Anda di halaman 1dari 13

STRUKTUR

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH


(APBD)

1
BAB 1
STRUKTUR APBD

Definisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)


Representasi pengelolaan keuangan daerah di masing-masing Pemerintah Daerah diwujudkan
dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk masing-masing Pemerintah
Daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD pada dasarnya adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD,
dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Berdasarkan definisi APBD di atas, dapat dijelaskan bahwa
APBD secara terperinci mengandung unsur:
1. APBD adalah rencana keuangan.
Hal itu harus dibedakan dengan rencana pembangunan sebagaimana Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang berjangka waktu 20 tahun, Rencana Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) yang berjangka waktu 5 tahun, ataupun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang
berjangka waktu pendek yaitu satu tahun. Rencana pembangunan memuat rencana program dan
kegiatan pembangunan dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan, sedangkan rencana
keuangan memuat sumber-sumber dana untuk melaksanakan pembangunan dan rencana alokasi
belanja program dan kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan sesuai sumber dana yang
dimiliki.
2. APBD adalah berjangka waktu tahunan.
Jangka waktu yang bersifat tahunan itu melekat pada dokumen APBD dan tahunan yang dimaksud
adalah satu tahun anggaran sehingga penyebutannya dapat dilakukan dengan “APBD Tahun
Anggaran 2017” atau “APBD Tahun Anggaran 2016”. APBD setiap tahun anggaran mengacu pada
RKPD pada tahun berlaku yang sama sebagai bentuk keterpaduan antara rencana anggaran
(keuangan) dan rencana pembangunannya. Program dan kegiatan yang dianggarkan pada APBD
Tahun Anggaran 2017 misalnya adalah program dan kegiatan yang berasal dari dokumen RKPD
Tahun 2017. Demikian pula program dan kegiatan yang dianggarkan pada APBD Tahun Anggaran
2016 adalah program dan kegiatan yang berasal dari dokumen RKPD Tahun 2016.
3. APBD merupakan milik Pemerintahan Daerah.
Sesuai dengan singkatan APBD, yang dimaksud huruf “D” paling belakang dari APBD adalah
“Daerah”, artinya APBD ini milik pemerintahan yang ada di Daerah. Pemerintahan Daerah terdiri
dari dua unsur yaitu Pemerintah Daerah sebagai lembaga eksekutif dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) sebagai lemabaga legislatif. Kedua unsur kelembagaan itu masing-masing disebut
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Meskipun APBD sering disebut dengan nama
Pemerintah Daerah-nya saja misalnya APBD Pemerintah Kota Madiun, namun pada dasarnya dalam
APBD memuat semua komponen belanja baik belanjanya Pemerintah Daerah maupun belanjanya
DPRD. Dalam APBD selain memuat program dan kegiatan dalam rangka menyelenggarakan urusan
pemerintahan daerah baik bidang-bidang urusan pemerintahan yang diampu oleh Pemerintah
Daerah atau Eksekutif maupun diampu oleh DPRD.
4. APBD adalah dibahas dan disetujui bersama Pemerintah Daerah dan DPRD.
Sebagai wujud milik Pemerintahan Daerah artinya milik bersama antara Pemerintah Daerah dan
DPRD, maka APBD ini dibahas dan disetujui bersama antara kedua belah pihak, yaitu pihak
Pemerintah Daerah dan Pihak DPRD. Pemerintah Daerah setiap tahun mengajukan rancangan APBD
kepada DPRD untuk dibahas dan kemudian disetujui. Bahkan sebelum rancangan APBD disetujui
lebih dahulu Pemerintah Daerah menyusun dan mengajukan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dari APBD tahun anggaran bersangkutan.
Dokumen KUA dan PPAS APBD itu setelah disusun Pemerintah Daerah diajukan kepada DPRD untuk

2
dibahas dan kemudian disepakati dalam bentuk Nota Kesepakatan antara Pimpinan DPRD dan
Kepala Daerah.
5. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda).
APBD sebagai dokumen rencana anggaran/ keuangan agar mengikat kepada pihak-pihak yang
terlibat dalam penyusunan dan pelaksanaannya yaitu Pemerintah Daerah dan DPRD maka
ditetapkan secara yuridis dengan Peraturan Daerah. Peraturan Daerah tentang APBD dibahas dan
disetujui bersama Pemerintah Daerah dan DPRD. Bahkan ada tiga buah Raperda berkenaan dengan
APBD yang setiap tahun harus secara bersama-sama dibahas dan disetujui bersama oleh masing-
masing unsur penyelenggara pemerintahan daerah tersebut, yaitu: (a) Raperda tentang APBD
(murni); (b) Raperda tentang Perubahan APBD; dan (c) Raperda tentang Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD. Hal itu sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 15 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang menegaskan bahwa: “APBD, perubahan APBD, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah”.
Struktur APBD Pemerintah Daerah merupakan satu kesatuan terdiri dari:
1. Pendapatan Daerah;
2. Belanja Daerah; dan
3. Pembiayaan Daerah.
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang
menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar
kembali oleh daerah. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang
mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Pembiayaan daerah meliputi semua transaksi keuangan
untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus.

STRUKTUR
APBD

PENDAPATAN BELANJA PEMBIAYAAN


DAERAH DAERAH DAERAH

Gambar 1.

Struktur APBD

3
Surplus dan Defisit APBD
Kebijakan anggaran daerah (local fiscal policy) pada masa otonomi daerah ini tidak lagi
menempuh anggaran berimbang yang dinamis (dynamic balance budget), dimana pada satu sisi
anggaran belanja daerah persis sama dengan anggaran pendapatan daerah (berimbang). Pada sisi
lainnya yang dimaksud dinamis dalam kebijakan anggaran berimbang pada waktu itu berkenaan dengan
nilai anggaran belanja daerah dan pendapatan daerah itu yang semakin meningkat dari tahun ke tahun
(dinamis).
Kenyataan yang terjadi memang pada saat itu tidak benar-benar terjadi anggaran yang berimbang
tetapi lebih pada anggaran berimbang yang semu, karena yang terjadi sebenarnya adalah defisit
anggaran dan sebagai penutupnya pada APBN digunakan dana yang berasal dari Bantuan Luar Negeri
(BLN), yang merupakan penghalusan istilah dari “Utang Luar Negeri”. Pada tingkat daerah, karena belum
ada kebijakan tentang Pinjaman Daerah, maka APBD dipaksa untuk terus “Berimbang dan Dinamis”.
Kebijakan anggaran daerah saat ini menempuh pola anggaran defisit (deficit budget policy),
dimana anggaran belanja daerah tidak harus sama dengan pendapatan daerah bahkan dapat defisit
(belanja daerah lebih besar dari pada pendapatan daerah). Walaupun demikian dalam kebijakan
anggaran daerah ini sekaligus disediakan “penutup” defisit anggaran yaitu melalui sumber-sumber
penerimaan pembiayaan daerah yang lebih besar dibandingkan pengeluaran pembiayaan daerah.
Sebaliknya apabila anggaran daerah mengambil pola anggaran surplus dimana anggaran pendapatan
daerah lebih besar dari pada anggaran belanja daerah, maka disediakan “penyalur” surplus anggaran
yaitu melalui berbagai jenis Pengeluaran Pembiayaan Daerah.
Jadi selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah mengakibatkan
terjadinya surplus atau defisit APBD. Dalam hal APBD diperkirakan surplus, atau anggaran pendapatan
daerah diperkirakan lebih besar dari anggaran belanja daerah, alokasi surplus itu diutamakan untuk
pembayaran pokok utang, penyertaan modal (investasi) daerah, pemberian pinjaman kepada
pemerintah pusat/ pemerintah daerah lain dan/ atau pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial.
Sementara itu dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan untuk menutup defisit tersebut yang
diantaranya dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya,
pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman, dan
penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang. Dengan demikian formulasi
Surplus/ Defisit APBD dapat disimpulkan sebagai berikut:

SURPLUS/ = PENDAPATAN - BELANJA


= -
DEFISIT APBD DAERAH DAERAH

SURPLUS APBD = PENDAPATAN BELANJA


>
= DAERAH > DAERAH

DEFISIT PENDAPATAN BELANJA


= <
APBD DAERAH DAERAH
= <

Gambar 2.
Susplus / Defisit APBD

4
Contoh 1.
Pemerintah Kabupaten Wonogiri pada APBD TA 2017 menganggarkan Pendapatan Daerah sebesar
Rp.2.129.904.393.317,00 dan Belanja Daerah sebesar Rp.2.246.358.192.180,00. Berdasarkan data dan
informasi tersebut, jelaskan : (a) Apakah APBD Kabupaten Wonogiri TA 2017 surplus atau defisit?. (b)
Berapakah nilai surplus atau defisit APBD Kabupaten Wonogiri TA 2017 itu?.

Jawab 1.
a. Data dan informasi yang disajikan dalam contoh diatas menunjukkan bahwa anggaran Belanja
Daerah Kabupaten Wonogiri TA 2017 lebih besar dibandingkan dengan anggaran/ target
Pendapatan Daerah Kabupaten Wonogiri TA 2017, yang berarti APBD Kabupaten Wonogiri TA 2017
adalah Defisit. Atau data dan informasi itu dapat dianalisis dengan model sebagai berikut:
BD = Rp.2.246.358.192.180,00 > PD = Rp.2.129.904.393.317,00  berarti Defisit.

b. Surplus/ Defisit = Pendapatan Daerah – Belanja Daerah, maka dengan data dan informasi pada
contoh, setelah dimasukkan ke dalam persamaan Surplus/ Defisit itu didapatkan :
Surplus/ Defisit = Rp.2.129.904.393.317,00 – Rp.2.246.358.192.180,00
= - Rp.116.453.798.863,00 atau (Rp.116.453.798.863,00)
Defisit APBD Kabupaten Wonogiri TA 2017 adalah sebesar - Rp.116.453.798.863,00.

Pembiayaan Daerah Neto


Komponen Pembiayaan Daerah dalam struktur APBD terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan
Pengeluaran Pembiayaan. Selisih antara penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan
disebut sebagai pembiayaan neto. Pembiayaan neto ini dapat bersifat positif dan dapat bersifat
negatif. Pembiayaan neto positif manakala penerimaan pembiayaan lebih besar dibandingkan dengan
penluaran pembiayaan. Sedangkan pembiayaan neto negatif manakala penerimaan pembiayaan lebih
rendah dibandingkan pengeluaran pembiayaan.
Fungsi komponen pembiayaan daerah pada struktur APBD ini adalah untuk menseimbangkan
APBD yaitu menutup tatkala defisit APBD dan menyalurkan tatkala APBD mengalami surplus.
Pembiayaan neto positif berfungsi untuk menutup defisit anggaran, sedangkan pembiayaan neto
negatif berfungsi untuk menyalurkan surplus anggaran. Kondisi keseimbangan pembiayaan daerah itu
dapat digambarkan sebagai berikut:

PEMBIAYAAN = PENERIMAAN - PENGELUARAN


= -
NETO PEMBIAYAAN PEMBIAYAAN

PEMBIAYAAN = PENERIMAAN PENGELUARAN


>
NETO POSITIF = PEMBIAYAAN > PEMBIAYAAN

PEMBIAYAAN PENERIMAAN PENGELUARAN


= <
NETO NEGATIF PEMBIAYAAN PEMBIAYAAN
= <

Gambar 3.
Pembiayaan Neto Positif dan Negatif

5
Agar terjadi keseimbangan dalam APBD, maka jumlah nilai pembiayaan neto harus sama dengan
surplus/ defisit dengan nilai yang berkebalikan. Keseimbangan APBD ini ditandai dengan Sisa Lebih/
Kurang Pembiayaan Tahun Berkenaan (SILPA) bernilai nol. Jadi apabila direncanakan APBD defisit,
maka Pembiayaan Neto harus positif dengan nilai sama dengan defisit itu, sebaliknya apabila
direncanakan APBD surplus maka pembiayaan neto harus negatif dengan nilai sama dengan surplus
itu. Sehingga walaupun APBD surplus ataupun defisit, akhirnya keseimbangan APBD dapat terjadi
karena adanya pembiayaan neto negatif atau positif yang menyebabkan akhirnya SILPA bernilai nol.

Contoh 2.
Pemerintah Kabupaten Wonogiri merencanakan anggaran Penerimaan Pembiayaan pada Tahun
Anggaran 2017 sebesar Rp.140.309.571.628,00 dan anggaran Pengeluaran Pembiayaan pada tahun
anggaran 2017 sebesar Rp.23.855.772.765,00. Berdasarkan data dan informasi itu, jelaskan: (a)
Apakah APBD Kabupaten Wonogiri TA 2017 memiliki Pembiayaan Neto positif atau negatif?. (b)
Berapa nilai Pembiayaan Neto dalam APBD Kabupaten Wonogiri TA 2017?. (c) Dengan menggunakan
data dan informasi dalam contoh 1, apakah sudah terjadi keseimbangan APBD TA 2017?.

Jawab 2.
a. Data dan informasi yang disajikan dalam contoh diatas menunjukkan bahwa anggaran
Pengeluaran Pembiayaan Kabupaten Wonogiri TA 2017 lebih rendah dibandingkan dengan
anggaran/ target Penerimaan Pembiayaan Daerah Kabupaten Wonogiri TA 2017, yang berarti
APBD Kabupaten Wonogiri TA 2017 memiliki Pembiayaan Neto Positif. Atau data dan informasi
itu dapat dianalisis dengan model sebagai berikut:
- Penerimaan Pembiayaan = Rp.140.309.571.628,00
- Pengeluaran Pembiayaan = Rp. 23.855.772.765,00
Karena Penerimaan Pembiayaan > Pengeluaran Pembiayaan maka Pembiayaan Neto positif.

b. Pembiayaan Neto = Penerimaan Pembiayaan – Pengeluaran Pembiayaan, maka dengan data dan
informasi pada contoh, setelah dimasukkan ke dalam persamaan Pembiayaan Neto itu didapatkan :
Pembiayaan Neto = Rp.140.309.571.628,00 - Rp.23.855.772.765,00
= Rp.116.453.798.863,00
Pembiayaan Neto positif APBD Kabupaten Wonogiri TA 2017 adalah sebesar
Rp.116.453.798.863,00.

c. Berdasarkan informasi dari contoh 1 dan contoh 2 didapatkan data-data tentang APBD Kabupaten
Wonogiri TA 2017, yaitu:
- Defisit APBD TA 2017 sebesar: - Rp.116.453.798.863,00.
- Pembiayaan neto sebesar : Rp.116.453.798.863,00.
- SILPA APBD TA 2017 : Rp.0,00.
Terjadi keseimbangan APBD Kabupaten Wonogiri TA 2017 dengan nilai SILPA = 0.

Berkenaan dengan SILPA harus bernilai nol pada perencanaan APBD itu sesuai dengan Pedoman
Penyusunan APBD yang setiap tahun diterbitkan dalam bentuk Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) bahwa Pemerintah Daerah menganggarkan SILPA bernilai nol supaya tidak terjadi idle
money (uang menganggur). Bahkan jika diperkirakan akan terjadi SILPA positif maka Pemerintah
Daerah dianjurkan untuk menambah pengeluaran daerahnya untuk belanja daerah ataupun
pengeluaran pembiayaan, sebaliknya jika diperkirakan akan terjadi SILPA negatif maka Pemerintah
Daerah dianjurkan untuk mengurangi pengeluaran daerahnya baik untuk belanja daerah maupun
pengeluaran pembiyaan. Sehingga dengan cara seperti itu SILPA dalam rencana APBD tetap akan

6
bernilai nol. Struktur dan keseimbangan APBD sebagaimana diuraikan di atas dapat disimpulkan
dalam suatu skema sebagai berikut:

KESEIMBANGAN APBD

PENDAPATAN DAERAH : ......................................................


BELANJA DAERAH : ......................................................
-

SURPLUS/ DEFISIT : ...........................................

PENERIMAAN PEMBIAYAAN : .......................................................

PENGELUARAN PEMBIAYAAN : ........................................................


-

PEMBIAYAAN NETO : ...........................................


+
SILPA : 0

Gambar 4.
Keseimbangan APBD

Apabila SILPA direncanakan positif misalnya sebesar Rp.5.000.000.000,00 maka uang ini tidak berguna
untuk apa-apa, misalkan dicairkan tidak boleh untuk belanja daerah dan tidak boleh untuk
pengeluaran pembiayaan. Anggaran SILPA positif sebesar Rp.5.000.000.000,00 itu juga tidak dapat
diakui sebagai pendapatan daerah ataupun sebagai penerimaan pembiayaan. Hal itulah yang
dinamakan idle money (uang menganggur). Dengan demikian kalau memang diperkirakan akan ada
SILPA positif sebesar Rp.5.000.000.000,00 maka Pemerintah Daerah harus menambah program dan
kegiatan sehingga meningkatkan Belanja Daerah atau menyalurkannya pada Pengeluaran Pembiayaan
yang lebih besar. Maka sebaliknya apabila diperkirakan akan ada SILPA negatif sebesar nilai yang
sama, maka Pemerintah Daerah harus mengurangi program dan kegiatan sehingga menurunkan
Belanja Daerah atau mengurangi Pengeluaran Pembiayaan.
Realisasi SILPA akan diketahui setelah dilakukan perhitungan APBD atau pada saat
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, yaitu kurang lebih 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran
berakhir. Maka realisasi SILPA ini kemudian disebut sebagai Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun
Sebelumnya atau disingkat dengan SiLPA. Jadi ada perbedaan antara SILPA (i besar) dan SiLPA (i kecil),
dimana kalau SILPA adalah berada pada perencanaan APBD tahun berjalan dan bernilai 0, namun
kalau SiLPA berada pada realisasi atau perhitungan atau pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan
nilainya cenderung positif. Bahkan fenomena yang sering terjadi di Pemerintah Daerah, SiLPA ini
semakin lama semakin besar dari tahun ke tahun.

7
Formulasi Keseimbangan APBD di atas jika diterapkan pada data dan informasi contoh
Pemerintah Kabupaten Wonogiri TA 2017 adalah sebagai berikut:

KESEIMBANGAN APBD

PENDAPATAN DAERAH : Rp.2.129.904.393.317,00


BELANJA DAERAH : Rp.2.246.358.192.180,00
-

SURPLUS/ DEFISIT : (Rp.116.453.798.863,00)

PENERIMAAN PEMBIAYAAN : Rp.140.309.571.628,00

PENGELUARAN PEMBIAYAAN : Rp. 33.855.772.765,00


-

PEMBIAYAAN NETO : Rp.116.453.798.863,00


+
SILPA : 0

Gambar 5.
Keseimbangan APBD Pemerintah Kabupaten Wonogiri
Tahun Anggaran 2017

Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah


Pertanyaan penting dalam memahami Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah:
Apa perbedaan antara Pendapatan Daerah dan Penerimaan Daerah?. Dan apapula perbedaan
Pengeluaran Daerah dan Belanja Daerah?.
Selain itu ada pertanyaan penting juga bagaimana hubungan Pendapatan Daerah, Penerimaan
Daerah dan Penerimaan Pembiayaan Daerah?. Dan bagaimana pula hubungan Belanja Daerah,
Pengeluaran Daerah dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah ?.
Penerimaan Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan adalah uang yang masuk ke
kas daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, sumber penerimaan daerah terdiri dari: (a) Penerimaan
dari Pendapatan Daerah; dan (b) Penerimaan Pembiayaan Daerah. Sedangkan Pendapatan Daerah di
berbagai peraturan perundang-undangan didefinisikan sebagai hak pemerintah daerah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan yang
perlu dibayar kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun
anggaran berikutnya. Jadi penerimaan daerah ini juga disebut dana yang tersedia untuk
penyelenggaraan pemerintahan daerah, pembangunan dan pelayanan publik, dimana sumbernya
berasal dari pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan daerah.

8
Dengan demikian penerimaan daerah itu lebih luas dari pendapatan daerah karena di dalam
penerimaan daerah masih ada sumber selain pendapatan daerah yaitu penerimaan pembiayaan
daerah. Kalau penerimaan pembiayaan daerah harus dibayar kembali (bersifat in out), namun kalau
pendapatan daerah tidak dibayar kembali bahkan menjadi hak pemerintah daerah dan menambah
kekayaan bersih pemerintah daerah. Hal itu berarti dapat dikatakan bahwa pendapatan daerah itu
pasti penerimaan daerah, namun penerimaan daerah belum tentu pendapatan daerah.

PENERIMAAN
DAERAH

PENDAPATAN PENERIMAAN
DAERAH PEMBIAYAAN

Gambar 6.
Penerimaan Daerah

Pengeluaran Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan adalah uang yang keluar dari
kas daerah. Dengan pola pemikiran yang sama berarti Pengeluaran Daerah itu dapat dialokasikan
kepada dua hal, yaitu: (a) Alokasi pengeluaran yang berupa Belanja Daerah; dan (b) Alokasi
pengeluaran yang berupa Pengeluaran Pembiayaan Daerah. Belanja Daerah menurut peraturan
perundang-undangan didefinisikan sebagai kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan daerah. Sementara itu Pengeluaran Pembiayaan adalah semua pengeluaran
yang perlu akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-
tahun anggaran berikutnya. Jadi pengeluaran daerah ini juga disebut alokasi dana yang diperuntukkan
Pemerintah Daerah bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah, pembangunan dan pelayanan
publik, dimana jenis alokasinya dapat berupa Belanja Daerah ataupun Pengeluaran Pembiayaan
Daerah.
Dengan demikian pengeluaran daerah itu lebih luas dari belanja daerah karena di dalam
pengeluaran daerah masih ada alokasi pengeluaran selain yang diperuntukkan Belanja Daerah yaitu
untuk Pengeluaran Pembiayaan daerah. Kalau pengeluaran pembiayaan daerah akan diterima
kembali (bersifat out in), namun kalau Belanja Daerah tidak diterima kembali bahkan menjadi
kewajiban pemerintah daerah yang akan mengurangi kekayaan bersih pemerintah daerah. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa Belanja Daerah itu pasti Pengeluaran Daerah, namun Pengeluaran
Daerah belum tentu berupa Belanja Daerah, karena pengeluaran itu termasuk dalam Pengeluaran
Pembiayaan Daerah.
Strutktur Pengeluaran Daerah yang terdiri dari Belanja Daerah dan Pengeluaran Pembiayaan
Daerah itu selanjutnya dapat digambarkan sebagai berikut:

9
PENGELUARAN
DAERAH

BELANJA PENGELUARAN
DAERAH PEMBIAYAAN

Gambar 7.
Pengeluaran Daerah

Maka dalam keseimbangan APBD, jumlah nilai Penerimaan Daerah itu sama dengan nilai Pengeluaran
Daerah dan SILPA (tahun berjalan) itu merupakan selisih antara Penerimaan Daerah dengan
Pengeluaran Daerah. Dengan demikian dalam penyusunan APBD, boleh Pendapatan Daerah tidak
sama dengan Belanja Daerah atau boleh surplus/ defisit, namun Penerimaan Daerah harus sama
dengan Pengeluaran Daerah atau SILPA = 0.

PENERIMAAN PENGELUARAN
SELISIH
DAERAH DAERAH

SILPA

Gambar 8.

SILPA APBD

10
Formulasi Keseimbangan APBD itu dalam konteks Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah
dapat digambarkan sebagai berikut:

KESEIMBANGAN APBD

PENDAPATAN DAERAH : ......................................................


PENERIMAAN PEMBIAYAAN : ......................................................
+

PENERIMAAN DAERAH : ...........................................

BELANJA DAERAH : .......................................................

PENGELUARAN PEMBIAYAAN : ........................................................


+

PENGELUARAN DAERAH : ...........................................


-
SILPA : 0

Gambar 9.
Penerimaan dan Pengeluaran Daerah

Contoh 3.
Dengan menggunakan data dan informasi pada contoh 1 dan contoh 2, maka jelaskan: (a) Berapa
Penerimaan Daerah Pemerintah Kabupaten Wonogiri?. (b) Berapa Pengeluaran Daerah Pemerintah
Kabupaten Wonogiri?. (c) Gambaran keseimbangan APBD Kabupaten Wonogiri berdasarkan
Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah tersebut?.

Jawab 3.
a. Berdasarkan data dan informasi yang disajikan dalam contoh 1 dan contoh 2 dapat dihitung besar
Penerimaan Daerah:
- Pendapatan Daerah = Rp.2.129.904.393.317,00
- Penerimaan Pembiayaan Daerah = Rp. 140.309.571.628,00
Penerimaan Daerah = Rp.2.270.213.964.945,00

b. Berdasarkan data dan informasi yang disajikan dalam contoh 1 dan contoh 2 dapat dihitung besar
Pengeluaran Daerah:
- Belanja Daerah = Rp.2.246.358.192.180,00
- Pengeluaran Pembiayaan Daerah = Rp. 23.855.772.765,00
Pengeluaran Daerah = Rp.2.270.213.964.945,00

11
Jadi Penerimaan Daerah = Pengeluaran Daerah, yang berarti SILPA = 0.
c. Keseimbangan APBD berdasarkan penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dapat
digambarkan sebagai berikut:

KESEIMBANGAN APBD

PENDAPATAN DAERAH : Rp.2.129.904.393.317,00


PENERIMAAN PEMBIAYAAN : Rp. 140.309.571.628,00
+

PENERIMAAN DAERAH : Rp.2.270.213.964.945,00

BELANJA DAERAH : Rp.2.246.358.192.180,00

PENGELUARAN PEMBIAYAAN : Rp. 33.855.772.765,00


+

PEMBIAYAAN NETO : Rp.2.270.213.964.945,00


-
SILPA : 0

Gambar 10.
Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah Kabupaten Wonogiri
Tahun Anggaran 2017

12
Soal-soal :
1. Pada tahun anggaran 2010, Pemerintah Kabupaten Blora merencanakan Pendapatan Daerah
dalam APBD-nya sebesar Rp.705.264.800.000,00 dan Belanja Daerah dianggarkan sebesar
Rp.717.273.100.000,00. Sementara itu Penerimaan Pembiayaan ditargetkan sebesar
Rp.12.654.000.000,00 dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah dianggarkan sebesar
Rp.645.700.000,00. Berdasarkan data dan informasi tersebut di atas maka jelaskan: (a) Apakah
APBD Kabupaten Blora TA 2010 mengalami Surplus/ Defisit?. (b) Seberapa besar nilai Surplus/
Defisit APBD Kabupaten Blora TA 2010 itu?. (c) Berapa nilai Penerimaan Daerah dan Pengeluaran
Daerah Pemerintah Kabupaten Blora TA 2010 itu?. (d) Berikan gambaran keseimbangan APBD
Kabupaten Blora TA 2010?.

2. Pada rancangan APBD TA 2017, Pemerintah Kabupaten Boyolali menginginkan defisit sebesar
Rp.110.691.323.000,00 dengan jumlah Belanja Daerah yang dianggarkan sebesar
Rp.2.278.874.531.000,00. Defisit itu akan ditutup menggunakan Penerimaan Pembiayaan yang
dianggarkan sebesar Rp.143.343.927.000,00. Jika penyusunan APBD ini benar sesuai arahan yaitu
dengan SILPA = 0, maka dijelaskan: (a) Berapa besar nilai pembiayaan neto APBD TA 2017. (b)
Berapa besar target Pendapatan Daerah TA 2017. (c) Bagaimana gambaran keseimbangan APBD
Kabupaten Boyolali TA 2017. (d) Hitunglah nilai Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah
pada APBD TA 2017 itu!.

3. Pemerintah Kota Surakarta pada APBD Tahun Anggaran 2016 memiliki dana yang siap
dibelanjakan untuk penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik berasal
dari dua sumber yaitu Pendapatan Daerah yang ditargetkan sebesar Rp.1.875.301.335.000,00
dan Penerimaan Pembiayaan Daerah yang dianggarkan sebesar Rp.229.055.836.604,00. Dengan
anggaran Pembiayaan Neto yang direncanakan sebesar Rp.157.729.747.604,00 dan penyusunan
APBD Pemerintah Kota Surakarta TA 2016 sudah sesuai kaidah yang dianjurkan, maka jelaskan:
(a) Apakah APBD Pemerintah Kota Surakarta TA 2016 mengalami surplus/ defisit?. (b) Berapa
besar surplus/ defisit APBD Pemerintah Kota Surakarta TA 2016 itu?. (c) Berapa anggaran Belanja
Daerah dalam APBD Kota Surakarta TA 2016 itu?. (d) Bagaimana gambaran keseimbangan APBD
Pemerintah Kota Surakarta TA 2016?.

13

Anda mungkin juga menyukai