsung
Kontak pertama perawat pada keluarga dapat melalui anggota
keluarganya yang sakit. Perawat yang bekerja dengan klien dan keluarga baik
di rumah, klinik maupun di rumah sakit bertanggung jawab dalam
memberikan perawatan langsung atau mengawasi keluarga memberikan
perawatan pada anggota keluarga yang sakit di rumah sakit, perawat
memberikan perawatan langsung atau demonstrasi yang disaksikan oleh
keluarga dengan harapan keluarga mampu melakukan di rumah, perawat dapat
mendemonstrasikan dan mengawasi keluarga melakukan peran langsung
selama di rumah sakit atau di rumah oleh perawat kesehatan masyarakat.
4) Pengawas Kesehatan
Perawat mempunyai tugas melakukan home visit yang teratur untuk
mengidentifikasi atau melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga.
5) Konsultan atau penasehat
Perawat sebagai narasumber bagi keluarga didalam mengatasi masalah
kesehatan. Hubungan perawat-keluarga harus dibina dengan baik, perawat
harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya dengan demikian keluarga mau
meminta nasehat kepada perawat tentang masalah pribadi. Pada situasi ini
perawat sangat dipercaya sebagai narasumber dalam mengatasi masalah
kesehatan keluarga.
6) Kolaborasi
Perawat komunitas juga harus bekerja sama dengan pelayanan rumah
sakit atau anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan
keluarga yag optimal.
7) Advokasi
Keluarga seringkali tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai di
masyarakat, kadang kala keluarga tidak menyadari mereka telah dirugikan,
sebagai advokat klien perawat berkewajiban melindungi hak keluarga,
misalnya keluarga dengan sosial ekonomi lemah sehingga keluarga tidak
mampu memenuhi kebutuhannya, perawat juga dapat membantu keluarga
mencari bantuan yang mungkin dapat memenuhi kebutuhan keluarga.
8) Fasilitator
Peran perawat komunitas disini adalah membantu keluarga didalam
menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat kesehatannya. Keluarga
sering tidak dapat menjangkau pelayanan kesehatan karena berbagai kendala
yang ada. Kendala yang sering dialami keluarga adalah keraguan didalam
menggunakan pelayanan kesehatan, masalah ekonomi, dan masalah sosial
budaya. Agar dapat melaksanakan peran Fasilitator dengan baik maka peran
perawat komunitas harus mengetahui sistem pelayanan kesehatan misalnya
sistem rujukan dan dana sehat.
9) Penemu kasus
Peran perawat komunitas yang juga sangat penting adalah
mengidentifikasi masalah kesehatan secara dini, sehingga tidak terjadi ledakan
penyakit atau wabah.
10) Modifikasi lingkungan
Perawat komunitas juga harus dapat memodifikasi lingkungan baik
lingkungan rumah maupun lingkungan masyarakat agar dapat tercipta
lingkungan yang sehat.
11) Fungsi Keperawatan Keluarga
Bagi profesional kesehatan keluarga, fungsi perawatan kesehatan
merupakan pertimbangan vital dalam keluarga. Untuk menempatkannya dalam
perspektif, fungsi ini adalah salah satu fungsi keluarga dan memerlukan
penyediaan kebutuhan-kebutuhan fisik : makan, pakaian tempat tinggal dan
perawatan kesehatan. Dari perspektif masyarakat, keluarga merupakan sistem
dasar dimana prilaku sehat dan perawatan kesehatan diatur, dilaksanakan dan
diamankan. Keluarga memberikan perawatan kesehatan yang bersifat
preventif dan secara bersama-sama merawat anggota keluarga yang sakit.
Lebih jauh lagi keluarga mempunyai tanggung jawab utama untuk memulai
dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh para profesional
perawatan kesehatan. Keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan
dan memelihara kesehatan. Keluarga melakukan praktek asuhan kesehatan
baik untuk mencegah terjadi gangguan atau merawat anggota yang sakit.
Keluarga pula yang menentukan kapan anggota keluarga yang terganggu perlu
meminta pertolongan tenaga profesional. Kemampuan keluarga dalam
memberikan asuhan kesehatan mepengaruhi tingkat kesehatan keluarga dan
individu. Tingkat pengetahuan keluarga tentang sehat-sakit mempengaruhi
prilaku keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga. Misalnya
sering ditemukan keluarga yang menganggap diare sabagai tanda
perkembangan, imunisasi menyebabkan peyakit (anak menjadi demam),
mengkonsumsi ikan menyebabkan cacingan. Kesanggupan keluarga
melaksanakan perawatan atau pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas
kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan
tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.
B. KONSEP MEDIS DIABETES MELITUS
A.Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin
atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan
glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan
hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan
dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi
insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang dicirikan
dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary, 2009).

1. Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi terhadap
glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas glukosa darah yang
lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.

Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik
yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-obatan,
disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih
dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai
diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post
reseptor.

Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena mengkonsumsi
kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju metabolisme
basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus.
Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua
besar :

a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan fungsi


pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan baik).
b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol, dan
lain-lain.)

Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab terjadinya
diabetes mellitus. Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat
menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis.
Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering
merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota
keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu
sendiri.

2. Klasifikasi
a. Diabetes melitus tipe I
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui
proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
1. Mudah terjadi ketoasidosis
2. Pengobatan harus dengan insulin
3. Onset akut
4. Biasanya kurus
5. Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6. Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7. Didapatkan antibodi sel islet
8. 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga

b. Diabetes melitus tipe II :


Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
Karakteristik DM tipe II :
1. Sukar terjadi ketoasidosis
2. Pengobatan tidak harus dengan insulin
3. Onset lambat
4. Gemuk atau tidak gemuk
5. Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6. Tidak berhubungan dengan HLA
7. Tidak ada antibodi sel islet
8. 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9. ± 100% kembar identik terkena

3. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan
glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau
hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak
dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya
kadar glukosa di dalam darah meningkat.

Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk
kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit,
antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.

Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa
yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.
WOC DIABETES MELLITUS

DM Tipe 1 DMTipe 2

Reaksi Autoimun Idiopatik, usia,


genetik, dll

Sel β pancreas Jumlah sel pancreas


hancur
menurun

Defisiensi
insulin

Hiperglikemia Katabolisme protein Liposis meningkat


meningkat

Penurunan BB
Pembatasan Diit

Fleksibilitas
darah merah
Intake tidak Resiko nutrisi kurang
adekuat dari kebutuhan

Pelepasan O2

Poliuria Kekurangan volume


cairan
Hipoksia
perifer Perfusi jaringan perifer
tidak efektif

Nyeri Akut
4. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya
tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi,
dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin.
Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi
adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium
lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.

Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga


gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang
luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa
kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang
sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah

a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi

5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, yakni : penatalaksanaan secara
medis dan penatalaksanaan secara keperawatan. Penatalaksanaan secara medis adalah sebagai
berikut:
a. Obat Hipoglikemik oral
1) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn obat golongan
lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat golongan ini
mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel beta pankreas,
karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II dengan berat badan yang
berlebihan. Obat – obat yang beredar dari kelompok ini adalah:
a. Glibenklamida (5mg/tablet).
b. Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
c. Glikasida (80 mg/tablet).
d. Glikuidon (30 mg/tablet).
2) Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki ambilan
glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat tunggal pada pasien
dengan kelebihan berat badan.
3) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan,
sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien
dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human
Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang beredar adalah Actrapid.
Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe II yang kehilangan berat badan
secara drastis. Yang tidak berhasil dengan penggunaan obat – obatan anti DM dengan
dosis maksimal, atau mengalami kontraindikasi dengan obat – obatan tersebut, bila
mengalami ketoasidosis, hiperosmolar, dana sidosis laktat, stress berat karena infeksi
sistemik, pasien operasi berat, wanita hamil dengan gejala DM gestasional yang tidak
dapat dikontrol dengan pengendalian diet.

2) Jenis Insulin
a. Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink, dan
semilente.
b. Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon)
c. Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin)
d. Sedangkan untuk penatalaksanaan secara keperawatan adalah sebagai berikut:
1) Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan. Walaupun
telah mendapat tentang penyuluhan perencanaan makanan, lebih dari 50 %
pasien tidak melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya mempertahankan
menu diet seimbang, dengan komposisi idealnya sekitar 68 % karbohidrat, 20
% lemak dan 12 % protein. Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan
dan mencegah agar berat badan tidak menjadi berlebihan dengan cara : Kurangi
kalori, kurangi lemak, konsumsi karbohidrat komplek, hindari makanan yang
manis, perbanyak konsumsi serat.
2) Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin
bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan,
memperkuat jantung, dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan
olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga yang
berat – berat.
6. Pemeriksaan Diagnostik

Glukosa darah sewaktu

a. Kadar glukosa darah puasa


b. Tes toleransi glukosa

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:

a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)


b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

7. Komplikasi

Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang


termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan
hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam
komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia,
dan hipertensi.

a. Komplikasi akut
Diabetes ketoasidosis

Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat
pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat
sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi
( penyakit)

b. Komplikasi kronis:
1) Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina.
Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi
pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat
mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio
retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
2) Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang
nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson.
Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi.
Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
3) Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic
yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
4) Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.

5) Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa
menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan
ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit
makrovaskular.
6) Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia,
dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki
mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia,
dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
7) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,
yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.
Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen
atau hipoglikemik oral.

2. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Data Subyektif
a. Identitas
DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia > 60 tahun dan umumnya
adalah DM tipe II ( non insulin dependen ) atau tipe DMTTI.
b. Keluhan utama
DM pada usia lanjut mungkin cukup sukar karena sering tidak khas dan asimtomatik
( contohnya ; kelemahan, kelelahan, BB menurun, terjadi infeksi minor, kebingungan
akut, atau depresi ).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot ( neuropati perifer ) dan
luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
e. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin
jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang
dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
f. Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari
1. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
3. Integritas Ego
Stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia, gangguan
penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. Data obyektif
Pemeriksaan fisik pada Lansia
a. Sel ( perubahan sel )
Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya menjadi lebih besar, berkurangnya
jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intrasel.

b. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan pucat dan terdapat
bintik – bintik hitam akibat menurunnya aliran darah kekulit dan menurunnya sel – sel
yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tengah dan kaki menjadi tebal dan rapuh.
Pada orang berusia 60 tahun rambut wajah meningkat, rambut menipis / botak dan
warna rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
c. Sistem Muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang pengecilan otot karena
menurunnya serabut otot. Pada otot polos tidak begitu berpengaruh.
d. Sistem pendengaran
Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia ) membran timpani menjadi
altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukan serumen sehingga mengeras karena
meningkatnya keratin.
e. Sistem Penglihatan
Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang penglihatan ( daya
adaptasi terhadap kegegelapan lebih lambat, susah melihat gelap ). Hilangnya daya
akomodasi, menurunnya lapang pandang karena berkurangnya luas pandangan.
Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada skala.
f. Sistem Pernafasan
Otot – otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas
sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang melebar biasanya dan jumlah berkurang.
Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg. Karbon oksida pada arteri tidak
berganti – kemampuan batuk berkurang.
g. Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa darah
menurun 1 % pertahun. Kehilangan obstisitas pembuluh darah, tekanan darah
meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
h. Sistem Gastointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar menurun,
asam lambung menurun waktu pengosongan lambung, peristaltik lemah sehingga
sering terjadi konstipasi, hati makin mengecil.
i. Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %,
laju filtrasi glumesulus menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang sehingga
kurang mampu memekatkan urine, Dj urin menurun, proteinuria bertambah, ambang
ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih menurun ( zoome )
karena otot – otot yang lemah, frekwensi berkemih meningkat, kandung kemih sulit
dikosongkan, pada orang terjadi peningkatan retensi urin dan pembesaran prostat (75
% usia diatas 60 tahun).
j. Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya ovarium dan uterus, atrofi payu
darah testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara berangsur
– angsur, dorongan sek menetap sampai usia diatas 70 tahun asal kondisi kesehatan
baik.
k. Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah,
berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan LH, menurunnya aktivitas tiroid sehingga laju
metabolisme tubuh ( BMR ) menurun, menurunnya produk aldusteran, menurunnya
sekresi, hormon godad, progesteron, estrogen, testosteron.
l. Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat otak menurun sekitar
10 – 20 % )
3. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai dengan
tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati
perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
4) Keletihan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
5) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
4. Intervensi Keperawatan
1) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat
terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
2. Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
1. Timbang berat badan sesuai indikasi.
R/ Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
2. Tentukan program diet, pola makan, dan bandingkan dengan makanan yang dapat
dihabiskan klien.
R/ Mengidentifikasikan kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
3. Auskultrasi bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung, mual, muntah dan
pertahankan keadaan puasa sesuai inndikasi.
R/ Hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit menurunkan motilitas
atau fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik).
4. Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit. Selanjutnya
memberikan makanan yang lebih padat.
R/ Pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan pada klien sadar dan fungsi
gastrointestinal baik.
5. Identifikasi makanan yang disukai.
R/ Kerja sama dalam perencanaan makanan.
6. Libatkan keluarga dalam perencanaan makan.
R/ Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi informasi pada keluarga untuk
memahami kebutuhan nutrisi klien.
7. Observasi tanda hipoglikemia (perubahan tingkat kesadaran, kulit lembap atau dingin,
denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing).
R/ Pada metabolism kaborhidrat (gula darah akan berkurang dan sementara tetap
diberikan tetap diberikan insulin, maka terjadi hipoglikemia terjadi tanpa
memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran.
8. Kolaborasi :
a. Lakukan pemeriksaan gula darah dengan finger stick
R/ Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat daripada memantau gula
dalam urine.
b. Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa darah, aseton, pH, HCO3)
R/ Gula darah menurun perlahan dengan penggunaan cairan dan terapi insulin
terkontrol sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber
kalori. Saat ini, kadaar aseton menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
c. Berikan pengobatan insulin secara teratur melalui iv
R/ Insulin regular memiliki awitan cepat dan dengan cepat pula membantu
memindahkan glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui IV karena absorpsi dari
jaringan subkutan sangat lambat.
d. Berikan larutan glukosa ( destroksa, setengah salin normal).
R/ Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula darah
sekitar 250 mg /dl. Dengan metabolism karbohidrat mendekati normal, perawatan
diberikan untuk menghindari hipoglikemia.
e. Konsultasi dengan ahli gizi
R/ Bermanfaat dalam penghitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai dengan
tugor kulit menurun dan membran mukosa kering.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan atau hidrasi
pasien terpenuhi
Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat
secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari gejala seperti
muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan.
R/ Membantu memperkirakan kekurangan volume total. Adanya proses infeksi
mengakibatkan demam dan keadaan hipermetabolik yang meningkatkan kehilangan
air.
b. Pantau tanda – tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik.
R/ Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat
ringannya hipovolemi saat tekanan darah sistolik turun ≥ 10 mmHg dari posisi
berbaring ke duduk atau berdiri.
c. Pantau pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang berbau
keton.
R/ Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan
kompensasi alkalosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. Napas bau aseton
disebabkan pemecahan asam asetoasetat dan harus berkurang bila ketosis terkoreksi.
d. Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas, adanya
periode apnea dan sianosi.
R/ Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan normal.
Akan tetapi peningkatan kerja pernapasan, pernapasan dangkal dan cepat serta
sianosis merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan atau kehilangan kemampuan
melalui kompensasi pada asidosis
e. Pantau suhu, warna kulit, atau kelembapannya.
R/ Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah hal umum terjadi pada proses infeksi,
demam dengan kulit kemerahan, kering merupakan tanda dehidrasi.
f. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane mukosa.
R/ Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
g. Pantau masukan dan pengeluaran
R/ Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi
yang diberikan.
h. Ukur berat badan setiap hari.
R/ Memberikan hasil pengkajian terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung
dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
i. Pertahankan pemberian cairan minimal 2500 ml/hari
R/ Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.
j. Tingkatkan lingkungan yang menimbulkan rasa nyaman. Selimuti klien dengan kain
yang tipis.
R/ Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien lebih lanjut dapat
menimbulkan kehilangan cairan.
k. Kaji adanya perubahan mental atau sensori.
R/ Perubahan mental berhubungan dengan hiperglikemi atau hipoglikemi, elektrolit
abnormal, asidosis, penurunan perfusi serebral, dan hipoksia. Penyebab yang tidak
tertangani, gangguan kesadaran menjadi predisposisi aspirasi pada klien.
l. Observasi mual, nyeri abdomen, muntah, dan distensi lambung.
R/ Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung sehinnga sering
menimbulkan muntah dan secara potensial menimbulkan kekurangan cairan dan
elektrolit.
m. Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan berat
badan, nadi tidak teratur, dan distensi vaskuler.
R/ Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan
cairan dan gagal jantung kronis.
n. Kolaborasi :
a. Berikan terapi cairan sesuai indikasi :
Normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dekstrosa.
R/ Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon klien
secara individual.
b. Albumin, plasma, atau dekstran.
R/ Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan jika mengancam jiwa atau tekanan darah
sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
c. Pasang kateter urine.
R/ Memberikan pengukuran yang tepat terhadap pengeluaran urine terutama jika
neuropati otonom menimbulkan retensi atau inkontinensia.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidakterjadi komplikasi.
Kriteria Hasil :
1. Menunjukan peningkatan integritas kulit
2. Menghindari cidera kulit
Intervensi :
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna,turgor,vaskuler,perhatikan kemerahan.
R/ Menandakan aliran sirkulasi buruk yang dapat menimbulkan infeksi
2. Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan pada tonjolan tulang
R/ Menurunkan tekanan pada edema dan menurunkan iskemia
3. Pertahankan alas kering dan bebas lipatan
R/ Menurunkan iritasi dermal
4. Beri perawatan kulit seperti penggunaan lotion
R/ Menghilangkan kekeringan pada kulit dan robekan pada kulit
5. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
R/ Mencegah terjadinya infeksi
6. Anjurkan pasien untuk menjaga agar kuku tetap pendek
R/ Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh karena garukan
7. Motivasi klien untuk makan makanan TKTP
R/ Makanan TKTP dapat membantu penyembuhan jaringan kulit yang rusak

4) Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.


Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1. klien dapat mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.
2. klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas penyakit yang
mempengaruhi toleransi aktivitas.
3. klien dapat mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
4. klien dapat menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas
yang diinginkan.
Intervensi :
1. Diskusikan kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dan identifikasi
aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
R/ Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas
meskipun klien sangat lemah.
2. Diskusikan penyebab keletihan seperti nyeri sendi, penurunan efisiensi tidur,
peningkatan upaya yang diperlukan untuk ADL.
R/ Dengan mengetahui penyebab keletihan, dapat menyusun jadwal aktivitas.
3. Bantu mengidentivikasi pola energi dan buat rentang keletihan. Skala 0-10 (0 =
tidak lelah, 10 = sangat kelelahan)
R/ Mengidentifikasi waktu puncak energi dan kelelahan membantu dalam
merencanakan akivitas untuk memaksimalkan konserfasi energi dan produktivitas.
4. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/ tanpa diganggu.
R/ Mencegah kelelahan yang berlebih.
5. Pantau nadi , frekuensi nafas, serta tekanan darah sebelum dan seudah melakukan
aktivitas.
R/ Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
6. Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
kebutuhan.
R/ Memungkinkan kepercayaan diri/ harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas
yang dapat ditoleransi.
7. Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda dan gejala yang menunjukkan peningkatan
aktivitas penyakit dan mengurangi aktivitas, seperti demam, penurunan berat
badan, keletihan makin memburuk.
R/ Membantu dalam mengantisipasi terjadinya keletihan yang berlebihan.
5) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi tanda-tanda
infeksi
Kriteria hasil :
1. Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
2. Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan sperti demam, kemerahan, adanya
pus pada luka, sputum purulen, urine warna keruh atau berkabut.
R/ Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan
keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada
semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
R/ Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
3. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
R/ Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi meddia terbaik dalam
pertumbuhan kuman.
4. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh, masase daerah
tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dan tetap kencang.
R/ Sirkulasi perifer bisa terganggu dan menempatkan pasien pada peningkatan
risiko terjadinya kerusakan pada kulit.
5. Berikan tisue dan tempat sputum pada tempat yang mudah dijangkau untuk
penampungan sputum atau secret yang lainnya.
R/ Mengurangi penyebaran infeksi.

6. Kolaborasi
a. Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.
R/ Untuk mengidentifikasi adanya organisme sehingga dapat memilih atau
memberikan terapi antibiotik yang terbaik.
b. Berikan obat antibiotik yang sesuai
R/ Penanganan awal dapat mambantu mencegah timbulnya sepsis.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002) . Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. EGC, Jakarta.

Corwin, EJ. (2009). Buku Saku Patofisiologi, edisi revisi. EGC, Jakarta.

Kushariyadi. (2010) . Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia . Salemba Medika, Jakarta.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Media Aesculapius, Jakarta.

Smeltzer; Suzanne C; dkk. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. EGC,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai