Anda di halaman 1dari 37

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) dan SNPT

(Standar Nasional Pendidikan Tinggi) di Indonesia

https://duddyarisandi.wordpress.com/tag/australian-commitee-for-curriculum-
training/

Apakah yang menyebabkan kebijakan pengubahan kurikulum dilakukan dalam


tempo yang sangat cepat sekali? Bukankah kebijakan seharusnya menjadi rujukan
dalam penerapannya? (bukankah tinjauan terhadap pengembangan kurikulum
dilakukan dalam tempo 5-10 tahun ?)

Kenapakah reaksi keras terhadap kebijakan pemberlakuan kurikulum baru datang


dari segenap lapisan masyarakat ? (dimulai dari murid/siswa, orangtua, guru,
kalangan akademis dan non akademis, bahkan sampai pada tingkatan pengambil
keputusan ? (bukankah sudah ada mekanisme/prosedur yang mengaturnya ?)

Apakah tidak terjadi komunikasi yang sejalan diantara unsur-unsur yang terlibat
secara langsung ataupun tidak langsung terhadap pemberlakuan kurikulum baru ?
(sampai-sampai masuk ke ranah politik, dan orang yang tidak berkompetenpun
angkat bicara untuk mempengaruhi keputusan terhadap arah kebijakannya)

Dunia pendidikan telah mengenal segmentasi berdasarkan rumpun teknologi dan


peringkat (kita lihat rangking perguruan tinggi Indonesia dan berhasil masuk ke
peringkat dunia), namun sejauh manakah rangking tersebut dapat mewujudkan
pemerataan yang berkeadilan di Bangsa ini ?

Di saat era teknologi berkembang pesat (segala sesuatunya dapat diperoleh dengan
cepat melalui mbah Google), masih saja ada perguruan tinggi ‘berkelas-mapan’
yang sungkan untuk berbagi dengan perguruan tinggi ‘berkelas-berkembang’.
Beberapa perguruan tinggi yang ada dengan masalahnya sendiri harus memulai
sesuatu dengan tertatih-tatih untuk menuju mapan, dan terkadang memerlukan
waktu dan biaya yang tidak sedikit. Bukankah pendidikan yang sama rasa, sama
rata, dan berkeadilan tidak mengenal pengkotakan ? (akankah sekolah yang maju
akan semakin maju, dan yang sedang berkembang akan berjalan tertatih-tatih
bahkan harus menutup perguruan tinggi / jurusan / program studi-nya ?

Anggaran pendidikan itu terbatas dan berumber dari pembiayaan Negara dan dari
rakyat, bukankah sudah sewajarnya perguruan tinggi / jurusan yang sudah mapan
dapat membiayai dirinya sendiri ? Sehingga alokasi biaya pendidikan dapat
disalurkan kepada yang lebih berhak mendapat perhatian penuh ? (sudah sejak
lama dirintis bahwa perguruan tinggi mapan akan menjadi BHP dll,
sayangnya………………..)

Kekayaan yang dimiliki bangsa kita membuat iri bangsa-bangsa lainnya, namun
relakah kita akan kenyataan bahwa pengelolaannya tidak dilakukan oleh anak
bangsa dengan alasan ‘tidak kompeten’ atau ‘tidak bisa bersaing di pasar global
ketenagakerjaan’ ? Semua anak bangsa berhak mendapatkan pekerjaan yang layak,
walaupun ia tidak bersekolah atau terputus sekolah di tengah jalan, atau tamatan
SD sekalipun. Pekerjaan rumah terbesar kita adalah memikirkan jalan keluar bagi
mereka (bukan salah mereka dan juga bukan keinginan mereka untuk tidak
bersekolah setinggi mungkin)

Bukankah telah diajarkan kepada kita bahwa kejadian alam semesta dan tubuh kita
diciptakan secara bertahap ? Bukankah telah diketahui bahwa perjalanan dalam
diri manusia juga dilalui secara bertahap dalam wujud jasmani dan rohani ? (Tetap
saja melaui media yang ada kita disuguhkan tayangan media berupa santapan
kejadian : korupsi, pelanggaran hak hidup manusia, perkelahian antar pelajar,
dampak minuman keras dan obat-obatan terlarang, suguhan sex bebas, hiburan
lawakan dan gossip artis setiap hari. Bukankah ironis bahwa para pelaku adalah
orang-orang yang pernah mengenyam dunia pendidikan ? Bahkan kerapkali pelaku
berasal dari orang-orang terpandang di negeri ini ? Bahkan beberapa diantaranya
adalah pelaku yang berkecimpung di dunia pendidikan ? Apakah kondisi tersebut
merupakan hal lumrah yang dapat kita tolerir sebagai konsekwensi di saat kita
sedang belajar berdemokrasi dan bertoleransi ?

Apakah terjadi diskontinyuitas di dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia ?


(yang terjadi pada terminal-terminal tingkat satuan pendidikan TK/TPA-
SD/Madrasah-SMP/Tsanawiyah-SMU/SMK/Aliyah-PT). Apakah terputusnya ‘jalur
benang pendidikan’ di Indonesia mengakibatkan : kita lupa akan jati diri bangsa
kita, kita lupa dimana kita berpijak, kita lupa akan kewajiban dan hak sebagai anak
bangsa, kita lupa bahwa kekayaan bangsa ini untuk seluruh rakyat kita, dan
terakhir kita telah lupa bahwa pada saatnya nanti kita akan kembali kepada Yang
Maha Memiliki ? (kata ‘lupa’ sejalan dengan tidak tahu atau tidak sengaja)

Semoga tulisan yang jauh dari sempurna ini dapat menggugah kita untuk
melakukan revolusi mental dan bekerja lebih keras lagi. Minimal menumbuhkan
rasa cinta kepada tanah air dengan segala permasalahan yang ada di Bangsa ini.
Baik atau Buruk, kita hidup di bumi tercinta ini, dan keberlangsungannya akan
tergantung kepada kita sebagai anak bangsa.

Kenapa penulis memilih tema berkaitan dengan kurikulum ? Karena saya takut
dengan label profesi yang saya emban sebagai seorang dosen, dikala masih banyak
kekurangan sebagai seorang pribadi yang belum dapat memberikan teladan yang
baik sebagaimana mestinya, terlebih sebagai seorang muslim. DAN, saya merasa
sektor kurikulumlah yang dapat mengakibatkan deviasi besar yang dapat
mengakibatkan bangsa ini terpuruk.
BAGIAN I
DEFINISI TENTANG KURIKULUM DAN KOMPETENSI

Percaya atau tidak percaya, masih banyak diantara kita sesama anak bangsa yang
masih belum tepat dalam menginterpretasikan kurikulum. Terlebih jauh terjadi
tumpang tindih dan saling mendisposisikan tugas terkait dengan pembuatan dan
penerapannya. Setiap orang boleh-boleh saja berbicara dan bersilang pendapat
mengenai kurikulum, namun kita semua sepakat bahwa KUALITAS KURIKULUM
merupakan faktor penting untuk mencapai keberhasilan mutu pelaksanaan pendidikan
dan pencapaian mutu kompetensi lulusan.

• Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan
kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai
pedoman kegiatan belajar mengajar, yang terdiri atas unsur-unsur : Mata kuliah,
Kompetensi berdasarkan kebutuhan pelanggan, Bobot (sistem kredit semester) setiap
mata kuliah, Deskripsi mata kuliah (sinopsis), yang dilengkapi dengan kepustakaan,
Pengelompokkan mata kuliah berdasarkan jenis dan tujuannya, Penyebaran mata
kuliah setiap setiap semester, Pengkodean mata kuliah.
• Kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk menunjukkan aspek sikap,
pengetahuan, ketrampilan serta penerapan dari ketiga aspek tersebut di tempat
kerja untuk mencapai unjuk kerja yang ditetapkan.

Dalam pandangan modern, kurikulum merupakan sesuatu yang nyata terjadi dalam
proses pendidikan di sekolah. Pada proses belajar mengajar akan terjadi interaksi
antara siswa/murid yang merupakan pengalaman belajar (interaksi sosial maupun
fisik). Sehingga kurikulum akan memiliki tujuan, isi, pola belajar mengajar dan
evaluasi.

Suatu cita-cita bahwa kurikulum dapat diakses oleh seluruh anak bangsa dan
dikelola melalui piranti teknologi informasi yang canggih. Dan tidak hanya
dimonopoli oleh diknas, pengguna lulusan, dan institusi pendidikan tertentu, atau
dosen dan para pengajar. Semua lapisan berhak untuk mengetahui, dapat
mempelajarinya, dapat berbagi bersama, dan dapat memberikan masukan. Tidak
semua orang berkesempatan untuk melakukan benchmark, mengikuti pelatihan,
ataupun mengikuti proyek terkait kurikulum, dikarenakan keterbatasan waktu,
biaya, dan tempat, sehingga dengan kemudahan akses tersebut akan mereduksi
waktu dan biaya di dalam pengembangannya bagi siapapun yang berkepentingan
dan dimanapun dia berada.
Gambar 1 Skematik kurikulum dan pengelolaannya untuk akses publik

Umumnya pengembangan kurikulum diawali dengan menentukan kompetensi apa yang


akan dicapai. Masalah yang sering terjadi adalah menentukan kompetensi berikut
turunan kompetensi (sejauh dan sedalam apa kebutuhannya oleh pengguna lulusan.
Tentunya kita ingin mengkolaborasikan juga bahwa pengguna lulusan memiliki rasa
tanggungjawab dalam membentuk kompetensi (tidak hanya untuk mendapatkan
lulusan terbaik dengan Indeks prestasi tertentu).

Faktor berpengaruh lainnya adalah sejauh mana kita dapat menentukan,


mengkolaborasikan kompetensi beserta turunannya untuk menghadapi bursa global
ketenagaakerjaan. Pembentukan kompetensi dilakukan secara kontinyu dan bertahap
mulai dari tingkat satuan pendidikan terendah sampai dengan tertinggi. Hal tersebut
dilakukan secara kontinyu mengingat hasil lulusan pada suatu tingkatan akan menjadi
persyaratan awal bagi pendidikan di jenjang berikutnya. Satu pertanyaan yang timbul
di benak saya adalah siapakah bagian yang berwenang untuk merajut kekontinyuan
kompetensi tersebut ? Jangan-jangan setiap satuan pendidikan memiliki konsep
kompetensi yang terpisah, saling tumpah tindih, dan terjadi diskontinyuitas di
dalam pelaksanaannya.

Gambar 2 Kontinyuitas keterkaitan kompetensi vs materi ajar

Terkadang suguhan informasi mengakibatkan bias yang kontra tujuan, dan bahayanya
jika telah mengakar di masyarakat kita seperti :
• Pelajaran matematika dimulai sejak TK sampai pendidikan tinggi, namun saya
pernah mendapatkan bahwa mahasiswa pada tingkat pendidikan tinggi masih sulit
untuk menyelesaikan operasi pecahan (padahal selama 12 tahun waktu yang
diperlukan untuk belajar matematika).
• Pelajaran Bahasa Inggris dimulai sejak TK sampai pendidikan tinggi, namun saya
pernah mendapatkan juga bahwa mahasiswa pada tingkat pendidikan tinggi tidak
dapat membaca ataupun minimal menulis untuk kebutuhan laporan (padahal selama
12 tahun waktu yang diperlukan untuk belajar bahasa Inggris).
• Di sisi lainnya kita mendapatkan hasil bahwa berdasarkan Ujian Nasional Tingkat
Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 2009 diperoleh hasil sebagai berikut :

Gambar 3 Hasil Nilai Ujian Nasional Tahun 2008/9 (Laporan BSNP 2009)

BAGIAN II
PENGEMBANGAN KURIKULUM

BIAYA YANG BESAR DAN WAKTU YANG LAMA

Kurikulum memiliki kandungan tekstual (format) dan kontekstual (isi). Format


kurikulum bangsa kita dikenal mayarakat pendidikan dunia dan banyak pengakuan atas
kehandalannya. Kehandalannya berupa parameter yang dimilikinya sehingga cross
check terhadap berbagai fungsi dan sisi penerapannya sulit untuk dibohongi (baca
Buku Panduan Pengembangan KBK Pendidikan Tinggi 2008, Panduan Penilaian BAN-PT,
Panduan BSNP).

Esensi dari pengubahan kurikulum dapat ditinjau melalui kedua jenis kandungan di
atas, apakah secara tekstual ataupun secara kontektual. Umumnya pengembangan
kurikulum dilakukan secara parsial. Apapun perubahannya, wujudnya tetap sama yaitu
kurikulum, namun wajahnya dapat berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi yang ada.
Walaupun wajahnya berubah-ubah, tetap harus dapat mengakomodir persyaratan dan
tujuan dari kurikulum tersebut, yang merupakan perangkat utuh yang tidak dapat
dipisah-pisahkan. Namun kedalaman kajiannya dapat berbeda disesuaikan dengan
kadar kemampuan pengelolaan di lapangan.

Pada awalnya akan terasa rumit dengan format yang ada, redundasi penulisan,
banyaknya form yang harus dibuat, dan lain-lain (terlebih bagi seseorang yang baru
mengetahuinya), namun seiring berkembangnya sistem informasi maka bukannya
mustahil untuk mengelolanya secara sederhana dan mudah. Siapapun dapat mengikuti
formatnya, namun kandungan isinya perlu pemahaman yang dalam tentang kurikulum
untuk menerjemahkannya, terlebih berkaitan dengan kompetensi lulusan.

Gambar 4 Model pengembangan kurikulum ideal bagi S1 di Indonesia

Sebagai salah satu model pengembangan dapat dilihat pada gambar 4, yang dihasilkan
oleh program Academic Consultancy Services (ACS) melalui proyek Engineering
Education Development Project yang didanai oleh Asian Development Bank (ADB) pada
laporan tahun 2000. Laporan lengkap dibukukan dengan judul “Curriculum
Development – S1 Engineering Programs in Indonesia” (Dr. Malcom J.
Jones/Editor). Dalam salah satu sub-bab, dijelasakan sebagai berikut :

Suatu model kurikulum ideal di Indonesia harus memunuhi beberapa kriteria berikut:
1. Harus dapat melayani kedua pengelompokkan perguruan tinggi dalam katagori
‘mapan/establish’ dan ‘berkembang/developing’.
2. Harus dapat memperbaiki kualitas pendidikan teknik di Indonesia.
3. Harus memperbaiki relevansi pendidikan teknik di Indonesia, Internasional,
nasional, dan lokal.
4. Harus memperbaiki akses ke pendidikan teknik di Indonesia.
5. Harus memperbaiki efisiensi pendidikan teknik di Indonesia.

Kata kunci melalui gambar 4 adalah:

1. BAN akan melakukan pengesetan terhadap Kriteria Kurikulum Teknik Nasional


dalam bentuk buku pedoman, dan menyediakan contoh bagi kurikulum teknik
nasional berdasarkan pedoman yang dibuat. Catatan : Seluruh fungsi terlebih dulu
diajukan kepada Engineering Quality Assurance Commission (EQAC), dan sebagai
hasil diskusi diantara DGHE dan ADB, harus dilakukan juga oleh BAN (Badan
Akreditasi Nasional).
2. Pedoman tersebut kemudian dapat digunakan oleh institusi pendidikan tinggi
untuk mengembangkan kurikulum yang dimilikinya dan mengajukannya kepada
lembaga akreditasi. Perlu dicatat bahwa akreditasi dilakukan terhadap program
dan bukan bagi institusi.
3. Perguruan tinggi dalam tahap pengembangan akan didukung oleh lembaga
National Resource Center yang akan mengsupervisi perguruan tinggi tersebut
dalam pengembangan kurikulum, silabus detail, sumber daya laboratorium,
sumberdaya pengajar, implementasi teknologi baru dan lain sebagainya.

Dalam suatu bentuk model transisi, maka masalah yang akan timbul adalah untuk
menjumpai solusi sementara, yaitu untuk berkembang dari kondisi yang ada sekarang
menuju bentuk yang lebih kurang mendekati Model Kurikulum Nasional (bergerak ke
arah model yang lebih efektif, yang akan memerlukan pertimbangan waktu untuk
mengimplementasikannya).

Tiga alternatif utama bagi format Kurikulum Nasional tersedia dalam bentuk :

1. Menggunakan Kurikulum Nasional yang ada, tetapi mengembangkan silabus untuk


setiap mata kuliah dengan sedikit lebih dalam.
2. Menyalin kurikulum nasional yang lebih berorientasi kepada kandungan isi
dibandingkan dengan subjek mata kuliah, sebagai contoh Panduan Kurikulum Nasional.
3. Model hybrid yang akan mengeset pedoman, tetapi juga termasuk contoh kurikulum
berdasarkan pedoman tersebut.

Model yang ketiga direkomendasikan karena akan melayani perguruan tinggi dalam
kelompok taraf mapan/establish dan berkembang/development.

Dalam perjalanannya, aturan BAN telah berkembang, termasuk pengembangan


Pedoman Kurikulum Nasional untuk individu setiap universitas dan untuk menyediakan
program akreditasi. Hal ini akan menyemangati pengembangan kurikulum bagi setiap
universitas.

Pendapat saya : Sejauh mana diknas dan BAN telah menyiapkan template
kurikulum nasional bagi pendidikan di Indonesia ? Penekanan lebih ditujukan ke
format kurikulum atau ke isi kurikulum ? Seringkali, perguruan tinggi berkembang
secara sendiri-sendiri dan disesuaikan dengan kapasitas yang dimilikinya. Padahal
dalam laporan buku tersebut telah dituliskan dengan sangat bijaksana bahwa
template kurikulum itu harus ada, baik berhubungan dengan format penulisan
maupun dengan isi. Kenapa sulit sekali dalam melakukan penyeragamannya ? Mari
kita mulai dengan penyeragaman format dulu baru ke isi, atau kedua-duanya kita
lakukan secara sekaligus bersamaan. Di sisi lain, jiwa terbuka dari setiap perguruan
tinggi perlu dibangun untuk menyeragamkan kurikulum, karena tujuan terpenting
bangsa ini adalah pembangunan seutuhnya dan merata bagi seluruh anak bangsa.
INSTRUMENT KURIKULUM YANG HANDAL

Berbagai standar acuan telah kita miliki, bahkan pembanding dari sumber luar negeri
pun dapat kita akses dengan mudah. Satu hal yang perlu kita fahami, bahwa
pengembangan kurikulum yang kita lakukan tidak hanya berpedoman kepada buku
panduan penyusunan kurikulum belaka, kita harus melihat beberapa faktor/parameter
lainnya yang bersumber dari beberapa badan/institusi yang ada. Silahkan dibuka
Standar isi pada BSNP, Standar 5 pada BAN-PT, Bagian 5-Effective Learning & Teaching
pada buku TQM in Education. Kita semua dapat melihat bahwa bentuk generic
kurikulum adalah sama, dan perbedaan kecil yang ada akan saling melengkapi.
Janganlah kita katakan bahwa perbedaan yang ada sebagai pertentangan, namun
sebagai suatu kekuatan yang saling mendukung (asalkan kita pandai meramunya).
Gambar 5 Standarisasi Pendidikan terkait kurikulum

Bagaimanapun keadaannya, pendidikan akan tetap dan terus berjalan. Lantas dengan
ketidak sempurnaan yang ada, apakah akan kita biarkan ? Tentunya banyak upaya yang
dapat dilakukan untuk memajukan generasi ke depan. Yang sudah terjadi biarlah
berlalu, yang terpenting adalah apa yang harus kita siapkan sekarang ini ?

KEMANAKAH KOMPETENSI KITA AKAN BERKIBLAT ?

Dalam pengembagan kurikulum, yang dijadikan acuan adalah sejauh mana kompetensi
yang akan dihasilkan bagi seorang lulusan, sejauh mana elemen-elemen pembentuk
kompetensi tersebut akan dihasilkan melalui pembelajaran suatu mata kuliah. Bak
pepatah ‘gantungkanlah cita-cita mu setinggi langit’, maka dalam merumuskan
kompetensi yang diharapkan pun demikian (kita sebagai manusia merupakan suatu
titik koordinat yang dapat ditinjau secara institusi, local, nasional, dan internasional).
Suatu hal yang fantastis jika kita dapat melakukan pengubahan bertaraf internasional,
namun tidak jarang (bahkan sudah merupakan suatu keharusan) bahwa kondisi-kondisi
yang berlaku secara internasional lah yang akan memaksa kita untuk melakukan
pengubahan (seperti melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar, naiknya harga
bbm, dan bursa tenaga kerja global). Kita tidak bisa lari dari percaturan dunia
internasional, dan mau tidak mau kita harus menyiapkan peserta didik kita agar
mereka mampu bersaing secara global. Untuk hal tersebut, maka sudah selayaknya
dalam menentukan kompetensi dapat kita tinjau bagan berikut:

Gambar 6 Menentukan Kompetensi & Interaksi Kompetensi


Sudah selayaknya dalam menentukan kompetensi mempertimbangkan kompetensi-
kompetensi lainnya yang berasal dari bidang ilmu lainnya. Karena boleh jadi pada
suatu saat tertentu akan terjadi keterkaitan/saling berinteraksi. Salah satu contoh,
penerapan teknologi implant di bidang kedokteran yang terkait dengan perkembangan
teknologi di bidang teknik mesin. Siapakah yang akan mendisain dan membuat robot
camera yang dapat masuk ke pembuluh darah? Apakah piranti tersebut murni didisain
dan dibuat oleh lulusan sekolah kedokteran ? Banyak kasus lainnya yang kita hadapi,
bahwa suatu saat nanti lulusan di bidang teknik akan saling berinteraksi dengan
berbagai disiplin ilmu, dan kita sebagai seorang pengajarpun harus memikirkannya dan
menyiapkan suatu kurikulum yang dapat membantu lulusan kita untuk beradaptasi
dengan multi disiplin ilmu.

Seringkali perumusan kompetensi hanya dibatasi pada kondisi sebagai berikut : hanya
berdasarkan kompetensi yang kita ketahui, atau hanya berdasarkan masukan dari
beberapa industri yang kita ketahui, atau hanya berdasarkan bidang studi serumpun.
Khusus untuk kasus di Indonesia, pemetaan bidang ketenaga kerjaan belum
terinseminasi dengan baik dan secara meluas, sehingga lulusan yang diminati oleh
industri adalah lulusan dengan Indeks Prestasi akademis yang tinggi dan harus segala
bisa (hanya didasari pertimbangan ekonomis, padahal banyak tujuan-tujuan mulia
lainnya untuk membangun bangsa ini). Sebagai contoh pembanding akan dipaparkan
penentuan beberapa kompetensi yang telah mapan/diakui banyak lembaga :
INTERNATIONAL STANDARD CLASSIFICATION OF OCCUPATION – ILO

Gambar 7 Standarisasi Kompetensi-ILO

Memang beda, untuk menjadi seorang pembantu rumah tanggapun, perlu disiapkan
kompetensi apa yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya. Karena di negara kita
belum memayunginya secara serius, maka kompetensi seorang pembantu banyak sekali
dan bahkan melebihi kapasitas yang dimilikinya.

Merekakah yang salah karena tingkat pendidikannya ?, atau Para majikannya kah yang
benar karena dia yang membayar upahnya ? (sehingga majikan dapat berlaku semena-
mena, bahkan terjadi kasus sampai-sampai melanggar hak asazi manusia). Mungkin
inilah yang disebut dengan Negara ½ Demokrasi. Apapun sindiran terhadap bangsa
kita, tidak membuat kita patah hati untuk membangunnya, terlebih melalui apa yang
disebut dengan kompetensi dan kurikulum. Karena dengan mengetahuinya, maka kita
sebagai orang pintar akan pandai menghargai hak-hak orang lain, bukan sebaliknya
memintar-mintari orang lain (memiliki konotasi negatif).
TPC TRAINING SYSTEM

Gambar 8 TPC Training System – Skill requirement

Dalam perumusan kompetensi beserta turunannya, perlu dipertimbangkan juga karier


dari pengemban profesi tersebut. Di sini kita ingin mendudukkan persoalan secara
jelas sesuai dengan posisi jabatan yang diemban, berikut kewajiban-kewajiban apa
saja yang harus dipenuhi. Suatu kondisi wajar yang dijumpai bahwa pengemban
jabatan memiliki kompetensi di bawah persyaratan yang ditentukan, maka sudah
selayaknya kita dapat memberikan jalan untuk pemenuhannya. Berdasarkan
kompetensi yang diperlukan pada suatu jabatan, maka kompetensi turunan dapat kita
peroleh dan akhirnya dapat dirancang mata kuliah pembelajarannya.

METAL & ENGINEERING INDUSTRY COMPETENCY STANDARD

Gambar 9 Standarisasi Kompetensi-IAPSD

Mengingat bursa tenaga kerja global sudah dihadapan mata kita, maka kita harus
menyiapkan sumberdaya yang dapat bersaing di pasar global. Tentunya, para penyedia
lapangan kerja telah menentukan parameter kompetensi yang harus dipenuhi oleh
pelamar pekerjaan.

Tugas kita di bidang pendidikan adalah untuk mendekati parameter kompetensi


tersebut dan menerjemahkannya ke dalam system kurikulum yang akan kita
kembangkan. Umumnya tidak sedikit dana dan waktu yang dicurahkan untuk
melakukan bench marking, pelatihan, atau penelitian bersama (hanya untuk segelintir
personal). Maka kedalaman kita untuk mengaji dan mengkaji kompetensi merupakan
persyaratan mutlak yang harus dilengkapi (setidaknya penulis pernah membuktikannya
bahwa kompetensi dasar di bidang pemeliharaan mesin / Politeknik Manufaktur
Bandung, lebih unggul dibandingkan institusi pendidikan atau lembaga pelatihan di
Australia dan Belanda).

Gambar 10 Standarisasi Kompetensi-Metal & Engineering Industry

MASALAH-MASALAH DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM

Pengembangan kurikulum umumnya dilakukan secara sporadis dan dalam waktu


singkat, sehingga hasilnya pun sadah dapat ditebak, masa berlaku yang singkat dan
seringkali dilakukan tambal sulam untuk menyempurnakannya.

Beberapa prosedur telah ditetapkan berkaitan dengan pengembangan kurikulum


(untuk skala nasional maupun institusional). Namun, sebaik apapun kurikulum yang
telah kita tetapkan belum tentu pada saat penerapannya akan sesuai dengan apa yang
diharapkan. Merupakan tantangan bagi kita semua bahwa pedoman yang kita buat
akan dapat diimplementasikan sesuai dengan yang direncanakan, dan mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.

Umumnya terdapat hambatan-hambatan dalam pengembangan kurikulum yang


diakibatkan oleh ketidaklengkapan perangkat kurikulum yang digunakan dan
panduan/arahan dalam pelaksanaannya, seperti :

1. Tidak tersedianya prosedur tertulis bagi suatu institusi untuk mengembangkan


kurikulum.
2. Pengembangan kurikulum merupakan tanggungjawab institusi, sehingga
keterlibatan seluruh bagian yang terkait secara langsung ataupun tidak langsung,
internal maupun ekternal institusi merupakan suatu sistem yang terintegrasi, yang
tercermin dalam visi, misi, tujuan, dan sasaran mutunya.
3. Kompetensi yang ditentukan bersifat statis, hanya merujuk kebiasaan yang
ditetapkan oleh pengguna lulusan. Kapankah kompetensi sertifikasi profesi yang
berlaku secara internasional atau nasional dapat diinsemenasikan secara komprehensif
di jantung pendidikan bangsa ini ?
4. Tumpang tindihnya tugas, tanggungjawab, dan wewenang antara jabatan fungsional
dosen dan jabatan structural institusi. Sudah sepatutnya seorang dosen taat dan
tunduk pada hierarki pendidikan program studi (walupun yang menjabat adalah orang
muda yang baru menapak karir di bidang edukasi)
5. Kurikulum hanya didefinisikan dan diterjemahkan dalam selembar kertas distribusi
mata kuliah selama mahasiswa mengikuti perkuliahan.
6. Jumlah jam mata kuliah pada suatu silabus dapat berubah-ubah, dan perubahan
yang terjadi diakibatkan karena tidakjelasan cakupan tujuan instruksional
pembelajaran dan pokok bahasan perkuliahannya.
7. Tujuan instruksional dan pokok bahasan diimplementasikan berdasarkan
kemampuan dan kemauan dosen untuk melakukan pengubahan tanpa ada pelaporan
yang terdokumentasi.
8. Dalam penentuan pokok bahasan, terjadi ketidaksesuaian yang bersumber dari
dosen dan/atau instruktur pengampu mata kuliah yang melakukan rekonstruksi mata
kuliah.
9. Terjadi redundan pemberian pokok bahasan pada beberapa mata kuliah dan sub
mata kuliah, sehingga terjadi pengulangan materi pada tingkat yang sama maupun
pada tingkat yang tidak sama.
10. Beberapa mata kuliah belum memiliki kerangka tujuan instruksional yang jelas,
sehingga dosen pengampu mata kuliah melakukan rekonstruksi masing-masing tanpa
pertimbangkan keterkaitan antar mata kuliah (jejaring mata kuliah). Selain itu
beberapa dosen pengampu mata kuliah melakukan rekonstruksi dengan meningkatkan
kedalaman materi perkuliahan yang tidak sesuai dengan predikat satuan tingkat
pendidikan yang diemban.
11. Standardisasi jumlah jam perkuliahan memiliki varian yang besar dan belum
seluruh mata kuliah mengacu pada penerapan SKS murni.
12. Jadwal perkuliahan tidak baku (setiap tahun ajaran) berubah diakibatkan
penyesuaian terhadap kapasitas, pengaruh rekonstruksi materi perkuliahan, dan
beberapa faktor pertimbangan lainnya.
13. Terjadi ketidaksesuaian pada saat pengumpulan nilai akhir semester, dimana
pengelompokkan sub mata kuliah dapat berubah-ubah dengan tidak menginduk pada
inti mata kuliahnya.
14. Untuk satu mata kuliah standard dapat diterjemahkan menjadi beberapa tujuan
instruksional yang disesuaikan dengan jenis spesialisasinya.
15. Tidak terintegrasinya mata kuliah praktik yang mendukung penerapan sistem
pendidikan berbasis produksi.
16. Tidak stabilnya kapasitas / fasilitas pembelajaran yang diakibatkan bertambahnya
jumlah siswa maupun penambahan spesialisasi pada progam studi yang ada.
17. Penerjemahan sistem 1 tahun yang tidak tepat sehingga mengakibatkan tidak
memungkinkannya dilakukan evaluasi kenaikan di semester ganjil.
18. Implementasi dari penyusunan kurikulum untuk melaksanakan proses pembelajaran
belum konsisten, yang dimulai dari tahap perencanaan awal pendidikan sampai dengan
evaluasi akhir dilakukan.
Beberapa ketidakkonsistensian yang terjadi tersebut akan mempengaruhi mutu
pelaksanaan pendidikan, mutu kompetensi yang dihasilkan, dan efektivitas serta
efisiensi pelaksanaan proses belajar dan mengajar.
BELAJAR DARI AUSTRALIAN COMMITTEE FOR TRAINING CURRICULUM

Secara sepintas dapat kita lihat model sederhana yang diterapkan oleh ACTRAC
berikut:
Gambar 11 Standarisasi Kurikulum-Kompetensi Actrac

Dari gambar 11 dapat dilihat bahwa kurikulum bersifat komprehensif dan tidak partial.
Dia berjujud seperangkat yang terintegrasi.
KOMPETENSI ITU DIMULAI SEJAK DINI DAN SECARA KONTINYU

Dan akhirnya, perlu dicermati bahwa pengembangan kurikulum yang dialakukan harus
ditinjau secara Integralistik. Bahwa betul luaran kompetensi akan banyak ditentukan
oleh pengguna lulusan, namun kita harus melihat juga bahwa beberapa kompetensi
telah dipersiapkan/didapat sejak seorang mulai sekolah dari tingkat TK / TPA sampai
dengan perguruan tinggi. Sehingga kontinyuitas penghasilan kompetensi harus dilihat
sejak awal dan tidak ditentukan hanya pada muara akhir yaitu setelah luslus
perguruan tinggi saja (Pekerjaan Rumah terberat bagi diknas dan terkait dengan
sistem teknologi informasi).

Gambar 12 Kontinyuitas Kelompok Mata Kuliah dimulai sejak dini

Suatu hal yang mustahil bahwa kita dapat mencetak tenaga-tenaga professional
dengan hanya menitikberatkan di pendidikan tinggi saja, sementara sifat-sifat bawaan
yang mempengaruhinya lebih banyak atau lebih dominan dilalui dalam waktu yang
lebih lama yaitu selama mengenyam tingkat pendidikan TK/TPA sampai dengan
SMU/SMK/Aliyah (sederhana dapat dihitung berapakah waktu salam satuan tahun yang
dihabiskan seorang siswa untuk menamatkan pendidikannya pada satu satuan unit
pendidikan).
JANGAN LUPAKAN PERAN GURU/INSTRUKTUR/PENGAJAR/DOSEN

Faktor terpenting lainnya yang tidak kalah perannya (sangat dominan) adalah
Dosen/Instruktur/Guru/Tenaga pengajar. Konsep yang ingin kita terapkan adalah
Pendidikan Maju secara Sistematik (pergantian orang dikarenakan usia atau pensiun
tidak akan berpengaruh banyak terhadap maju/mundurnya dunia pendidikan).

Perlu kita sadari bahwa kepakaran seseorang di bidangnya tidak hanya didapat melalui
tingkat pendidikan saja, namun sebagaian besar diperoleh melalui pengalaman
keseharian di bidangnya, dan hal tersebut belum tentu sama untuk semua orang
(memiliki kesempatan yang sama). Perlu dipahami apa yang menjadi hak, kewajiban,
tanggungjawab, dan wewenang seorang pengajar di dalam mengemban tugasnya.

Jika kompensi lulusan siswa yang kita harapkan berkualitas tinggi, maka sudah
sewajarnya hal tersebut akan diperoleh melalui bimbingan pengajar yang memiliki
kompetensi berkualitas tinggi juga. Kita pahami bersama bahwa tiada gading yang yak
retak, namun kalaupun retak sesedikit mungkin, dan tidak merasa hidup bagaikan di
menara gading. Kenapa IKIP berubah nama menjadi UPI, dan kenapa persyaratan
mengajar AKTA dihilangkan ? Kenapa tidak semua pengajar diwajibkan untuk
mengikuti pelatihan PEKERTI, APPLIED APPROACH, dan PENGUKURAN & TEST ? (aku
cinta KAU dan DIA)

Gambar 13 Kompetensi Dosen (sumber laporan BSNP 2009)

Sekalilagi ditegaskan bahawa hal ini merupakan Pekerjaan Terbesar Bangsa Ini, dan
mari kita mulai dengan apa yang bisa kita mulai dengan KERJA KERAS (jangan
pedulikan kekurangan-kekurangan yang ada pada kita, di sekitar kita, atau pada
sistem yang ada di kita). Tahun depan adalah tahun dimulainya uji coba atas
tulisan ini, dan semoga berbeda dengan apa yang penulis bayangkan dampaknya.
Dan, Insyaallah jika penulis diberikan umur panjang untuk menyaksikannya,
penulis akan melihat kebenaran pada salinan tulisan sebelumnya berkaitan dengan
Indonesia Emas 2020. Waulahu’alaum Bishshsowab.

BAGIAN III
STUDI KASUS
EVALUASI KURIKULUM 2007 Akademi Teknik Soroako

Kurikulum merupakan jalur pacu atau kendaraan yang digunakan untuk mencapai
tujuan pendidikan dan kompetensi suatu program studi. Kompetensi lulusan dan
kurikulum program studi perlu dirumuskan sesuai dengan tujuan pendidikan dan
tuntutan kompetensi lulusan, sehingga lulusan program studi tersebut memiliki
keunggulan komparatif di bidangnya.

Kurikulum bersifat khas untuk suatu program studi, sebagaimana kekhasan tujuan
pendidikan dan kompetensi lulusannya, sehingga diharapkan lulusannya dapat saling
melengkapi dan bekerjasama dengan lulusan lainnya yang berasal dari program studi
yang berbeda.

Kurikulum memuat 3 pokok pikiran, yaitu:


• Apa yang dirancang untuk mahasiswa,
• Apa yang diberikan kepada mahasiswa, dan
• Pengalaman apa yang akan diperoleh mahasiswa.

Kurikulum juga mengandung 4 elemen pokok, yaitu:

• Isi (content)
• Strategi pembelajaran (teaching-learning strategies)
• Proses penilaian (assessment processes)
• Proses evaluasi (evaluation process)

Analisis dilakukan terhadap penerapan kurikulum berbasis kompetensi di Akademi


Teknik Soroako melalui tahapan berikut:

1. Analisis terhadap langkah awal penyusunan kurikulum berupa analisis SWOT dan
Tracer Study serta Labor Market Signal.
2. Analisis profil lulusan, yang merupakan peran yang diharapkan agar dapat dilakukan
oleh lulusan program studi.
3. Analisis kompetensi lulusan, untuk menentukan apa saja yang harus dimiliki oleh
lulusan program studi sebagai outputnya.
4. Analisis kandungan elemen kompetensi.
5. Analisis pemilihan bahan kajian yang akan dipelajari mahasiswa dalam rangka
mencapai kompetensi yang telah ditetapkan sebelumnya.
6. Analisis perkiraan dan penetapan beban (SKS) dan pembentukan mata kuliah.
7. Analisis pembentukan mata kuliah. Peta kaitan bahan kajian dan kompetensi ini
secara simultan juga digunakan untuk analisis pembentukan sebuah mata kuliah.
8. Analisis penyusunan struktur kurikulum.
9. Analisa pembelajaran dalam kurikulum berbasis kompetensi.
3.1 ANALISIS SWOT SEBAGAI LANGKAH AWAL PENYUSUNAN KURIKULUM
Berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan, diperoleh data sebagai berikut:

• Strength (Kekuatan):

1. Kurikulum disusun berdasarkan visi, misi, sasaran, dan tujuan, serta relevansinya
dengan tuntutan kebutuhan stakeholder.
2. Kurikulum disusun berdasarkan peraturan pemerintah dengan pengayaan pada
empat spesialisasi.
3. Kurikulum mengakomodasi kebutuhan kelompok mahasiswa putri.
4. Kurikulum bersifat general sehingga dapat memenuhi kebutuhan industri secara
luas.
5. Evaluasi kemajuan mahasiswa dilakukan pada proses belajar dan dievaluasi secara
berkala.
6. Program praktikum berbasis produksi didukung tersedianya unit produksi ATS.
7. Proses pembelajaran ditunjang perangkat teknologi informasi yang memadai.
8. Adanya kegiatan di mana interaksi antara dosen dan mahasiswa dan tenaga
pendukung dapat dilakukan secara rutin.
9. Adanya Buku Panduan Akademik (BPA), peraturan kemahasiswaan, dan peraturan
keselamatan kerja menjadi perangkat untuk mengatur interaksi komunitas kampus.
10. Dibentuknya UKM sebagai wadah untuk mengembangkan organisasi minat dan
bakat mahasiswa.
11. Pembelajaran dilakukan dengan sistem paket selama 6 semester sehingga
mahasiswa dapat lulus tepat waktu dalam 3 tahun.
12. Hampir seluruh dosen telah mengikuti pelatihan Pekerti dan AA.

• Weakness (Kelemahan):

1. SKS mata kuliah praktikum belum terdistribusi secara seragam sesuai jam
praktikum.
2. Masih ada mata kuliah teori yang hanya memiliki 1 SKS.
3. Penamaan mata kuliah yang diterapkan belum mengikuti standar untuk kebutuhan
konversi mata kuliah ke perguruan tinggi dengan jenjang yang lebih tinggi.
4. Kurangnya sumber daya manusia ATS yang memiliki kompetensi yang baik dalam
pengembangan kurikulum.
5. Belum semua dosen menerapkan metode Student-Centered Learning (SCL) dalam
perkuliahan.
6. Mahasiswa kurang memahami isi empat spesialisasi yang akan dilaksanakan dalam
pembelajaran.
7. Kemampuan belajar mandiri mahasiswa, terutama mahasiswa baru, masih kurang.
8. UKM sebagai wadah kegiatan mahasiswa masih kurang optimal.

• Oportunity (Kesempatan)

1. Kebersediaan stakeholder dan alumni untuk ikut berpartisipasi dalam


pengembangan kurikulum.
2. Tersedianya Konsorsium Manufaktur sebagai wadah komunikasi dalam penyusunan
kurikulum.
3. Bahan ajar dan referensi mudah diperoleh melalui perangkat teknologi informasi.
4. Kesempatan mengikuti kompetisi ilmiah yang diselenggarakan oleh lembaga lain.
5. Kebersediaan Kopertis Wil. IX dalam menyediakan pelatihan bagi dosen.

• Treat (Ancaman)

1. Adanya kebutuhan peralatan praktikum berbasis teknologi tinggi sesuai tuntutan


kebutuhan stakeholder yang belum dipenuhi.
2. Tuntutan dunia industri di mana tenaga kerja dituntut mampu belajar mandiri agar
tidak tertinggal akibat perubahan teknologi yang cepat.
3. Lingkungan pergaulan di luar kampus dapat mempengaruhi suasana akademik di
kampus.

Berdasarkan kekuatan, peluang, kesempatan, dan ancaman berkaitan dengan analisis


kurikulum, maka diperlukan strategi untuk memfaatkan kondisi-kondisi tersebut.
Strategi tersebut dibuat untuk:

• Menggunakan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang (strategi “S”-“O”)


• Menghindari ancaman (strategi “S”-“T”)
• Memanfaatkan peluang yang ada dengan jalan mengatasi kelemahan yang dimiliki
(strategi “W”-“O”)
• Meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman (strategi “W”-“T”)
Strategi tersebut dapat dilihat pada gambar 14

Berdasarkan matriks tersebut dapat dilihat bahwa pengembangan kurikulum yang


dibuat telah berdasarkan analisis SWOT. Berdasarkan observasi yang dilakukan
terdapat prioritas kegiatan yang harus segera ditindaklanjuti. Prioritas tersebut
adalah:

1. Kedepannya pengembangan kurikulum perlu mempertimbangkan masukan-masukan


dari stakeholder ataupun alumni.
2. Penyeragaman waktu perkuliahan standar baik teori ataupun praktik.
3. Peningkatan kemampuan softskill mahasiswa.
4. Meningkatkan inisiatif dosen untuk memotivasi mahasiswa agar lebih mandiri dan
lebih giat dalam proses pembelajaran.

Untuk menjawab tantangan terkini, maka evaluasi diri sebaiknya dilakukan setiap
tahun oleh program studi. Hal tersebut dilakukan sebagai tindakan preventif dan
korektif terhadap penerapan kurikulum berbasis kompetensi.

Gambar 14 Strategi SWOT terhadap Pengembangan Kurikulum


(Sumber : Analisis SWOT Program Studi 2010)

3.2 ANALISIS PROFIL LULUSAN

Profil lulusan merupakan peran yang diharapkan dapat dilakukan oleh lulusan program
studi di masyrakat/dunia kerja. Melalui penetapan profil ini, perguruan tinggi dapat
memberikan jaminan pada calon mahasiswa berkaitan dengan peran yang bisa dijalani
setelah mengikuti seluruh proses pembelajaran di program studi.

• Strength (Kekuatan):
1. Lulusan memiliki kompetensi mekanikal dan ditempa dengan disiplin tinggi serta
penerapan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi nilai lebih.
2. Lulusan telah dibekali kompetensi sesuai spesialisasinya.
3. Institusi ATS memberikan layanan uji kompetensi bagi para alumni ATS.
4. Program studi dan bagian kemahasiswaan menyediakan layanan bimbingan
akademik dan non-akademik bagi mahasiswa.
5. Institusi ATS memiliki unit penyaluran lulusan Kemitraan & Graduate Placement
Center (GPC).
6. Institusi ATS menjalin kerjasama dengan dunia usaha dan dunia industri untuk
program On The Job Training (OJT) / Program Praktik Lapangan (PPL).

• Weakness (Kelemahan):
1. Profil kompetensi disusun belum sesuai dengan penduan kurikulum berbasis
kompetensi.
2. Kegiatan mahasiswa di bidang kajian ilmiah belum optimal.
3. Belum optimalnya kerjasama dari pihak SMA/SMK untuk program promosi kampus.
4. Belum optimalnya pelaksanaan layanan bimbingan akademik dan non-akademik bagi
mahasiswa.
5. Persentase drop-out mahasiswa tinggi.
6. Penggunaan perangkat teknologi informasi untuk promosi lulusan belum optimal.
7. Kompetensi bahasa Inggris lulusan masih rendah sehingga menurunkan daya
saingnya.
8. Lulusan memiliki minat rendah untuk berkompetisi di luar propinsi Sulawesi Selatan.

• Oportunity (Kesempatan)
1. Peluang kerjasama dengan dunia usaha dan dunia industri untuk mendapatkan
beasiswa.
2. Peluang kerjasama penelitian dengan institusi di dalam dan luar negeri.
3. Kebutuhan tenaga lulusan ATS terbuka luas di dalam dan luar negeri.
4. Banyak perusahaan besar di Kawasan Timur Indonesia.
5. Kerjasama dengan dunia usaha dan dunia industri untuk program OJT.

• Treat (Ancaman)
1. Penetapan profil lulusan belum mempertimbangkan seluruh kebutuhan kalangan
profesi.
2. Calon-calon mahasiswa baru yang bermutu tinggi terserap oleh perguruan tinggi
lain.
3. Turunnya minat pelamar yang terlihat dari jumlah pendaftar.
4. Gencarnya promosi perguruan tinggi swasta lain dalam menjaring mahasiswa.
5. Penghapusan subsidi oleh Yayasan sehingga mahasiswa harus membayar SPP secara
penuh.
6. Persentase lulusan dengan IPK di bawah 2,75 yang akan sulit bersaing dengan
lulusan perguruan tinggi lain`masih cukup besar.
7. Tuntutan sertifikasi kompetensi dari perusahaan pengguna lulusan.
8. Persaingan alumni secara global terhadap lapangan kerja yang tersedia.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka disusun matriks strategi SWOT berikut:
Gambar 15 Strategi SWOT terhadap Profil Lulusan
(Sumber: Analisis SWOT Program Studi 2010)

Berdasarkan matriks tersebut dapat dilihat bahwa pengembangan kurikulum yang


dibuat pada kurikulum ATS versi 2007 belum memuat Profil Lulusan sebagai bagian
dari penyusunan kurikulum.

Namun, berdasarkan tracer study yang dilakukan oleh Bagian GPC-ATS (sampai dengan
14-Agustus 2012), diperoleh hasil bahwa lulusan bekerja pada beberapa ruang lingkup
area pekerjaan berikut: Instruktur di Bidang Pendidikan dan Pelatihan, Juru gambar
(drafter), Juru las (welder), EHS, Kontraktor, Teknisi (mekanik), Penyelia mekanik,
Operator, Perencana proses, Penyelia, Logistik. Penulis menyarankan agar GPC-ATS
melakukan tracer study dengan dilengkapi dengan deskripsi dan ruang lingkup
pekerjaan yang ada, mengingat berdasarkan data tersebut, sebagian besar data hanya
menunjukkan bahwa lulusan hanya bekerja pada suatu departemen atau bagian
tertentu saja dari suatu perusahaan.
3.3 ANALISIS KOMPETENSI LULUSAN

Profil lulusan merupakan peran yang diharapkan dapat dilakukan oleh lulusan program
studi di masyrakat/dunia kerja. Melalui penetapan profil ini, perguruan tinggi dapat
memberikan jaminan pada calon mahasiswa berkaitan dengan peran yang bisa dijalani
setelah mengikuti seluruh proses pembelajaran di program studi. Struktur kompetensi
lulusan dideskripsikan dalam bentuk berikut:
Gambar 16 Struktur kompetensi lulusan
(Sumber: Kurikulum ATS 2007)

Struktur penjabaran kompetensi lulusan pada kurikulum ATS versi 2007 memiliki ciri
berikut :
• Keterampilan teknologi (technological skill): Merancang konstruksi mekanik,
Merencanakan proses, Melakukan pemeliharaan dan perbaikan mesin, Mengetahui
sistem pengendalian pada mesin, Memilih material yang sesuai untuk membuat
sukucadang, Memeriksa kualitas produk pada fase proses dan fase produk jadi.
• Pemahaman kemanusiaan (humanistic skill): Berkomunikasi, Menggunakan teknologi
komputer, Kemampuan kultur, Bekerjasama,
• Keahlian bisnis (business skills)

Gambar 17 Penjabaran Struktur Kompetensi Lulusan


(Sumber: Kurikulum ATS 2007)

Berdasarkan struktur kompetensi tersebut, maka diperlukan penyesuaian berdasarkan


tabel matriks hubungan antara Profil dan Kompetensi Lulusan seperti dapat dilihat
pada tabel berikut:
Gambar 18 Format Matriks Hubungan antara Profil dan Kompetensi Lulusan
(Sumber: Buku Panduan Pengembangan KBK Pendidikan Tinggi 2008)

3.4 ANALISIS PENGKAJIAN KANDUNGAN KOMPETENSI

Pada langkah ini akan dikaji untuk mengetahui apakah rumusan kompetensi yang telah
disebutkan telah mengandung kelima elemen kompetensi seperti yang diwajibkan
berdasarkan Kepmendiknas No. 045/U/2002 & No.232/U/2000. Pada tahap ini,
kompetensi lulusan dianalisis untuk mengetahui apakah mengandung satu atau lebih
elemen-elemen kompetensi tersebut.

Pada penyusunan kurikulum versi 2007, pemeriksaan dilakukan menggunakan tabel


sebagai berikut:

Gambar 19 Matriks Kompetensi Lulusan Program Studi Perawatan dan Perbaikan


Mesin (KEPMEN 232/U/2000 & KEPMEN 045/U/2002)
(Sumber: Kurikulum ATS 2007)

Pada matriks tersebut dapat dilihat bahwa unsur pemeriksaan dilakukan langsung
terhadap pengelompokkan mata kuliah. Matriks tersebut menunjukkan bahwa
kurikulum yang diterapkan telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan
berdasarkan KEPMEN 232/U/2000 dan KEPMEN 045/U/2002.

Berdasarkan panduan format penyusunan kurikulum berbasis kompetensi,


pengelompokkan yang dilakukan harus dapat menunjukkan keterkaitan rumusan
kompetensi terhadap pemenuhan legal aspek yang ada. Sehingga penulis
menyarankan, bahwa perlu dilakukan revisi dan pengembangan mengikuti format yang
mengandung keterkaitan rumusan kompetensi dengan elemen kompetensi, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 20.
Gambar 20 Matriks antara Rumusan Kompetensi dengan Elemen Kompetensi
(Sumber: Buku Panduan Pengembangan KBK Pendidikan Tinggi 2008)

3.5 ANALISIS PEMILIHAN BAHAN KAJIAN

Bahan kajian merupakan bangunan ilmu, teknolgi atau seni, objek yang dipelajari,
yang menunjukkan ciri cabang ilmu tertentu, atau dengan kata lain menunjukkan
bidang kajian atau inti keilmuan suatu program studi. Pilihan bahan kajian sangat
dipengaruhi oleh visi keilmuan program studi.
Berdasarkan kurikulum program studi perawatan dan perbaikan mesin yang ada :

Gambar 21 Bidang Keahlian Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin


(Sumber: Kurikulum ATS 2007)

Penulis menyarankan agar program studi dapat menetapkan bahan kajian sesuai
dengan ciri program studi melalui studi literatur dan sesuai dengan mata kuliah yang
diberikan kepada mahasiswa, seperti: Proses pemesinan dan Produksi, Teknologi
pembentukan dan material, Konstruksi dan Perancangan, Teknik Pengukuran,
Keselamatan & Kesehatan Kerja, Keilmuan dasar (basic science), Keilmuan Teknik
(engineering science), Pendidikan Umum (general education component), selain dari
Pemeliharaan dan Perbaikan Mesin.

Berdasarkan kurikulum program studi perawatan dan perbaikan mesin, penulis


menyarankan agar format pemilihan bidang kajian dapat disusun melalui matriks
berikut:
Gambar 22 Matriks Hubungan antara Rumusan Kompetensi dengan Bahan Kajian
(Sumber: Buku Panduan Pengembangan KBK Pendidikan Tinggi 2008)

3.6 ANALISIS PERKIRAAN BEBAN (SKS) dan PEMBENTUKAN MATA KULIAH

Banyak program studi yang hanya menerima SKS dari tahun ke tahun tanpa mengetahui
cara penetapannya. Umumnya perkiraan besarnya SKS sebuah mata kuliah lebih
banyak ditetapkan atas dasar pengalaman dan terutama menyangkut banyaknya bahan
kajian yang harus disampaikan. Akibatnya, besarnya SKS suatu mata kuliah menjadi
hak dosen pengampunya, yaitu berdasarkan pada materi yang ia kuasai dan yang harus
ia ajarkan. Melalui penerapan KBK, maka penetapan SKS dikaitkan dengan kompetensi
yang harus dicapai. Sehingga untuk menetapkannya perlu dilakukan analisa secara
simultan melalui beberapa variabel, yaitu:

1. Tingkat kemampuan/kompetensi yang ingin dicapai,


2. Tingkat keluasan dan kedalaman bahan kajian yang dipelajari
3. Cara/strategi pembelajaran yang akan diterapkan.
4. Posisi (letak semester) suatu kegiatan pembelajaran dilakukan.
5. Perbandingan terhadap keseluruhan beban studi di suatu semester.

Sehingga, harus dipahami bahwa: SKS merupakan waktu yang dibutuhkan oleh
mahasiswa untuk mencapai kompetensi tertentu, dengan melalui suatu bentuk
pembelajaran dan bahan kajian.
,
Dalam kurikulum program studi perawatan dan perbaikan mesin versi 2007, belum
dicantumkan keterkaitan diantara rumusan kompetensi dengan bahan kajian yang
menjadi kerangka kurikulum. Penulis menyarankan agar perlu dibuatkan analisa
keterkaitan tersebut mengikuti format berikut:

Gambar 23 Matriks Kaitan Rumusan Kompetensi Dengan Bahan Kajian


(Sumber: Buku Panduan Pengembangan KBK Pendidikan Tinggi 2008)

3.7 ANALISIS PEMBENTUKAN MATA KULIAH

Proses merangkai beberapa bahan kajian menjadi suatu mata kuliah dapat dilakukan
melalui beberapa pertimbangan:

1. Adanya keterkaitan yang erat antara bahan kajian yang bila dipelajari secara
terintegrasi diperkirakan akan lebih baik hasilnya.
2. Adanya pertimbangan konteks keilmuan, artinya mahasiswa akan menguasai suatu
makna keilmuan dalam konteks tertentu.
3. Adanya metode pembelajaran yang tepat yang menjadikan pencapaian kompetensi
lebih efektif dan efisien serta berdampak positif pada mahasiswa bila suatu bahan
kajian dipelajari secara komprehensif dan terintegrasi.

Dengan demikian pembentukan mata kuliah mempunyai fleksibelitas yang tinggi,


sehingga suatu program studi sangat dimungkinkan mempunyai jumlah dan jenis mata
kuliah yang sangat berbeda, karena dalam hal ini mata kuliah hanyalah bungkus
serangkai bahan kajian yang dipilih sendiri oleh sebuah program studi.

Untuk menyempurnakan kurikulum versi 2007 yang ada maka perlu dibuat matriks
hubungan bahan kajian terhadap kompetensi dalam bentuk mata kuliah seperti yang
ditunjukkan pada gambar 24.

Gambar 24 Matriks Hubungan Bahan Kajian dan Kompetensi dalam Bentuk mata
kuliah
(Sumber: Buku Panduan Pengembangan KBK Pendidikan Tinggi 2008)

3.8 ANALISIS PENYUSUNAN STRUKTUR KURIKULUM

Permasalahan yang sering muncul adalah siapa yang harus membuat hubungan antar
mata kuliah antar semester? Mahasiswa atau dosen ? Jika mahasiswa, mereka belum
memiliki kompetensi untuk memahami keseluruhan kerangka keilmuan tersebut. Jika
dosen, tidak ada yang menjamin terjadinya kaitan tersebut, mengingat antara mata
kuliah satu dengan yang lain diampu oleh dosen yang berbeda dan sulit dijamin adanya
komunikasi yang baik antar dosen-dosen yang terlibat.

Oleh karenanya, kurikulum tidak hanya sekedar dilihat dari dokumen dan struktur
kurikulum saja, namun perlu diikuti dengan pembelajarannya. Perubahan kurikulum
berarti juga perubahan pembelajaran terutama perubahan perilaku dan pola pikir dari
peserta serta pelaku pembelajarannya, agar outcome yang ditetapkan benar-benar
tercapai.

Dalam pola penyusunanya ATS telah mempertimbangkan beberapa hal berikut seperti:

1. Taxonomy Skill:

Penentuan berdasarkan:

• Penguraian kompetensi ke dalam kelompok/aspek teknologi, kemanusiaan, dan


kewirausahaan.
• Gradasi / tingkat pencapaian kompetensi yang dapat diukur.

Sehingga melalui gradasi tersebut dapat ditentukan: waktu, durasi, dan metode
perkuliahan, berikut materi dan fasilitas pendukung yang diperlukan. Taksonomy Skill
pada kurikulum ATS 2007 dapat dilihat pada gambar 25.
Gambar 25 Skill Taxonomy pada Kurikulum ATS 2007

2. Jejaring Mata Kuliah

Jejaring mata kuliah merupakan susunan/urutan pengajaran mata kuliah tiap


semester. Pada pelaksanaannya pemberian mata kuliah yang saling terkait dilakukan
secara berurutan.

Dalam urutan pemberian mata kuliah akan terlihat / akan ditunjukkan input/prasyarat
dan output dari suatu mata kuliah. Jejaring mata kuliah digunakan oleh ATS sebagai
dasar penyusunan struktur program pendidikan dan perkuliahan, dan diuraikan
berdasarkan sequensial mata kuliah. Maksud dari sequensial tersebut adalah:

• Penyusunan mata kuliah dimulai dari yang bersifat umum menuju spesialisasi
• Mulai dari mata kuliah yang memiliki tingkat kesulitan terendah hingga yang lebih
tinggi.
• Mata kuliah yang diberikan berkesinambungan dan terintegrasi satu dengan lainnya.

Gambar 26 Jejaring Mata Kuliah spesialisasi Perawatan Mekanik berdasarkan


Kurikulum ATS 2007
3. Struktur Program:

Berdasarkan jejaring mata kuliah yang telah ditentukan sebelumnya, maka disusunlah
struktur program menurut semester pemberian, dan penentuan durasi serta waktu
pemberiannya pun telah sesuai.

.
Gambar 27 Struktur Program spesialisasi Perawatan Mekanik pada Kurikulum 2007

4. Pembobotan mata kuliah:

Pada kurikulum 2007, pembobotan dikonversikan kedalam jumlah jam pembelajaran


teori maupun praktik. Berdasarkan data yang diperoleh ditunjukkan terjadi deviasi /
ketidakseragaman dalam penentuan jam pembelajaran teori. Terjadi variasi untuk
menerjemahkan 1 SKS teori setara dengan 16-19 jam perkuliahan tatap muka, 1 SKS
praktik setara dengan 40-80 jam aktual di laboratorium/bengkel. Hal tersebut
diakibatkan karena pola pembobotan disesuaikan dengan jumlah minggu perkuliahan
dalam 1 semester (dalam hal ini dalam 1 semester terdiri atas 7 minggu perkuliahan
teori)
Gambar 28 Daftar MK spesialisasi Perawatan Mekanik (Sumber: Kurikulum ATS
2007)

5. Deskripsi Perkuliahan:

Melalui Deskripsi Mata Kuliah yang pada kurikulum ATS 2007, pembobotan jam
perkuliahan dalam satuan jam tidak secara spesifik menjelasakan apakah perkulihan
mengikuti MK teori atau MP praktikum. Pada pelaksanaannya, beberapa MK praktik
diberikan pada jam perkuliahan teori, hal tersebut didasari asumsi efisiensi proses
pembelajaran. Hal tersebut harus dikoreksi.

Gambar 29 Contoh Deskripsi Mata kuliah Program Studi Perawatan dan Perbaikan
Mesin
(Sumber: Kurikulum ATS 2007)

Di satu sisi, tujuan perkuliahan dan pokok bahasan bersifat general untuk setiap
spesialisasi yang ada, di sisi lainnya pembobotan SKS nya ada yang berbeda walaupun
jumlah jam pemberian mata kuliahnya sama. Hal ini akan mengakibatkan bias dalam
pencapaian kompetensi untuk seluruh spesialisasi. Dan hal ini akan berdampak ke
proses pelaksanaan pendidikan, berikutnya pada saat pembuatan jadwal perkuliahan.
6. Jadwal Perkuliahan:

• Kalender Akademik

Dalam penyusunan jadwal perkulihan, dimulai dengan Kalender Akademik yang


memuat Master Schedule Perkuliahan. Kalender Akademik dibuat untuk 1 tahun ajaran
pendidikan.

Gambar 30 Kalender Akademik 2009/10 (Sumber ATS)

• Jadwal Induk (Master Schedule) Pendidikan

Sistem jadwal perkulihan ATS dibuat berdasarkan sistem Blok. Secara garis besar
terdiri atas Minggu Teori (T) dan Minggu Praktik (P). Dalam pembuatan jadwal induk
ini, perlu diperhatikan:

i. Keserumpunan mata kuliah antara seluruh spesialisasi yang ada di program studi
perawatan dan perbaikan mesin. Kelas paralel (penggabungan 2 spesialisasi pada
minggu teori akan memungkinkan untuk diterapkan).
ii. Jumlah fasilitas perkuliahan seperti ruang perkuliahan yang ada dapat dioptimalkan
penggunaannya. Dalam 1 semester dapat didistribusikan pelaksanaan perkuliahan teori
untuk seluruh kelas atau tingkatan mahasiswa yang ada.
iii. Jumlah fasilitas praktikum seperti mesin. Jika dalam suatu minggu perkulihan
terdapat beberapa kelas untuk tingkat mahasiswa yang sama, atau untuk tingkat
mahasiswa yang berbeda, maka akan memungkinkan bahwa semua mahasiswa tersebut
akan menggunakan mesin pada suatu laboratorium yang sama. Sehingga, pada
penyusunan jadwal induk ini, perlu memerhatikan distribusi beban yang terjadi untuk
seluruh tingkatan yang ada. Kondisi terburuk yang terjadi adalah penggunaan 1 mesin
untuk 5-6 mahasiswa, dimana pencapaian kompetensi individu akan sulit untuk
dicapai.
Gambar 31 Master Schedule Kegiatan Akademik TA 2010-2011 (Sumber ATS)

• Jadwal Praktikum

Gambar 32 Jadwal Praktikum Tahun Akademik 2009-2010 (Sumber ATS)

Jadwal praktikum merupakan penjabaran dari pembelajaran mata kuliah praktikum


untuk mencapai suatu kompetensi tertentu. Jadwal ini dibuat berdasarkan
pembobotan mata kuliah berikut deskripsi mata kuliah yang ada. Pengecekan
dilakukan terhadap kondisi ketersediaan fasilitas mesin / alat praktikum. Pada
penyusunannya harus dilakukan secara sequensial bagi beberapa mata kuliah yang
memiliki persyaratan awal. (kaitkan dengan analisa beban untuk setiap spesialisasi)

• Jadwal Teori
Gambar 33 Jadwal Teori Semester Gasal Tahun Akademik 2010-2011

Jadwal teori merupakan penjabaran dari pembelajaran mata kuliah praktikum untuk
mencapai suatu kompetensi tertentu. Jadwal ini dibuat berdasarkan pembobotan mata
kuliah berikut deskripsi mata kuliah yang ada. Pengecekan dilakukan terhadap kondisi
ketersediaan ruang kelas, dan materi perkuliahan / bahan pembelajaran. Jika
pembobotan SKS yang ada tidak seragam (16-19 jam per 1 SKS), maka dapat dikatakan
bahwa yang menjadi acuan untuk pembobotan tidak didasari oleh penurunan dari
kompetensi yang ingin dicapai, namun lebih bersifat subjektif yang mana target
perkuliahan hanya didasari oleh materi ajar yang harus tersampaikan dan bukannya
harus dipahami. Pada TA 2009/10 terjadi beberapa penyimpangan dalam penjadwalan
teori berupa tidak tercantumnya MK Teori pada jadwal perkuliahan, atau pada kasus
lainnya MK Praktik diberikan pada jadwal perkuliahan teori. Hal ini terjadi
dikarenakan ketidakjelasan yang terjadi pada deskripsi / sinopsis mata kuliah.

7. Distribusi Beban Perkuliahan terhadap ketersediaan fasilitas:

Berdasarkan analisis yang dilakukan, didapat bahwa pembobotan mata kuliah (SKS)
terhadap jumlah jam teori ataupun praktik, terjadi ketidaksesuaian terhadap acuan
yang berlaku. Beberapa deskripsi mata kuliah tidak menunjukkan secara spesifik
jumlah jam pengajaran untuk materi perkuliahan yang ada. Sehingga mengakibatkan
kesulitan dalam hal penjadwalan, pendistribusian kapasitas. Hal tersebut akan
berdampak terhadap mutu lulusan yang dihasilkan.
Gambar 34 Tabel Pengecekan Ketersediaan Fasilitas

3.9 ANALISIS RANCANGAN PEMBELAJARAN DAN METODE PEMBELAJARAN

Rancangan pembelajaran dan metode pembelajaran dilakukan mengikuti prosedur


yang ditetapkan oleh program studi. Pendekatan yang dilakukan mengadopsi PEKERTI
dan APPLIED APPROACH. Hal tersebut telah diatur melalui suatu prosedur, namun
pelaksanaannya terjadi beberapa deviasi seperti yang akan dipaparkan berikut:

1. Pembuatan Tujuan Instruksional

Gambar 35 Tujuan Instruksional Pembelajaran

Belum semua Mata Kuliah yang ada dilengkapi dengan Tujuan Instruksional
Pembelajaran. Deskripsi mata kuliah yang tercantum di kurikulum 2007 belum
memetakan mata kuliah berdasarkan tujuan instruksional pembahasan. Akibatnya
seorang dosen / instruktur akan mungkin melakukan rekonstruksi mata kuliah keluar
dari ranah kompetensi yang ingin dicapai..

2. Pembuatan Analisis Instruksional

Belum semua dosen dan instruktur memahami pentingnya keterkaitan diantara analisis
instruksional dengan pencapaian kompetensi mahasiswa melalui perkuliahan. Pada
beberapa mata kuliah terjadi tumpang tindih dalam pokok bahasan perkuliahannya.
Sequensial urutan pemberian materi tidak dimulai dari yang mudah ke tingkatan yang
lebih sulit (mengingat alur pencapaian kompetensi dimulai dari ranah yang terendah
yaitu ‘mengetahui’)

Gambar 36 Analisis Instruksional

3. Pembuatan GBPP

Pada pelaksanaannya, GBPP belum dipandang sebagai acuan pada saan tujuan
instruksional khusus akan dicapai. Dosen dan instruktur sering memandang bahwa
prosedur pengaturan GBPP hanya persyaratan dokumentasi yang harus dipenuhi saja.
Pada sisi lainnya, sangat sulit untuk melakukan revisi atas GBPP dikarenakan acuan
pada kurikulum 2007 belum menyatakan dengan spesifik atas Tujuan Instruksional yang
ingin dicapai.

Gambar 37 Garis-Garis Besar Program Pengajaran

4. Pembuatan SAP
Beberapa dosen masih menganggap bahwa SAP dibuat oleh Pengelola Program Studi
dan bukan oleh Dosen pengampu mata kuliah yang bersangkutan. Hal tersebut tidak
semata-mata diaibatkan oleh keengganan dosen yang bersangkutan untuk
membuatnya, namun dirasakan bahwa sistem dokumen yang diterapkan tidak
sistematis. Berdasarkan analisis yang penulis lakukan, keberagaman pandangan
tersebut diakibatkan oleh ketidakpahaman fungsi dan tugas sebagai seorang
dosen/instruktur, bahwa penerapan KBK sangat dipengaruhi oleh metode dan strategi
pembelajaran yang akan diterapkan oleh dosen kepada mahasiswa.

Gambar 38 Satuan Acara Pengajaran

5. Pembuatan Kisi-Kisi Test

Pembuatan Kisi-Kisi Test tidak berjalan dengan baik, hampir seluruh mata kuliah yang
ada belum memiliki kisi-kisi test. Beberapa dosen berpendapat bahwa bentuk
pengujian terhadap mahasiswa merupakan hak preogratif dosen sehingga dosen bebas
untuk menentukan metoda penilaian yang ia anggap benar. Verifikasi dan validasi
terhadap form ini seringkali dimaknai bahwa program studi mengintervensi hak
otoritas dosen dalam melakukan penilaian.

Gambar 39 Format Kisi-Kisi Test

6. Pembuatan Strategi Instruksional


Pembuatan strategi Instruksional Test tidak berjalan dengan baik, hampir seluruh
mata kuliah yang ada belum memilikinya. Beberapa dosen berpendapat bahwa bentuk
strategi pemberian cukup diberikan melalui metoda tatap muka saja. Sehingga pada
perkuliahan diperoleh data bahwa sebagian besar mahasiswa menyatakan bahwa
sebaiknya dilakukan pengkajian terhadap cara mengajar dosen. Disisi lainnya, Dosen
berpendapat bahwa metoda merupakan hak dosen dalam penentuannya.

Gambar 40 Strategi Instruksional

7. Pembuatan Pedoman Penyekoran

Panduan penilaian telah diatur pada Buku Pedoman Akademik dan Prosedur
Pengukuran dan Penilaian Hasil Diklat Program Studi, namun sangat sulit untuk
melakukan sosialisasinya. Pencapaian kompetensi melalui ranah tujuan instruksional
umum dan tujuan instruksional belum dipahami secara komprehensif. Pada
kenyataannya tidak semua bentuk pencapaian elemen kompetensi tersebut dapat
dinilai dalam bentuk test essay, tidak semua elemen kompetensi dapat dicapai
menggunakan teknik pengukuran test ataupun ujian. Pedoman yang dijadikan acuan
berkaitan dengan nilai akhir kelulusan mahasiswa saja, belum menjadi kebiasaan bagi
dosen untuk melakukan analaisa melalui suatu butir soal untuk menilai ketercapaian
kompetensi dan tujuan pembelajarannya.
Gambar 41 Pedoman Penyekoran

8. Acuan Pemberian Nilai Praktik

Secara umum penilaian kualitas praktikum telah distandardisasikan berdasarkan


kurikulum versi 2005 (penilaian praktik bengkel). Namun pada kurikulum versi 2007,
panduan ini tidak dicantumkan / mengubah bagian dari kurikulum 2007. Sehingga
prodi mengaturnya kembali menjadi suatu prosedur pelaksanaan. Setiap dosen
memiliki pola penilaian yang lengkap disesuaikan dengan ciri mata kuliah yang
diampuhnya. Namun beberapa elemen penilaian seperti yang dideskripsikan pada
bagian berikut sudah tidak dilakukan lagi (sebagai contoh: tidak dijadikannya geometri
bentuk dan geometri posisi sebagai bagian dari elemen penilaian praktik).

Acuan Penilaian dijabarkan sebagai berikut:

Gambar 42 Panduan Penilaian Praktik

9. Kontrak Perkuliahan

Jatuh hati pada pertemuan pertama merupakan konsep yang ingin diterapkan.
Kejelasan seluruh piranti pada proses pembelajaran untuk suatu mata kuliah
disampaikan. Lebih singkatnya adalah untuk memahami aturan main sesuai tujuan
yang ditetapkan oleh mata kuliah. Mahasiswa akan dirangsang untuk belajar dan
menyiapkan diri sejak awal mengenai apa-apa yang diperlukan dan menjadi topic
pembelajarannya. Dan peserta didik pun pada saatnya nanti akan dimintai
pertanggungjawaban berkaitan dengan penilaiannya terhadap dosen pengampu mata
kuliah (sesuai dengan persyaratan bagi seorang dosen yang akan mengambil sertifikasi
dosen)
Gambar 43 Kontrak Perkuliahan

10. Pedoman lainnya

On The Job Training dan Tugas Semester Akhir merupakan bagian dari mata kuliah,
dan pada saat mengimplementasikan akan memerlukan perhatian yang lebih besar
daripada sekedar pelaksanaan mata kuliah lainnya, karena akan ada interaksi secara
langsung dengan luar institusi pendidikan. Konsep dasar yang ingin diterapkan adalah
bagaimana mengaplikasikan dan mengintegrasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh pada
tahun sebelumnya. Yang benar adalah menilai ‘tahapan proses apa saja yang telah
mereka lakukan’ bukannya ‘produk apa yang telah mereka hasilkan’. Ingat, bahwa
kualifikasi pendidikan yang dihasilkan adalah pada jenjang Diploma III (walaupun
mereka mampu untuk melakukan beberapa jenis pekerjaan pada tahapan pendidikan
yang lebih tinggi).

Gambar 44 Contoh buku pedoman pelaksanaan On The Job Training

Yang terakhir adalah panduan pengembangan kurikulum institusi. Tidak kalah penting
dan menjadi dasar bagi integrasi bagian-bagian yang saling terkait dan berkepentingan
dengan pengembangan kurikulum.
Gambar 45 Contoh prosedur pengembangan kurikulum institusi

SEBAGAI PENUTUP

 Jangan pernah menanyakan apa yang akan bangsa berikan kepada kita,
baertanyalah pada diri kita sendiri, sumbangsih apa yang bisa kita berikan
untuk membangun bangsa ini.
 Dan sempurnakanlah UKURAN (takaran) bila kamu MENGUKUR, dan
TIMBANGLAH dengan TIMBANGAN YANG BENAR. Itulah yang paling utama dan
paling baik akibatnya. (Al-Qur’an, surat Al-Isra / Perjalanan Malam, ayat 35)
 Give FULL MEASURE when ye MEASURE, and WEIGH with a BALANCE that is
STRAIGHT. That is the most fitting and the most advantageous in the final
determination. (The Holy Qur’an, surah Al-Isra / the Night Journey, verse
35)

Bandung, 28 Desember 2014


Duddy Arisandi / ISTC-88
23113030
Magister Student Smt-3
FTMD-ITB (Solidarity Forever)

Anda mungkin juga menyukai