Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANG

PROSES PRODUKSI, SANITASI DAN PENGAWASAN MUTU

di PT. MIWON INDONESIA


Dusun Karanglo, Driyorejo, Kec. Driyorejo, Kabupaten Gresik, Jawa
Timur,Indonesia
Phone: (0335) 611651

Oleh :
1. Muhammad Garin M. (201710220311040)
2. Rohmin Hidayanti (201710220311119)

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil‘alamin segenap rasa syukur senantiasa


tertuju pada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan
karunia-Nya kepada manusia yang membawa misi kekhalifahan di
dunia ini. Limpahan kasih, perhatian, serta bimbingan yang diberikan
dari segenap pihak juga sangat berperan besar bagi penyusunan
Proposal Praktek Kerja Lapang yang dilakukan di PT. MIWON
INDONESIA dengan baik. Proposal disusun guna untuk mengajukan
Praktek Kerja Lapang yang merupakan salah satu persyaratan untuk
menyusun tugas akhir pada Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Pertanian Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang.
Untuk mengetahui tata laksana tersebut, perlu dilakukan praktek kerja
perusahaan dengan observasi langsung. Melalui pengkajian terkait hal itu,
harapan yang dihasilkan yaitu diperolehnya informasi secara lengkap untuk bisa
disajikan kepada publik kemudian.
Penulis menyadari sepenuhnya kelemahan dan kekurangan yang terdapat
pada laporan ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik,
saran, dan sumbangan pemikiran konstruktif dari para pembaca sebagai masukan
untuk perbaikan penulisan berikutnya. Semoga karya tulis ini bermanfaat dalam
perkembangan keilmuan dan kehidupan bagi semua pihak.

Malang, 20 september 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................iii
BAB I...........................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang Kegiatan............................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................2
1.2.1 Tujuan Umum.....................................................................................2
1.2.2 Tujuan Khusus Tujuan umum dari praktek kerja lapang ini adalah
sebagai berikut :.........................................................................................2
BAB II..........................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
2.1 Analisis Proksimat.....................................................................................4
2.2 Karbohidrat................................................................................................4
2.3. Protein.......................................................................................................6
2.4. Kadar Lemak.............................................................................................8
2.5. Kadar Abu.................................................................................................9
2.6 Kadar Air.................................................................................................10
BAB III......................................................................................................13
METODE PELAKSANAAN....................................................................13
3.1 Waktu dan Tempat...................................................................................13
3.2 Metode Pelaksanaan PKL........................................................................13
3.3 Materi Praktek Kerja Lapang (PKL)........................................................13
3.4 Penyusunan Laporan................................................................................14
BAB IV......................................................................................................15
PENUTUP..................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................16

ii
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANG

Judul : Proses Produksi, Sanitasi dan Pengawasan mutu


Bahan Pangan
Lokasi : Jl. Raya Gending KM 12, Krajan 2, Gending, Kec.
Gending, Kota Probolinggo, Jawa Timur, Indonesia
Waktu : 3 Agustus 2020 – 2 september 2020
Peserta : 1. Muhammad Garin M. (201710220311040)
2. Bhara Gilrandyka P. (201710220311119)

Email : bharagp69@gmail.com
No. Hp : 089653092436

DISETUJUI dan DISAHKAN

Untuk diajukan sebagai Proposal Praktek Kerja Lapang pada Jurusan


Ilmu dan Teknologi Pangan

Ketua Jurusan ITP UMM Dosen Koordinator Mata Kuliah


Praktek Kerja Lapang

Moch Wachid, S.TP.,M.Sc Sri Winarsih, S.TP.,M.P


NIP. 105. 0501. 0408 NIP. 105. 1410. 539

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kegiatan


Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan salah satu mata kuliah wajib pada
kurikulum program S1 ilmu dan teknologi pangan di Universitas Muhammadiyah
Malang. Setiap mahasiswa wajib melaksanakan PKL sebagai syarat untuk meraih
gelar sarjana teknologi pertanian. Pelaksanaan PKL dilakukan pada perusahaan
analisis pangan untuk memperdalam pengetahuan dan keterampilan yang didapat
selama mengikuti perkuliahan.
Praktek di lapangan terkadang tidak sesuai dengan teori, hal tersebut
merupakan kenyataan yang wajar jika terjadi. Kegiatan ini adalah salah satu cara
untuk mengenalkan para mahasiswa untuk mengetahui praktek yang
sesungguhnya di perusahaan. Praktek Perusahaan sendiri bertujuan agar
mahasiswa termotivasi. Hal tersebut dapat menunjang mahasiswa berkreasi dan
inovatif dalam kegiatan praktek lapang. Selain itu juga momentum penting untuk
mendalami dan mensinkronkan ilmu teori yang telah didapatkan dari perkuliahan,
sehingga diharapkan mahasiswa yang melaksanakannya dapat memiliki
keterampilan dan mempraktekkan teori yang dimiliki.
Kebutuhan bahan tambahan makanan (BTM) meningkat seiring bertambahnya
jumlah penduduk. Demi memenuhi kebutuhan masyarakat akan Bahan Tambahan
Makanan yang berkualitas baik dan terjamin mutunya, maka perlu
mengoptimalkan penggunaan sumber bahan pangan yang beraneka ragam.
Keanekaragaman sumber bahan pangan memiliki standart mutu yang berbeda.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu uji pengawasan dalam proses produksi untuk
mengetahui standart mutu pada suatu bahan pangan yang akan di produksi. Selain
itu dibutuhkan kelayakan limbah dengan uji sanitasi agar limbah yang di
keluarkan tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan atau sesuai dengan
standart SNI limbah.

1
1.2 Tujuan
Tujuan Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini untuk mempersiapkan mahasiswa
menjadi tenaga praktis yang kreatif, terampil, dan jujur dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya. Selain itu, mahasiswa mempunyai kemampuan untuk :

1.2.1 Tujuan Umum


Tujuan umum dari praktek kerja lapang ini adalah sebagai berikut:
1. Mengimplementasikan kompetensi dasar dalam bentuk keterlibatan langsung
dalam kegiatan diperusahaan.
2. Memenuhi persyaratan dalam menempuh pendidikan Strata 1 di Jurusan Ilmu
dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Peternekan Universitas
Muhammadiyah Malang.
3. Memerkuat pemahaman mahasiswa melalui observasi dan aktivitas secara
langsung di perusahaan.
4. Membangun jiwa kerja mahasiswa dengan langsun merasakan kultur yang
ada di perusahaan.
5. Mengetahui system manajemen di perusahaan.

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan Khusus dari praktek kerja lapang ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui dan memahami metode produksi, pengawasan mutu, serta
sanitasi pada bahan pangan di PT. Miwong Indonesia.
2. Mengamati dan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kandungan gizi
yang memenuhi standart produksi dalam bahan pangan di PT. Miwon
Indonesia.
3. Melatih mahasiswa untuk menganalisa dan memecahkan permasalahan yang
berkaitan dalam lingkungan produksi bahan pangan.
1.2.3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyedap Rasa (MSG)

Penyedap rasa merupakan salah satu bahan tambahan (zat aditif) yang
diberikan pada masakan dengan tujuan untuk memperkuat rasa pada masakan dan
digunakan secara instan supaya masakan menjadi lebih lezat dengan takaran
bumbu yang sedikit. Penyedap rasa mengandung asam glutamat yang merupakan
salah satu dari 20 asam amino yang ditemukan pada protein yang dapat
menyebabkan rasa menjadi gurih. Asam glutamat dapat berasal dari bahan-bahan
alami, diantaranya yaitu bawang merah, bawang putih, ketumbar, merica, serai,
jamur dan sebagainya. Sedangkan penyedap rasa buatan yang sering dikonsumsi
oleh masyarakat pada umumnya terbuat dari tetes tebu atau molase yang telah
ditambahkan dengan zat-zat kimia (HCl, dll) seperti MSG (Wardhani, 2018)

Monosodium Glutamat (MSG) merupakan garam sodium dari salah

satu asam amino nonesensial asam glutamat, yang akan berfungsi


sebagai penguat dan penyedap rasa jika ditambahkan pada makanan,
terutama makanan yang mengandung protein. Komposisi senyawa
MSG adalah 78% glutamat, 12% natrium dan 10% air. MSG bila larut
didalam air taupun saliva akan berdisosiasi menjadi garam bebas dan
bentuk anion dari asam glutamat (glutamat)(Sukmaningsih,2011).Efek
sebagai penguat rasa dari MSG yang ditambahkan ke berbagai produk
makanan serupa dengan efek yang ditimbulkan oleh glutamat yang
terdapat secara alami dalam bahan makanan. Hal ini memberikan
tambahan terhadap cita rasa yang kelima selain rasa manis, asam, asin

3
dan pahit yaitu yang dikenal dengan “umami” atau yang sering disebut
dengan rasa lezat/enak.(Onaolapo,2002)

2.2 Bahan Baku Pembuatan MSG


Dalam pembuatan MSG digunakan bahan baku berupa tetes tebu sebagai
sumber karbohidrat. Tetes tebu diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan
kandungan Ca dengan menambahkan H2SO4. Setelah itu tetes disterilisasi dengan
menggunakan uap panas bersuhu maksimum 1200 ºC selama 10 hingga 20 menit
dan siap difermentasi dalam tabung yang juga disterilisasi (Said, 1991).Selain
bahan baku utama juga terdapat bahan pembantu dalam pembuatan MSG. Bahan
pembantu tersebut adalah amina (NH2), asam sulfat (H2SO4), HCl, NaOH, karbon
aktif, “beet molasses” dan “raw sugar” (Susanto dan Sucipto, 1994).

2.3. Proses Produksi MSG

2.3.1 Fermentasi

Fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi reduksi di dalam sistem biologi


yang menghasilkan energi. Fermentasi menggunakan senyawa organik yang
biasanya digunakan adalah karbohidrat dalam bentuk glukosa. Senyawa tersebut
akan diubah oleh reaksi reduksi dengan katalis enzim menjadi bentuk lain
(Winarno, 1990).
Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktifitas mikroba penyebab fermentasi
pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi dapat menyebabkan
perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan-pemecahan
kandungan bahan pangan tersebut. Hasil-hasil fermentasi terutama tergantung
pada jenis bahan pangan (substrat), macam mikroba dan kondisi sekelilingnya
yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dan metabolisme mikroba tersebut
(Winarno, 1990).Bakteri yang banyak digunakan dalam pembuatan MSG adalah
bakteri Brevibacterium lactofermentum. Pertama-tama biarkan kultur yang telah
diinokulasi dimasukkan kedalam tabung berisi medium pra-starter dan diinkubasi

4
selama 16 jam pada suhu 310C. Selanjutnya biarkan prastarter diinokulasi
kedalam tangki starter (Judoamidjojo, dkk. 1990).
Penurunan pH akibat terbentuknya asam pada proses pembentukan pra-
starter tidak diinginkan karena akan menghambat pola pertumbuhan. Penambahan
garam (CaCO3) sebanyak 3 % kedalam tebu prastarter berguna untuk mencegah
agar pH tidak rendah dari 7. Didalam tangki pembibitan penggunaan
CaCO3 tidaklah mungkin karena akan menyebabkan efek samping berupa kerak
dan endapan serta akan mengurangi efek pertumbuhan mikroba. Penambahan urea
ke dalam tangki pembibitan akan mengurangi pH dan dapat menggantikan fungsi
CaCO3. Nilai pH tertinggi yang terjadi akibat peruraian urea diharapkan tidak
lebih dari 7,4 sedangkan pH terendah tidak kurang dari 6,8. Hasil dari fermentasi
adalah asam glutamat dalam bentuk cair yang masih tervampur dengan sisa
fermentasi (Said, 1991).

2.3.2 Kristalisasi dan Netralisasi

Kristalisasi merupakan metode yang terpenting dalam purifikasi senyawa-


senyawa yang mempunyai berat molekul rendah (Mc Cabe, et al. 1994). Kristal
murni asam glutamat yang berasal dari proses pemurnian asam glutamat
digunakan sebagai dasar pembuatan MSG. Asam glutamat yang dipakai harus
mempunyai kemurnian lebih dari 99 % sehingga bisa didapatkan MSG yang
berkualitas baik. Kristal murni asam glutamat dilarutkan dalam air sambil
dinetralkan dengan NaOH atau dengan Na2CO3 pada pH 6,6-7,0 yang kemudian
berubah menjadi MSG. Pada keadaan asam glutamat akan bereaksi dengan Na
dan membentuk larutan MSG. Larutan ini mempunyai derajat kekentalan 26
-280Be. Pada suhu 300C dengan konsentrasi MSG sebesar 55 gram/larutan
(Winarno, 1990).
Penambahan arang aktif sebanyak % (w/v) digunakan untuk menjernihkan
cairan MSG yang berwarna kuning jernih dan juga menyerap kotoran lainnya,
kemudian didiamkan selama satu jam lebih untuk menyempurnakan proses
penyerapan warna serta bahan asing lainnya yang berlangsung dalam keadaan

5
netral. Cairan yang berisi arang aktif dan MSG kemudian disaring dengan
menggunakan “vacum filter” yang kemudian menghasilkan filter serta “cake”
berisi arang aktif dan bahan lainnya. Bila kekeruhan dan warna filter tersebut telah
sesuai dengan yang diinginkan maka cairan ini dapat dikristalkan (Said, 1991).
Larutan MSG yang telah memiliki kekentalan 260Be diuapkan pada
kondisi vakum bertekanan 64 cmHg atau setara dengan titik didih 69 gram MSG
pelarutan. Pemberian umpan akan menyebabkan terbentuknya MSG karena
larutan dalam keadaan jenuh. Umpan yang diberikan sekitar 2% lalu inti kristal
yang terbentuk secara perlahan-lahan akan diikuti dengan pemekatan larutan
sehingga menghasilkan kristal yang lebih besar. Proses kristalisasi berlangsung
selama 14 jam (Said, 1991).

2.3.3 Pengeringan dan Pengayakan


Kristal MSG yang dihasilkan dari proses kristalisasi dipisahkan dengan
metode sentrifugasi dari cairannya. Filtrat hasil penyaringan dikembalikan pada
proses pemurnian dan kristal MSG yang dihasilkan setelah disaring kemudian
dikeringkan dengan udara panas dalam lorong pengeringan, setelah itu diayak
dengan ayakan bertingkat sehingga diperoleh 3 ukuran yaitu LLC (“Long Large
Crystal”), LC (“Long Crystal”), dan RC (“Regular Crystal”), sedangkan FC
(“Fine Crystal”) yang merupakan kristal kecil dikembalikan ke dalam proses
sebagai umpan. Hasil MSG yang telah diayak dalam bentuk kering kemudian
dikemas dan disimpan sementara dalam gudang sebelum digunakan untuk tujuan
lainnya (Said, 1991).

2.4. Kadar Lemak


Lemak merupakan triester asam lemak dengan gliserol.
Trigliserida alami adalah triester dari asam lemak berantai panjang dan
gliserol merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati. Lemak
tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut non polar seperti

6
eter, kloroform dan benzen. Lemak dan minyak dapat dikonsumsi,
didalam tubuh lemak berfungsi sebagai sumber energi jika disimpan
dalam jaringan adiposa. (Handajani, 2010). Titik leleh lemak dan
minyak bergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan
bertambahnya jumlah karbon. Semua jenis lemak tersusun dari asam-
asam lemak yang terikat oleh gliserol, asam lemak tersusun atas
jumlah atom karbon dan hidrogen yang berbeda-beda (Tambunan,
2006).
Metode yang dapat digunakan salah satunya Ekstraksi Soxlet
atau Soxhletasi. Sejumlah sampel di timbang dan dimasukkan ke
dalam timbel yang dibuat dengan kertas saring. Ukuran timbel dipilih
sesuai dengan besarnya soxhlet yang digunakan. Besarnya ukuran
sampel adalah lolos saringan 40 mesh. Sampel yang belum kering
harus dikeringkan terlebih dahulu dan bila perlu dicampur dengan pasir
murni bebas lemak untuk memperbesar luas permukaan kontak dengan
pelarut. Diatas sampel dalam timbel ditutup dengan kapas bebas lemak
supaya partikel sampel tidak ikut terbawa aliran pelarut. Selanjutnya
labu godok dipasang berikut kondensornya. Pelarut yang digunakan
sebanyak 1,5 – 2 kali isi tabung ekstraksi. Pemanasan menggunakan
penangas air untuk menghindari bahaya kebakaran atau bila terpaksa
menggunakan kompor listrik harus dilengkapi dengan pembungkus
labu dari asbes. Lipida akan terekstraksi dan melalui sifon terkumpul
dalam labu godok. Pada akhir ekstraksi yaitu kira-kira 4-6 jam, labu
godok diambil dan ekstrak dituangkan kedalam labu timbang atau
cawan porselen yang telah diketahui beratnya, kemudian pelaut
diuapkan diatas penangas air sampai pekat. Selanjuutnya dikeringkan
dalam oven sampai diperoleh berat konstan pada suhu 100oC. Berat
residu dalam botol timbang dinyatakan sebagai berat lemak atau
minyak. Agar diperoleh lemak dan minyak bebas air dengan cepat
maka pengeringan dapat menggunakan oven vacuum. Selisih berat
sebelum dengan sesudah ekstraksi merupakan berat minyak atau lemak

7
yang ada dalam bahan tersebut (Sudarmadji,2010).

2.5. Kadar Abu


Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu
bahan organik (Sudarmadji 2003). Kandungan abu dan komposisinya
tergantung pada jenis bahan dan cara pengabuannya. Bahan pangan
yang terdapat di alam mengandung mineral yang berupa abu. Mineral
yang terdapat dalam satu bahan dapat merupakan dua macam garam
yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam organik terdiri dari
garam-garam asam malat, oksalat, asetat, dan pektat, sedangkan garam
anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida,
sulfat, dan nitrat. Mineral juga biasanya berbentuk sebagai senyawa
kompleks yang bersifat organis (Sediaoetomo, 2000). Penentuan kadar
mineral dalam bentuk asli sulit dilakukan, oleh karena itu biasanya
dilakukan dengan menentukan sisa-ssia pembakaran garam mineral
tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Sediaoetomo, 2000).
Pengabuan adalah tahapan utama dalam proses analisis kadar abu suatu
bahan. Pada tahap ini menggunakan tanur. Terdapat 3 jenis pengabuan,
yaitu pembakaran dalam tanur, pembakaran api terbuka, dan wet
combustion. Pada analisis kadar abu dan serat seringkali digunakan
jenis pengabuan dalam tanur (Khopkar, 2003). Penentuan kadar abu
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengabuan cara langsung (cara
kering) dan pengabuan cara tidak langsung (cara basah).
Penentuan kadar abu secara langsung (cara kering) dengan cara
mengoksidasi semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600oC
dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses
pembakaran tersebut. Kemudian penetuan kadar abu secara tidak langsung (cara
basah) digunakan untuk digesti sampel dalam usaha penentuan trace elemen dan
logam-logam beracun. Pengabuan cara basah ini prinsipnya adalah memberikan
reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Berbagai
bahan kimia yang sering digunakan untuk pengabuan basah dapat disebutkan
sebagai berikut:
1. Asam sulfat sering ditambahkan kedalam sampel untuk mrmbantu

8
mempercapat terjadinya reaksi oksidasi.
2. Campuran asam sulfat dan potasium sulfat dapat dipergunakan untuk
mempercepat dekomposisi sampel.
3. Campuran asam sulfat, asam nitarat banyak digunakan untuk mempercepat
proses pengabuan.
4. Penggunaan asam perklorat dan asam nitrat dapat digunakan untuk bahan
yang sangat sulit mengalami oksidasi.

Sebagaimana cara kering, setelah selesai pengabuan bahan kemudian diambil dari
dalam muffle dan dimasukkan kedalam oven bersuhu 105oC sekitar 15-30 menit
selanjutnya dipindahkan kedalam desikator yang telah dilengkapi dengan bahan
penyerap uap air. Didalam desikator sampai dingin kemudian dilakukan
penimbangan (Sudarmadji, 2010).

2.6 Kadar Air


Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan
sesudah dilakukan pemanasan. Setiap bahan bila diletakkan dalam
udara terbuka kadar airnya akan mencapai keseimbangan dengan
kelembaban udara disekitarnya. Kadar air ini disebut dengan kadar air
seimbang. Setiap kelembaban relatif tertentu dapat menghasilkan
Universitas Sumatera Utara kadar air seimbang tertentu pula. Dengan
demikian dapat dibuat hubungan antara kadar air seimbang dengan
kelembaban relatif. aktivitas air dapat dihitung dengan menggunakan
rumus : Aw = ERH/100 Aw = aktivitas air ERH = kelembaban relative
seimbang. Bila diketahui kurva hubungan antara kadar air seimbang
dengan kelembaban relatif pada hakikatnya dapat menggambarkan
pula hubungan antara kadar air dan aktivitas air. Kurva sering disebut
kurva Isoterm Sorpsi Lembab (ISL). Setiap bahan mempunyai ISL
yang berbeda dengan bahan lainnya. Pada kurva tersebut dapat
diketahui bahwa kadar air yang sama belum tentu memberikan Aw
yang sama tergantung macam bahannya. Pada kadar air yang tinggi
belum tentu memberikan Aw yang tinggi bila bahannya berbeda. Hal
ini dikarenakan mungkin bahan yang satu disusun oleh bahan yang
dapat mengikat air sehingga air bebas relatif menjadi lebih kecil dan

9
akibatnya bahan jenis ini mempunyai Aw yang rendah
(Wulanriky,2011).
Nilai Aw suatu bahan atau produk pangan dinyatakan dalam
skala 0 sampai 1. Nilai 0 berarti dalam makanan tersebut tidak terdapat
air bebas, sedangkan nilai 1 menunjukkan bahwa bahan pangan
tersebut hanya terdiri dari air murni. Kapang, khamir, dan bakteri
ternyata memerlukan nilai Aw yang paling tinggi untuk
pertumbuhannya. Niai Aw terendah dimana bakteri dapat hidup adalah
0,86. Bakteri-bakteri yang bersifat halofilik atau dapat tumbuh pada
kadar garam tinggi dapat hidup pada nilai Aw yang lebih rendah yaitu
0,75. Sebagian besar makanan segar mempunyai nilai Aw = 0,99. Pada
produk pangan tertentu supaya lebih awet biasa Universitas Sumatera
Utara dilakukan penurunan nilai Aw. Cara menurunkan nilai Aw
antara lain dengan menambahkan suatu senyawa yang dapat mengikat
air ( Ahmadi & Estiasih,2009).
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya
tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan Aw
yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme
untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai Aw
minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri Aw : 0,90 ;
khamir Aw : 0,80-0,90 ; kapang Aw : 0,60-0,70. Untuk
memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan
harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan.
Umumnya dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran atau
dengan alat pengering buatan (Winarno,1992).
Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan metode kering
maupun metode basah. Penentuan Kadar Air metode pengeringan
(thermogravitimetri). Prinsipnya yaitu menguapkan air yang ada dalam bahan
dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang
berarti semua air sudah diuapkan. Untuk mempercepat penguapan air serta
menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air atau pun reaksi
yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu
rendah dan tekanan vacuum. Dengan demikian akan diperoleh hasil yang lebih

10
mencerminkan kadar air yang sebenarnya. Untuk bahan-bahan yang mempunyai
kadar gula tinggi, pemanasan dengan suhu kurang lebih 100oC dapat
mengakibatkan terjadinya pengerakan pada permukaan bahan. Suatu bahan yang
mengalami pengeringan lebih bersifat higroskopis dapi pada bahan asalnya. Oleh
karena itu selama pendinginan debelum penimbangan bahan selalu ditempatkan
dalam ruang tertutup yang kering misalnya dalam eksikator atau desikator yang
telah diberi silika gel. Silika gel biasanya digunakan sebagai media penyerap air
yang sering diberi warna guna memudahkan apakah bahan tersebut sudah jenuh
dengan air atau belum. Bila sudah jenuh akan berwarna merah muda dan bila
dipanaskan menjadi kering berwarna biru (Sudarmadji, 2010).
Penentuan Kadar air Metode Destilasi (thermovolumetri). Prinsipnya yaitu
menguapkan air dengan “pembawa” cairan kimia yang mempunyai titik didih
lebih tinggi dari pada air dan tidak dapat tercampur dengan air serta mempunyai
berat jenis lebih rendah dari pada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain:
toluen, xylen, benzene, tetrakhloretilen dan xylol. Cara penentuannya dengan
memberikan zat kimia sebanyak 75-100ml pada sampel yang diperkirakan
mengandung air sebanyak 2-5ml, kemudian dipanaskan sampai mendidih. Uap air
dan zat kimia tersebut diembunkan dan ditampung dalam tabung penampung.
Karena berat jenis air lebih besar dari pada zat kimia tersebut maka air akan
berada di bagian bawah pada tabung penampung. Bila pada tabung penampung
dilengkapi skala maka banyaknya air dapat diketahui langsung. Alat yang dipakai
sebagai penampung ini antara lain tabung Stark-Dean dan Sterling-Bidwell atau
modifikasinya. Cara destilasi ini lebih baik dari cara pengeringan dalam
menentukan kadar air dalam zat yang kandungan airnya kecil. Cara destilasi
hanya memerlukan waktu kurang lebih 1 jam. Cara destilasi dapat menghindari
dekomposisi senyawa gula maupun oksidasi senyawa lipid sehingga
penentuannya lebih tepat. Untuk bahan yang mengandung gula dan protein yang
tinggi sering ditambhankan serbuk asbes ke dalam bahan, hal ini untuk mencegah
terjadinya superheating yang dapat menimbulkan dekomposisi bahan tersebut.
Untuk memperluas permukaan kontak dengan cairan kimia yang digunakan dan
memperlancar terjadinya destilasi dapat ditambahkan tanah diatomea pada bahan
yang terlah ditumbuk halus sebelum destilasi (Sudarmadji, 2010).

11
BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan praktek kerja lapang ini dilaksanakan di PT. Sasa Inti Gending Jl.
Raya Gending KM.12, Krajan, Gending, Kec. Gending, Probolinggo, Jawa Timur,
Indonesia. Waktu pelaksanaan dimulai tanggal 3 Agustus 2020 – 2 September
2020.

3.2 Metode Pelaksanaan PKL


a. Praktek
Melaksanakan praktek langsung sesuai dengan tugas dan bekerja selama 1
bulan kerja.
b. Observasi
Melihat secara langsung kegiatan proses produksi, sanitasi dan
pengawasan mutu yang ada di lingkungan perusahaan.
c. Dokumentasi
Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari dokumen
yang erat hubungannya dengan perusahaan dan kegiatan perusahaan apabila di
perkenankan.
d. Studi Literatur
Pengumpulan data dan informasi dari literature yang erat hubungannya
dengan perusahaan dan kegiatan perusahaan.

3.3 Materi Praktek Kerja Lapang (PKL)


Materi yang dipelajari selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapang meliputi
keadaan umum perusahaan dan tugas khusus yang selanjutnya akan digambarkan
melalui tabel 1.

12
Tabel 1. Rancangan Jadwal Kegiatan Praktek Kerja Lapang di PT. Sasa Inti
Gending Probolinggo
Hari Ke- Minggu ke-
Kegiatan
1 I II III IV
1 Perkenalan
2-3 Mengetahui tata letak dan fasilitas
perusahaan PT. Sasa Inti Gending
Probolinggo
4-6 Mengetahui sejarah berdiri dan struktur
organisasi PT. Sasa Inti Gending
Probolinggo
7-8 Mengetahui mesin dan peralatan yang
digunakan dalam proses produksi dan
sanitasi bahan pangan
9-16 Proses Produksi
17-24 Proses Sanitasi
25-29 Pengurusan Laporan
30-31 Menyelesaikan tugas akhir

3.4 Penyusunan Laporan


Penyusunan laporan dilaksanakan dengan mengumpulkan teori-teori dari
berbagai sumber-sumber pustaka ilmiah baik pustaka primer (jurnal ilmiah
maupun jurnal data) maupun pustaka sekunder (text book) yang disesuaikan
dengan proses produksi, sanitasi, pengawasan mutu dan membandingkannya
dengan kondisi permasalahan dari hasil pengamatan di lapang.

13
BAB IV

PENUTUP

Demikian proposal ini kami susun sebagai salah satu syarat dalam
melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Sasa Inti Gending Probolinggo.
Semoga terjalin hubungan kerjasama yang baik antara kami selaku mahasiswa
sebagai civitas akademika dengan instansi terkait sehingga kegiatan Praktek Kerja
Lapang ini dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan dan diperoleh hasil
yang maksimal baik bagi peserta PKL maupun instansi atau perusahaan yang
bersangkutan. Masih banyak kekurangan yang tidak dapat kami hindari untuk itu
kami mohon maaf dan mohon dapat dimaklumi.
Akhir kata, hanya dengan ridlo Allah SWT dan partisipasi dari semua
pihaklah sehingga Praktek Kerja Lapang ini dapat berjalan dengan sebagaimana
mestinya. Atas segala kesempatan, bantuan, dan bimbingan yang diberikan
Bapak/Ibu kami mengucapkan terima kasih.

14
DAFTAR PUSTAKA

15

Anda mungkin juga menyukai