Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

LABORATORIUM TEKNIK SEPARASI DAN PURIFIKASI


EVAPORASI

DISUSUN OLEH:

AWIS AL QHANI (03031381722113)


FERINA (03031381722092)
LENI WULANDARI (03031381722110)
M. BAGUS HERLAMBANG (03031381722101)

NAMA COSHIFT: HENDRI PRASETYO


NAMA ASISTEN:

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN.

1.1. Latar Belakang/


Dalam industri kimia, proses evaporasi paling banyak digunakan pada
indrusti yang mengolah suatu liquid seperti pada industri gula. Proses evaporasi
adalah fenomena yang sering terjadi pada larutan yang terdiri dari zat terlarut
(solute) yang tidak mudah menguap dan zat pelarut (solvent) yang dengan
mudahnya dapat mengalami pengupan. Alat yang digunakan pada proses
evaporasi disebut juga evaporator. Evaporator biasanya, bekerja pada kondisi
vakum yang bertujuan untuk menurunkan temperatur titik didih larutan.
Proses Evaporasi membutuhkan empat komponen dasar yaitu evaporator,
kondensor yang berisi air digunakan sebagai sumber pendingin untuk mengubah
fase uap menjadi fase liquid, injeksi uap dan perangkap uap. Empat komponen ini
memiliki keterkaitan antar satu sama lain dalam melakukan prosesnya untuk
mendapatkan hasil yang baik. Hasil yang akan didapat dari evaporator biasanya
berupa padatan ataupun larutan pekat yang memiliki konsentrasi tinggi.
Evaporasi memiliki uap komponen tunggal berbeda dengan destilasi. Di
dalam proses evaporasi energi panas yang diberikan akan digunakan untuk
mengubah komponen yang volatil menjadi fase gas, didalam proses evaporasi
terjadi dua perpindahan yaitu perpindahan massa dan perpindahan panas, kedua
perpindahan tersebut ialah dasar dari proses evaporasi. Sistem evaporator secara
keseluruhan memakai konsep perpindahan panas untuk mengurangi volume dari
suatu produk sampai batas tertentu sampai tersisa cairan kental.
Praktikum evaporasi yang dilakukan menggunakan bahan baku minyak
atsiri. Evaporasi bertujuan untuk mendapatkan minyak atsiri berkonsentrasi tinggi,
pada prinsip kerjanya evaporator akan menaikkan suhu dari liquid tersebut hingga
mencapai titik didihnya, apabila sudah tercapai maka campuran zat tersebut akan
berubah fase menjadi uap dan menyisahkan cairan lebih kental, berkonsentrasi
tinggi yang merupakan hasil dari proses evaporasi, jadi dalam proses evaporasi
titik didih merupakan hal terpenting yang harus diperhatikan.

1
2

1.2. Rumusan Masalah


1) Apa saja faktor yang mempengaruhi evaporasi?
2) Apa saja tipe-tipe dari evaporator ?
3) Apa saja macam-macam desain pada evaporator ?
4) Bagaimana prinsip kerja dari evaporator ?
5) Apa saja rekompresi uap pada evaporator ?
6) Bagaimana proses evaporasi pada power plant ?
7) Bagimana pengaplikasian evaporator di suatu industri ?

1.3. Tujuan Percobaan


1) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya proses laju
evaporasi
2) Mengetahui tipe-tipe evaporator yang biasanya digunakan dalam industri
3) Mengetahui desain evaporator efek tunggal dan efek multiple
4) Mengetahui prinsip dan cara kerja dari evaporator
5) Mengetahui rekompresi uap termal dan rekompresi uap mekanik
6) Mengetahui evaporator untuk make-up umpan boiler,produksi air
murni,transformator panas dan pada penyulingan air mineral
7) Mengetahui pengaplikasian evaporator sebagai pemanas air laut dan
sebagai proses produksi gula

1.4. Manfaat
1) Menambah informasi tentang faktor faktor yang mempengaruhi besarnya
proses laju evaporasi
2) Menambah pengetahuan tentang tipe-tipe evaporator yang biasanya
digunakan dalam industri
3) Mampu memahami desain evaporator efek tunggal dan efek multiple
4) Menambah informasi tentang prinsip dan cara kerja evaporator
5) Mampu memahami rekompresi uap yang ada di evaporator
6) Menambah pengetahuan tentang proses evaporasi pada power plant
7) Menambah wawasan tentang pengaplikasian evaporator
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Evaporasi
2.1.1. Pengertian Evaporasi
Evaporasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses operasi dimana suatu
larutan akan dipisahkan berdasarkan sifat volatilitas. Evaporasi dilakukan dengan
menguapkan sebagian dari pelarut, sehingga didapatkan larutan zat cair pekat
yang konsentrasinya lebih tinggi. Dalam evaporasi, sisa penguapan adalah zat cair
yang sangat viskos dan bukan zat padat. Selain itu, evaporasi juga berbeda dengan
destilasi, karena uapnya komponen tunggal. Meskipun uap tersebut merupakan
campuran, pada proses evaporasi ini hanya berlangsung untuk pemekatan larutan,
bukan pembuatan zat padat atau kristal. Selama proses evaporasi, harus diberikan
kalor untuk menyediakan energi yang diperlukan untuk mengubah komponen
volatil menjadi fase gas (Setyawan dan Sujati ,2017).
Tujuan penguapan adalah untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat
terlarut yang tidak mudah menguap dan zat yang mudah menguap. Dalam
sebagian besar penguapan, pelarutnya adalah air. Penguapan dilakukan dengan
menguapkan sebagian pelarut untuk menghasilkan larutan pekat dari cairan
kental. Penguapan berbeda dari pengeringan karena residunya adalah cairan
terkadang cairan yang sangat kental dan bukan padat.(Mc Cabe, dkk, 1993).
Cairan kental akan menjadi produk utama dalam penguapan dan uapnya
terkondensasi lalu dibuang. Air yang mengandung mineral sering diuapkan untuk
memberikan produk yang bebas dari kandungan padatan digunakan untuk umpan
boiler, untuk persyaratan proses khusus, atau untuk konsumsi manusia.Teknik ini
sering disebut destilasi air, tetapi secara teknis itu adalah penguapan. Proses
penguapan skala besar telah dikembangkan dan digunakan untuk memperoleh
kembali air yang dapat diminum dari air laut. Di sini air yang terkondensasi
adalah produk yang diinginkan (Mc Cabe, dkk, 1993).
Metode penguapan yang paling umum digunakan dalam industri adalah
proses evaporasi vakum, hal ini dapat terjadi karena dalam kondisi tersebut suhu

3
4

normal diatur sesuai dengan keinginan serta dalam kondisi vakum sehingga akan
menjaga kandugan produk tidak hilang atau rusak dengan tujuan utamanya untuk
tidak mengubah kandungan dari suatu produk tersebut, proses penguapan vakum
dengan pemanasan dapat menguapkan lebih banyak uap air daripada proses yang
dilakukan secara konvensional dalam waktu yang sama (Nisa, 2018).
2.1.2 Faktor yang mempengaruhi Evaporasi
Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya proses laju evaporasi atau
penguapan, yaitu pantulan sinar matahari, kondisi suatu wilayah, karena semakin
rendah daerah itu maka semakin panas dan menyebabkan penguapan semakin
besar, kandungan unsur kimia yang terkandung di dalam air, luas dari penampang
dan kedalaman permukaan, kelembaban,karena semakin lembab maka semakin
kecil juga penguapannya. Proses evaporasi bisa juga dipengaruhi oleh faktor
lainnya seperti musim,keadaan kondisi geografis wilayah tersebut, rentang waktu
dan masih banyak lagi yang bisa mempengaruhi laju evaporasi,evaporasi bisa
dikatakan proses yang cukup rumit untuk dilakukan perhitungan dan pengukuran.
Salah satu faktor penting dalam proses pengembangan sumber daya air, evaporasi
juga dapat mempengaruhi besarnya kapasitas dari suatu pompa untuk melakukan
irigasi, penggunaan untuk tanaman dan debit pada aliran sungai mengalir.

2.2. Evaporator
2.2.1. Pengertian Evaporator
Evaporator adalah alat penukar kalor yang memegang peranan penting
dalam siklus refrigerasi, dengan prinsip kerja mendinginkan media sekitar. Pada
evaporator terjadi proses penguapan dimana refrigerant mengalami perubahan dari
fasa cair menjadi fasa uap. Proses ini terjadi secara serentak dengan penyerapan
panas dari udara dan objek pendingin sekitar evaporator, sehingga kondisi suhu
udara dan objek pendingin mengalami penurunan.(Faozan, 2015).
Pada dasarnya, evaporator terdiri dari penukar panas tertutup dalam ruang
besar, penukar panas non kontak menyediakan sarana untuk mentransfer panas
dari uap bertekanan rendah ke produk. Produk di dalam ruang evaporasi disimpan
dalam ruang hampa udara. Kehadiran vakum menyebabkan perbedaan suhu antara
uap dan produk meningkat, dan produk mendidih pada suhu yang relatif rendah,
5

sehingga meminimalkan kerusakan panas. Uap yang dihasilkan terkontaminasi


melalui kondensor ke sistem vakum. Uap akan mengembun di dalam penukar
panas dan kondensat dibuang.(Singh dan Heldman, 2008)
Evaporator memiliki fungsi sebagai penyerap panas dari udara, kemudian
kalor atau panas yang dihasilkan dari proses akan dikeluarkan melalui kondensor,
sedangkan kompresor yang sedang bekerja akan menghisap bahan pendingin gas
dari alat evaporasi itu sendiri, mengakibatkan tekanan yang ada di dalam
evaporator lebih rendah, secara garis besar bahwa fungsi evaporator itu akan
membuang panas ke udara sekitar dan mengambil panas dari udara disekitarnya.
Evaporator memiliki cangkupan perencanaan seperti penguapan yang
efektif dari bahan pendingin dengan tekanan diturunkan higga mencapai
minimum dan mengambil panas dari zat yang diinginkan secara efisien. Dalam
melakukan perencanaan evaporator hal yang harus menjadi perhatian ialah
penempatan dan zat yang akan langsung didinginkan, apakah berwujud gas, cair
maupun padat, bahan pendingin akan menguap selama waktu mengalir sepanjang
pipa evaporator dan untuk mendapatkan hasil yang baik harus diusahakan agar
cairan tetap bisa membasahi ke semua bagian dari evaporator secara menyeluruh.
2.2.2. Bagian- Bagian Evaporator
Evaporator pada umumnya memiliki tiga bagian utama, yaitu alat pemanas
untuk memberikan energi panas pada sampel dengan tujuan agar larutan sampel
mendidih dan mengalami penguapan atau mengalami perubahan fase, bagian
evaporasi yang menjadi tempat dimana larutan mendidih lalu mengalami proses
peguapan, alat pemisah untuk memisahkan komponen uap yang telah menguap
dari cairan yang belum menguap yang selanjutnya masuk ke kondenser untuk
melakukan proses kondensasi. Bagian-bagian dari evaporator ini akan saling
berhubungan untuk melakukan proses evaporasi agar mendapatkan hasil yang
diinginkan dengan kualitas dan kuantitas produk yang baik.
Jenis dari evaporator dapat juga diklasifikasikan sebagai berikut, yang
pertama media pemanas dipisahkan dari cairan penguapan oleh permukaan
pemanas oleh tubular, kedua media pemanas harus dibatasi oleh koil yang
berfungsi untuk menjaga suhu dari reaktor tetap stabil, jaket reaktor, diding ganda,
6

pelat datar dan lain-lain, ketiga media pemanas ini akan dibawa secara kontak
langsung dengan cairan penguapan. (shah dan Bhagchandani,2012).

2. 3. Tipe –tipe Evaporator


Evaporator juga memiliki beberapa tipe, berbagai tipe evaporator yang
biasanya digunakan dalam industri kimia dan indusutri makanan, mulai dari
evaporator yang paling sederhana sampai evaporator yang lebih kompleks.
Pemilihan tipe-tipe evaporator penting dilakukan, pertimbangan dalam pemilihan
evaporator harus disesuaikan pada bahan baku yang akan diolah maupun kondisi
operasinya dengan tujuan mendapatkan efisiensi energi dan hasil yang diinginkan.
2.3.1. Tipe batch pan evaporator
Salah satu tipe evaporator yang paling sederhana dan tertua yang
digunakan dalam industri makanan,produk dipanaskan dalam bejana bulat
berjaket uap.Bejana pemanas mungkin terbuka ke atmosfer atau terhubung ke
kondensor dan ruang hampa udara.Vakum memungkinkan perebusan produk pada
suhu yang lebih rendah dari titik didih pada tekanan atmosfer,sehingga
mengurangi kerusakan termal pada produk yang sensitif terhadap panas.
2.3.2. Natural circulation evaporators
Evaporator sirkulasi alami, memiliki tabung vertikal yang pendek, dengan
panjang 1-2 m dan memiliki diameter 50-100 mm, diatur dalam steam. Seluruh
calandria terletak di bagian bawah vessel.Produk ketika dipanaskan naik melalui
tabung ini dengan sirkulasi alami sementara uap mengembun di luar
tabung.penguapan terjadi di dalam tabung,dan produk terkonsentrasi.Cairan
terkonsentrasi jatuh kembali ke dasar vessel melalui bagian annular pusat.
2.3.3. Rising –film evaporator
Evaporator rising –film ,produk cair dengan viskositas rendah dibiarkan
mendidih di dalam pipa vertikal sepanjang 10-15 m.Tabung dipanaskan dari luar
dengan uap.Cairan naik di dalam tabung ini oleh uap yang terbentuk di dekat
bagian bawah tabung pemanas.Gerakan uap ke atas menyebabkan film cair tipis
bergerak cepat ke atas.Meskipun operasi ini sebagian besar dilakukan hanya sekali
saja namun cairan juga dapat disirkulasi jika perlu untuk mendapatkan konsentrasi
padatan yang diperlukan. (Singh dan Heldman,2008).
7

2.3.4. Falling film evaporator


Berbeda dengan evaporator rissing film,evaporator falling film memiliki
cairan yang tipis bergerak ke bawah, di bagian bawah tabung vertikal.Desain
evaporator itu cukup sulit dan distribusi cairan dalam film mengalir ke bawah
didalam tabung lebih sulit diperoleh daripada sistem aliran ke atas seperti dalam
evaporator rissing film,ini dilakukan dengan menggunakan distributor yang
dirancang khusus atau spray nozzel. (Singh dan Heldman,2008).
2.3.5. Forced circulation evaporator
Evaporator sirkulasi paksa melibatkan panas nonkontak dimana feed cair
diberi kecepatan tinggi,kepala hidrostatik diatas bagian tabung berfungsi untuk
menghilangkan cairan apapun yang mendidih.Didalam separator,tekanan absolut
dijaga sedikit lebih rendah dari pada di tube bundle.Dengan demikian ,cairan yang
memasuki pemisah berkedip untuk membentuk uap.Pompa aliran aksial umumnya
digunakan untuk mempertahankan tingkat sirkulasi.Baik modal dan biaya operasi
penguap ini sangat rendah dibandingkan dengan jenis penguap lainnya.
2.3.6. Agitated thin-film evaporator
Feed disebarkan di bagian dalam permukaan pemanas silinder.Karena
agitasi yang tinggi,laju perpindahan panas yang jauh lebih tinggi diperoleh.Steam
tekanan tinggi digunakan sebagai pemanas untuk mendapatkan suhu didnding
tinggi untuk tingkat penguapan yang wajar.Kerugian utama dari evaporator ini
adalah biaya modal yang sangat besar dan juga proses perawatan yang tinggi
beserta kapasitas pemrosesan yang rendah. (Singh dan Heldman,2008).

2.4. Desain pada evaporator


2.4.1. Desain pada evaporator efek tunggal
Dalam evaporator efek tunggal, feed liquid yang encer akan dipompa ke
dalam ruang pemanas, di mana cairan tersebut akan dipanaskan secara terpisah
dengan uap. Uap selanjutnya dimasukkan ke dalam alat penukar panas, di mana
cairan akan mengalami proses pengembunan untuk dapat melepaskan panas
penguapan ke umpan, dan yang keluar dari sistem disebut juga sebagai kondensat.
Suhu penguapan, Ti, dikendalikan dengan cara mempertahankan tekanan vakum
di dalam ruang pemanas. Uap yang meninggalkan produk selanjutnya akan
8

dikirim melalui kondensor ke sistem vakum, biasanya menggunakan steam


ejector atau biasanya disebut pompa vakum. Dalam sistem batch, feed dipanaskan
sampai konsentrasi yang diinginkan diperoleh. Produk hasil berkonsentrasi ini
kemudian dipompa keluar dari sistem evaporator. (Singh dan Heldman,2008).
2.4.2 Desain pada evaporator efek multiple
Dalam evaporator tiga-efek, umpan cair berbentuk encer dipompa ke
dalam ruang evaporator dari efek pertama. Setelah itu ,uap memasuki penukar
panas dan mengembun, sehingga membuang panasnya ke produk.hasil Kondensat
yang tidak terpakai dibuang. Uap yang dihasilkan dari efek pertama digunakan
sebagai media pemanas pada efek kedua, di mana umpan adalah produk sebagian
terkonsentrasi dari efek pertama. Uap yang dihasilkan dari efek kedua akan
digunakan pada efek ketiga sebagai media pemanas, dan produk akhir dengan
konsentrasi akhir yang diinginkan dipompa keluar dari ruang evaporator dari efek
ketiga. Uap yang dihasilkan pada efek ketiga dikirim ke kondensor melalui sistem
vakum. produk yang sebagian terkonsentrasi dari efek pertama diumpankan ke
efek kedua. Setelah konsentrasi tambahan, produk meninggalkan efek kedua
menuju ke efek ketiga, barulah produk dengan konsentrasi yang diinginkan bisa
didapatkan setelah melewati multiple efect. (Singh dan Heldman,2008).

2.5. Prinsip Kerja Evaporator


Prinsip kerja evaporator ialah dengan menambahkan kalor atau panas yang
bertujuan untuk memekatkan suatu larutan yang terdiri dari zat pelarut yang
memiliki titik didih yang rendah dengan pelarut yang memiliki titik didih yang
tinggi sehingga pelarut yang memiliki titik didih lebih rendah akan mengalami
proses penguapan dan akan menyisahkan sebagian larutan yang sangat pekat
dengan konsentrasi lebih tinggi.(Haspari dan Sujati 2019).
Ketentuan yang harus diterapkan pada suatu proses evaporasi ialah, suatu
larutan dipekatkan berdasarkan perbedaan titik didih diantara zat-zat lainnya, titik
didih cairan yang dihasilkan dipengaruhi oleh tekanan, titik didih cairan yang
mengandung zat yang tidak menguap bergantung pada tekanan dan zat tersebut,
perbedaan titik didih campuran dengan cairan murni disebut kenaikan titik didih.
9

2.6. Sistem rekompresi uap


2.6.1. Rekompresi Termal
Rekompresi termal melibatkan penggunaan booster jet uap untuk
mengkompres ulang bagian uap keluar, Melalui rekompresi, tekanan dan suhu uap
keluar meningkat. Sistem ini biasanya diterapkan pada evaporators efek tunggal
atau pada efek pertama evaporator multiefek. Penerapan sistem ini mengharuskan
uap tersedia pada tekanan tinggi, dan uap tekanan rendah akan diperlukan untuk
proses penguapan yang dibantu tekanan dan suhu. (Singh dan Heldman,2008).
2.6.2. Rekompresi Mekanik Uap
Rekompresi Mekanik uap melibatkan kompresi semua uap meninggalkan
evaporator.Kompresi uap dilakukan secara mekanis, menggunakan kompresor
yang digerakkan oleh motor listrik, turbin uap, atau mesin gas. Kompresor yang
digerakkan oleh turbin uap sangat cocok untuk kompresi ulang mekanik jika
tersedia uap tekanan tinggi. Ketersediaan listrik dengan biaya yang rendah akan
mendukung penggunaan motor listrik. Sistem rekompresi uap mekanis sangat
efektif dalam mengurangi permintaan energi. Dalam kondisi optimal, sistem ini
dapat menurunkan kebutuhan energi dengan jumlah yang setara dengan
menambahkan lima belas efek. Sistem ini dapat menjadi sangat bising untuk
beroperasi karena penggunaan kompresor besar (Singh dan Heldman,2008).

2.7. Proses evaporasi power plant


2.7.1. Evaporator make-up untuk umpan boiler
Evaporator make-up akan memasok air umpan boiler untuk menggantikan
kebocoran dan kehilangan dari sistem sebagai uap proses di pabrik atau sebagai
kondensat yang dibuang. Sejauh ini, ini adalah kelas proses penguapan terbesar
dan biasanya dilakukan dalam evaporator efek-tunggal, meskipun kadang-kadang
evaporator efek ganda dapat digunakan tergantung pada karakteristik siklus
kondensat di pembangkit listrik dan jumlah produksi yang dibutuhkan.Evaporator
itu sendiri kecil, berisi sekitar 100 hingga 1000 kaki permukaan. (Q.Kern,1983).
2.7.2 Proses evaporator untuk produksi air murni
Ada sejumlah industri yang terus-menerus membutuhkan air suling dalam
jumlah besar.Jenis plant ini menggunakan efek ganda, tiga, atau empat kali lipat
10

dan menerima panas juga dari bleed point atau dari boiler secara langsung.
Pemilihan jumlah efek terkait erat dengan hubungan antara biaya tetap dan biaya
pengoperasian uap. Evaporator multi-efek dengan umpan paralel tidak harus
memiliki semua efek secara bersamaan dalam operasi dan karenanya dapat
disesuaikan jika permintaan untuk air suling bervariasi (Q.Kern,1983).
2.7.3. Evaporator transformator panas
Evaporator transformator panas adalah sistem efek tunggal dari satu atau
lebih shells yang menerima uap paralel dari pembuangan turbin tekanan tinggi
atau mesin bertekanan tinggi. Tujuan dari jenis evaporator ini untuk mengembun
uap dari boiler bertekanan tinggi yang telah melewati turbin bertekanan tinggi dan
masuk ke dalam evaporator. Kondensat kemudian dikembalikan langsung ke ketel
bertekanan tinggi dengan penambah tekanan, sehingga menjaga sirkuit bertekanan
tinggi tetap tertutup dan terus menerus disuplai dengan air dan uap ketel
bertekanan tinggi. Instalasi boiler bertekanan tinggi sangat dipengaruhi oleh sikuit
ini. Dengan kondensasi uap buangan dari turbin bertekanan tinggi yang sebagian
besar tidak dikembalikan ke sistem evaporator. (Q.Kern,1983).
2.7.4. Penyuling air mineral
Air laut mengandung sekitar tiga persen padatan menurut beratnya sekitar
34.000 ppm dibandingkan dengan 340 ppm dalam kandungan air tawar. Proses
untuk menguapkan hanya dapat dilakukan sekitar sepertiga dari umpan yang
masuk. Sisanya, akan mengandung sekitar 90 persen penguapan itu biasanya
sekitar 5 persen padatan atau 51.000 ppm, dibuang ke laut. Karena besarnya
proses blowdown, penggunaan dari sistem vakum dengan suhu penguapan rendah
ini sangatlah diinginkan, karena suhu rendah juga menguntungkan untuk tingkat
penskalaan yang rendah, tidak seperti evaporator dalam daya stasioner.

2.8. Pengaplikasian evaporator


2.8.1. Evaporator sebagai pemanas air laut
Evaporator pada desalinasi sistem vakum secara alami ini, digunakan
sebagai pemanas air laut, yang mampu menguapkan air laut di dalam evaporator.
Sehingga air laut pada evaporator turun titik didihnya dan mempercepat laju
penguapan. Kemudian uap yang dihasilkan oleh evaporator diterima oleh
11

kondensor yaitu sebagai alat penukar kalor yang berfungsi mengkondensasikan


uap air yang berasal dari ruang evaporator. karena perbedaan temperatur maka
uap hasil kondensasi tadi akan berubah menjadi butiran air lebih bersih yang dapat
ditampung dalam sebuah wadah .(Setywan dan suhendra,2018).
Energi yang masuk tiap menit yang di produksi di solar kolektor. Energi
yang datang dari sinar matahari ditangkap oleh solar kolektor. Ditransfer kedalam
evaporator dengan bantuan fluida air untuk memanaskan air laut yang berada di
dalam evaporator, kemudian terjadi proses penguapan. Hasil uap yang sudah di
produksi evaporator selanjutnya langsung masuk ke dalam kondensor berubah
menjadi air tawar.(Setywan dan suhendra,2018).
Energi yang masuk ke dalam tidak stabil. Hal ini dikarenakan faktor suhu
air yang bersikrulasi pada pipa pemanas di dalam evaporator yang berasal dari
kolektor. Uap yang terbentuk akan diubah menjadi bentuk cair apabila mengenai
benda yang suhunya lebih rendah yaitu kondensor. Karena sangat berpengaruh
energi panas yang dihasilkan terhadap peningkatan produksi air laut. Dimana suhu
lingkungan mulai menurun karena sinar matahari mulai berkurang. Sedangkan
kerugian pada sistem berasal dari dinding atas evaporator, dinding bawah
evaporator dan dinding samping evaporator.(Setywan dan suhendra,2018).
2.8.2. Evaporator pada produksi gula
Evaporator merupakan alat yang paling penting dalam industri makanan
seperti pada gula pasir yang diproduksi oleh pabrik gula, hasil dari industri ini
produknya harus melalui proses evaporasi atau penguapan yang berfungsi untuk
mengentalkan nira. pada saat pengoperasian produksi gula. Kondsi operasi alat
tekanannya harus dikontrol setiap saat, selain tekanannya yang harus di awasi,
tingkat ketinggian air nira juga harus di jaga pada kondisi yang konstan. Air nira
yang kurang dari kondisi optimal yang ditentukan, dapat berpotensi menyebabkan
ledakan pada tangki evaporator tersebut , hal ini dikarenan tidak ada media yang
di panaskan dan mengakibatkan terjadi perubahan tekanan yang ada didalam
tangki tersebut semakin mengalami peningkatan. Hal ini merupakan masalah yang
sering terjadi, tidak hanya pada industri gula namun dapat terjadi juga pada
industri lain yang menggunakan evaporator (Setywan dan suhendra,2018).
12

2.9 Penelitian Terkait


Penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini
adalah penelitian Fitri,dkk (2016), berjudul Studi Eksperimental Falling Film
Evaporator Pada Evaporasi Nira Kental. Penelitian ini berisi eksperimen tentang
suatu proses evaporasi dengan menggunakan evaporator jenis falling film
evaporator. Bahan yang dijadikan feed adalah larutan nira yang dihasilkan dari
pabrik tebu yang akan di evaporasi menjadi nira kental. Penerapan teknik
evaporasi untuk memisahkan pelarut dengan zat pelarutnya telah diterapkan pada
proses penelitian ini, dengan mengatur variabel laju alir yang memiliki pengaruh
terhadap konsentrasi proses ini dilakukan pada waktu yang sama, didapatkan
kesimpulan semakin besar laju alir larutan nira maka semakin rendah konsentrasi
akhir yang didapatkan. Hasil penelitian ini memiliki hubungan dengan besar laju
proses penguapan yang dipengaruhi oleh laju alir terhadap kinerja evaporator.
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah penelitian
Istianah (2017), yang berjudul Evaporasi Multi Tahap Menggunakan Falling Film
Evaporator (FFE) Untuk Meningkatkan Efisiensi Produksi Konsentrasi Nanas
Madu. Penelitian dilakukan untuk memprediksi kondisi operasi agar laju
evaporasi lebih efektif. Proses Penelitian dengan menggunakan evaporator jenis
Falling Film pada tekanan vacuum untuk mengurangi kerusakan vitamin. Metode
pemanasan dilakukan sampai dengan suhu 90C, tekanan 20-25 Hg dan mengatur
laju alir 28 mL/menit. Hasil eksperimen ini dapat memprediksi bagaimana kondisi
proses evaporasi untuk mendapat hasil yang terbaik, hasil yang terbaik didapatkan
dengan pengukuran kadar air yang dapat dihilangkan melalui proses evaporasi.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Fingas (1997),
dengan judul Studies On The Evaporation Of Crude Oil and Petroleum Product :
The Relationship Between Evaporation Rate and Time. Penelitian ini menerapkan
prinsip dari proses evaporasi pada sample crude oil untuk mendapatkan hasil yang
menunjukkan hubungan persen massa telah menguap terhadap waktu evaporasi,
semakin besar persen massa yang dapat menguap maka semakin lama waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan proses evaporasi. Hasil penelitian juga menunjukkan
semakin besar persen berat yang didapat, membutuhkan waktu yang lebih lama.
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
1) Set Alat Evaporator
2) Termometer
3) Beaker glass 1 liter
4) Gelas Ukur
5) Neraca Analitis
6) Kertas Saring
7) Corong
8) 1 Set alat pengaduk mekanik
3.1.2. Bahan
1) Ekstrak minyak atsiri

3.2. Prosedur Percobaan


1) Rangkaian alat dipastikan sesuai dengan gambar
2) Keran air pendigin dibuka dan dimasukan larutan yang akan di evaporasi
kedalam labu didih
3) Pemanas di bagian bawah dihidupkan, prosesnya diamati, suhu diukur
pada overflow serta waktu yang dibutuhkan dicatat.
4) Pemanas pada setiap variabel waktu yang ditentukan di ukur
5) Kecepatan alir pada over flow, suhu di over flow, kecepatan alat distilat,
dan suhu distilat setelah suhu over flow konstan dicatat.
6) Distilat ditampung dan diukur densitasnya menggunakan piknometer.

13
14

3.3. Blok Diagram

Siapkan peralatan evaporasi

Buka keran air pendingin dan masukkan


larutan kedalam labu didih

Hidupkan pemanas dan amati proses, serta


ukur suhu pada over flow dan catat waktu
yang dibutuhkan

Ukur pemanas pada setiap variable yang


telah ditentukan

Catat kecepatan alir pada over flow, suhu di


over flow, kecepatan alat distilat, dan suhu
distilat

Tampung destilat dan ukur densitasnya


menggunakan piknometer

Gambar 3.1. Blok Diagram Percobaan Evaporasi


DAFTAR PUSTAKA

Faozan, I. 2015. Analisis Perbandingan Evaporator Kulkas dengan Menggunakan


Refrigerant R-22 dan R-134A. Jurnal Teknik Mesin. Vol. 4(3) : 33-39.
Fingas, M. V. 1996. Studies on Evaporation of Crude Oil and Petroleum
Products. Journal of Hazardous Material. Vol. 56 : 227-236.
Fitri, M. A., Suhadi., Altway, A., Susianto. 2016. Studi Eksperimental Falling
Film Evaporator pada Evaporasi Nira Kental. Journal of Research and
Technology. Vol. 2(1) : 13-17.
Hapsari, F., dan Sujati, N. M. 2019. Efisiensi Kinerja Evaporator pada
Pengolahan Limbah Radioaktif Cair Pusat Teknologi Limbah
Radioaktif Batam. Jurnal Ilmiah Indonesia. Vol. 4(4) : 48-58.
Istanah, N. 2012. Evaporasi Muti Tahap Menggunakan Falling Film Evaporator
Untuk Meningkatkan Efisiensi Produksi Konsentrat Nanas Madu. Jurnal
Teknik Kimia. Vol. 8 : 1-4.
Kern, D. Q. 1950. Process Heat Transfer Internasional Student Edition. Tokyo
Japan : McGraw Hill.
Cabe, W. M., dan Smith, J. C., Harriot, P. 1993. Unit Operation of Chemical
Engineering Fifth Edition. Singapore : McGraw Hill.
Nisa, Q. A. 2018. Analisi Optimasi Kadar Vitamin C dari Filtrat Buah Nanas
Menggunakan Sistem Evaporator Vacuum. Jurnal Inovasi Teknik Kimia.
Vol. 3(2) : 41-47.
Setyawan, A., dan Sujati, N. M. 2017. Evaluasi Hasil Analisi Efisiensi Kinerja
Sistem Evaporator IPLR pada Tahun 2014-2017. Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah. Vol. 15 : 255-259.
Setyawan, E. Y., dan Suhendra, D. 2018. Analisi Perhitungan Evaporator dan
Kondensor yang Digunakan pada Alat Desalinasi Air Laut Sistem Vakum
Alami Menggunakan Energi Surya. Jurnal Flywheel. Vol. 9(1) : 22-28.
Shah, D. J., dan Bhagchandani, C. G. 2012. Design, Modeling and Simulation of
Multiple Effect Evaporators. International Journal of Scientific
Engineering and Technology. Vol. 1(3) : 1-5.
Singh, R. P., dan Heldman, D. R. 2008. Introduction to Food Engineering Fourth
Edition. United States : Food Science and Technology.

Anda mungkin juga menyukai