Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Fraktur merupakan istilah dan hilangnya kontiunitas tulang, tulang rawan, baik
yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkasdan umum, fraktur adalah
patah tulang yang di sebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut
tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap. (Noor Helmi,
Zairin. 2012)
Fraktur lengkap terjadi apalagi seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur
tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Pada beberapa keadaan
trauma muskuloskeletal, fraktur dan dislokasi terjadi bersamaan. Hal ini terjadi
apabila di samping kehilngan hubungan yang ormal antara kedua permukaan
tulang di sertai pula fraktur persedian tersebut (Noor Helmi, Zairin. 2012)
2. Etiologi
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan,
terutama tekanan membengkok, memutar, dan menarik. Trauma muskuloskeletal
yang dapat mengakibatkan fraktur adalah :
1. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan.Frakur yang terjadi biasanya bersifat
komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.Misalnya karena
trauma yang tiba tiba mengenaii tulang dengan kekuatan dengan kekuatan yang
besar dan tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi patah.
2. Trauma tidak langsung
Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan kedaerah
yang lebih jauh dari daerah fraktur.Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat
menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini jaringan lunak tetap
utuh, tekanan membengok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan
berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik
3. Trauma patologis
Trauma patologis adalah suatu kondisi rapuhnya tulang karena proses
patologis. Contohnya:
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsorbsi tulang melebihi
kecepatan pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi
keropos secara cepat dan rapuh sehingga mengalami patah tulang,
karena trauma minimal.
b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum sum tulang yang
disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari
focus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak/ menipisnya bantalan sendi
dan tulang rawan. (Arif Muttaqin, 2008)
3. Tanda dan Gejala
Manifestasi Klinis menurut Black dan Hawks (2014) Mendiagnosis fraktur harus
berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan
radiologis. Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:
a) Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi
fraktur.Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas
rotasional, atau angulasi.Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat
memiliki deformitas yang nyata.
b) Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada
lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
c) Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d) Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan
lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e) Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur,
intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien.
Nyeri biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini
terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada
struktur sekitarnya.
f) Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
g) Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena
hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan
juga dapat terjadi dari cedera saraf.
h) Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan
antar fragmen fraktur.
i) Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vaskular
yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak
teraba nadi pada daerah distal dari fraktur
j) Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah.Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.
4. WOC

Trauma Langsung Trauma tidak langsung Kondisi Patologis

Orif
Pre Op Fraktur Post Op Pembedahan,
Draine

Diskontuntinuitas Jaringan

Nyeri Akut Pergeseran fragmen tulang Risiko Infeksi


Diskontinuitas tulang

Terputusnya Immobilisasi
Perubahan jaringan sekitar Laserasi kulit Kerusakan fragmen tulang Nyeri jaringan
Akut lunak Bedrest
Putusnya arteri vena/ arteri
Perdarahan
Kehilangan volume cairan

Hipovolemia
Pergeseran fragmen tulang Spasme otot Tekanan sumsum tulang
lebih tinggi dari kapiler
Gangguan Defisit Defisit
Deformitas Peningkatan tekanan kapiler Melepaskan katekolamin mobilitas fisik Pengetahuan perawatan diri
s
Gangguan fungsi ekstermitas Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak

Gangguan mobilitas fisik Protein plasma hilang Bergabung dengan trombosit

Emboli
PenekananEdema
pembuluh darah
Perfusi jaringan perifer
Menyumbat pembuluh darah tidak efektif
Patofisiologi
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur.
Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin
hanya retak saja bukan patah.Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung
tulang dapat terganggu.Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen
fraktur keluar posisi.Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang
kuat bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti femur.Walaupun bagian
proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat
bergeser karena faktor penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar.
Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping, pada suatu sudut (membentuk sudut),
atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari
tulang yang patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi
cedera jaringan lunak.Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera
pada tulang itu sendiri.Pada saluran sumsum (medula), hematoma terjadi diantara
fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi
fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan yang hebat sehingga akan
terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan leukosit.
Respon patofisiologis juga merupakan tahap penyembuhan tulang.
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidakseimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur tertutup atau
terbuka.Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak sedangkan fraktur
terbuka disertai dengan kerusakan jaringan lunak seperti otot, tendon, ligamen dan
pembuluh darah.
Tekanan yang kuat dapat terjadi multiple fraktur terbuka karena fragmen
tulang keluar menembus kulit dan menjadi luka terbuka serta peradangan yang
dapat memungkinkan infeksi, keluarnya darah dapat mempercepat perkembangan
bakteri.Tertariknya segmen karena kejang otot pada area fraktur sehingga disposisi
tulang.Multiple fraktur terjadi jika tulang dikarnakan oleh stres yang lebih besar
dari yang dapat di absorbsinya. Multiple fraktur dapat disebabkan oleh pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot
ekstrim. Meskipun tulang patah jaringan disekitarnya akan terpengaruh

6
mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan keotot dan sendi, ruptur tendo,
kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami
cidera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.Setelah terjadi multiple fraktur,
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak.Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah.Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.

7
5. Diagnosa dan Tindakan Keperawatan
Diagnosa keperawatan secara teoritis menurut SDKI(2017) untuk klien dengan
fraktur, yaitu :
Preoperatif:
a. Nyeri akut b/d agens pencedera fisik
b. Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif
c. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan musculoskeletal
d. Defisit pengetahuan b/d kurang terpapar informasi
e. Perfusi perifer tidak efektifb/d dengan kekurangan volume cairan
Pasca operatif:
a. Nyeri akut berhubungan b/d agens pencedera fisik
b. Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri
c. Defisit perawatan diri b/d gangguan muskuloskeletal
d. Resiko infeksi b/d factor mekanis
N
Diagnosa Intervensi
o

1 Nyeri akut b/d Manajemen nyeri :


agen pencedera
fisik Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakeristik, durasi, frekuensi, kuaitas,
dan intesitas nyeri.
b) Identifikasi respon nyeri non verbal
Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri ( mis. TENS, hypnosis, terapi music)
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgesic, jika perlu
Pemberiananalgetik :.

8
Observasi
a) Identifikasi karakteristik nyeri (mis, pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
b) Identifikasi riwayat alergi obat
c) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgesik
Terapeutik
a) Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek
yang tidak diinginkan.
Edukasi
a) Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi.
a) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik

2 Gangguan Dukungan ambulasi


mobilitas fisikb/d
gangguan Observasi
musculoskeletal
a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
b) Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
Terapeutik
a) Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
b) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
b) Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis.
Berjalan)

3 Hipovolemia b/d Manajemen Syok Hipovolemik


kehilangan cairan
aktif Observasi
a) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan
nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
b) Monitor status oksigenasi(oksimetri nadi, AGD)
c) Monitor status cairan (masukkan dan haluaran, turgor
kulit, CRT)
Terapeutik
9
a) Pertahankan jalan napas paten
b) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
> 94%
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian infus cairan kristailoid 1-2 L pada
dewasa
b) Kolaborasi pemberian infus cairan kristailoid 20
mL/kgBB pada anak

4 Defisit Edukasi Kesehatan


pengetahua
n b/d Observasi
kurang
terpapar a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi informasi

Terapeutik

a) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan


b) Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi

a) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat


b) Jelaskan faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan

5 Defisit perawatn Dukungan Perawatan Diri Diri : Mandi


diri b/d gangguan
muskuloskeletal Observasi

b) Identifikasi usia dan budaya dalam menbantu kebersihan diri.


c) Monitor kebersihan tubuh (mis, rambut, mulut, kuku, dan kulit)
d) Monitor integritas kulit

Terapeutik

a) Sediakan peralatan mandi (mis, sabun, sikat gigi, shampo)


b) Sediakan lingkungan aman dan nyaman
c) Pertahankan kebiasan kebersihan diri
d) Fasilitasi mandi sesuai kebutuhan

Edukasi
a) jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak mandi terhadap
kesehatan
10
b) Ajarkan kepada keluarga cara memandikan pasien, jika perlu
6 Resiko infeksi Pencegahan Infeksi
berhubungan
dengan factor Observasi
mekanis a) Monitor tanda dan gejala infeki lokal dan sistemik

Terapeutik

a) Berikan perawatan kulit pada area edema


b) Cuci tangan sebelum dan sesudah kintak dengan
pasien dan lingkungan pasien.
c) Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi

Edukasi

a) Jelaskan tanda dn gejala infeksi


b) Ajarkan cara mencuci tangan dengn benar
c) Ajarkan cara meriksa kondisi luka atau luka operasi
d) Ajurkan meningkat asupan nutrisi

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian imunisasai, jika perlu

6.Farmakologi
Tidak ada terapi obat-obatan yang spesifik pada sebagian besar gangguan
muskuloskeletal, misalnya tidak ada terapi obat khusus yang dapat meningkatkan
akselerasi pertumbuhan normal jaringan lunak setelah menglami injuri. Namun, peran
terapi obat-obatan sangat penting dalam penatalaksanaan gangguan muskuloskeletal.
Setelah berkembangnya preparat farmasi, beberapa obat-obatan memberikan dampak
terhadap penatalaksanaan berbagai gangguan muskuloskeletal. Terapi obat-obatan yang
lazim di gunakan untuk gangguan muskuloskeletal, meliputi : analgesik, obat
antiinflamasi nonsteroid, agen kemoterapi, kortikosteroid, vitamin dan obat-obat khusus.
a. Analgesik
Pemberian analgesik sangat penting untuk menurunkan keluhan respon
nyeri pasien. Pemberian salisilat atau beberapa obat analgesik ringan efektif di
berikan pada keluhan nyeri sedang. Pemberian narkotik harus di pertimbangkan ,
terutama pada nyeri kronik yang akan mendapat terapi lama karna dapat

11
memberikan manifestasi adiksi iatrogenik. Jenis obat pereda nyeri (analgesik)
yang biasanya diberikan dokter biasanya seperti morfin, fentanyl, tramadol, atau
ketorolac.
b. Antiinflamasi Nonsteroid
Penggunaan AINS yang rasional untuk menurunkan respons infalmasi
harus di laksanakan,terutama pada pasien lansia. Kebanyakan obatmemiliki efek
samping yang dapat menambah keluhan beragam penyakit lansia sehingga terapi
polifarmasi makin bertambah. Penggunaan beberapa macam obat kan
meningkatkan risiko interaksi obat yang merugikan dan reaksi ikutan obat yang
berbahaya. Obat antiradang jenis OAINS yang diresepkan dokter biasanya
berupa ibuprofen, meloxicam, cataflam, dan celecoxib.
c. Agen Terapi
Pemberian agen antibiotij menjadi obat-obat penting untuk infeksi
muskuloskeletal. Meskipun begitu , pemberian harus di lakukan secara rasional,
spesifik terhadap pemeriksaan kultur, dan sesuai dengan ujji resistensi sensivitas.
Obat kemoterapi juga memberikan dampak yabg baik untuk memperpanjang
masa hidup pada eberapa pasien yangmengalami kanker.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah suatu kelomok hormon steroid yang berperan
banyak pada sistem fisiologis tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres,
tanggapan sistem kekebalan tubuh, serta pengaturan inflamasi, metabolisme
karbohidrat, pemecahan protein dn kadar elektrolit darah.
Kortikosteroid di bagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yaitu
glukortikoid yang berperan mengendalikan metabolisme karbohidrat, lemak,
protein bersifat antiinflamasi dengan cara menghambat pelepasan fosfolipid,
serta dapat pla menurunkan kinerja eosinofil. Kelompok lain dari kortikosteroid
adalah mineralokortiroid yang berfungsi mengatur kadar elektrolit dan air
dengan cara penahanan garam di ginjal. Deksametason dan turunnya tergolong
glukoortiroid, sedangkan prednison dan turunnya memliki kerja mineralolortiroid
di samping kerja glukoortikoid. Kortikosteroid mempunyai peran yang penting

12
dalam penatalaksanaan ganguan muskuloskeletal untuk menurunkan respons
inflamsi, seperti bursitis atau rematoid srtitis.
e. Vitamin
Perbedaan vitamin Cecara khusus untuk megatasi masalah pada penyakit
scurvy yang nenberikan dampak pada penurunan kolagenase. Pemberian
vitamain pasien yang mengalai defisiensi vitamin D seperti pada riketsia.
f. Obat khusus
Kolkisin adalah sAlah satu contoh dari obat khusus. Kolkisin adalah
pengobat tradisional untuk gout atau asam urat. Biasanya nyeri sendi mulai
berkurang dalam waktu 12-24 jam setealh pe,berian kolkisin dan akan
menghilang dalam waktu 48-72 jam. Kolkiisin di berikan dalam bentuk tablet,
tetapi jika meyebabkan ganggguan penceranaan dapat di berikan secara
intravena. Obat ini sering kali menyebabkan diare dan dapat menyebabkan efek
samping yang lebih serius (termasuk kerusakaan sumsum tulang).

7. Diet
Kebutuhan nutrisis yang baik untuk pasien fraktur adalah dengan melakukan
diet TKTP (Tinggi Kalori dan Tinggi Protein). Diet TKTP adalah pengaturan jumlah
protein dan kalori serta jenis zat makanan yang dimakan disetiap hari agar tubuh tetap
sehat.Diet TKTP adalah pengaturan jumlah protein dan kalori serta jenis zat makanan
yang dimakan disetiap hari agar tubuh tetap sehat.Diet TKTP bertujuan untuk
memberikan makanan secukupnya atau lebih dari pada biasa untuk memenuhi
kebutuhan protein dan kalori. Sumber Kalori yaitu hewani : produk susu(susu,
yogurth, keju). Nabati : produk kedelai, kacang-kacangan, rumput laut dan brokoli.
Sumber protein dan vitamin D yaitu Ikan lele, sarden, ikan salmon, minyak ikan,
ayam, hati sapi
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen ( Sinar – X ). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan
dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA
dan lateral.Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
13
indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya
superposisi.Perlu disadari bahwa permintaan Sinar - X harus atas dasar indikasi
kegunaan.Pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan.Hal yang harus dibaca pada Sinar – X mungkin dapat di perlukan
teknik khusus, seperti hal – hal sebagai berikut.( Arif Muttaqin, 2008 ).
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain
juga mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase,
Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase
yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3) Hematokrit dan leukosit akan meningkat ( Arif Muttaqin, 2008 ).
c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.

14
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. ( Arif Muttaqin, 2008 )
9. Manajemen Pembedahan
Manajemen Perioperatif pada Pasien Fraktur
1. Evaluasi Pra Anestesi
Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan
anestesi yang bertujuan untuk mengetahui status fisik pasien prabedah dan
menganalisa jenis operasi sehingga dapat memilih jenis atau teknik anestesi yang
sesuai. Tatalaksana evaluasi praanestesi meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, konsultasi dan koreksi terhadap kelainan fungsi organ
vital dan penentuan status fisik pasien praanestesi.Hal ini dilakukan untuk
menegakkan diagnosis sehingga persiapan pasien dapat dilakukan sesegera
mungkin.
Berdasarkan hasil pemeriksaan praanestesia tersebut maka dapat
disimpulkan status fisik pasien praanestesia. American Society of
Anesthesiologist (ASA) membuat klasifikasi status fisik praanestesia menjadi 5
kelas, yaitu :
ASA 1 : pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik
ASA 2 : pasien penyakit bedah dengan penyakit sistemik ringan sampai
sedang dan tidak ada gangguan aktivitas rutin.
ASA 3 : pasien penyakit bedah disertai penyakit sistemik berat sehingga
aktivitas rutin terbatas tetapi tidak mengancam nyawa
ASA 4 : pasien penyakit bedah disertai penyakit sistemik berat dan pasien
tidak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya
merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
ASA 5 : pasien penyakit bedah yang disertai penyakit sistemik berat yang
sudah tidak mungkin ditolong lagi, dioperasi atau tidak dalam 24
jam pasien akan meninggal. Apabila tindakan pembedahannya
dilakukan secara darurat maka dicantumkan tanda E (emergency)
di belakang angka.
2. Persiapan Pra Anestesi

15
Persiapan praanestesi adalah mempersiapkan pasien baik psikis maupun
fisik agar pasien siap dan optimal untuk menjalani prosedur anestesi dan
diagnostik atau pembedahan yang direncanakan sesuai hasil evaluasi praanestesi,
persiapan juga mencakup surat persetujuan tindakan medis. Tindakan mencakup
airway, breathing dan circulation. Oksigenisasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik
dan transfusi bila diperlukan.Pemasangan infus bertujuan untuk mengganti defisit
cairan selama puasa dan mengkoreksi defisit cairan prabedah, sebagai fasilitas
vena terbuka untuk memasukan obat-obatan selama operasi dan sebagai fasilitas
transfusi darah, memberikan cairan pemeliharaan, serta mengkoreksi defisit atau
kehilangan cairan selama operasi.
Persiapan di kamar operasi meliputi persiapan meja operasi, mesin
anestesi, alat resusitasi, obat resusitasi, obat anestesi, tiang infus, alat pantau
kondisi pasien, kartu catatan medik anestesi, serta selimut penghangat khusus
untuk bayi dan orangtua.Pada pasien fraktur multipel harus ada persiapan khusus
misalnya koreksi gangguan fungsi organ yang mengancam, penanggulangan nyeri, serta
persiapan transfusi darah.
3. Premedikasi
Premedikasi adalah tindakan pemberian obat-obatan pendahuluan dalam
rangka pelaksanaan anestesi dengan tujuan : meredakan kecemasan dan ketakutan,
memperlancar induksi anestesi, mengurangi sekresi kelenjar, meminimalkan
jumlah obat anestetik, serta mengurangi mual-muntah pasca bedah. Premedikasi
dapat diberikan secara suntikan intramuskuler (diberikan 30-45 menit sebelum
induksi anestesia) atau secara suntikan intravena (diberikan 5-10 menit sebelum
induksi anestesi).Obat-obatan yang digunakan untuk premedikasi adalah obat
antikolinergik, obat sedatif, dan obat analgetik narkotik.Pemberian obat golongan
antikolinergik, contohnya sulfas atropin, bertujuan untuk mengurangi sekresi
kelenjar (saliva, saluran nafas, dan saluran cerna), mengurangi motilitas usus,
mencegah spasme laring dan bronkus, mencegah bradikardi, dan melawan efek
depresi narkotik terhadap pusat nafas.Pemberian obat golongan sedatif, contohnya
midazolam, bertujuan untuk memberikan rasa nyaman bagi pasien prabedah, bebas
dari rasa cemas dan takut.

16
4. Manajemen intraoperatif
Pilihan anestesia-anelgesia yang akan diberikan kepada pasien yang akan
menjalani pembedahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya umur, jenis
kelamin, status fisik, jenis operasi, keterampilan dan fasilitas yang tersedia, serta
permintaan pasien. Dalam praktek anestesi, ada 3 jenis anestesia-analgesia yang
diberikan pada pasien yang akan menjalani pembedahan, yaitu anestesia umum,
analgesia regional dan analgesia lokal. Menentukan teknik anestesi harus didasari
oleh 4 hal, yaitu lokasi operasi, posisi pasien saat operasi, manipulasi yang
dilakukan, serta durasi.
Untuk terapi nyeri pasien intraoperatif dapat digunakan golongan opioid.
Golongan opioid ini bermanfaat pada intraoperatif maupun post-operatif obat yang
paling populer saat ini adalah fentanyl. Fentanyl mempunyai efek analgesia yang
kuat, bersifat depresan terhadap susunan saraf pusat, tidak berefek pada sistem
kardiovaskular dan berefek menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat
stres anestesia dan pembedahan, sehingga kadar hormaon katabolik dalam darah
tetap stabil.
Terapi cairan durante operasi juga perlu mendapat perhatian dengan
perhitungan yang tepat dan cermat. Tujuan terapi cairan durante operasi yaitu
untuk fasilitas vena terbuka, koreksi kehilangan cairan melalui luka operasi,
mengganti pedarahan dan mengganti cairan yang hilang melalui organ ekskresi.
10. Aspek legal
a) Prinsip otonomi
Setiap orang mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan
dirinya menurut pilihannya sendiri, termasuk menentukan pilihan perawatan
untuk dirinya sendiri. Untuk itu perawat harus menghargai dan
mempertimbangkan keputusan yang dibuat oleh pasien
b) Prinsip nonmaleficience ( tidak membahayakan )
Perawat harus melakukan tindakan atau perilaku yang tidak
menyebabkan atau membahayakan orang lain, baik itu pisik maupun psikis
kliennya.
c) Beneficience ( tidak merugikan orang lain )

17
Sebagai perawat kita harus memberikan sesuatu yang baik dan tidak
merugikan pasien.
d) Fidelity ( tanggung jawab)
Perawat harus memenuhi kewajiban dan tugas dengan penuh kepercayaan
dan tanggung jawab.Tangguang jawab dalam hubungan perawat- klien meliputi
menjaga janji dan memberi perhatian atau kepedulian.
e) Justice ( keadilan )
Sebagai perawat kita harus melaksanakan konsep adil pada
pasien.Perawat harus melakukan tindakan atau perilaku sesuai dengan kebutuhan
pasien.
f) Veracity ( kejujuran )
Sebagai perawat kita harus menerapkan sikap jujur dalam praktik
keperawatan. Perawat harus melakukan kegiatan ataupun tindakan sesuai
dengan nilai-nilai moral dan etika.

11. Fungsi Advokasi


Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara
klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela
kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya
kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun
professional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai
nara sumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya
kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai advocat
(pembela klien) perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi keluarga dan
masyarakat dalam pelayanan keperawatan.Selain itu, perawat juga harus dapat
mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, hak-hak klien tersebut antara lain:
hak atas informasi; pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan
peraturan yang berlaku di rumah sakit/sarana pelayanan kesehatan tempat klien
menjalani perawatan.
18
19
DAFTAR PUSTAKA

Noor Helmi, Zairin. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI

20

Anda mungkin juga menyukai