Kretinisme
Kretinisme
KRETINISME
OLEH
1
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Sang Hyang
Widhi Wasa,Keperawatan Anak” dengan membahas tentang “Kretinisme” dalam
bentuk makalah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan, bimbingan dan dorongan dari kelas 2.3 sehingga kendala-
kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Dosen pengambu Keperawatan Anak Bapak I Ketut Labir, SSt.,S.Kep.,M.Kes
2. Kelas 2.3 DIII Keperawatan
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan
dapat tercapai. Sekian dan terima kasih.
“Om Santi Santi Santi Om”
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kretinisme........................................................................................3
2.2 Jenis Kretinisme.................................................................................................4
2.3 Etiologi Kretinisme…………………………………………………………….4
2.4 Manifestasi Klinis……………………………………………………………...5
2.5 Pemeriksaan Penunjang………………………………………………………..11
2.6 Pengobatan Kretinisme……………..………………………………………….11
2.7 Pencegahan Kretinisme......................................................................................12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................15
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
endemic selalu berhubungan dengan defisiensi yodium yang berat, dan secara
klinis gejalanya disertai dengan adanya defisiensi mental. Dalam makalah ini
akan membahas tentang kretinisme pada anak, jenis kretinisme, etiologi,
manifestasi klinik, pemeriksaan penunjang, pengobatan dan cara pencegahan
kretinisme.
5
BAB II
PENDAHULUAN
6
2.2 Jenis Kretinisme
1. Kretin sporadic terdapat dimana saja didaerah yang bukan daerah gondok
endemic dan insidensinya jarang. Jadi pada penderita kretin sporadic tidak
pernah terjadi kekurangan iodium tetapi terjadi gangguan faal dari kelenjar
tiroid. Pada penderita kretin sporadic tidak pernah terjadi kekurangan iodium
tetapi terjadi gangguan faal dari kelenjar tiroid. Pada penderita kretin sporadic
selalu ditemukan gejala hipotiroidi.
2. Kretin endemic umumnya terdapat didaerah dengan prevalensi gondok yang
tinggi, yang disebabkan kekurangan iodium. Gondok endemic banyak
dijumpai di daerah pegunungan seperti Himalaya, alpen, andes, papua nugini
dan jaya wijaya di irian jaya. Menurut perez dkk, istilah gondok endemic
digunakan jika plevalensi gondok disuatu daerah melebihi 10 %. Walaupun
gondok endemic jarang terjadi pada penduduk yang tinggal di sepanjang
pantai, oleh karena ikan laut, karang dan rumput laut banyak mengandung
iodium, akan tetapi pernah dilaporkan kejadian didaerah pantai seperti
Hokkaido, di negeri belanda dan kepulaun Aland di Finlandia.
7
b. Dysplasia kelenjar tiroid
- Sisa ektopik dalam desensus
- Tiroid rudimeter, lokasi tetap
2. Gangguan fungsi congenital
a. Tidak ada respon terhadap TSH
b. Kegagalan tiroid mengkonsentrasikan iodium
c. Defek organifikasi
d. Defek diodenase (enzim) iodotirosin
e. Defek metabolisme tiroglubulin
f. Jaringan kurang berespon terhadap hormone tiroid
3. Hipotiroidi hipotalamik-hipofisis
4. Penggunaan zat goitrogen oleh ibu
5. Janin yang tercemar iodium yang berlebihan dan obat-obatan
antitiroid yang diberikan kepada ibu saat hamil.
8
kelenjar minimal. Maturasi tulang terlambat, yang menunjukkan bahwa
hipertiroidi terjadi beberapa waktu sebelum bayi/selama bulan pertama
kehidupan. Hal ini dihipotesiskan bahwa defiensi iodium disebabkan oleh
faktor toksin yang tidak diketahui yang dapat mempengaruhi fungsi
kelenjar tiroid selama periode fetal dan neonatal.
9
berlangsung lama, ubun-ubun melebar yang disebabkan terlambatnya
pertumbuhan tulang-tulang tengkorak.
Setelah beberapa minggu gejala bertambah jelas. Bayi mulai
sedikit dan sering tersedak, konstipasi merupakan keluhan yang menonjol,
perut mebuncit dan sering disertai hernia umbilicus. Lidah tebal dan besar,
juga bayi sering mengalami kesulitan bernafas. Bayi jarang tersenyum dan
ekspresi wajah bodoh. Bayi tampak malas dan bereaksi lambat, tidak aktif,
jarang menangis dan kalau menangis tangisannya parau. Kulit pucat,
dingin dan terdapat bercak-bercak. Nadi lambat walaupun terdapat
anemia. Keadaan ini akan cepat diketahui oleh ibu-ibu yang sudah
berpengalaman sedangkan pada ibu-ibu yang baru berpengalaman, akan
salah tafsir, dikatakan bayinya adalah anak yang manis karena bayi diam-
diam jarang menangis.
Dengan premis bahwa pengobatan aawal merupakan kunci dari
pencegahan kecacatan pada hipotiroid congenital, maka diagnosis dini
perlu ditegakkan. Biasanya dimulai kecurigaan klinik yang kemudian
dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium.
Setelah bayi berusia lebih dari 3-6 bulan, gejala akan lebih jelas.
Pertumbuhan dan pertambahan berat sangat terganggu. Tumbuh kembang
terlambat dan pada kasus yang berat, mental retardasi merupakan gejala
yang menonjol. Proporsi tubuh anak akan tetapinfantil, dengan ekstremitas
yang pendek dan kepala relatif besar, tangan agak lebar dan jari-jarinya
pendek. Dahi berkerut, garis rambut rendah, jarak antara kedua mata lebar,
hidung pendek, dan ubun-ubun melebar. Bayi terlambat menegakkan
kepala, duduk dan berjalan. Berbagai derajat mixedem diketemukan
terutama didaerah didaerah periorbita, punggung tangan, diatas klavikula,
dan leher bagian belakang. Timbunan lemak yang berlebihan akan
namapak sebagai “buffalo hump” atau “fatty tumor” pada leher bagian
muka.
10
Pertumbuahan gigi terlambat dan gigi cepat rusak. Mulut sering
terbuka dan tampak lidah yang besar dan tebal. Suara biasanya parau dan
tidak dapat berbicara. Rambut yang tadinya tumbuh normal pada waktu
lahir, menjadi kering, kurus dan mudah rontok. Kulit kering tampa
keringat dan berwarna kekuningan karena meningkatnya karoten didalam
drah. Makin bertambah umur anak, akan menambah menyolok kelainan
tumbuh kembangnya. Terdapat pula gangguan perkembangan seksual,
kolesterol darah yang meningkat pada bayi akan meningkat pada sebagian
kasus yang tidak diobati, bisa mencapai level yang tinggi misalnya 400-
600 mg/dl. Pada pemeriksaan radiologis, didapatkan disgenesis dari
efipise, keterlambatan yang menyeluruh pada osifikasi, dan pada beberapa
kasus terdapat deformitas dari L1/L2 sehingga terjadi kiposis.
Sebenarnya manifestasi insufisiensi tiroid ini tergantung pada usia
dan intensitas deficit, variabilitas hanya menganggambarkan derajat
defisiensi hormone. Hipotiroid congenital dibagi menjadi 3 tipe yaitu:
1. Hipotiroidi neonatal yang jelas (tipe congenital)
2. Tipe infantile yang menampakkan gejalanya dalam bulan pertama
(delayed onset). Pada sebagian besar bayi hipotiroid congenital,
akan lahir dengan sedikit/bahkan tanpa gejala klinis. Oleh karena
itu diagnosis yang hanya berdasarkan keluhan dan gejala klinis.
Oleh karena itu diagnosis yang hanya berdasarkan keluhan dan
gejala klinis sering terlambat 6 minggu-8 bulan atau bahkan lebih
lama.
3. Tipe juvenile, timbulnya gejala lebih lambat dari tipe infantile,
sehingga diagnosisnya lebih lanjut.
Agar pengaruh dampak negative dari hipotiroid neonatal dapat
dihambat, maka diperlukan skrining dengan pemeriksaan TSH dan
bagi yang positif diberikan pengobatan segera. Karena makin awal
pengobatan akan makin baik pronosisnya. Bahkan dengan fetal USG
dan pemeriksaan TSH cairan amnion dapat ditegakkan hipotiroid
11
intrauterine. Apabila memang ada, dapat disuntikan 500 µg sodium T4
tiap 2 minggu lewat cairan amnion.
Hati-hati penggunaan cairan povidone untuk antiseptic topical
selama persalinan atau pada neonates, karena dapat berakibat
“transient hypothyroidism”.
Secara garis besarnya gangguan tumbuh kembang pada
hipotiroid congenital adalah sebagai berikut:
1. Gangguan terhadap pertumbuhan fisik
Difisiensi hormone yang berat, yang terjadi pada masa fetus akhir
dan pada masa neonatal, akan menyebabkan bentuk tubuh anak
mengalami retardasi, sehingga anak menjadi kerdil. Hal ini
disebkan karena:
a. Rendahnya metabolism tubuh, retensi nitrogen berkurang, dan
fungsi sebagian besar system organ dibawah normal.
b. Jaringan tulang masih tetap tidak matang/imatur karena
terlambatnya maturasi efipise, sehingga mengakibatkan
terlambatnya pertumbuhan tulang-tulang panjang. Demikian
pula pertumbuhan tulang tengkorak dan penutupan sutura
tulang tengkorang akan mengalami keterlambatan, sehingga
ubun-ubun terlambat menutup.
Semula dikatakan bahwa baik T3 maupun T4 tidak dapat
melewati plasenta, tetapi kini diketahui bahwa hormone ini dapat
lewat plasenta meskipun dalam jumlah yang amat sedikit. Sehingga
sebelum kelenjar tiroid janin berfungsi, sebagian harus dibantu dari
ibu. Hal ini dapat dibuktikan bahwa hanya sekitar 60-70% kasus
terdapat gangguan maturasi tulang.
Menurut vulsma (1989) (dikutip dari Djokomoelyono 1993),
membuktikan bahwa hormone tiroid ibu dapat melalui plasenta. 17,5%
hormone tiroid fetus berasal dari maternal. Mediator efek hormone
tiroid maternal (meskipun dalam jumlah sedikit), pada perkembangan
12
otak anak diduga melalui “growth factors”, seperti : nerve growt
factor, epidermal growth factor, insulin-like growth factor.
2. Gangguan terhadap pertumbuhan dan kematangan SSP
Hipotiroid congenital dapat menyebabkan keterlambatan yang
menyolok pada SSP. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan
arborisasi dari sel-sel saraf terlambat, interaksi antrodendrik dan
konektivitas berkurang, vaskularisasi dan mielinisasi terjadi pada
kecepatan dibawah normal. Terdapat mental retardasi dengan atau
tanpa disertai gangguan pendengaran tipe perseptif sampai tuli, dan
bisu, gangguan neuromotor seperti gangguan bicara, cara jalan
yang aneh yang tidak dapat dipulihkan, terjadi apabila pengobatan
terlambat. Periode ketergantungan SPP terhadap hormone tiroid
berlangsung mulai dari masa kehamilan sampai umur 2-3 tahun.
Menurut Porterfild (1993) (dikutip dari Djomoelyanto 1993),
pada dasarnya ketergantungan SPP terhadap hormone tiroid dari
janin sampai lahir dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
1) Fase I, 10-12 minggu gestasi merupakan periode
perkembangan sebelum hormone tiroid diprokduksi oleh fetus
(sumber masih dari ibu). Pada fase ini terjadi perkembangan
khusus brainstem, migrasi neuron dan neurogenesis perifer.
2) Fase II periode tiroid fetus memproduksi hormone. Pada fase
ini pertumbuhan otak dipengaruhi hormone tiroid yang berasal
dari fetus dan mungkin juga dari ibu. Dimana terjadi maturasi
neuron, formasi neurit, perkembangan sinaps di forebrain.
3) Fase III periode setelah lahir. Otak tergantung hanya pada
hormone yang dihasilkan oleh neonates. Pada fase ini terjadi
proliferasi neuron serebelum, migrasi diferensiasi terjadi baik
pada fase II maupun III gliogenesis dan mielinisasi khusus
pada fase III.
3. Gangguan terhadap proses kedewasaan (puberty)
13
Kalau penderita tidak diobati, maka akan terjadikegagalan
pertumbuhan seksual atau pertumbuhan seks terlamabat atau tidak
sempurna (sexual infantilism). Pada penderita yang lebih besar
terdapat amenore/gangguan spermatogenesis.
14
11-20 tahun : 3 µg/kg BB hari
Cara pemberian dimulai dengan dosis kecil 6-8 µg/kg BB pada bayi
(pada anak yang lebih besar 4 µg/kg BB) selama 1-2 minggu, lalu
dosis dinaikkan sampai mendekati dosis toksis (gejala hipertiroidi),
lalu diturunkan lagi sampai dosis diperkirakanoptimal. Penilaian dosis
yang tepat ialah dengan menilai gejala klinis dan hasil laboratorium
yaitu serum T3 dan T4 . Tanda dosis berlebihan adalah anak-anak
tidak bisa tidur, banyak berkeringat, gelisah, poliuria, takikardi,
hipertensi, muntah dan diare. Biasanya perbaikan tampak setelah 7-12
hari. Dosis initial pada umumnya 100-150 µg/kg jarang melebihi 200
µg/kg. kalau sampai melebihi 200 µg/kg, maka diagnosis perlu
dipertanyakan.
15
Saat ini dalam rangka penanggulangan GAKI nasional
pemerintah menggunakan “blood spot” TSH untuk memonitor
programnya pada neonates di daerah rawan GAKI. Kalau
memungkinkan, dianjurkan untuk melakukan neonatal TSH skrining
untuk mengetahui hipotiroidi congenital, terutama pada bayi yang lahir
di Rumah Sakit.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
17
DAFTAR PUSTAKA
Porterfield, W., “ Inorganic Cheistry “ Prentice Hall, New York, 2nd Edition, 1993
18