PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang bersifat kodrati. Oleh karenanya tidak ada kekuasaan
apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian bukan berarti hak-haknya itu
dapat dibuat semau-maunya.
Pada hakikatnya hak asasi manusia terdiri atas dua hak dasar yang paling fundamental, yaitu
hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah lahir hak-hak asasi lainnya
atau tanpa kedua hak dasar ini, hak asasi manusia lainnya sulit untuk ditegakkan. Pentingnya
proses internalisasi pemahaman hak asasi manusia bagi setiap orang yang hidup bersama
dengan orang lainnya, maka suatu pendekatan historis mulai dikenalnya hak asasi manusia
sampai dengan perkembangan saat ini perlu diketahui oleh setiap orang untuk lebih
menegaskan keberadaan hak asasi dirinya dengan hak asasi orang lain.
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hak Asasi Manusia
1
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak
awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat di ganggu gugat oleh
siapa pun.
Dalam undang-undang tentang hak asasi manusia pasal 1 dinyatakan : “hak asasi
manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintahan, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Musthafa Kemal Pasha (2002) menyatakan bahwa HAM ialah hak-hak dasar yang
dibawa manusia sejak lahir yang melekat pada esensinya sebagai anugerah Allah
SWT.
Menurut Locke, HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang
Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati.
Konsep hak asasi manusia, harus ditangkap dan dimaknai sebagai sebuah potensi
yang dimiliki oleh manusia secara kodrati yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Martabat manusia, sebagai substansi sentral hak-hak manusia di dalamnya
mengandung aspek bahwa manusia memiliki hubungan secara eksistensial dengan
Tuhannya, dan karena itu pada dasarnya setiap manusia memiliki martabat yang
sama. Sebagai milik manusia, martabat tidak dapat ditiadakan atau diubah oleh siapa
pun dan dengan cara apa pun. Hal ini berarti, tidak seorang pun manusia dapat
merubah martabat eksistensial seseorang, sehingga ia bermartabat lebih rendah atau
lebih tinggi ketimbang manusia lain.
Dengan demikian ide dasar hak-hak asasi manusia harus diletakan pada sebuah
pandangan bahwa manusia (lengkap dengan potensi hak asasi yang melekat pada
dirinya), harus diakui dan diperlakukan dalam posisi derajat dan kedudukan yang
sama.
2
Sejarah mencatat, bahwa perjuangan terhadap hak-hak asasi manusia telah sampai
tonggak-tonggak kemenangannya, yang secara kronologis dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1. Kemenangan hak-hak asasi manusia terjadi di Inggris
Dengan bukti-bukti:
a) Magna Charta (1215), yang memuat bahwa kekuasaan Raja John
Lackland harus dibatasi.
b) Petition of Rights (1629), tentang pemungutan pajak yang harus
disetujui parlemen.
c) Habeas Corpus Act (1679), tentang penangkapan orang harus dengan
surat lengkap.
d) Bill of Rights (1689), menyatakan tentang parlemen juga berhak
mengubah keputusan raja.
2. Dikeluarkannya Declaration of Independence (1776), yang memuat
kemerdekaan Amerika dari penjajahan Inggris.
3. Revolusi Perancis yang dikumandangkan melalui Declaration des droits de
L' homme et Du Citoyen (pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga
negara) tahun 1789.
4. Saat perang dunia ke-2 (1939-1945) presiden F.D. Roosevelt dari Amerika
Serikat, di hadapan kongres tahun 1941 menyatakan The Four Freedoms,
yaitu: (a) freedoms of speech and thought, (b) freedoms of religion, (c)
freedoms from fear, (d) freedoms from want.
5. Pernyataan sedunia tentang hak-hak asasi manusia (The Universal
Declaration of Human Rights), pada tanggal 10 Desember 1948. Isi pokok
deklarasi itu tertuang dalam pasal 1 yang menyatakan: "sekalian orang
dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.
Mereka dikaruniai akal dan budi, dan hendaknya bergaul satu sama lain
dalam persaudaraan."
Sekalipun pernyataan PBB telah menyebut hak-hak manusia, namun dalam
pernyataan itu belum menentukan sanksi yang mengikat negara-negara
anggotanya. Selama tahun 1948-1954, panitia hak-hak manusia bekerja
secara maraton untuk mempersiapkan suatu rancangan perjanjian. Hasilnya
tahun 1966 lahirlah Konvensi Internasional tentang Hak-hak ekonomi,
sosial, dan kultural dan Konvensi Internasional tentang Hak-hak Sipil dan
Politik. Kedua perjanjian masih memiliki kelemahan, dan pada akhirnya
ditetapkan Optional Protocol.
Perlu dicatat, bahwa setelah tahun 1948 PBB banyak mengalami kemajuan
bagi tercetusnya konvensi yang disepakati sidang umum oleh ILO maupun
3
organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Ilmu Pengetahuan
dan Kebudayaan (UNESCO).
4
anggap sebagai tuntutan moral semata, melainkan juga adanya kekuatan yuridis
bagi HAM yang mampu mengikat manusia dan negara.
2. Political will pemerintah terhadap HAM
Political will pemerintah, berpengaruh terhadap kebijakan dalam meratifikasi
instrumen HAM internasional ke dalam pemerintahan negara Indonesia. Dari
kurang lebih 50 instrumen HAM internasional yang dikeluarkan PBB, nampak
sangat minim (saptomo,2001) yang sudah teratifikasi ke Indonesia, yaitu :
a. Konvensi mengenai hak politik perempuan tahun 1952 (UU No. 68 tahun
1958)
b. Konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap
perempuan tahun 1979 (UU No. 7 tahun 1984)
c. Konvensi menentang apartheid dalam bidang olahraga 1985
d. Konvensi mengenai hak anak 1989 (kepres No.36 tahun 1990)
e. Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lainnya yang
kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia 1987 (UU No.5
tahun 1998)
f. Konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial 1965 (UU
No. 29 tahun 1999) dan
g. Sejumlah konvensi ILO (mengenai perburuhan).
Tahun 1991, pemerintah Indonesia telah membentuk panitia tetap (pantap) yang
berkedudukan di departemen luar negeri dan bertugas memberi rekomendasi
mengenai pemajuan HAM di Indonesia. Pantap ini mempunyai andil besar dalam
mendorong pembentukan Komnas HAM tahun 1993 dan menyusun rencana aksi
nasional Hak Asasi Manusia (RAN-HAM) tahun 1998-2003. Sehubungan dengan
adanya kendala dalam proses ratifikasi, ditambah dengan tuntutan masyarakat untuk
memprioritaskan instrumen ham internasional, maka kegiatan itu baru dapat
dijadwalkan sebagai berikut:
Tahun 2001 :
a. Kovenan internasional tentang hak ekonomi sosial dan budaya
b. Kovenan internasional tentang hak sipil dan politik dengan protokolnya
c. Kovenan pencegahan dan penghukuman kejahatan genocide
Tahun 2002 :
a. Konvensi penghentian perdagangan manusia dan eksploitasi
prostitusi
b. Konvensi menentang perbudakan
c. Konvensi perlindungan hak pekerja migran dan anggota keluarganya
Tahun 2003 :
a. Konvensi persetujuan perkawinan, usia minimum untuk menikah dan registrasi
perkawinan
b. Konvensi tentang status pengungsi
5
Draf penyempurnaan RAN-HAM tersebut telah disampaikan kepada ketua panitia
nasional RAN-HAM (Menlu RI) untuk proses berikutnya, yaitu penyusunan
Keputusan Presiden Republik Indonesia.
6
dengan cermat, demokratis, manusiawi serta adil, tanpa mengurangi makna
persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
8
(4) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional di hormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.
(5) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(6) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip
negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia
dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
- Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak asasi dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatas yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai, agama, keamanan, dan ketertiban umum
dalam suatu masyarakat demokratis.
2. BAB XII PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA
- Pasal 30
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara.
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Republik Indonesia,
sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi,
dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara;
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat serta menegakkan hukum;
(5) Susunan dan Kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara
Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya,
syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan
keamanan diatur dengan undang-undang.
9
2.6 Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Langkah penegakan dan perjuangan hak asasi manusia bagi masyarakat, bangsa
dan negara Indonesia:
10
Komisi nasional HAM (Komnas HAM) adalah lembaga yang dibentuk
dalam rangka peningkatan pelaksanaan HAM di Indonesia. Bertujuan untuk
membantu mengembangkan kondisi yang kindusif bagi pelaksana HAM
dan meningkatkan perlindungan HAM guna mewujudkan pembangunan
nasional.
Hambatan dan tantangan utama penegakan HAM adalah masalah ketertiban dan
keamanan nasional, rendahnya kesadaran akan hak-hak asasi yang dimiliki orang
lain, serta terbatasnya perangkat hukum dan perundang-undangan yang ada.
Ada dua persoalan pokok pada pelanggaran HAM masa lalu, yaitu hak-hal korban
pelanggaran HAM tidak pernah dipulihkan dan para pelaku pelanggaran HAM
tidak pernah dipulihakan dan para pelaku pelanggaran HAM tidak pernah
diprosea secara hukum sebagaimana mestinya.
11
Pelanggaran HAM dapat terjadi pada saat tidak cermatnya menuangkan prinsip-
prinsip hak-hak manusia kedalam peraturan perundang undangan, dan juga pada
tahap pelaksanaan peraturan perundang-undanan oleh unsur aparatur pebguasa
administratif (Sudarmo,1994).
Dalam UU No. 39 Tahun 1999 dijelaskan pada pasal (1) bahwa pelanggaran haj
asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk
aparat negara,
Dalam pasal 42 ayat (1) UU No.26 Tahun 2000 menyatakan bahwa komandan
militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer
dapat dimintai pertanggung jawaban terhadap tindak pidana yang berada dalam
yurisdiksi pengadialan hak asasi manusia yang dilakukan oleh pasukan yang
berada di bawah komandonyang pengendaliannya yang efektif.
6. Ketentuan Pidana
12
maksimal 15 tahun penjara dan minimal 5 tahun penjara. Bagi pelanggaran HAM
yang berupa kekerasan seksual, penganiayaan SARA dan penghilangan secara
paksa diancam dengan hukuman selama-lamanya 20 tahun penjara dan paling
ringan 10 tahun penjara.
Dalam pasal 90 UU No. 39 Tahun 1999 menyatakan setiap orang atau kelompok
orang yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat
memajukan laporan dan pengaduan dengan lisan atau tertulis kepada Komisi
Nasional Hak Manusia.
8. Perlindungan Saksi
Kondisi ini telah diantisipasi dalam pasal 34 UU No. 26 Tahun 2000, dimana
setiap korban dan saksi dalam perkara pelanggaran hak asasi yang berat berhak
mendapat perlindungan fisik dan mental dari segala macam bentuk ancaman,
gangguan, teror dan kekerasan dari pihak mana pun. Perlindungan ini wajib
diberikan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan.
13
penangkapan serta uraian singkat pelanggaran HAM berat yang disangkakan.
Setelah bukti permulaan diandang cukup (Pasal 184 KUHAP) berupa keterangan
saksi (minimal 2 orang), keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa
bila masih diperlukan bisa dilakukan penahanan.
10. Peradilan
Tujuan ideal dari pengadilan hak asasi manusia adalah untuk memelihara
perdamaian dunia, menjamin hak asasi manusia serta memberikan perlindungan,
kepastian, keadilan dan perasaan perorangan ataupun masyarakat. Sedangkan
tujuan praktisnya adalah untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia
yang berat.
Oleh karena itu ruang lingkup yang menjadi kewenangannya meliputi untuk
memeriksa dan memutuskan pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hak Asasi Manusia(HAM) adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak
awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat di ganggu gugat siapa
pun. Konsep hak asasi manusia harus ditangkap dan dimaknai sebagai sebuah
potensi yang dimiliki oleh manusia secara kodrati yang berasal dari Tuhan Yang
Maha Esa. Penghormatan, perlindungan, dan pemajuan hak-hak asasi manusia di
Indonesia telah mengalami pasang surut, bersamaan dengan pasang surutnya
(dinamika) politik dan ketatanegaraan republik indonesia. Pelanggaran ham di masa
lalu membawa setidak-tidaknya dalam dua konsekuensi : pertama, hak-hak korban
pelanggaran ham tidak pernah dipulihkan, sehingga secara psikologis mereka merasa
tidak mendapatkan perlakuan layanan keadilan dan kesejahteraan. Kedua, berlanjut
impunity, dimana pelaku dan penanggung jawab dari kejahatan ham tidak pernah di
tindak secara hukum.
Hambatan dan tantangan utama penegakan HAM adalah masalah ketertiban dan
keamanan nasional, rendahnya kesadaran akan hak-hak asasi yang dimiliki orang
lain, serta terbatasnya perangkat hukum dan perundang-undangan yang ada.
3.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, diharapkan pembaca dapat lebih mengetahui hal-hal
mengenai HAM, sejarahnya, dan peraturan undang-undang yang menyangkut
tentang HAM. Dengan begitu, diharapkan masyarakat itu tahu dan sadar betul
bahwa terdapat hak-hak disetiap diri individu, dan dengan menyadari hal itu,
diharapkan juga keteraturan di masyarakat dapat tercipta.
15