Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam istilah kesehatan, “trauma” adalah cedera yang parah dan sering
membahayakan jiwa yang terjadi ketika seluruh atau suatu bagian tubuh
terkena pukulan benda tumpul atau tiba-tiba terbentur. Jenis cedera yang
seperti ini berbahaya karena tubuh dapat mengalami shock sistemik, dan organ
vital dapat berhenti bekerja secara cepat. Oleh karena itu, penanganan secara
medis tidak hanya dibutuhkan, namun juga harus cepat diberikan agar dapat
meningkatkan kemungkinan pasien selamat dari trauma. Saat ini,
cedera trauma merupakan penyebab dari lebih 120.000 kematian setiap
tahunnya serta bertanggung jawab atas 80% kematian remaja dan 60%
kematian anak. Sementara itu, setiap tahun ada lebih dari 50 juta cedera yang
dikategorikan sebagai trauma dan sebagian dari cedera tersebut cukup parah
sehingga pasien harus dirawat di rumah sakit. (RilivStory, 2019)

Trauma terdiri dari fisik, termal, elektrik, kimia dan radiasi yang dapat
mengakibatkan penyakit trauma jaringan lunak rongga mulut. Penyakit
Jaringan lunak rongga mulut yaitu patogenesis dan gejala klinis. Penyebab
iritasi dan penyakit trauma jaringan lunak rongga mulut: Individu yang
memiliki kebiasaan buruk seperti menggigit-gigit mukosa pipi secara tidak
sengaja atau tidak sadar, iritasi mekanik dari bulu sikat gigi, dimana bulu sikat
tersebut memiliki bulu yang kasar dan tidak halus, gesekan dari makanan
ataupun benda yang masuk ke dalam mulut, berkelahi, saat individu
mendapatkan benturan yang hebat dan gigi yang memiliki permukaan yang
tajam seperti adanya restorasi, karies klas IV maupun V yang kontak dengan
mukosa dan menyebabkan mukosa terluka, makanan yang memiliki tekstur
keras dan tajam. Serta minuman yang terlalu panas, stress, gigi yang terletak
di luar lengkung rahang yang normal sehingga jaringan lunak selalu tergesek
dan tergigit pada saat mengunyah, kekurangan nutrisi, seperti vitamin B12,
penggunaan gigi tiruan, dan paparan radiasi. (Yusuf Rizky Akbar, 2013)

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud trauma jaringan lunak?


2. Apa itu trauma jaringan lunak rongga mulut?
3. Bagaimana respon tubuh pada trauma jaringan lunak rongga mulut?
4. Apa saja lesi trauma jaringan lunak rongga mulut?

C. Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud trauma jaringan


lunak?
2. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu trauma jaringan lunak rongga
mulut?
3. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana respon tubuh pada trauma
jaringan lunak rongga mulut?
4. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja lesi trauma jaringan lunak
rongga mulut?
BAB II

PEMBAHASAN

A. TRAUMA JARINGAN LUNAK

Trauma jaringan lunak atau sering disebut luka, adalah hilang atau
rusaknya jaringan lunak yang meliputi kulit, otot, saraf, atau pembuluh
darah akibat trauma. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi yaitu
perdarahan, kelumpuhan serta berbagai gangguan lainnya sesuai dengan
penyebab dan beratnya trauma yang didapat. Pada kedokteran gigi
sejumlah besar dental trauma berhubungan dengan luka pada bibir,
gingiva, dan mukosa oral. Sepertiga dari semua pasien cedera oral dirawat
pada keadaan dental emergensi dan lebih dari setengah semua pasien yang
dirawat di rumah sakit pada keadaan darurat berhubungan dengan cedera
pada jaringan lunak.Gigi geligi terlindung oleh bibir. Energi trauma akan
diserap oleh jaringan lunak sehingga cedera pada gigi tidak terlalu parah.
Namun, hal ini akan mengakibatkan berbagai jenis trauma pada jaringan
lunak tergantung dari kekuatan, bentuk dan ukuran dari benda yang
menyebabkan trauma. Apalagi, ketika seorang pasien mengalami trauma,
gigi juga ias menyebabkan cedera pada jaringan lunak sekitarnya, yang
paling sering ditemukan yaitu menembus ke bibir, tapi terkadang juga
tembus pada pipi dan lidah. Ketika gigi dislokasi, gingival sewaktu-waktu
akan robek. Pengobatan utama yang tidak benar akan menyebabkan bekas
luka yang buruk. (Astrid Alvina Damayanty, 2013)

Etiologi

Trauma jaringan lunak dapat disebabkan oleh benda tumpul atau


tajam, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau
gigitan hewan. (Astrid Alvina Damayanty, 2013)

Trauma Fisik
Luka ini biasanya disebabkan oleh benda-benda tumpul, tajam,
kecelakaan lalu lintas, tembakan olahraga dan tawuran/perkelahian.
Biasanya lukanya berupa sobekan, sayatan dan memar. (Astrid Alvina
Damayanty, 2013)

B. TRAUMA PADA JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT

Etiologi

1. Trauma Fisik atau Mekanik

Ada banyak ias r yang dapat menyebabkan trauma pada jaringan


lunak di rongga mulut, salah satunya adalah trauma fisik atau mekanik.
Dimana pada trauma fisik ataupun mekanik terbagi dalam beberapa sebab-
sebab lainnya, yaitu:

a. Trauma gigitan

Banyak orang menderita luka di dalam mulutnya. Hal tersebut


biasanya dilakukan secara tidak disengaja seperti tergigit pada saat
makan pada bibir ataupun jaringan lunak yang ada di dalam rongga
mulut. Luka gigit pada bibir atau lidah tersebut akibat susunan gigi
yang tidak teratur. Sering kali, hal ini dapat menjadi sebuah kebiasaan
yang tidak disadari atau dapat terjadi selama tidur. Luka jaringan lunak
rongga mulut juga ias disebabkan karena tertusuk alat ortodonsi atau
tepi plat gigi tiruan yang dipasang secara tidak tepat sehingga dapat
menimbulkan ulser.

b. Trauma sikat gigi

Sikat gigi ternyata adalah salah satu sebab dari trauma jaringan
lunak rongga mulut. Cara penggunaan dari sikat gigi yang berlebihan
dan cara menyikat gigi yang salah dapat merusak gigi serta melukai
jaringan lunak yang ada di dalam rongga mulut.
c. Trauma makanan

Banyak jenis makanan yang kita makan dapat menggores ataupun


melukai jaringan lunak dalam rongga mulut dan menyebabkan
terjadinya ulser. Contohnya adalah keripik singkong yang mempunyai
tekstur yang keras dan tajam sehingga saat dimakan dapat melukai
jaringan lunak rongga mulut, selain itu kue kering yang keras, apel dan
setelah mengunya permen keras juga dapat melukai jaringan lunak
rongga mulut sehingga menimbulkan ulser.

2. Trauma Termal (Panas)

Trauma termal atau luka bakar pada rongga mulut sebagian besar
disebabkan oleh makanan atau minuman yang panas. Penggunaan
microwave meningkatkan angka kejadian luka bakar panas karena dapat
membuat makanan yang dingin di bagian luarnya tetapi sangat panas di
bagian dalamnya. Pada awal terjadinya trauma termal akan terasa nyeri
yang selanjutnya muncul area yang tidak nyeri, hangus, dan kekuningan
yang disertai dengan sedikit atau bahkan tidak berdarah. Selanjutnya, area
tersebut akan mengalami nekrosis, karena banyak sel yang mati akibat
panas, dan mulai mengelupas bahkan bisa mengeluarkan darah. Luka yang
melibatkan makanan yang panas biasanya timbul pada palatum atau
mukosa lidah bagian posterior berupa area eritema dan ulserasi yang dapat
menyisakan epithelium yang nekrosis pada daerah perifer. Selain itu, injuri
thermal juga dapat terjadi secara iatrogenik, yaitu overheat instrument
yang mengenai mukosa. Efek lebih parah terjadi pada mukosa yang
dianestesi, karena pasien tidak dapat merasakan sakit pada mukosa yang 
berkontak dengan instrumen tersebut.
Gambar Lesi luka bakar

https://www.scribd.com/doc/148148273/Trauma-Jaringan-Lunak-
Rongga-Mulut

3. Trauma kimiawi

Trauma kimiawi di dalam rongga mulut biasanya akibat bahan-bahan


kedokteran gigi yang digunakan dalam praktek, misalnya aspirin, hidrogen
peroksida, silver nitrat, fenol, larutan anestesi, dan bahan perawatan
saluran akar. Trauma kimiawi dapat disebabkan karena pemakaian obat-
obatan yang bersifat kaustik, seperti obat kumur yang tinggi kandungan
alcohol, hydrogen peroksida, atau fenol, dan penggunaan obat aspirin baik
tablet maupun topikal pada mukosa sebagai obat sakit gigi.
Lesi biasanya terletak pada forniks atau lipatan mukobukal dan
gingiva. Area yang terluka berbentuk ireguler, berwarna putih, dilapisi
pseudomembran, dan sangat sakit. Area yang terlibat sangat mungkin
meluas. Jika kontak dengan agen kimia terjadi cukup singkat, maka lesi
yang terbentuk berupa kerut-kerut berwarna putih tanpa nekrosis jaringan.
Kontak dalam waktu lama (biasanya dengan aspirin, sodium hipoklorid,
dan fenol) dapat menyebabkan kerusakan yang lebih berat dan
pengelupasan jaringan yang nekrosis. Mukosa non-keratinisasi yang tidak
cekat lebih sering mengalami luka bakar dibandingkan mukosa cekat

a. Aspirin

Acetylsalicylic acid (aspirin) merupakan agen yang biasa


menyebabkan trauma kimiawi dalam rongga mulut. Jaringan rongga
mulut rusak ketika aspirin diisap pada area lipatan mukobukal dalam
jangka waktu yang cukup lama untuk melegakan nyeri gigi.

b. Silver Nitrat

Silver nitrat biasa digunakan oleh dokter gigi sebagai agen


kauterisasi untuk merawat kasus stomatitis aptosa. Bahan ini mampu
meredakan gejala secara instan dengan membakar akhiran saraf pada
ulkus. Namun, silver nitrat sering merusak jaringan di sekitarnya dan
menghambat penyembuhan atau bahkan dapat menyebabkan nekrosis
di lokasi aplikasinya (jarang terjadi). Oleh sebab itu, penggunaan silver
nitrat sebaiknya dikurangi.

c. Sodium Hipoklorid

Sodium hipoklorid atau bahan pemutihan gigi, sering digunakan


untuk irigasi saluran akar dan dapat menyebabkan ulkus yang cukup
parah akibat kontak dengan jaringan lunak di dalam rongga mulut.
d. Hidrogen Peroksida

Hidrogen peroksida sering digunakan sebagai bahan irigasi


intraoral untuk pencegahan penyakit periodontal. Pada konsentrasi
≥3%, hidrogen peroksida dapat menyebabkan jaringan nekrosis.

e. Pasta Gigi dan Obat Kumur

Beberapa kasus ulserasi dan luka jaringan di dalam mulut telah


dilaporkan disebabkan karena salah penggunaan obat kumur dan pasta
gigi komersial. Reaksi hipersensitivitas, ulserasi, dan pengelupasan
epitel yang tidak biasa terjadi pernah dilaporkan terjadi pada
penggunaan pasta gigi yang mengandung kayu manis (cinnamons).
Bahan yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas diduga adalah
kandungan aldehid. Reaksi ini tampak mirip dengan reaksi yang
disebabkan oleh bahan kimia lain seperti aspirin dan hidrogen
peroksida. Selain itu, ditemukan pula kasus luka bakar di bibir, mulut,
dan lidah pada pasien yang menggunakan obat kumur yang
mengandung alkohol dan klorheksidin.

f. Smoker’s Melanosis

Individu yang merokok mungkin akan timbul area hiperpigmentasi


melanin pada mukosanya tergantung pada jumlah batang rokok sehari-
hari. Smoker’s melanosis paling sering ditemukan di area gingiva
anterior pada maksila maupun mandibula. Pigmentasi bervariasi dari
warna coklat terang hingga gelap dan tampak difus. Perawatan yang
dilakukan adalah biopsi, terutama pada area palatum. Smoker’s
melanosis akan menghilang sedikit demi sedikit selama 3 tahun setelah
berhenti merokok.

Rokok dapat menyebabkan hiperpigmentasi pada melanin di


mukosa rongga mulut. Jika dikonsumsi secara terus-menerus, maka
derajat pigmentasinya pun semakin meningkat. Pigmentasi bervariasi
dari warna coklat terang hingga gelap dan tampak difus. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya trauma kimia dan bisa menyebabkan
munculnya lesi.

g. Anesthetic Necrosis

Kasus yang jarang terjadi, nekrosis fokal jaringan dapat timbul


pada lokasi injeksi anestesi lokal. Predileksi terjadinya lesi pada
palatum durum, yang jaringan mukosanya berikatan cekat dengan
tulang di bawahnya. Biasanya lesi ini timbul sebagai lesi ulser yang
bertepi reguler yang timbul beberapa hari setelah injeksi. Ulser terjadi
akibat nekrosis iskemia yang kemungkinan disebabkan karena trauma
langsung dari larutan anestesi, vasokonstriksi epinefrin, atau keduanya.
Penyembuhan ulser memerlukan waktu beberapa minggu dan
terkadang dapat menjadi kronis. Stimulus lokal, misalnya usapan
sitologi, cukup untuk merangsang penyembuhan ulser.

4. Trauma Radiasi

Ulser intraoral juga biasanya muncul selama proses terapi radiasi


untuk kanker di area kepala dan leher. Keganasan (paling sering karsinoma
sel skuamosa) memerlukan dosis radiasi yang besar (60-70 Gy). Ulser
selalu muncul pada daerah yang tersorot sinar radiasi secara langsung.
Untuk keganasan seperti lymphoma dengan dosis radiasi lebih rendah (40-
50 Gy) bersifat tumorisidal, ulser yang muncul serupa namun tidak
separah terapi dengan dosis radiasi 60-70 Gy dan durasinya lebih pendek.
Ulser akibat radiasi akan bertahan selama proses terapi radiasi. Apabila
daerah ulserasi dijaga kebersihannya, spontan healing akan muncul tanpa
scar. Sama seperti terapi radiasi, ulser juga akan muncul selama proses
kemoterapi, dengan etiologi utama efek samping dari terapi yang
mereduksi regenerasi sel basal, sehingga mengakibatkan atrofi mukosa dan
ulserasi. Pada kemoterapi, mukosa yang terkena adalah mukosa
nonkeratinisasi, seperti mukosa bukal, ventrolateral lidah, palatum mole,
dan dasar mulut. Lesi awal berwarna keputihan dengan sedikit deskuamasi
pada keratin, yang kemudian menimbulkan atrofi pada mukosa dengan
gambaran edematous dan eritematous. Selanjutnya ulkus akan ditutupi
oleh membran fibrinopurulen. Ulkus terasa nyeri dengan sensasi rasa
terbakar, serta tidak nyaman. Manifestasi oral akibat terapi radiasi adalah
oral mucositis yang timbul pada minggu kedua setelah terapi, dan akan
sembuh perlahan 2-3 minggu setelah terapi dihentikan.

C. RESPON TUBUH PADA TRAUMA JARINGAN LUNAK RONGGA


MULUT

Inflamasi merupakan suatu reaksi setempat dari jaringan hidup ata sel
terhadap suatu rangsang atau injury (cidera atau jejas). Proses ini diawali
dengan kerusakan jaringan yang menyebabkan patogen melewati pertahanan
tubuh untuk menginfeksi sel-sel tubuh. Jaringan yang terinfeksi tersebut akan
melepaskan histamin dan prostaglandin. Sel yang melepaskan histamin adalah
mastosit yang berkembang dari basofil. Histamin yang dilepaskan
menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan peningkatan kecepatan aliran
darah sehingga permeabilitas pembuluh darah meningkat menyebabkan
neutrofil, monosit dan eusinifil berpindah dari pembuluh darah ke jaringan
yang terinfeksi. Akibatnya, daerah yang terinfeksi akan berwarna kemerahan,
panas, bengkak, dan terasa nyeri.

Secara mikroskopis, pembulluh darah mengalami konstriksi sementara


yang mungkin disebabkan oleh reflek neurogenik setempat yang bisa
berkembang tetapi hanya bertahan beberapa menit dan dengan cepat diikuti
oleh dilatasi arteriol. Dilatasi arteriol yang berkepanjangan menyebabkan
kenaikan aliran darah setempat (hiperemia) dan dilatasi kapiler. Kenaikan
permeabilitas kapiler disebabkan oleh dua faktor utama yaitu :

a. Dilatasi arteriol menaikkan tekanan hidrostatik kapiler, menyebabkan


aliran air lebih besar larut ke dalam cairan intestisial.

b. Permeabilitas endotelial venular dan kapiler ditingkatkan, sehingga


memungkinkan molekul lebih besar khususnya albumin memasuki jaringan
intestisial.

Kemudian terjadi perlambatan aliran darah kapiler dan hemokonsentrasi


intravaskuler diikuti hilangnya aliran darah normal. Secara normal, sel-sel
darah mengalir ditengah kapiler dengan plasma yang relatif bebas sel
menyentuh endotel. Sedangkan sel yang abnnormal akan mengalami penepian
leukosit yaitu ke tepi endotel. Pengumpulan sel-sel merah ke tengah akan
membentuk rouleaux. Terjadi perlekatan leukosit pada sel endotel
kapiler,diikuti dengan perpindahan aktif oleh gesekan amuboid ke dalam
jaringan perivaskuler melalui celah-celah diantara sel endotel. Setelah berada
di luar, leukosit berpindah dengan cara kemotaksis, dimana sel tersebut ditarik
menuju substansi kimia yang konsentrasinya lebih tinggi. Pergerakan aktif ini
menyebabkan akumulasi sejumlah leukosit. Akumulasi ini mudah dilihat dan
dikenal secara mikroskopik untuk diagnosa histopatologi radang
akut.Fagositosis merupakan fungsi utama leukosit yaitu penelanan,
pencernaan dan pembuangan benda-benda asing khususnya bakteri dan sel-sel
yang rusak. Setelah terjadinya perubahan permeabilitas pembuluh darah dan
akumulasi leukosit, dilanjutkan dengan proses fagositosis. Proses ini memicu
sekresi fagosit dengan memicu endogen pirogen yang melepas prostagladin
dan merangsang hipotalamus untuk menaikkan suhu. Hal tersebut
mengakibatkan adanya demam pada inflamasi. Pembengkakan lokal terjadi
karena tekanan osmotik koloid sehingga terjadi peningkatan tekanan darah
kapiler.
Perbaikan jaringan dilakukan untuk mengganti sel yang hilang atau sel
yang mati dengan sel yang hidup. Sel-sel baru ini dapat berasal dari parenkim
atau stroma jaringan ikat terjejas. Karena kemampuan regenerasi manusia
yang terbatas sehingga hanya pada beberapa jenis sel yang mampu melakukan
regenerasi dan hanya pada keadaan tertentu saja. Pemulihan sel yang mati
biasanya melibatkan poliferasi jaringan ikat disertai pembentukan jaringan
parut.

Pembentukan fibroblas dapat meningkatkan sintesis kolagen. Sintesis


kolagen yang meningkat mengakibatkan adanya penimbunan kolagen
meningkat dan terjadi keloid. Keloid ini tidak bisa hilang dengan sendirinya,
sehingga perlu dilakukan pengambilan cairan dalam keloid tersebut. Berbeda
dengan jaringan parut, jaringan ini berasal dari pembengkakan permeabilitas
pembuluh darah yang kemudian terbentuk fibrin yang menutup luka dan
terjadi kalsifikasi sehingga menjadi jaringan parut dan bisa hilang.

D. LESI TRAUMA JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT


1. Luka Bakar Akibat Aspirin (Aspirin Burn)

Aspirin burn ini disebabkan oleh trauma kimia, dimana berbagai bahan
kimia atau obat terutama aspirin yang diletakkan di sulkus untuk mencoba
meredakan sakit gigi. Aspirin burn ini diakibatkan oleh pengelupasan
mukosa karena koagulasi protein dalam sel epitel superficial. Adapaun
gambaran klinis dari aspirin burn ini adalah lesi putih dengan lapisan
mukosa yang terlokalisir, biasanya di sulkus bukal dan di dekat mukosa
bukal atau seringkali di sepanjang gigi yang mengalami karies.
Gambar Lesi yang disebabkan oleh Aspirin Burn

https://www.scribd.com/doc/148148273/Trauma-Jaringan-Lunak-Rongga-Mulut

2. Leukoplakia

Leukoplakia merupakan salah satu kelainan yang terjadi di


mukosa rongga mulut. Leukoplakia adalah sebuah kondisi dimana
munculnya penebalan, berwarna putih di gusi, di pipi bagian dalam, dan
terkadang di lidah. Bentuk bercak putih yang tebal ini tidak bisa dibuang
dengan guratan.

Faktor-faktor yang berperan adalah iritasi kimia melalui tembakau


atau faktor mekanis melalui pemasangan gigi palsu yang tidak baik,
alkohol dan infeksi Candida Y3 terkena iritan terus-menerus
(penggemar pizza panas) dan Human Papiloma Virus sero tipe 16.

Etiologi

Etiologi dari leukoplakia sampai sekarang belum diketahui


dengan pasti, tetapi predisposisi terdiri dari berbagai faktor yaitu
faktor lokal, faktor sistemik dan malnutrisi vitamin. Faktor lokal
yang diduga sebagai predisposisi terjadinya leukoplakia
diantaranya adalah trauma yang menyebabkan iritasi kronis misal
trauma akibat gigitan tepi atau akar gigi yang tajam, iritasi dari
gigi yang malposisi, kebiasaan jelek menggigit-gigit jaringan mulut,
pipi, maupun lidah. Faktor lokal yang lain adalah kemikal atau
termal, misalnya pada penggunaan bahan-bahan yang kaustik mungkin
diikuti oleh terjadinya leukoplakia dan perubahan keganasan.

Kemungkinan lain adalah adanya penyakit sistemik, misalnya


sipilis. Pada penderita dengan penyakit sipilis pada umumnya
ditemukan adanya “syphilis glositis”. Candidiasis yang kronik dapat
menyebabkan terjadinya leukoplakia.

Selain faktor-faktor predisposisi yang dikemukakan, ada beberapa


faktor yang menjadi penyebab terjadinya leukoplakia antara lain
tembakau, alkohol dan bakteri. Dalam proses terjadinya iritasi pada
jaringan mukosa mulut oleh tembakau tidak hanya disebabkan oleh
asap rokok dan panas yang terjadi pada waktu merokok, tetapi dapat
juga disebabkan oleh zat-zat yang terdapat di dalam tembakau yang
ikut terkunyah.

Telah banyak diketahui bahwa alkohol merupakan salah satu faktor


yang memudahkan terjadinya leukoplakia, karena pemakaian alkohol
dapat menimbulkan iritasi pada mukosa. Leukoplakia juga dapat
terjadi karena adanya infeksi bakteri, penyakit periodontal yang
disertai higiene mulut yang jelek.

Gambaran Klinis

Penderita leukoplakia tidak mengeluhkan rasa nyeri, tetapi lesi


pada mulut tersebut sensitif terhadap rangsangan sentuh, makanan
panas dan makanan yang pedas.

Dari pemeriksaan klinis, ternyata oral leukoplakia mempunyai


bermacam-macam bentuk. Secara klinis lesi ini sukar dibedakan dan
dikenal pasti karena banyak lesi lain yang memberikan gambaran yang
serupa serta tanda-tanda yang hampir sama. Lesi ini sering ditemukan
pada daerah alveolar, mukosa lidah, bibir, palatum lunak dan keras,
daerah dasar mulut, gingival, mukosa lipatan bukal, serta mandibular
alveolar ridge.

Secara klinis, lesi tampak kecil, berwarna putih, terlokalisir,


barbatas jelas, dan permukaannya tampak melipat. Bila dilakukan
palpasi akan terasa keras, tebal, berfisure, halus, datar atau agak
menonjol. Kadang-kadang lesi ini dapat berwarna seperti mutiara putih
atau kekuningan. Pada perokok berat, warna jaringan yang terkena
berwarna putih kecoklatan. Ketiga gambaran tersebut di atas lebih
dikenal dengan esbutan “speckled leukoplakia”.

Leukoplakia dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu homogenous


leukoplakia, erosif leukoplakia, speckled atau verocuos leukoplakia.
Homogenous leukoplakia merupakan bercak putih yang kadang-
kadang berwarna kebiruan, permukaannya licin, rata, dan berbatas
jelas. Pada tahap ini, tidak dijumpai adanya indurasi.

Erosif leukoplakia berwarna putih dan mengkilat seperti perak dan


pada umumnya sudah disertai dengan indurasi. Pada palpasi,
permukaan lesi mulai terasa kasar dan dijumpai juga permukaan lesi
yang erosive.

Speckled atau verocuos leukoplakia merupakan stadium


leukoplakia dimana permukaan lesi tampak sudah menonjol, berwarna
putih, tetapi tidak mengkilat. Timbulnya indurasi menyebabkan
permukaan menjadi kasar dan berlekuk-lekuk. Saat ini, lesi telah
dianggap berubah menjadi ganas. Karena biasanya dalam waktu yang
relatif singkat akan berubah menjadi tumor ganas seperti squamus sel
karsinoma, terutama bila lesi ini terdapat di lidah dan dasar mulut.

Gambar leukoplakia pada lidah.

https://www.scribd.com/doc/148148273/Trauma-Jaringan-Lunak-
Rongga-Mulut

Gambaran Histopatologis
Pemeriksaan histopatologis, akan tampak adanya perubahan
keratinisasi sel epitelium, terutama pada bagian superfisial.Secara
mikroskopis, perubahan ini dapat dibedakan menjadi 5 bagian, yaitu
hiperkeratosis, hiperparakeratosis, akantosis, diskeratosis atau
displasia, carcinoma in situ.

Pada hiperkeratosis proses ini ditandai dengan adanya suatu


peningkatan yang abnormal dari lapisan ortokeratin atau stratum
corneum, dan pada tempat-tempat tertentu terlihat dengan jelas.
Dengan adanya sejumlah ortokeratin pada daerah permukaan yang
normal maka akan menyebabkan permukaan epitel rongga mulut
menjadi tidak rata, serta memudahkan terjadinya iritasi.

Parakeratosis dapat dibedakan dengan ortokeratin dengan melihat


timbulnya pengerasan pada lapisan keratinnya. Parakeratin dalam
keadaan normal dapat dijumpai di tempat-tempat tertentu di dalam
rongga mulut. Apabila timbul parakeratosis di daerah yang biasanya
tidak terdapat penebalan lapisan parakeratin maka penebalan
parakeratin disebut sebagai parakeratosis. Dalam pemeriksaan
histopatologis, adanya ortokeratin, parakeratin, dan hiperparakeratosis
kurang dapat dibedakan antara satu dengan yang lainnya. Meskipun
demikian, pada pemeriksaan yang lebih teliti lagi akan ditemukan
hiperortokeratosis, yaitu keadaan di mana lapisan granularnya terlihat
menebal dan sangat dominan. Sedangkan hiperparakeratosis sendiri
jarang ditemukan, meskipun pada kasus-kasus yang parah.

Akantosis adalah suatu penebalan dan perubahan yang abnormal


dari lapisan spinosum pada suatu tempat tertentu yang kemudian dapat
menjadi parah disertai pemanjangan, penebalan, penumpukan dan
penggabungan dari retepeg atau hanya kelihatannya saja. Terjadinya
penebalan pada lapisan stratum spinosum tidak sama atau bervariasi
pada tiap-tiap tempat yang berbeda dalam rongga mulut. Bisa saja
suatu penebalan tertentu pada tempat tertentu dapat dianggap normal,
sedang penebalan tertentu pada daerah tertentu bisa dianggap
abnormal. Akantosis kemungkinan berhubungan atau tidak
berhubungan dengan suatu keadaan hiperortikeratosis maupun
parakeratosis. Akantosis kadang-kadang tidak tergantung pada
perubahan jaringan yang ada di atasnya.

Pada diskeratosis, terdapat sejumlah kriteria untuk mendiagnosis


suatu displasia epitel. Meskipun demikian, tidak ada perbedaan yang
jelas antara displasia ringan, displasia parah, dan atipia yang mungkin
dapat menunjukkan adanya suatu keganasan atau berkembang ke arah
karsinoma in situ. Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis adanya
displasia epitel adalah: adanya peningkatan yang abnormal dari
mitosis; keratinisasi sel-sel secara individu; adanya bentukan “epithel
pearls” pada lapisan spinosum; perubahan perbandingan antara inti sel
dengan sitiplasma; hilangnya polaritas dan disorientasi dari sel; adanya
hiperkromatik; adanya pembesaran inti sel atau nucleus; adanya
dikariosis atau nuclear atypia dan “giant nuclei”; pembelahan inti
tanpa disertai pembelahan sitoplasma; serta adanya basiler hiperplasia
dan karsinoma intra epitel atau carcinoma in situ.

Carsinoma in situ secara klinis tampak datar, merah, halus, dan


granuler. Mungkin secara klinis carcinoma in situ kurang dapat dilihat.
Hal ini berbeda dengan hiperkeratosis atau leukoplakia yang dalam
pemeriksaan intra oral kelainan tersebut tampak jelas. Pada umumnya,
antara displasia dan carsinoma in situ tidak memiliki perbedaan yang
jelas.

3. Denture Stomatitis

Denture stomatitis atau denture sore mouth sering terjadi pada pasien
yang menggunakan gigi tiruan dalam jangka waktu lama. Lesi ini biasanya
ditemukan pada palatum. Gambaran klinis berupa mukosa yang tertutup
plat gigi tiruan edema berwarna merah dengan titik-titik putih yang
merupakan akumulasi Candida albicans atau sisa makanan. Beberapa
kasus tidak menimbulkan gejala pada pasien, namun ada beberapa yang
mengeluhkan sensasi rasa terbakar dan nyeri. Penyebab yang biasa terjadi
karena iritasi gigi tiruan, sisa-sisa makanan yang menumpuk di bawah
permukaan plat gigi tiruan dan infeksi Candida albicans. Perawatan yang
perlu dilakukan adalah memperbaiki gigi tiruan dan menjaga kebersihan
mulut dengan baik.

Gambar Denture Stomatitis

https://www.scribd.com/doc/148148273/Trauma-Jaringan-Lunak-
Rongga-Mulut
4. Toothbrush Injury

Trauma dari sikat gigi disebabkan iritasi mekanis dari bulu sikat gigi
pada margin gingival dan gingival cekat. Lokasi lesi ini dapat ditemukan
pada seluruh permukaan gingival, namun yang paling sering terjadi pada
gingival rahang atas di antara gigi kaninus dan premolar (karena pada
lokasi ini biasanya menggunakan tekanan maksimal selama menyikat
gigi). Penampakan klinis lesi berupa erosi tunggal dengan area
eritematous, berwarna putih atau merah, dan beberapa menyebabkan rasa
sakit. Lesi ini tidak memerlukan perawatan, namun mengurangi factor
local dengan memperbaiki cara menyikat gigi.

5. Ulkus Kemoterapeutik

Termasuk jesnis lesi ulseratif. Pasien yang menerima obat=obatan


imunosupresan untuk berbagai penyakit serius, termasuk transplantasi
organ, kondisi autoimun, atau neoplasma, dapat mengalami ulserasi oral
dan stomatitis. Efek samping dari obat kemoterapeutik dapat langsung atau
tidak langsung berbahasya untuk mukosa mulut. Antimetabolit seperti
methotrexate bisa menghambat pembelahan sel-sel yang cepat, termasuk
epitel mulut, sedangkan alkaloid seperti cyclophosphamide mengakibatkan
leukopenia dan pembentukan ulkus sekunder.

Ulkus kemoterapeutik , suatu tanda awal dari keracunan obat, timbul


selama minggu kedua dari terapi dan biasanya menetap selama 2 minggu.
Ulkus-ulkus ini dapat terjadi pada setiap daerah mukosa mulut. Terjadi
paling sering pada bibir, mukosa pipi, lidah, dasar mulut dan palatum.
Pada awalnya daerah tersebut memerah dan rasa terbakar. Epitel
permukaan hilang dan terbentuknya ulkus yang biasanya besar, dalam,
nekrotik, dan sakit. Tepi-tepi ulkus tidak teratur dan seringkali tidak ada
tepi radang merah yang khas, karena kurangnya respon radang oleh pasien.
Jika sakitnya menjadi parah dan nutrisi serta cairan tidak cukup maka
dosis obat harus dikurangi.

Kultur sangat dianjurkan untuk semua lesi karena kecenderungannya


untuk terinfeksi organisme gram negatid dan jamur, karena kemiripannya.
Maka ulkus-ulkus tersebut dapat menyerupai kekambuhan dari virus
herpes simplek laten. Anestesi topikal dipai untuk mengurangi gejala ,
sedangkan tindakan kebersihan mulut, termasuk bahan-bahan
antimikrobial seperti klorheksidin penting untuk mencegah sekunder,
nekrosis jaringan lunak dan nekrosis tulang. Konsultasi dan komunikasi
terbuka antara dokter umum dan dokter gigi dapat membantu mengurangi
komplikasi dan meningkatkan kenyamanan mulut.

6. Lesi Traumatik

Lesi traumatic dapat disebabkan oleh berbagai iritasi fisik dan kimia,
seperti trauma gesek, panas maupun penggunaan cairan kaustik yang
berlebihan.Trauma geseksering tampak pada gusi cekat, hal itu disebabkan
karena penyikatan gigi yang berlebihan. Lama kelamaan mukosa menjadi
menebal dengan suatu permukaan putih yang menjadi kasar. Sakit
umumnya tidakada dan pemeriksaan histopatologis menggambarkan
hyperkeratosis.

Trauma hebat dapat mengakibatkan lesi putih karena hilangnya


lapisan-lapisan superficial dari epitel mukosa.Di bawah putihnya ada
permukaan yang kasar, merah atau berdarah.Secara khas lesi-lesi traumatic
akut tampak sebagai bercak-bercak putih dengan tepi-tepi difuse.Mukosa
yang dapat digerakkan lebih rawan terhadap trauma daripada mukosa
cekat.

Sakit yang mengenai lapisan kulit dibagian bawah dapat


mengakibatkan suatu respon penyembuhan fibrosa atau jaringan parut.
Jaringan-jaringan parut sering kali tanpa gejala, linear, merah muda pucat
dan berbatas jelas.Riwayat yang lengkap dapat menunjukkan cedera
sebelumnya, penyakit ulseratif yang kambuhan, dan gangguan kejang.

Gambar Lesi Traumatik


https://www.scribd.com/doc/148148273/Trauma-Jaringan-Lunak-
Rongga-Mulut

7. Linea Alba Bukalis

Linea alba bukalis (white line) adalah kondisi yang paling sering
muncul di sepanjang mukosa bukal setinggi dataran oklusal gigi rahang
atas dan rahang bawah yang disebabkan adanya tekanan, iritasi gesekan,
dan trauma dari permukaan gigi (Neville dkk., 2009). Linea alba
berbentuk garis putih keabuan memanjang di mukosa bukal, biasanya
bilateral di kanan dan kiri, berawal dari sudut mulut hingga gigi posterior.
Penampakan klinis berupa warna putih keabuan disebabkan hiperkeratosis
epitel. Lesi ini tidak berbahaya dan tidak memerlukan perawatan berarti

Gambar Linea Alba Bukalis


https://www.scribd.com/doc/148148273/Trauma-Jaringan-Lunak-
Rongga-Mulut
8. Keratosis Traumatik

Keratosis traumatik mengacu pada daerah lokal dengan mukosa mulut


yang keputhian danmenebal, yang jelas sekali berhubungan dengan iritan
lokal yang dapat diidentifikasi. Secara histologist, lesi ini menunjukkan
adanya derajat hiperkeratosis. Keratosis traumatik khususnya, biasa
dijumpai dengan cengkeram gigi tiruan, tepi-tepi yang kasar dari gigi
tiruan dan gigi yang fraktur, pada bibir perokok berat, dan pada mukosa
bukal yang berhadapan dengan gigi molar.

Pada keratosis traumatik ini ditandai dengan adanya lesi putih dengan
tepi yang difuse. Dimana lesi putih merupakan daerah abnormal pada
mukosa mulut yang pada pemeriksaan klinis tampak lebih putih daripada
jaringan sekitarnya dan agak lebih tinggi dari sekitarnya, lebih kasar. Lesi
ini disebabkan karena adanya peningkatan ketebalan epidermis yang
ditutupi dengan peningkatan produksi keratin (hiperkeratosis) atau
produksi keratin yang abnormal.

Gambar Keratosis Traumatik

https://www.scribd.com/doc/148148273/Trauma-Jaringan-Lunak-
Rongga-Mulut
9. Morsicatio Buccarum

Lesi putih pada rongga mulut ini disebabkan adanya iritasi kronis
akibat mengisap-isap atau menggigit-gigit pipi. Hal tersebut akan
menyebabkan area trauma menjadi lebih tebal, luka, dan lebih pucat
daripada jaringan di sekitarnya. Lesi ini seringkali muncul pada orang
yang sedang mengalami stress tinggi atau orang yang mempunyai
kebiasaan menggigit-gigit pipi, bibir maupun lidah .

Penampakan klinis dari lesi ini sering ditemukan bilateral pada mukosa
bukal, namun ada juga yang unilateral dikombinasikan dengan adanya lesi
pada bibir, lidah, atau keduanya. Area putih menebal seperti bekas cabikan
didominasi dengan area eritematous dan permukaan yang kasar.
Pemeriksaan histopatologis hasil biopsi menyatakan adanya hiperkeratosis
yang menyebar dengan jumlah keratin yang banyak. Tidak ada perawatan
yang perlu dilakukan selama lesi dirasa tidak mengganggu pasien. Apabila
pasien memerlukan perawatan dapat dilakukan dengan membuat cetakan
akrilik yang menutupi permukaan fasial gigi untuk menghindari akses
mukosa bukal. (Yusuf Rizky Akbar, 2013)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Trauma jaringan lunak atau sering disebut luka, adalah hilang
atau rusaknya jaringan lunak yang meliputi kulit, otot, saraf, atau
pembuluh darah akibat trauma. Trauma pada jaringan lunak rongga
mulut terdiri dari trauma fisik atau mekanik, trauma termal (panas),
trauma kimiawi dan trauma radiasi. Respon tubuh jaringan lunak
rongga mulut diawali dengan kerusakan jaringan yang
menyebabkan pathogen melewati pertahanan tubuh untuk
menginfeksi sel-sel tubuh. Lesi trauma jaringan lunak rongga mulut
meliputi luka bakar akibat aspirin (aspirin burn), leukoplakia,
denture stomatitis, toothbrush injury, ulkus kemoterapeutik, lesi
traumatik, linea alba bukalis, keratosis traumatik dan morsicatio
buccarum.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
https://riliv.co/rilivstory/apa-sih-trauma-itu-berikut-definisi-dan-
penjelasannya/ rilivstory, 2019
https://www.scribd.com/doc/131732833/Pendarahan-Dan-Trauma-
Jaringan-Lunak Astrid Alvina Damayanty, 2013
https://www.scribd.com/doc/148148273/Trauma-Jaringan-Lunak-
Rongga-Mulut Yusuf Rizky Akbar, 2013

Anda mungkin juga menyukai