Anda di halaman 1dari 20

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TEKNOLOGI PASCAPANEN KOPI DAN

MASALAH PENGEMBANGANNYA

Policies on Coffee Post-Harvest Technology Development


and Its Development Issues

Henny Mayrowani

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian


Jl. A. Yani No. 70, Bogor 16161
E-mail : hennypse@yahoo.com

Tanggal naskah diterima : 22 Maret 2013 Tanggal naskah disetujui terbit : 27 Mei 2013

ABSTRACT

Post-harvest technology plays an important role in increasing value added of agricultural commodities.
Postharvest technology makes farming more efficient and increase production through yield loss reduction and
improved product quality. Coffee production rapidly develops and it needs support of technology and post-harvest
facilities suitable to the farmers that they are able to produce the highest quality coffee beans such as required by
Indonesian National Standard (SNI). It will also make the small farmers get profitable farm-gate price. The
Indonesian Coffee and Cacao Research Institute and the Research Institute for Agricultural Mechanization
provide the technology from upstream to downstream activities used as the Standard Operating Procedure (SOP)
starting from harvesting, sorting, processing, storage, and processing. Some problems found in coffee post-
harvest activities are farmers’ empowerment, technology availability, farmers’ capital, and price incentive.
Technology dissemination is crucial as well as affordable prices of post-harvest machineries to the farmers and
partnership between farmers, processors, and exporters.

Keywords: policy, development, post-harvest technology, coffee

ABSTRAK

Teknologi pascapanen mempunyai peranan penting dalam peningkatan nilai tambah komoditas
pertanian melalui proses pengolahan hasil pertanian. Penerapan teknologi pascapanen secara baik membuat
usahatani menjadi lebih efisien dari sisi mikro dan dapat merupakan peluang peningkatan produksi dengan
mengurangi tingkat kehilangan hasil pada saat panen maupun rendahnya mutu hasil. Perkembangan produksi
kopi yang cukup pesat saat ini perlu di dukung dengan kesiapan teknologi dan sarana pascapanen yang cocok
untuk kondisi petani agar mereka mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu seperti yang dipersyaratkan oleh
Standard Nasional Indonesia (SNI), dan dipasarkan pada tingkat harga yang lebih menguntungkan. Dalam hal
penyediaan teknologi pascapanen, Pusat Penelitian Koka Indonesia dan BBP Mektan sudah mampu
menyediakan teknologi tersebut dari kegiatan hulu sampai kegiatan hilir dan digunakan sebagai Standar
Operasional Prosedur (SOP), dimulai dari cara panen, sortasi, pengolahan, penyimpanan dan penciptaan atau
perekayasaan alat-alat dan mesin pascapanen kopi. Namun masih terdapat berbagai masalah dalam
pengembangannya antara lain adalah kelembagaan terutama untuk pemberdayaan kelompok tani dalam
pengembangan teknologi pascapanen, “ketidaktahuan” petani tentang teknologi yang telah tersedia dan
ketersediaan modal petani, relatif mahalnya peralatan tersebut, tidak adanya insentif harga bagi produk yang
mendapat penanganan pascapanen. Karena itu, diseminasi teknologi, upaya pengembangan alat dan mesin
pascapanen yang terjangkau harganya oleh petani serta kemitraan antara petani sebagai produsen dengan
pengolah (prosesor) dan pedagang (eksportir) untuk memperoleh jaminan pasar, perlu dikembangkan .

Kata kunci : kebijakan, pengembangan, teknologi pascapanen, kopi

PENDAHULUAN melibatkan beberapa negara produsen dan


negara konsumen. Kopi walaupun bukan
merupakan tanaman asli Indonesia, akan
Kopi merupakan salah satu komoditas tetapi mempunyai peranan penting dalam
penting dalam perdagangan dunia karena industri perkebunan di Indonesia. Luas areal

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TEKNOLOGI PASCAPANEN KOPI DAN MASALAH PENGEMBANGANNYA Henny Mayrowani

31
perkebunan kopi pada tahun 2009 mencapai lebih efisien dari sisi mikro dan dapat
lebih dari 1,266 juta ha dengan total produksi merupakan peluang peningkatan produksi
sebesar 682.591 ton, dimana 99 persen dengan mengurangi tingkat kehilangan hasil
diantaranya adalah perkebunan kopi rakyat pada saat panen maupun rendahnya mutu
dengan jumlah petani sebanyak 1.974.706 KK. hasil. Penerapan teknologi pascapanen
Laju perkembangan luas areal kopi di berkaitan dengan kondisi sosial budaya
Indonesia rata-rata mencapai 2,11 persen per setempat, sehingga kebijakan-kebijakan yang
a
tahun (Ditjen Perkebunan, 2011 ). Menurut dibuat harus tidak mendistorsi kondisi sosial-
Chandra et al. (2013), volume ekspor kopi Ro- ekonomi setempat, namun demikian tetap
busta Indonesia memiliki prospek yang baik. mampu mengakomodasi misi nasional yaitu
Agar perannya tetap penting maka, peningkatan produksi dan mutu hasil.
perkembangan yang cukup pesat ini perlu Pascapanen hasil pertanian adalah
didukung oleh teknologi dan sarana semua kegiatan yang dilakukan sejak proses
pascapanen yang cocok dengan kondisi petani penanganan hasil pertanian sampai dengan
agar mereka mampu menghasilkan biji kopi proses yang menghasilkan produk setengah
dengan mutu sesuai dengan Standar Nasional jadi (produk antara/intermediate). Penanganan
Indonesia (SNI). Adanya jaminan mutu yang pascapanen bertujuan untuk menurunkan
pasti, ketersediaan dalam jumlah yang cukup kehilangan hasil, menekan tingkat kerusakan,
dan pasokan yang tepat waktu, serta dan meningkatkan daya simpan dan daya
keberlanjutan merupakan syarat yang guna komoditas untuk memperoleh nilai
dibutuhkan agar kopi rakyat dapat dipasarkan tambah (Setyono et al., 2008). Penanganan
pada tingkat harga yang lebih menguntungkan. pascapanen yang tidak baik akan menye-
Pengembangan penanganan pascapanen babkan terjadinya kehilangan hasil, baik bobot
hasil pertanian saat ini tidak akan lepas dari maupun kualitas produk yang dihasilkan, ter-
upaya meningkatkan daya saing produk utama untuk panen musim hujan (Firmansyah
unggulan pertanian yang potensinya cukup et al., 2007).
besar untuk menjadikan kekuatan ekonomi Penerapan teknologi pascapanen hasil
rakyat di perdesaan. Sasaran pengembangan pertanian saat ini masih belum merata, hal ini
pascapanen pada dasarnya diarahkan pada disebabkan antara lain karena penyebaran
tiga hal, yaitu: (a) penurunan kehilangan hasil informasi tentang teknologi pascapanen belum
pada saat pascapanen, (b) peningkatan mutu dilakukan secara masif. Perhatian pemerintah
hasil dan daya saing produk, dan (c) terhadap peningkatan nilai tambah produk
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pertanian di perdesaan selama ini masih relatif
petani. Tujuan utama dari peningkatan kecil jika dibandingkan dengan upaya
penanganan pascapanen hasil pertanian peningkatan produksi hasil pertanian melalui
adalah mengurangi kehilangan hasil baik yang budidaya tanaman. Oleh karena itu, per-
disebabkan kehilangan fisik maupun kembangan penanganan pascapanen masih
penyusutan, peningkatan rendemen hasil berjalan lambat dan belum sesuai dengan
pertanian, perbaikan mutu dan nilai tambah harapan (Ditjen P2HP, 2010). Terkait dengan
produk pertanian. informasi dan permasalahan di atas, maka
Kegiatan pascapanen hasil pertanian tulisan ini difokuskan pada kebijakan penye-
dapat dikelompokkan menjadi dua tahapan diaan teknologi dan masalah yang dihadapi
utama yaitu: (1) pascapanen primer dalam pengembangan teknologi pascapanen
(penanganan) dan (2) pascapanen sekunder kopi.
(pengolahan). Tahap pascapanen primer
bertujuan untuk menekan kehilangan hasil dan
mencegah penurunan mutu serta menangani KONSEP TEKNOLOGI PASCAPANEN KOPI
komoditas menjadi siap dipasarkan. Tahap
sekunder adalah mengolah hasil panen Konsep Dasar Pentingnya Penanganan
menjadi produk olahan dengan tujuan Pascapanen Hasil Pertanian
meningkatkan nilai tambah, termasuk usaha
diversifikasi produk, serta pemanfaatan hasil Pascapanen merupakan salah satu
pertanian setinggi-tingginya. Teknologi kegiatan untuk meningkatkan mutu hasil
pascapanen baik primer maupun sekunder pertanian, untuk itu berbagai tindakan atau
mempunyai peranan penting dalam perlakuan diberikan pada komoditas pertanian
peningkatan nilai tambah komoditas pertanian setelah panen sampai komoditas berada di
melalui proses pengolahan hasil pertanian. tangan konsumen. Penanganan pasca panen
Teknologi pascapanen menjadikan usahatani bertujuan agar kondisi komoditas pertanian

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 1, Juli 2013 : 31 - 49

32
baik dan sesuai atau tepat pada saat pada jenis produk dan teknologi pascapanen
dikonsumsi atau saat digunakan sebagai yang digunakan (Effendi, 2011).
bahan baku pengolahan. Kegiatan pasca- Dalam rangka pengembangan produk
panen dibagi dalam dua bagian atau tahapan. hilir tanaman perkebunan yang berdaya saing,
Pertama adalah penanganan pascapanen berorientasi pasar dan berbasis sumberdaya
(postharvest) atau sering disebut pengolahan lokal, maka pengembangan penanganan
primer (primary processing). Kegiatan ini pascapanen haruslah dipandang sebagai satu
meliputi semua perlakuan dari mulai panen bagian dari suatu sistem secara keseluruhan,
sampai komoditas dapat dikonsumsi ‘segar’ dimana setiap mata rantai penanganan
atau sebagai bahan baku pengolahan memiliki peran yang saling terkait. Produk hasil
selanjutnya. Pada umumnya kegiatan ini tidak perkebunan, seperti juga produk pertanian
mengubah bentuk. Kedua adalah pengolahan secara umum, setelah dipanen masih
(processing) atau sering disebut pengolahan melakukan aktifitas metabolisme sehingga jika
sekunder (secondary processing). Kegiatan ini tidak ditangani dengan segera akan
meliputi kegiatan yang mengubah bentuk mengakibatkan kerusakan secara fisik dan
komoditas pertanian ke bentuk lain dengan kimia. Sifat mudah rusak (perishable) dari
tujuan mengawetkan, mencegah perubahan produk mengakibatkan tingginya susut
yang tidak dikehendaki atau untuk pascapanen serta terbatasnya masa simpan
penggunaan lain (Mutiarawati, 2007). setelah pemanenan, sehingga serangga hama
Penanganan pascapanen berbeda dan penyakit akan menurunkan mutu produk.
menurut jenis komoditas pertanian (Gambar Kondisi produk juga dipengaruhi oleh faktor
1). Penanganan pascapanen komoditas pra panen misalnya dalam pemilihan varietas,
perkebunan yang ditanam dalam skala luas sistem tanam dan teknik budidayanya. Faktor
seperti kopi, teh, dan tembakau umumnya lingkungan dan adanya serangan hama dan
bertujuan menyiapkan bahan baku untuk penyakit juga amat besar pengaruhnya
industri pengolahan. Penanganan pada terhadap produk segar yang dipanen
produksi benih bertujuan untuk mendapatkan (Deverau,2002). Faktor-faktor tersebut di atas
benih yang baik dan mempertahankan daya masih belum cukup untuk dapat menghasilkan
kecambah benih serta vigor benih (sifat produk dengan mutu prima, karena itu peran
pertumbuhan dan berkembangan kecambah) teknologi pascapanen menjadi penting. Semua
sampai waktu penanaman. Penanganan subsistem tersebut haruslah terintegrasi untuk
pascapanen tanaman pangan yang berupa biji- mendapatkan produk dengan kualitas prima
bijian (cereal/grains), ubi-ubian, dan kacang- dan stabil.
kacangan yang umumnya agak tahan lama
disimpan bertujuan mempertahankan Penanganan Pascapanen Kopi
komoditas tetap dalam keadaan baik serta
layak dan tetap enak dikonsumsi. Sedangkan Kegiatan penanganan pascapanen
penanganan pascapanen produk hortikultura tanaman perkebunan didefinisikan sebagai
yang mudah ‘rusak’ (perishable) dan umumnya suatu kegiatan penanganan produk hasil
dikonsumsi segar bertujuan mempertahankan perkebunan, yaitu sejak pemanenan hingga
kondisi segarnya dan mencegah perubahan- siap menjadi bahan baku atau produk akhir
perubahan yang tidak dikehendaki selama siap dikonsumsi. Seperti telah disebutkan di
penyimpanan. Teknologi pascapanen merupa- atas, teknologi pascapanen kopi juga
kan suatu perangkat yang digunakan dalam dibedakan menjadi dua kelompok kegiatan
upaya peningkatan kualitas penanganan besar, yaitu pertama: penanganan primer yang
dengan tujuan mengurangi susut karena meliputi penanganan komoditas hingga
penurunan mutu produk yang melibatkan menjadi produk setengah jadi atau produk siap
proses fisiologi normal dan atau respon olah, dimana perubahan/transformasi produk
terhadap kondisi yang tidak cocok akibat hanya terjadi secara fisik, sedangkan
perubahan lingkungan secara fisik, kimia, dan perubahan kimiawi biasanya tidak terjadi pada
biologis. Teknologi pascapanen diperlukan tahap ini. Kedua: penanganan sekunder, yakni
untuk menurunkan atau bila mungkin kegiatan lanjutan dari penanganan primer,
menghilangkan susut pascapanen. Susut dimana pada tahap ini akan terjadi perubahan
pascapanen produk hortikultura berkisar bentuk fisik maupun komposisi kimiawi dari
antara 15 persen hingga 25 persen tergantung produk akhir melalui suatu proses pengolahan.

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TEKNOLOGI PASCAPANEN KOPI DAN MASALAH PENGEMBANGANNYA Henny Mayrowani

33
Teknologi pascapanen

Pengolahan primer (pascapanen) Pengolahan sekunder

Pengolahan Pengolahan
Penanganan pascapanen pangan industri

Pascapanen Teknologi
hasil benih
perkebunan

Segar Kering

Buah2an, Sereal, Kopi, Semua


Sayuran, Kacang2an Teh, tanaman
Tan. Hias, Coklat, penghasil
Rempah, Lada, benih
Tan. Obat, Karet
Ubi2an

Gambar 1. Teknologi Pascapanen (Sumber : Bautista, 1990)

Biji kopi yang sudah siap diperdagang- sewaktu masih basah. Pengolahan cara kering
kan adalah berupa biji kopi kering yang sudah biasanya dilakukan oleh pekebun kecil (rakyat)
terlepas dari daging buah, kulit tanduk dan kulit karena dapat dilakukan dengan peralatan
arinya, butiran biji kopi yang demikian ini sederhana. Cara pengolahan ini mudah
disebut kopi beras (coffee beans). Kopi beras dilakukan, karena peralatan sederhana dan
berasal dari buah kopi basah yang telah lagipula dapat dilakukan di rumah tangga tani.
mengalami beberapa tingkat proses pengo- Tahapan pengolahan kopi cara kering meliputi
lahan. Secara garis besar dan berdasarkan panen, sortasi buah, pengeringan, pengu-
cara kerjanya, maka terdapat dua cara pasan, sortasi biji kering, pengemasan dan
pengolahan buah kopi basah menjadi kopi penyimpanan biji kopi.
beras, yaitu yang disebut pengolahan buah Pengolahan cara basah biasanya
kopi cara basah dan cara kering. Perbedaan dilakukan oleh perkebunan kopi besar. Cara
pokok dari kedua cara tersebut di atas adalah pengolahan kopi secara basah dapat
pada cara kering pengupasan daging buah, menghasilkan mutu fisik kopi yang baik,
kulit tanduk dan kulit ari dilakukan setelah namun banyak mengandung resiko kerusakan
kering (kopi gelondong), sedangkan cara cita rasa utamanya atau cacat cita rasa
basah pengupasan daging buah dilakukan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 1, Juli 2013 : 31 - 49

34
fermented/stink. Keunggulan pengolahan kopi Oleh karena itu, peran pemerintah yang dapat
cara basah adalah hanya dapat dilakukan dilakukan untuk mendukung pengembangan
pada biji kopi yang telah masak berwarna kopi nasional antara lain: memfasilitasi
merah penuh, sedangkan pengolahan kering penyediaan benih unggul, menyediakan
dapat dilakukan pada sembarang mutu buah sebagian sarana produksi dan alat pertanian
kopi. Sehingga kopi yang dihasilkan dengan kecil, menyediakan Pedoman Teknis Budidaya
cara basah relatif lebih baik bila dibandingkan serta melakukan pembinaan dan pengawalan.
dengan cara kering. Konsep dasar cara Dalam upaya meningkatkan produkti-
pengolahan basah adalah penghilangan vitas dan mutu tanaman kopi, maka pada
lapisan lendir dari buah kopi karena: (1) tahun 2012 melalui anggaran APBN telah
Senyawa gula yang terkandung di dalam lendir dilakukan kegiatan Intensifikasi Kopi Specialty
mempunyai sifat menyerap air dari lingkungan di 7 (tujuh) Provinsi pada 11 (sebelas)
(higroskopis). Permukaan biji kopi cenderung Kabupaten seluas 13.510 ha, serta kegiatan
lembab sehingga menghalangi proses perluasan Kopi Arabika dan peremajaan Kopi
pengeringan; (2) Senyawa gula merupakan Robusta seluas 4.600 ha di 12 (dua belas)
media tumbuh bakteri yang sangat baik provinsi pada 20 (dua puluh) kabupaten.
sehingga dapat merusak mutu biji kopi; dan (3) Rinciannya adalah sebagai berikut : (1)
Kotoran non-kopi mudah lengket pada lendir Intensifikasi kopi Arabika seluas 7.198 ha; (2)
sehingga menghalangi proses pengeringan Perluasan kopi Arabika seluas 1.650 ha; (3)
dan menyebabkan kontaminasi. Pengeringan Intensifikasi kopi Robusta seluas 6.312 ha; (4)
biji kopi dilakukan agar diperoleh kopi beras Peremajaan Kopi Robusta seluas 2.950 Ha.
dengan kadar air tertentu dan siap dipasarkan. Dengan adanya upaya ini, produksi kopi
Kadar air kopi beras yang optimum adalah 10- secara nasional pada tahun 2012 mencapai
13 persen (Prastowo, 2010), bila kopi beras sebesar 779.900 ton.
mempunyai kadar air lebih dari 13 persen,
akan mudah terserang cendawan, sedangkan Perkembangan yang cukup pesat
bila kurang dari 10 persen akan mudah pecah. tersebut perlu di dukung dengan kesiapan
teknologi dan sarana pasca panen yang cocok
untuk kondisi petani agar mereka mampu
KEBIJAKAN DAN PROGRAM menghasilkan biji kopi dengan mutu seperti
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI yang dipersyaratkan oleh Standard Nasional
PASCAPANEN Indonesia. Adanya kepastian jaminan mutu,
ketersediaan dalam jumlah yang cukup dan
pasokan yang tepat waktu serta keberlanjutan
Kebijakan Pengembangan Teknologi merupakan beberapa persyaratan yang
Pascapanen dibutuhkan agar biji kopi rakyat dapat
Pembangunan perkebunan kopi di dipasarkan pada tingkat harga yang lebih
Indonesia telah dilaksanakan selama lebih dari menguntungkan. Untuk memenuhi persyaratan
tiga dasawarsa dan berbagai upaya telah tersebut pengolahan kopi rakyat harus
dilakukan. Dari segi luas areal telah dilakukan dengan tepat waktu, tepat cara dan
menunjukan peningkatan yang cukup tinggi, tepat jumlah seperti halnya produk pertanian
total luas areal perkebunan kopi pada tahun yang lain. Buah kopi hasil panen perlu segera
1980 sebesar 707.464 hektar dan meningkat diproses menjadi bentuk akhir yang lebih stabil
menjadi 1.268.478 hektar pada tahun 2010 agar aman untuk disimpan dalam jangka waktu
(Ditjen Perkebunan, 2012b). Namun demikian, tertentu. Seiring dengan meningkatnya
ditinjau dari perbaikan tingkat produktivitas dan tuntutan konsumen terhadap produk yang
mutu hasil belum seperti yang diharapkan. aman dan ramah lingkungan, maka acuan
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa standar kualitas biji kopi harus meng-
produktivitas sebagian besar Perkebunan akomodasi prinsip penanganan pasca panen
Rakyat (PR) berkisar 74 persen dari yang yang baik dan benar (Good Handling Practices
diharapkan, sekitar 1 juta ton per hektar per - GHP).
tahun (AEKI, 2013). Rendahnya produktivitas Keberhasilan penanganan pasca
kopi rakyat disebabkan antara lain sebagian panen sangat tergantung dari mutu bahan
besar tanaman kopi sudah tua, berasal dari baku dari kegiatan pembibitan dan proses
varietas lokal/asalan. Varietas kopi lokal yang produksi/budidaya, karena itu penanganan
dikembangkan oleh masyarakat saat ini proses produksi di kebun juga harus
sebagian besar adalah jenis seedling yang memperhatikan dan menerapkan prinsip-
berasal dari bahan tanaman biji sapuan prinsip cara budidaya yang baik dan benar
dengan tingkat produktivitas sekitar 676 kg/ha. (Good Agricultural Practices-GAP). GAP

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TEKNOLOGI PASCAPANEN KOPI DAN MASALAH PENGEMBANGANNYA Henny Mayrowani

35
adalah standar pekerjaan dalam setiap usaha produksi dan luas areal tanaman kopi yang
pertanian agar produksi yang dihasilkan dikehendaki, sehingga posisi Indonesia
memenuhi standar internasional. Penerapan sebagai negara produsen kopi dunia ke depan
GAP dan GHP menjadi jaminan bagi tidak semakin surut dan digantikan oleh
konsumen, bahwa produk yang dipasarkan negara lain.
diperoleh dari hasil serangkaian proses yang Kopi Arabika di Indonesia sebagian
efisien, produktif dan ramah lingkungan. besar tergolong sebagai kopi spesialti, dengan
Dengan demikian petani akan mendapatkan nama-nama legendaris seperti Mandheling
nilai tambah berupa insentif peningkatan harga coffee, Gayo Mountain coffee, Toraja coffee
dan jaminan pasar. Pembinaan dari dan Java coffee. Berdasarkan hasil penelitian
Kementrian Pertanian terus dilakukan, antara Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Ditjen
lain membuat berbagai panduan Prosedur Perkebunan, 2010), Indonesia masih memiliki
Standar Operasional penanganan pascapanen wilayah/daerah yang secara potensial dapat di
kopi, yang memberikan acuan secara teknis kembangkan untuk budidaya Kopi Arabika.
pada mengenai pascapanen kopi yang baik Selain itu, masih terdapat wilayah-wilayah
dan benar untuk menghasilkan produk kopi perkebunan Kopi Robusta yang sebenarnya
dengan dayasaing tinggi (Ditjen Perkebunan, sesuai untuk tanaman Kopi Arabika. Kopi
b
2011 ). spesialti yang telah ada di Indonesia dan telah
Visi pengembangan perkopian dikenal di manca negara harus tetap dipelihara
Indonesia, yaitu mengembangkan sistem dan dan dipertahankan karena merupakan salah
usaha agribisnis perkopian yang berdaya satu aset negara yang tidak ternilai harganya,
saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan dan berperan sebagai branded produk.
terdesentralisasi. Sejalan dengan kebijakan ini
diperlukan strategi yang dapat mempercepat
pengembangan perkopian Indonesia sehingga Program Pengembangan Pascapanen Kopi
agribisnis perkopian dapat memberikan Beberapa strategi yang perlu dilaku-
sumbangan yang berarti dalam perekonomian kan dalam pembangunan pengolahan dan
nasional melalui peningkatan pendapatan, pemasaran produk kopi dan olahannya (Ditjen
khususnya pendapatan petani, penciptaan P2HP, 2003) adalah : (1) Meningkatkan keterli-
lapangan kerja dan berkembangnya industri batan dan peran masyarakat, swasta dan ke-
yang menghasilkan nilai tambah tinggi dengan lembagaan agribisnis dalam usaha pengo-
menggunakan bahan baku domestik dan lahan dan pemasaran produk kopi; (2)
pelestarian lingkungan hidup. Strategi yang Meningkatkan peran kelembagaan sosial bu-
dimaksud mengandung elemen sebagai daya dan kelembagaan ekonomi yang telah
berikut: (1) Inventarisasi dan konsolidasi areal mengakar dan menyatu di masyarakat dalam
perkebunan kopi ke dalam unit-unit pengolahan dan pemasaran produk kopi; (3)
manajemen yang memenuhi skala ekonomis Meningkatkan koordinasi, efisiensi dan
untuk pengembangan suatu industri terpadu; efektifitas pelayanan dalam pengolahan dan
(2) Mengembangkan organisasi petani sebagai pemasaran produk kopi; (4) Meningkatkan
media untuk mengembangkan pengelolaan sinergi perdagangan antar daerah; (5)
perkebunan kopi yang efisien, produktif dan Meningkatkan sinergi antar asosiasi di bidang
progresif khususnya dalam hal penerapan pengolahan dan pemasaran produk kopi; (6)
teknologi baru; (3) Memfasilitasi dan Menyesuaikan dan menyempurnakan
merangsang investasi perusahaan swasta atau ketentuan-ketentuan serta kebijakan, agar
BUMN dalam membangun industri yang tercipta iklim yang kondusif bagi pengem-
berbasis pada kopi; (4) Mengembangkan bangan sistem dan usaha pengolahan dan
networking antar asosiasi petani, antar pemasaran produk kopi; (7) Keberpihakan
asosiasi petani dengan asosiasi perusahaan kepada petani kecil dan UKM dalam
pengolahan produk kopi, dan pelaku-pelaku pengolahan dan pemasaran produk kopi de-
lainnya dalam sistem agribisnis kopi. Hal ini ngan tetap mendorong usaha-usaha skala
dapat direpresentasikan sebagai koordinasi besar; (8) Mengembangkan promosi, misi
vertikal (Simatupang, 1998); dan (5) dagang dan penguatan fungsi atase pertanian
Membangun kelembagaan semacam "Coffee serta asosiasi dan lembaga perwakilan
Board" sebagai"services provider' bagi para Indonesia di luar negeri; (9) Mendorong
pelaku dalam usaha dan sistem agribisnis terciptanya sumber daya manusia yang andal
perkopian ini. Langkah melakukan konversi dibidang perdagangan, market intelligence dan
dari tanaman kopi ke tanaman lainnya negosiasi; (10) Mendorong terbentuknya Pola
seharusnya dapat diarahkan oleh pemerintah Kemitraan antara usaha skala besar dengan
sehingga jelas pada posisi berapa target petani atau koperasi, dan mendorong

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 1, Juli 2013 : 31 - 49

36
terbentuknya sistem yang mengarah ke dengan petik merah dan proses pasca panen
koordinasi vertikal; (11) Mendorong kebijakan yang benar dapat terlaksana sesuai dengan
makro yang kondusif untuk pengembangan yang diharapkan, serta meningkatkan
investasi di bidang pengolahan dan teknologi pembibitan dan budidaya. Selain itu,
pemasaran, termasuk industri penunjang yang perlu upaya untuk mendorong diberlakukannya
ramah lingkungan dan berkelanjutan; dan (12) sistem insentif harga yang memadai menurut
Memfokuskan kepada produk kopi dan produk kualitas kopi sehingga mendorong adanya
olahannya dengan memperhatikan aspek grading yang baik. Hal lain yang diperlukan
pasar dan sumber daya, serta revitalisasi adalah peningkatan efisiensi, distribusi dan
industri perkopian yang sudah ada dan pemasaran. Saat ini, strategi penanganan
mendukung pengembangan klaster industri. pascapanen yang dilaksanakan pemerintah
Dinamika pembangunan industrilali- antara lain adalah melakukan pengembangan
sasi perkopian adalah dengan penerapan peralatan pascapanen kopi dengan memberi-
strategi dan memperhatikan semangat kan bantuan alat dan mesin pascapanen untuk
Otonomi Daerah yang tertuang dalam Undang- meningkatkan mutu kopi yang dihasilkan
a b
Undang Nomor 22 Tahun 1999. Dengan (Ditjen Perkebunan, 2011 , 2011 ). Untuk
memperhatikan masalah dan tantangan yang peningkatan daya saing kopi, sertifikasi mutu
dihadapi serta potensi dan peluang yang ada diperlukan, dan yang menjadi masalah utama
maka kebijakan pembangunan pengolahan pada pascapanen kopi adalah pengeringan
dan pemasaran produk kopi dirumuskan dan penjemuran.
(Ditjen P2HP, 2003) sebagai berikut : (1) Kinerja kebijakan pengembangan
Pembangunan sistem dan usaha-usaha teknologi pascapanen kopi, baik Robusta
pengolahan dan pemasaran produk kopi maupun Arabika, cukup baik (Mayrowani et al.,
diarahkan pada peningkatan daya saing 2012). Hal ini karena didukung oleh berbagai
melalui perbaikan mutu dan tampilan produk faktor pendorong, seperti adanya bantuan alat
kopi dan olahannya, pemanfaatan teknologi pengupas kopi dan paket unit pengolahan kopi
tepat guna yang ramah lingkungan, (UPK) yang disertai dengan bimbingan teknis
peningkatan efisiensi pemasaran dan promosi, dari pemerintah sehingga memungkinkan
serta mendukung pengembangan klaster petani menangani pascapanen kopinya sesuai
industri; (2) Pembangunan sistem dan usaha- dengan kemajuan teknologi. Bantuan alat ini
usaha pengolahan dan pemasaran produk kopi juga memungkinkan petani mengolah kopinya
didasarkan atas sumberdaya dan budaya menjadi kopi beras, sehingga nilai tambah
lokal; dan (3) Pengembangan usaha-usaha yang mereka nikmati menjadi lebih besar.
pengolahan dan pemasaran produk kopi skala Demikian juga, adanya kemitraan antara
rumah tangga, usaha kecil menengah (UKM) kelompok tani dengan koperasi yang didukung
dan koperasi dilakukan dengan mengembang- oleh perusahaan Nestle (kasus di Lampung)
kan akses terhadap modal, teknologi dan pa- memberi dorongan bagi petani untuk
sar serta bimbingan kewirausahaan; dan (4) melakukan penanganan pascapanen yang
Seluruh kegiatan pembangunan pengolahan memenuhi standar kualitas. Menurut Kurniayu
dan pemasaran produk kopi dilakukan dengan (2011), peningkatan keuntungan petani kopi
pola pemberdayaan pelaku usaha, Robusta dan Arabika yang paling signifikan
pengembangan IPTEK yang memadai, dan adalah melalui pemberian pembiayaan untuk
didukung oleh Pemerintah Daerah melalui pascapanen yang didapatkan dari 10 persen
pelayanan fasilitasi dan bimbingan, menata pendapatan bea ekspor dan penetapan bea
regulasi/peraturan-peraturan yang menjamin ekspor biji kopi sebesar 5 persen.
kepastian berusaha.
Dalam hal pengolahan kopi, Kustiari PENTINGNYA PENYEDIAAN TEKNOLOGI
(2007) menyarankan bahwa pemerintah dan PASCAPANEN
swasta (AEKI) hendaknya secara proaktif perlu
memantau perkembangan perkopian dunia,
agar industri perkopian Indonesia dapat lebih Dalam percaturan perdagangan kopi
bermanfaat bagi pembangunan ekonomi dunia, produksi yang tinggi saja tidaklah
nasional. Termasuk upaya untuk meningkat- cukup. Namun demikian perlu diikuti adanya
kan konsumsi kopi dalam negeri guna mutu yang memenuhi standar seperti yang
mengurangi ketergantungan kepada pasar telah ditetapkan Organisasi Kopi Internasional
ekspor dan mendorong petani agar terlibat (ICO) (Widjaja, 2002). Tantangan dan
aktif dalam program peningkatan kualitas. ancaman mulai dari standarisasi mutu kopi,
Upaya yang perlu dilakukan antara lain: panen isu-isu ekolabeling hingga berbagai pajak dari
dalam negeri, sehingga hanya kopi yang

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TEKNOLOGI PASCAPANEN KOPI DAN MASALAH PENGEMBANGANNYA Henny Mayrowani

37
memenuhi standar mutu yang diizinkan untuk merupakan pemetikan terhadap semua buah
diperdagangkan (Golleti and Wolff, 1999). kopi yang masih hijau, biasanya pada
Selain standar mutu, juga soal kandungan pemanenan akhir. Buah kopi hasil panen harus
jamur Ochratoxin A (OTA) dan isu-isu segera diproses menjadi bentuk akhir yang
lingkungan yang terus disuarakan oleh LSM- lebih stabil agar aman untuk disimpan dalam
LSM di negara-negara maju. Dalam upaya jangka waktu tertentu. Hal yang juga perlu
meningkatkan mutu kopi yang didalamnya mendapat perhatian utama adalah mutu bahan
mencakup proses produksi dan perawatan baku hasil dari kegiatan proses
hasil yang memadai, maka cara pengolahan produksi/budidaya, sehingga dalam hal ini
pascapanen sangat penting terutama cara penanganan proses di kebun juga harus
pengeringan (Mawardi, 1999). Kopi yang meperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip
sudah dipetik dan disortasi harus segera cara budidaya yang baik dan benar (Najiayati
dikeringkan agar tidak mengalami proses kimia dan Danarti, 2007).
yang bisa menurunkan mutu kopi (Choiron, Setelah panen dilakukan sortasi buah.
2010). Sortasi buah dilakukan untuk memisahkan
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao buah yang superior (masak, bernas, seragam)
Indonesia (Puslit Koka) adalah lembaga non dari buah inferior (cacat, hitam, pecah,
profit yang memperoleh mandat untuk berlubang dan terserang hama/penyakit).
melakukan penelitian dan pengembangan Kotoran seperti daun, ranting, tanah dan kerikil
komoditas kopi dan kakao secara nasional, harus dibuang, karena dapat merusak mesin
sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian pengupas. Biji merah (superior) diolah dengan
Republik Indonesia No. 786/Kpts/Org/9/1981 metoda pengolahan basah atau semi-basah,
tanggal 20 Oktober 1981. Juga sebagai agar diperoleh biji kopi HS kering dengan
penyedia data dan informasi yang tampilan yang bagus. Sedangkan buah
berhubungan dengan kopi dan kakao. Puslit campuran hijau, kuning, merah diolah dengan
Koka mempunyai misi: (1) Menciptakan dan cara pengolahan kering. Menyimpan buah kopi
mengembangkan teknologi yang terkait kopi di dalam karung plastik atau sak selama lebih
dan kakao, termasuk teknologi pascapanen; dari 12 jam, karena akan menyebabkan pra-
(2) Menjadi pelopor kemajuan industri kopi dan fermentasi sehingga aroma dan citarasa biji
kakao; (3) Menjadi mitra pelaku usaha dengan kopi menjadi kurang baik dan berbau busuk
pemerintah dalam mengembangkan inovasi (fermented).
teknologi baru; dan (4) menjadi pusat informasi Metode pengolahan cara kering
dan pengembangan sumber daya manusia banyak dilakukan mengingat kapasitas olah
dalam meningkatkan daya saing (Puslit Koka, kecil, mudah dilakukan, peralatan sederhana
2011c). dan dapat dilakukan di rumah petani. Kopi
Teknologi pascapanen kopi dikem- yang sudah di petik dan disortasi sesegera
bangkan oleh Puslit Koka Indonesia (2007) mungkin dikeringkan agar tidak mengalami
dan digunakan sebagai Standar Operasional proses kimia yang bisa menurunkan mutu.
Prosedur (SOP) penanganan pasca panen Kopi dikatakan kering apabila waktu diaduk
a
kopi oleh Ditjen Perkebunan (2011 ) untuk terdengar bunyi gemerisik. Apabila udara tidak
memberikan acuan secara teknis mengenai cerah pengeringan dapat menggunakan alat
pasca panen kopi secara baik dan benar. pengering mekanis. Pengeringan yang baik
Penanganan pascapanen kopi dimulai dari dilakukan hingga kadar air mencapai maksimal
cara panen. Pemanenan buah kopi dilakukan 12,5 persen. Hulling pada pengolahan kering
secara manual dengan cara memetik buah bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulit
yang telah masak. Ukuran kematangan buah buah, kulit tanduk dan kulit arinya. Hulling
ditandai oleh perubahan warna kulit buah. dilakukan dengan menggunakan mesin pengu-
Kulit buah berwarna hijau tua ketika masih pas (huller). Tidak dianjurkan untuk mengupas
muda, berwarna kuning ketika setengah kulit dengan cara menumbuk karena mengaki-
masak dan berwarna merah saat masak batkan banyak biji yang pecah. Beberapa tipe
penuh. Tanaman kopi tidak berbunga serentak huller sederhana yang sering digunakan
dalam setahun, karena itu ada beberapa cara adalah huller putar tangan (manual), huller
pemetikan : (1) Pemetikan selektif dilakukan dengan pengerak motor, dan hummermill.
terhadap buah masak; (2) Pemetikan setengah Pengolahan kopi cara basah dilakukan
selektif dilakukan terhadap dompolan buah pada buah kopi dengan kualitas baik dan akan
masak; (3) Secara lelesan dilakukan terhadap menghasilkan biji kopi dengan cita rasa tinggi.
buah kopi yang gugur karena terlambat Biasanya dilakukan pada kopi Arabika.
pemetikan; dan (4) Secara racutan/rampasan Pengupasan kulit buah dilakukan dengan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 1, Juli 2013 : 31 - 49

38
menggunakan alat dan mesin pengupas kulit dengan cara penjemuran, mekanis, dan
buah (pulper). Pulper dapat dipilih dari bahan kombinasi keduanya. Penjemuran merupakan
dasar yang terbuat dari kayu atau metal. Air cara yang paling mudah dan murah untuk
dialirkan kedalam silinder bersamaan dengan pengeringan biji kopi. Penjemuran dapat
buah yang akan dikupas. Buah kopi dipisahkan dilakukan di atas para-para atau lantai jemur.
atas dasar ukuran sebelum dikupas. Pengeringan mekanis dapat dilakukan jika
Fermentasi umumnya dilakukan untuk cuaca tidak memungkinkan untuk melakukan
pengolahan Kopi Arabika, yang bertujuan penjemuran. Pengeringan dengan cara ini
untuk meluruhkan lapisan lendir yang ada biasanya dilakukan secara berkelompok
dipermukaan kulit tanduk biji kopi. Selain itu, karena membutuhkan peralatan dan investasi
fermentasi dapat mengurangi rasa pahit dan yang cukup besar dan tenaga pelaksana yang
mendorong terbentuknya kesan “mild” pada terlatih. Pengupasan dimaksudkan untuk
citarasa seduhan kopi Arabika. Fermentasi ini memisahkan biji kopi dari kulit tanduk yang
dapat dilakukan secara basah dengan menghasilkan biji kopi beras. Pengupasan dila-
merendam biji kopi dalam genangan air, atau kukan dengan menggunakan mesin pengupas
fermentasi cara kering dengan cara (huller). Sebelum dimasukkan ke mesin
menyimpan biji kopi HS (husk skin) basah di pengupas (huller), biji kopi hasil pengeringan
dalam wadah plastik yang bersih dengan didinginkan terlebih dahulu (tempering) selama
lubang penutup dibagian bawah atau dengan minimum 24 jam.
menumpuk biji kopi HS di dalam bak semen Pengolahan secara semi basah saat
dan ditutup dengan karung goni. Lama ini banyak diterapkan oleh petani Kopi Arabika
fermentasi bervariasi tergantung pada jenis di NAD, Sumatera Utara dan Sulawesi
kopi, suhu, dan kelembaban lingkungan serta Selatan. Cara pengolahan tersebut menghasil-
ketebalan tumpukan kopi di dalam bak. Akhir kan kopi dengan citarasa yang sangat khas,
fermentasi ditandai dengan meluruhnya dan berbeda dengan kopi yang diolah secara
lapisan lendir yang menyelimuti kulit tanduk. basah penuh (WP). Kopi Arabika yang diolah
Setelah fermentasi dilakukan pencucian yang dengan cara semi-basah biasanya memiliki
bertujuan menghilangkan sisa lendir hasil tingkat keasaman lebih rendah dengan body
fermentasi yang menempel di kulit tanduk.

Tabel 1. Spesifikasi Persyaratan Mutu Biji Kopi

No Jenis Uji Satuan Persyaratan


1 Kadar air, (b/b) % Masksimum 12
2 Kadar kotoran berupa ranting, batu, tanah dan % Maksimum 0,5
benda-benda asing lainnya
3 Serangga hidup - Bebas
4 Biji berbau busuk dan berbau kapang - Bebas
5 Biji ukuran besar, tidak lolos ayakan lubang bulat % Maksimum lolos 2,5
ukuran diameter 7,5 mm (b/b)
6 Biji ukuran sedang lolos ayakan lubang bulat ukuran % Maksimum lolos 2,5
diameter 7,5 mm, tidak lolos ayakan lubang bulat
ukuran diameter 6,5 mm (b/b)
7 Biji ukuran kecil, lolos ayakan lubang bulat ukuran % Maksimum lolos 2,5
diameter 6,5 mm, tidak lolos ayakan lubang bulat
ukuran diameter 5,5 mm (b/b)
Sumber : BSN, 2008.

Pengeringan bertujuan mengurangi lebih kuat dibanding dengan kopi olah basah
kandungan air biji kopi HS dari 60-65 persen penuh. Proses cara semi-basah juga dapat
menjadi maksimum 12,5. Pada kadar air ini, diterapkan untuk Kopi Robusta. Secara umum
biji kopi HS relatif aman dikemas dalam karung kopi yang diolah secara semi-basah mutunya
dan disimpan dalam gudang pada kondisi sangat baik. Proses pengolahan secara semi-
lingkungan tropis. Pengeringan dilakukan basah lebih singkat dibandingkan dengan
pengolahan secara basah penuh.

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TEKNOLOGI PASCAPANEN KOPI DAN MASALAH PENGEMBANGANNYA Henny Mayrowani

39
Tabel 2. Jenis Mutu Biji Kopi

Mutu Syarat Mutu


Mutu 1 Jumlah nilai cacat maksimum 11
Mutu 2 Jumlah nilai cacat 12 sampai dengan 25
Mutu 3 Jumlah nilai cacat 26 sampai dengan 44
Mutu 4-A Jumlah nilai cacat 45 sampai dengan 60
Mutu 4-B Jumlah nilai cacat 61 sampai dengan 80
Mutu 5 Jumlah nilai cacat 81 sampai dengan 150
Mutu 6 Jumlah nilai cacat 151 sampai dengan 225
Sumber : BSN, 2008.

Penanganan pascapanen harus bisa maupun teknologi pascapanen, sebenarnya


menghasilkan biji kopi yang memenuhi standar Indonesia mampu meningkatkan jumlah
mutu internasional dan memiliki daya saing produksi maupun mutu kopi. Masalah yang
berbasis pada keunggulan komparatif dan perlu mendapat perhatian adalah masalah
kompetitif. Standar Nasional Indonesia untuk kelembagaan terutama untuk pemberdayaan
biji kopi seperti disajikan pada Tabel 1 dan 2. kelompok tani dalam pengembangan teknologi
pascapanen. Keberhasilan pengembangan
Untuk keperluan kegiatan pascapanen teknologi pascapanen ini tergantung dari
kopi, Puslit Koka Indonesia (2007) sudah keberhasilan sistem innovasi adopsi teknologi
mampu menyediakan teknologi dari kegiatan dengan pendampingan (Stathers et al., 2013).
hulu sampai kegiatan hilir. Sebagian besar Masalah-masalah lain yang dihadapi petani
produksi kopi di Indonesia dihasilkan dari dalam mengadopsi teknologi pascapanen
perkebunan rakyat sehingga Puslit Koka antara lain: ketidaktahuan petani tentang
Indonesia dan Balai Besar Pengembangan teknologi yang telah tersedia, terbatasnya
Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan) menga- ketersediaan modal petani, dan harga
rahkan teknologi mekanisasi pascapanen kopi peralatan relatif mahal. Salah satu upaya
untuk keperluan industri menengah ke bawah. diseminasi yang dilakukan Puslit Koka dan
Alat dan mesin pengolah kopi yang telah BBP Mektan adalah menggalang kerja sama
dihasilkan Puslit Koka Indonesia dan dengan masyarakat. Beberapa keberhasilan
dikomersialisasikan adalah alat dan mesin alih teknologi dilakukan melalui metode dan
pengolah kopi antara lain: pengupas kulit buah sinergi diseminasi dengan mitra atau pihak lain
kopi (pulper), pencuci kopi HS, pengering, dalam suatu jejaring kerja dengan stakeholder
pengupas kulit kering (huller), alat sortasi kopi, (pemangku kepentingan). Untuk mempertajam
teknologi gudang penyimpanan kopi dengan hasil penumbuhan kerja sama tersebut,
atmosfir terkendali, penyangrai kopi (roaster), dilakukan juga pendekatan non-teknis lainnya
pencampur mekanis kopi sangrai (mixer), oleh Puslit Koka untuk membantu para petani
pembubuk kopi (grinder) dan alat ukur kadar kopi terutama dalam pembiayaan dan
air kopi (Mulato et al., 2010). Sedangkan BBP pemasaran. Model yang diterapkan adalah
Mektan mengembangkan mesin pengolah Model Kemitraan Bermediasi (Modramed).
kopi skala UKM di NTT (Widodo, 2012). Dalam Pada model ini, Puslit Koka adalah mediator
rangka mengembangkan alsintan untuk yang menghubungkan eksportir/pabrikan dan
keperluan pascapanen kopi, BBP Mektan sumber pembiayaan dengan petani. Dalam
bekerja sama dalam rekayasa alsintan dengan hal ini, ada kepercayaan (trust) baik dari petani
Puslit Koka. Salah satu alasan mengapa maupun eksportir/pabrikan dan sumber
pemanfaatan alsintan untuk keperluan pembiayaan. Petani dipercaya untuk mengem-
pascapanen kopi belum terdiseminasi dengan bangkan produknya dengan menerapkan
baik adalah masalah harga alsintan yang teknologi yang didiseminasikan oleh Puslit
masih dirasakan relatif mahal, sehingga Koka dan menggunakan tambahan per-
pemilikannya hanya terbatas pada kelompok modalan dan pembiayaan dari sumber pem-
tani atau pengusaha jasa alsintan. biayaan dan pemasaran produk yang terjamin
a
Menurut Puslit Koka Indonesia (2011 ) dengan harga yang disepakati sebelumnya.
dilihat dari ketersediaan teknologi budidaya Model Modramed ini telah meningkatkan mutu

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 1, Juli 2013 : 31 - 49

40
fisik dan cita rasa kopi sehingga meningkatkan Perkebunan setempat, pengusaha pengolah/
harga jual (Soemarno, 2009). Upaya lainnya pedagang/eksportir dan juga Bank Jatim.
adalah menghimpun petani kopi dalam Puslit Koka menyadari sulitnya mela-
kelompok tani yang selanjutnya dibina sampai kukan diseminasi teknologi yang diciptakan
mandiri. Upaya ini diantaranya adalah dengan melalui berbagai penelitian dan dirakit untuk
pengembangan sistem cluster yang melibatkan kepentingan meningkatkan kualitas dan
pihak terkait antara lain petani sebagai menciptakan nilai tambah produk kopi bagi
produsen, pengolah (processor), pedagang petani. Cara penanganan pascapanen seder-
(eksportir), dan perbankan. Upaya peningkatan hana yang sudah lama diterapkan petani tidak
kualitas kopi lainnya adalah dengan mudah untuk diubah dalam waktu pendek.
pembinaan UKM kopi. Pembinaan UKM kopi Terlebih lagi pengalaman petani dalam
di Kintamani mampu meningkatkan omzet 10 pemasaran kopi selama ini menunjukkan tidak
persen per tahun, penambahan investasi dan adanya insentif bagi petani untuk meningkat-
perluasan pemasaran di tingkat reguonal dan kan kualitas melalui perbaikan penanganan
international (Arnawa et al., 2010). pascapanen. Sebagai contoh, kopi yang
Menurut Mulato et al. (2010), pada era disortasi dan difermentasi dihargai sama
industri sekarang ini, upaya peningkatan mutu dengan kopi asalan tanpa fermentasi. Kondisi
biji kopi rakyat sudah saatnya untuk diarahkan ini menyebabkan petani enggan melakukan
melalui pendekatan agribisnis. Dengan pola ini penanganan pascapanen sesuai dengan
petani tidak lagi dilihat sebagai individu dengan teknologi yang dianjurkan.
kemampuan bidang produksi yang terbatas.
Konsep agribisnis bertumpu pada pember-
dayaan para petani agar mampu berusahatani IMPLEMENTASI TEKNOLOGI
secara berkelompok, membentuk badan usaha PASCAPANEN
yang berorientasi pada profit serta mengadopsi
teknologi produksi yang bercirikan efisiensi Perencanaan Program
tinggi dan menghasilkan produk yang
kompetitif. Untuk mencapai pengelolaan yang Kontribusi sektor pertanian terutama
demikian, kelompok tani diharapkan subsektor perkebunan terhadap penerimaan
membentuk organisasi yang dilengkapi dengan devisa lebih banyak diperoleh dari produk
perangkat-perangkat manajemen proses segar (primer) dibandingkan dengan produk
produksi kopi yang terdiri atas empat sub- olahan. Produk perkebunan pada umumnya
sistem pokok yang saling terkait. Keempat masih dipasarkan dalam bentuk primer
sub-sistem tersebut adalah sub-sistem penga- sehingga bernilai rendah dan rentan terhadap
daan sarana produksi, sub-sistem produksi fluktuasi harga. Kecenderungan yang terjadi
bahan baku, sub-sistem pengolahan, dan sub- dewasa ini adalah bahwa harga komoditas
sistem pemasaran. Selain itu, ada satu lagi primer semakin lama semakin menurun,
sub-sistem penunjang yaitu keuangan dan sebaliknya harga produk olahan perkebunan
personalia. semakin meningkat. Oleh karena itu, diversifi-
kasi pengolahan produk hasil perkebunan saat
Daerah-daerah pengembangan kopi ini menjadi penting untuk dikembangkan.
yang dilakukan Pusat Penelitian Kopi dan Menyadari akan hal tersebut, pendekatan
Kakao Indonesia (Puslit Koka) meliputi: a) pembangunan sektor perkebunan lebih
Provinsi Bali di Kintamani, b) Provinsi Nusa diarahkan pada pengembangan produk dan
Tenggara Timur (NTT) di Bajawa (Flores), c) difokuskan pada peningkatan mutu kopi
Provinsi Jawa Timur di Bondowoso dan d) dengan tujuan agar petani/kelompok tani
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di mampu menerapkan sistem jaminan mutu
Lombok Timur (Tepal). Replikasi pengem- dalam memproduksi kopi serta mendukung
bangan kopi di provinsi-provinsi tersebut telah sertifikasi produk. Untuk mendapatkan sertifi-
dilaksanakan di Jember pada 31 kelompok kasi diperlukan pentahapan : 1) Pembentukan
tani. Terutama kaitannya dengan pengem- masyarakat /kelompok ; 2) Penerapan Sistem
bangan Kopi Arabika di lokasi yang Jaminan Mutu selama 3 (tiga) tahun berturut-
mempunyai ketinggian lebih dari 1000 m dpl. turut ; 3) Permohonan sertifikasi. Fasilitasi
Tiap kelompok tani mendapat bantuan 1 paket bantuan alat melalui Tugas Pembantuan
Unit Pengolah Hasil (UPH). Kegiatan ini telah dimaksudkan untuk mendukung Penerapan
berjalan sejak tahun 2011 yang lalu. Dalam Sistem Jaminan Mutu dalam rangka sertifikasi,
rangka pengembangan kelompok tani kopi ini sehingga petani/kelompok tani dapat
disamping Puslit Koka sebagai mediator, memperoleh nilai tambah dari produk yang
instansi terkait lain yang terlibat adalah Dinas dihasilkan.

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TEKNOLOGI PASCAPANEN KOPI DAN MASALAH PENGEMBANGANNYA Henny Mayrowani

41
Salah satu fokus perhatian dalam menjadikan biji-biji kopi tetap mempunyai mutu
perencanaan pengembangan mutu dan yang baik. Penanganan buah-buah kopi ini
standardisasi hasil perkebunan adalah input juga dimaksudkan untuk mengeluarkan keping
tetap yang berupa alat dan mesin, penerapan biji dari daging buah, juga dari kulit tanduk dan
sistem jaminan mutu, dan dana pengemba- kulit ari. Seperti telah dikemukakan di atas,
ngan. Saat ini kendala pengembangan mutu di dikenal dua cara pengolahan biji kopi: (1)
tingkat petani, kelompok tani dan gabungan pengolahan kering, tanpa melalui fermentasi,
kelompok tani (Gapoktan) adalah tidak biji kopi yang dihasilkan adalah kopi netral, dan
berkembangnya sarana alat dan mesin (2) pengolahan basah dengan proses
pengolahan serta penerapan sistem jaminan fermentasi, biji-biji kopi yang menghasilkan
mutu dalam rangka sertifikasi, akibat masih kopi khas olahan basah.
tingginya harga alat dan mesin, rumitnya Pengolahan kering umumnya dilaku-
tingkat penerapan teknologi serta kurangnya kan untuk jenis kopi Robusta, yang diperlukan
pemahaman petani terhadap sistem oleh berbagai industri kopi agar tidak
penerapan jaminan mutu dan sertifikasi. mempunyai rasa masam dan harus benar-
Penyebab lainnya adalah pengadaan sarana benar hanya memiliki rasa “netral kopi”. Cara
serta bimbingan pascapanen pada petani/ pengolahan kering yang dilakukan oleh petani
kelompok tani masih sangat minim, sehingga pekebun kopi rakyat menghasilkan sekitar 90
beberapa teknologi belum dikuasai dengan persen dari produksi kopi di Indonesia.
baik oleh mereka. Berdasarkan kenyataan Bahkan di beberapa tempat petani hanya
tersebut, diperlukan penyediaan sarana yang menghasilkan kopi gelondong yang berupa
tepat, pembinaan yang intensif dan berke- buah-buah kopi utuh yang langsung
sinambungan kepada petani kopi. dikeringkan dan dipasarkan. Pada pengolahan
Bantuan alat telah dialokasikan ke buah kopi yang diusahakan rakyat, kerusakan
gapoktan. Kriteria Gapoktan penerima alat, mutu terutama disebabkan oleh cara dan
antara lain adalah sebagai berikut : (1) sarana pengeringan yang belum memadai.
Memiliki organisasi dan kepengurusan yang Pada umumnya petani kopi melakukan
disyahkan oleh Bupati atau Kepala Dinas penjemuran dengan memanfaatkan sinar
Perkebunan Kabupaten/Kota; (2) Mempunyai matahari, meskipun petani memiliki alat
kepengurusan yang aktif; (3) Mempunyai pengering mekanis. Alasan mereka bahwa
tempat usaha / bangunan untuk alat mesin pengeringan dengan sinar matahari akan
yang akan diterima; (4) Mempunyai luas lahan menghasilkan kualitas kopi yang baik
usaha minimal 40 ha (lahan usaha anggota); (Mayrowani, 2012). Penjemuran kopi Robusta
(5) Mempunyai lahan tempat usaha yang dominan dilakukan di atas lantai tanpa diberi
dikuasai oleh Gapoktan dengan luas memadai; alas, malah masih banyak dijumpai
(6) Mempunyai kemampuan teknis dan penjemuran dilakukan diatas tanah diberi alas.
manjemen usaha yang baik serta adanya Cara pengeringan yang hanya mengandalkan
administrasi usaha yang teratur; (7) panas matahari merupakan kendala dalam
Mempunyai sumberdaya manusia yang siap usaha perbaikan mutu karena dipengaruhi oleh
untuk mengelola dan operator yang terampil cuaca. Ketika turun hujan maka pengeringan
(Ditjen Perkebunan, 2013). akan terhenti. Bila waktu pengeringan
dihentikan pada kadar air masih tinggi, maka
akan terjadi degradasi proses kimia yang
Implementasi Program di Tingkat Petani disebabkan oleh jasad renik. Kerusakan aroma
Proses pengolahan biji kopi sangat cita rasa kopi tidak mungkin diperbaiki.
penting artinya bila dapat dilakukan oleh petani Kerusakan ini menyebabkan penilaian
sendiri. Seperti diketahui nilai jual kopi hasil terhadap mutu rendah dan harga jualnya jatuh
olah yang terseleksi dengan baik akan lebih (Hardjosuwito, 1998).
tinggi dari nilai jual kopi dalam bentuk asalan Sebagian besar kopi Indonesia
atau langsung jual gelondong kering. diekspor dalam bentuk biji kopi. Menghadapi
Gapoktan yang terpilih menerima bantuan persaingan yang ketat di antara negara-negara
akan melakukan teknologi pascapanen sesuai eksportir, mutu kopi yang di ekspor akan
dengan teknologi yang dianjurkan mengguna- sangat menentukan pasar. Untuk mendorong
kan alat-alat dan mesin-mesin pascapanen petani menghasilkan kopi yang bermutu baik,
bantuan. informasi harga perlu transparan sampai
Buah-buah kopi petani setelah dipetik tingkat petani. Kualitas produk perkebunan di
langsung harus ditangani untuk mencegah biji- pasaran sangat menentukan karena
biji kopi agar tidak membusuk serta merupakan bahan baku industri. Hasil industri

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 1, Juli 2013 : 31 - 49

42
pengolahan bermutu tergantung bahan baku lengkap berasal dari bantuan Departemen
yang digunakan. Bagi kelompok tani yang Perdagangan. Fasilitas dan alsintan tersebut
sudah mandiri, perlu dilatih dan diberi motivasi yaitu meliputi lantai jemur, pulper (pengupas
untuk memperbaiki mutu produk dengan kulit luar), huller (alat penggiling), roaster (alat
melaksanakan penanganan dan proses pemanggang), grader (alat sortasi), tester
produksi menggunakan alat dan mesin yang (pengukur kadar air), alat pengepakan
memadai. (packaging), wadah/pago tempat kopi yang
Salah satu komoditas yang diprioritas- akan dijemur. Menurut Direktorat Pascapanen
kan pengembangannya oleh pemerintah dan Pembinaan Usaha, Ditjen Perkebunan
Indonesia saat ini adalah kopi Arabika. (2011) persyaratan lahan yang harus dipenuhi
Ekspor kopi Arabika dari Indonesia sebagian dalam pengembangan UPH kopi adalah a)
besar dipasarkan ke segmen pasar khusus bebas pencemaran, b) tempat layak, saluran
(kopi spesialti) karena mutu citarasanya khas pembuangan baik, c) dekat dengan sentra
dan digemari oleh para penikmat kopi di produksi dan d) tidak dekat dengan
negara-negara konsumen utama, antara lain perumahan penduduk. Selain itu juga perlu
Jerman, Jepang, Amerika Serikat, Korea diperhatikan persyaratan teknis dan kesehatan
Selatan dan Italia. Di segmen spesialti harga serta sanitasi dalam penanganan pascapanen
kopi lebih mahal dan fluktuasinya tidak terlalu kopi.
tajam, yang tentunya berdampak pada Pengolahan kopi Arabika dilakukan
pendapatan petani dan devisa negara dengan cara pengolahan basah dan telah
(Wahyudi, 2008). Kopi spesialti ini ditangani mengikuti SOP (Standard of Procedure).
dengan cara pengolahan basah. Pengem- Proses pengolahan kopi Arabika oleh petani di
bangan kopi spesialti ini dilakukan di berbagai Bali dilakukan dengan tahapan sebagai
daerah penghasil Kopi Arabika, antara lain berikut: pemetikan buah merah, sortasi
Jawa Barat yang mengembangkan Kopi Java (secara rambang), pulping (mengupas kulit
Preanger (Arabica Java Preanger) yang luar) dan sortasi biji yang masih berkulit,
mempunyai rasa khas, gurih, lembut dan tidak fermentasi selama 12-36 jam, pencucian,
membosankan. Dalam rangka pengembangan penirisan, penjemuran, sortasi biji kopi,
Kopi Arabika yang mempunyai kekhasan pengepakan (karung), penyimpanan (dilakukan
tersebut, pihak-pihak terkait di Jawa Barat 1-2 bulan sebalum dijual). Pada umumnya,
seperti Gemar (Gerakan Multi Aktivitas proses fermentasi pada penanganan
Agribisnis), LMDH/PHBM (Lembaga Masya- pascapanen kopi sulit diterapkan karena faktor
rakat Desa Sekitar Hutan/Pengelolaan Hutan penariknya berupa insentif harga tidak ada.
Bersama Masyarakat), BUMN/PTPN, APEKI Masih banyak dijumpai petani kopi yang
(Asosiasi Petani Kopi), GPP (Gabungan menjual kopinya dalam bentuk gelondongan
Pengusaha Perkebunan) dukungan Dinas basah. Pada umumnya petani mengolah kopi
Perkebunan Provinsi Jawa Barat telah secara kering, dan teknologi pascapanen yang
membentuk ormas Masyarakat Perlindungan digunakan masih sangat tradisional. Untuk
Indikasi Geografis (MPIG) Kopi Arabica Java memberi insentif bagi petani dalam
Preanger Provinsi Jawa Barat yang telah menerapkan teknologi penanganan
disahkan sebagai Badan Hukum tertanggal 30 pascapanen kopi, maka Puslit Koka berinisiatif
Januari 2012. Pembentukan MPIG diperlukan merintis peningkatan akses petani terhadap
untuk perlindungan hak kekayaan geografis pasar ekspor kopi melalui program kemitraan
Jawa Barat khususnya yang terkait dengan antara petani dengan eksportir kopi di berbagai
sertifikasi Indikasi Geografis Kopi Arabica Java daerah. Dalam program kemitraan ini Puslit
Preanger (Dinas Perkebunan Jawa Barat, Koka bertindak sebagai mediator yang
2011). menyambungkan antara kelompok tani dengan
Kasus di Pangalengan, Kabupaten eksportir. Selain itu, Puslit Koka juga
Bandung, di mana kopi spesialti diusahakan di mengundang pihak Perbankan, PT Perhutani
lahan PT Perhutani, dibentuk koperasi yang dan Dinas Perkebunan setempat untuk
merupakan wadah kerja sama petani kopi berpartisipasi dalam program kemitraan ini.
(jenis Arabica) dengan PT Perhutani. Untuk kasus Jawa Timur, salah satu
Pembentukan koperasi ditujukan untuk kabupaten dimana program rintisan ini
melaksanakan penanganan pascapanen kopi dilakukan adalah Kabupaten Bondowoso, yaitu
agar sebagian nilai tambah kopi kembali ke di Desa Sukorejo Kecamatan Sumberwringin,
anggota. Koperasi ini berdiri sejak tahun 2011, Desa Sukosawah Kecamatan Sempol, dan
telah dilengkapi dengan UPH (Unit Pengolah Desa Kalisat Jampit Kecamatan Cerme. Di
Hasil) kopi dengan fasilitas peralatan yang lokasi ini, pihak-pihak yang bermitra antara lain
: kelompok tani, PT Perhutani, eksportir, Bank

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TEKNOLOGI PASCAPANEN KOPI DAN MASALAH PENGEMBANGANNYA Henny Mayrowani

43
Indonesia (BI) dan Bank Jatim (Media ekspor yang mempunyai pasar cukup baik dan
Perkebunan, 2011). memerlukan standar kualitas tertentu. Bahkan
Daerah penghasil kopi yang menyebar pemerintah di beberapa provinsi membentuk
dari ujung wilayah barat hingga timur lembaga Masyarakat Perlindungan Indikasi
Indonesia masing-masing memiliki keunggulan Geografis (MPIG) untuk Kopi Arabika. Fungsi
yang khas dan diminati oleh konsumen lembaga ini adalah: (1) sebagai mediator
tertentu. Daerah produsen kopi yang sangat antara kelompok tani kopi dengan Perum
dikenal kekhasannya diantaranya adalah Aceh Perhutani untuk mendapatkan hak peman-
(Gayo), Sumatera Utara, Lampung, Jawa, Bali, faatan lahan untuk usahatani kopi di areal
Sulawesi Selatan (Toraja). Komoditas kopi kehutanan sambil menjaga hutan dari bahaya
Indonesia tersebut beberapa telah dikenal di erosi, (2) mengusulkan sertifikasi produk Kopi
pasar internasional, mendapat tempat yang Arabika spesifik daerah, (3) menjadi mediator
baik di kalangan penggemar kopi dunia, dan antara kelompok tani kopi dengan perusahaan
bahkan nama daerah asal kopi tersebut telah eksportir kopi untuk memudahkan pemasaran
pula digunakan sebagai “icon” untuk kopi milik petani.
kepentingan pemasaran produk tersebut oleh
Negara mitra pengimpor tanpa menyebutkan Pemantauan dan Evaluasi Program
negara asalnya. Dengan kata lain, produk
pertanian tersebut telah “diakui” sebagai Dalam pelaksanaan program pengem-
produk yang dihasilkan oleh negara pengimpor bangan teknologi pascapanen dilakukan
yang memasarkannya. pengawalan, pemantauan dan pembinaan
dalam pemanfaatan alat dan mesin bantuan
Sebagai salah satu upaya perlin- yang telah didistribusikan secara berkelanjutan
dungan terhadap keaslian dan kekhasan sehingga petani mampu menggunakan alat
produk pertanian yang dihasilkan oleh suatu dan mesin tersebut. Kegiatan ini dilakukan
daerah, serta dalam rangka meningkatkan baik oleh Pemerintah Pusat maupun
daya saing produk pertanian Indonesia di Pemerintah Daerah, dan bila diperlukan,
pasar domestik maupun global, dipandang terutama untuk pembinaan kepada petani
perlu adanya kegiatan fasilitasi dalam upaya melibatkan perguruan tinggi maupun lembaga
pengembangan sertifikasi Indikasi geografis. terkait lainnya. Pemantauan alat dan mesin
Indikasi geografis (IG) merupakan Hak pascapanen hasil pertanian yang telah
Kekayaan Intelektual yang dapat dilindungi. didistribusikan dilakukan untuk memantau
Indonesia merupakan salah satu anggota sejauh mana kesesuaian proses pengadaan
Trade Related of Intelectual Property Rights dan penyerahan barang dari Dinas Pertanian
(TRIP’s) Agreement, yang mewajibkan negara- Kabupaten ke petani (Gapoktan), peman-
negara anggota untuk menyusun peraturan faatannya oleh petani dan memantau kendala
tentang indikasi geografis, dengan tujuan yang dihadapi oleh petani dalam pemanfaatan
memberikan perlindungan hukum terhadap alat dan mesin pascapanen bantuan tersebut.
praktek atau tindakan persaingan curang.
Berdasarkan ketentuan Pasal 56 Undang- Pengarahan pemerintah dalam
undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek, IG penerapan GAP dan GHP menjadi jaminan
adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah bagi petani kopi untuk mendapatkan nilai
asal suatu barang, yang karena faktor tambah berupa insentif harga dan jaminan
lingkungan geografis termasuk faktor alam, pasar yang memadai. Bagi konsumen
faktor manusia, atau kombinasi dari kedua penerapan GAP dan GHP menjadi jaminan
faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas bahwa produk yang dipasarkan adalah hasil
tertentu pada barang yang dihasilkan. Hak dari serangkaian proses yang sesuai standar
Indikasi Geografis bersifat kolektif dan mutu dan ramah lingkungan. Proses ini juga
ditujukan khusus untuk melindungi nama asal dilakukan dalam pengembangan kopi di
suatu barang dan keterkaitan reputasi serta daerah yang diarahkan pada pengembangan
kualitas. Perlindungan berlaku selama ciri dan kopi yang mempunyai kekhasan secara
kualitas bisa dipertahankan. Hak IG dimiliki geografis. Kinerja penanganan pascapanen
oleh setiap produsen dalam wilayah yang bisa kopi di tingkat petani saat ini masih belum
memenuhi standar yang digunakan dalam memadai untuk menghasilkan produk
buku persyaratan. berkualitas baik karena pemanfaatan alsintan
untuk pascapanen belum terdiseminasi
Dalam hal perlindungan dan dengan baik. Kondisi ini merupakan konse-
penanganan pascapanen Kopi Arabika, kuensi dari kebijakan yang selama ini terfokus
perhatian pemerintah dan swasta relatif baik, pada upaya peningkatan produksi pada tingkat
karena Kopi Arabika merupakan komoditas usahatani (on-farm). Namun beberapa kasus

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 1, Juli 2013 : 31 - 49

44
di Lampung dan Bali menunjukkan bahwa memberikan insentif harga atas biji kopi yang
program pengembangan ini telah memberikan panen masak sehingga petani enggan
tambahan keuntungan bagi petani kopi yang melakukan panen tepat waktu dan grading.
menerapkan teknologi anjuran karena kualitas Kualitas kopi selain ditentukan oleh faktor
produk meningkat sehingga harga jualnya prapanen juga ditentukan oleh faktor
tinggi (Mayrowani et al., 2012). Oleh karena pascapanen. Menurut Simatupang dan Adreng
itu, masih diperlukan reorientasi kebijakan (1998) untuk memperoleh biji kopi yang
yang memberi lebih banyak prioritas pada terjamin dalam keadaan baik diperlukan
penanganan pascapanen yang selama ini kesepakatan antara pihak-pihak terkait yaitu
masih tertinggal, termasuk peningkatan alokasi pihak produsen/petani, pengusaha pengolah,
anggaran untuk pengembangan pascapanen. pedagang/eksportir dan importir. Salah satu
target Kementerian Pertanian adalah
menciptakan nilai tambah dan daya saing
MASALAH PENGEMBANGAN TEKNOLOGI ekspor komoditas perkebunan Indonesia
PASCAPANEN KOPI termasuk kopi, namun masih di dominasi
produk mentah, sehingga nilai tambah tidak
Masalah Teknis dapat dinikmati di dalam negeri.

Komoditas kopi memiliki interde- Indonesia memiliki keragaman jenis


pendensi yang sangat kuat dengan industri dan teknologi dalam bidang penanganan
pengolahan karena sebagian besar produknya pascapanen dan pengolahan, namun teknik
digunakan sebagai bahan baku industri penanganan pascapanen dan pengolahannya
pengolahan. Implikasinya adalah dinamika masih didominasi oleh cara-cara tradisional
pertumbuhan usahatani kopi akan sangat dan umumnya merupakan bagian dari kearifan
dipengaruhi oleh dinamika pertumbuhan lokal. Sejalan dengan dinamika pasar dan
industri pengolahan (Rachman et al., 2002). perubahan permintaan konsumen maka hasil
Terdapat negara-negara pesaing produsen olahan masyarakat tradisional menjadi
komoditas kopi yang menghasilkan komoditas tertinggal dan terdesak oleh produk olahan
yang sama dengan tingkat efisiensi yang lebih modern. Keragaman teknologi pengolahan
baik. Namun demikian, disamping produk pertanian yang berkembang di
meningkatkan efisiensi usaha perkebunan kopi masyarakat di tiap daerah merupakan
tersebut, hal yang sangat penting adalah kekayaan/sumberdaya dasar yang jika
bagaimana mengupayakan agar mutu didayagunakan dan disesuaikan dengan
produknya dapat ditingkatkan melalui teknologi kondisi global akan merupakan sumber
pascapanen yang telah dikembangkan. Saat kekuatan dalam pengembangan produk olahan
ini Vietnam telah menggeser posisi Indonesia yang berdaya saing.
sebagai penghasil terbesar Kopi Robusta.
Harga Kopi Robusta Indonesia kalah bersaing Masalah Ekonomi
dengan Vietnam yang berani menjual dengan
harga murah. Program pengembangan yang
dicanangkan pemerintah tidak sepenuhnya
Tantangan ekspor kopi Indonesia direspon petani karena faktor harga kurang
diantaranya adalah: (1) peningkatan syarat memberi insentif kepada petani untuk
ekspor melalui berbagai bentuk sertifikasi, melakukan penanganan pascapanen secara
sebagai contoh sertifikat bebas OTA baik. Selain itu, pedagang pengumpul
(Ochratoxin A), (2) mensyaratkan rekam jejak cenderung membeli produk dengan kualitas
kopi yang ramah lingkungan mulai dari tingkat asalan dari petani, terutama untuk produk
budidaya. Hasil penelitian Simatupang dan perkebunan. Namun, keragaman teknologi
Adreng (1998) menyimpulkan bahwa mutu penanganan pascapanen dan pengolahan
merupakan salah satu penentu daya saing dari produk masih merupakan sumber kekuatan
harga ekspor kopi, sehingga pemeliharaan dalam pengembangan produk olahan yang
mutu perlu diberi perhatian serius oleh para berdaya saing.Kendala ekonomi utama dalam
petani dan industri pengolah kopi. Salah satu penenganan pascapanen kopi adalah
permasalahan yang sering dihadapi dalam hal permodalan. Seperti telah dikemukakan
produk kopi adalah rendahnya mutu biji kopi sebelumnya, harga alat dan mesin
hasil petani (Hadi et al., 2002). Kebutuhan pascapanen kopi masih relatif mahal bagi
petani yang mendesak menyebabkan ada biji petani, hanya kelompok tani yang bisa memiliki
kopi yang dipanen petani belum masak (petik alat dan mesin tersebut dengan kapasitas
hijau). Hal ini disebabkan oleh perilaku yang terbatas. Selain itu, kegiatan sortasi
pedagang atau eksportir yang tidak untuk menaikkan kualitas kopi belum banyak

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TEKNOLOGI PASCAPANEN KOPI DAN MASALAH PENGEMBANGANNYA Henny Mayrowani

45
dilakukan petani. Kualitas kopi yang dijual ketidak sesuaian alat dan mesin dengan
petani pada umumnya adalah kopi asalan kebutuhan petani yang sesuai dengan kondisi
(kopi tanpa melalui tahap sortasi). Kualitas wilayah. Rumitnya tingkat teknologi
asalan tidak memiliki standar mutu tertentu, menyebabkan kurang pemahaman petani
baik kadar air maupun kotoran, biji hitam dan terhadap sistem pengembangan pascapanen.
sebagainya. Kadar air mutu asalan berkisar Bimbingan pemanfaatan teknologi pascapanen
17-25 persen dan nilai cacat (defect) lebih dari pada petani/kelompok tani masih sangat
150 sehingga variasi harga di tingkat petani minim, sehingga beberapa teknologi belum
lebih banyak ditentukan oleh sejauh mana dikuasai dengan baik oleh mereka. Untuk itu
kadar air dan defect dari masing-masing diperlukan pembinaan secara intensif dan
petani. Hasil penelitian Agustian et al (2003) di berkesinambungan kepada petani kopi.
Lampung menunjukkan para pembeli yaitu Proses ini membutuhkan keterlibatan pihak
pedagang pengumpul tidak membedakan tertentu, adanya kelembagaan pertanian
harga antar kualitas, sehingga petani tidak seperti penyuluhan dapat mendukung perce-
terpacu untuk memperbaiki kualitas kopi. patan pemberdayaan petani, namun perma-
Bahkan menurut petani, para eksportir yang salahannya adalah keterbatasan tenaga
melakukan pembelian ke pedagang penyuluh pascapanen perkebunan.
pengumpul tidak mau menerima grade yang
bagus. Hal ini diduga oleh petani, karena
eksportir tersebut memiliki unit pengolah hasil PENUTUP
tersendiri. Mereka ingin mendapat kopi yang
banyak dengan harga murah kemudian Berbagai kebijakan pengembangan
disortasi dan diolah sendiri. Dalam upaya pascapanen kopi telah dicanangkan peme-
memacu petani untuk mempertahankan rintah namun perkembangan penanganan
kualitas kopi yang dihasilkan, maka diharapkan pascapanen masih berjalan lambat dan masih
para pedagang/eksportir dapat mengapresiasi belum sesuai dengan harapan. Perhatian
dalam bentuk insentif harga yang lebih baik pemerintah terhadap peningkatan nilai tambah
bila dibandingkan dengan hanya menjual kopi dan daya saing produk pertanian di perdesaan
asalan. selama ini masih relatif kecil jika dibandingkan
Faktor lain yang juga merupakan dengan upaya peningkatan produksi hasil
hambatan bagi penerapan teknologi pertanian melalui budidaya tanaman.
pascapanen adalah kurangnya insentif Keterbatasan sarana penanganan pascapanen
peningkatan mutu produk pertanian. Sebagai dan pengolahan hasil, pengetahuan petani,
contoh, tidak adanya perbedaan harga biji kopi dan tidak adanya insentif harga yang menarik
yang difermentasi dengan yang tidak menyebabkan petani tidak mau mengikuti
difermentasi, menyebabkan petani tidak metode penanganan pascapanen dan
melakukan fermentasi. Selain itu, kebutuhan pengolahan yang disarankan.
uang tunai yang mendesak untuk membayar Pengarahan pemerintah dalam
utang dan kebutuhan rumah tangga membuat penerapan GAP dan GHP menjadi jaminan
petani menjual produknya dengan segera bagi petani untuk mendapatkan nilai tambah
setelah panen tanpa melalui penanganan berupa insentif peningkatan harga dan
pascapanen yang memadai. Berbagai kepastian jaminan pasar, sehingga konsumen
kebijakan diperlukan untuk mendorong petani mendapat jaminan bahwa produk yang
dan pelaku agribisnis lainnya melakukan dipasarkan diperoleh dari hasil serangkaian
penanganan pascapanen yang baik untuk proses yang efisien, produktif dan ramah
mengurangi kehilangan hasil serta mening- lingkungan. Proses ini juga dilakukan dalam
katkan mutu dan daya saing produk pertanian. pengembangan kopi di daerah yang diarahkan
pada pengembangan kopi yang mempunyai
Masalah Sosial Kelembagaan kekhasan secara geografis. Teknologi
pascapanen kopi yang telah dikembangkan
Masalah kelembagaan terutama oleh Puslit Koka penerapannya di tingkat
adalah pemberdayaan kelompok tani dalam petani masih belum memadai, karena
pengembangan teknologi pascapanen. Petani pemanfaatan alsintan untuk keperluan
diharapkan dapat menguasai teknologi pascapanen kopi belum terdiseminasi dengan
pascapanen dan dapat menerima inovasi baru baik dan masalah harga alsintan yang masih
untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dirasakan relatif mahal. Untuk itu, diperlukan
usahanya. Namun dalam kenyataannya masih berbagai kebijakan pendukung agar teknologi
banyak dijumpai “ketidaktahuan” petani pascapanen kopi tersebut dapat diadopsi
tentang teknologi yang telah tersedia dan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 1, Juli 2013 : 31 - 49

46
secara baik dan menguntungkan, di antaranya Untuk Menurunkan Okratoksin Produk
adalah sistem distribusi bantuan alat dan Kopi (Studi Kasus di Sidomulyo, Jember).
mesin pascapanen yang sebaiknya dilakukan Agrointek Vol 4, No. 2. Agustus 2010.
dengan didasari pada kebutuhan petani dan Hal: 114-120.
kemampuan/keterampilan, serta pengetahuan Deverau, A.D. 2002. Physical Factors in Post-
petani dalam mengoperasikan alat tersebut. Harvest Quality. Crop Post-Harvest :
Science and Technology. Volume 1. (Eds.
Dilihat dari ketersediaan teknologi Peter Golob, Graham Farrel and E.
pascapanen, sebenarnya Indonesia mampu Orchard). Blackwell Science Ltd.
meningkatkan mutu kopi. Masalah yang perlu Greenwich.
mendapat perhatian adalah masalah Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. 2011.
kelembagaan terutama untuk pemberdayaan Laporan Tahunan. Bandung.
kelompok tani dalam pengembangan teknologi Ditjen P2HP. 2003. Kebijakan dan Program
pascapanen. Faktor lain yang perlu diperhati- Pemasaran dan Pengembangan Industri
kan untuk menyebar luaskan penggunaan Kopi di Indonesia. Warta Pusat Penelitian
alsintan, khususnya alat pascapanen dengan Kopi dan Kakao, 19 (1) : 1-8.
mutu yang baik dan harga alsintan yang a
Ditjen Perkebunan. 2012 . Kebijakan Pengem-
terjangkau oleh petani. Di samping itu, terkait bangan Komoditas Perkebunan Strategis,
kondisi sosial ekonomi petani, diseminasi disampaikan pada Rapat Kerja Akselerasi
teknologi, upaya pengembangan alsin Industrialisasi dalam Rangka Mendukung
pascapanen yang terjangkau harganya oleh Percepatan dan Pembangunan Ekonomi,
petani serta kemitraan antara petani sebagai Hotel Grand Sahid, 1 Pebruari 2012.
produsen, pengolah (prosesor) dan pedagang Ditjen Perkebunan. 2012b. Pedum Intensifikasi,
(eksportir) untuk memperoleh jaminan pasar, Perluasan dan Peremajaan Kopi. Jakarta.
perlu dikembangkan. Ditjen
a
Perkebunan. 2011 . Pedoman Teknis
Penanganan Pascapanen Kopi (draft).
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan
DAFTAR PUSTAKA Usaha. Direktorat Jenderal Perkebunan.
Kementerian Pertanian. Jakarta
b
AEKI, 2013. Pengusaha Kopi Targetkan Produksi Ditjen Perkebunan. 2011 . Pedoman Teknis
Kopi 1 Ton per Hektare. http://suara Penanganan Pascapanen Kakao (draft).
pengusaha.com/2013/04/02 Direktorat Pascapanen dan Pembinaan
Usaha. Direktorat Jenderal Perkebunan.
Agustian, A., Supadi, S. Friyatno dan A. Askin. Kementerian Pertanian. Jakarta
2003. Pengembangan Agroindustri a
Perkebunan. Laporan Hasil Penelitian Ditjenbun. 2010 . Pedoman Umum Pelaksanaan
Puslitbang Sosek Pertanian. Pengembangan/Rehabilitasi Kopi Organik
(Specialty). Jakarta.
Arnawa, I K., G. A. G. E. Martiningsih, I Made b
Budiasa, I Gede Sukarna. 2010. Ditjenbun. 2010 . Pedoman Umum Pelaksanaan
Peningkatan Kualitas dan Kuantitas kopi Pengembangan/Rehabilitasi Kopi Robusta.
Arabika Kintamani Dalam Upaya Jakarta.
Meningkatkan Komoditas Ekspor Sektor Ditjen P2HP. 2010. Rencana Strategis Direktorat
Perkebunan. Majalah Aplikasi Ipteks Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Ngayah. Fakultas Pertanian Universitas Hasil Pertanian. Kementerian Pertanian.
Mahasaraswati. Denpasar. Volume 1 No. 1 Jakarta.
Tahun 2010. Hal. 63-70
Effendi, M. 2011. Konsep Dasar Pentingnya
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2008. Penanganan dan Pengolahan Hasil
Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2907- Pertanian. Teknologi Penanganan dan
2008. Biji Kopi. Pengolahan hasil Pertanian. Fakultas
Bautista, O. K. 1990. Postharvest Technology for Teknologi Pertanian. Universitas
Southeast Asian Perishable Crops. Brawijaya. Malang
Technology and Livelifood Resource Firmansyah, I.U., M. Aqil, dan Y. Sinuseng. 2007.
Centre.Makati, Metro Manila. Philippines. Penanganan Pascapanen Jagung. Buku
Chandra, D., R H. Ismono dan E. Kasymir. 2013. Jagung: Teknik Produksi dan
Prospek Perdagangan Kopi Robusta Pengembangan. (Eds: Sumarno, Suyamto,
Indonesia di Pasar Internasional. Jurnal A. Widjono, Hermanto, H. Kasim).
Ilmu-ilmu Agribisnis (JIIA), Volume 1 No. 1 Puslitbang Tanaman Pangan, Badan
Tahun 2013. Program Studi Agribisnis, Litbang Pertanian.
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Goletti, F. and C. Wolff. 1999. The Impact of
Hal 10-15. Postharvest Research. MSS Discussion
Choiron, M. 2010. Penerapan GMP pada Paper No. 29. Market and Structural
Penanganan Pascapanen Kopi Rakyat

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TEKNOLOGI PASCAPANEN KOPI DAN MASALAH PENGEMBANGANNYA Henny Mayrowani

47
Studies Division. International Food Policy Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2007.
Research Institute. Washington DC. Proses Pengolahan Kopi. http://www.aped-
Hadi, P.U., A. Agustian, A.H. Malian, S. Hastuti, A. project.org (17 Februari 2010)
a
Djulin, dan S.H. Susilowati. 2002. Kajian Puslit Koka Indonesia. 2011 . 100 Tahun Pusat
Perdagangan Internasional Komoditas Penelitian Kopi dan Kakao. Jember.
Pertanian Indonesia. 2001. Puslitbang b
Puslit Koka Indonesia. 2011 . Secangkir Kopi
Sosek Pertanian bekerja sama ARMP II. Meracik Tradisi. Jember.
Badan Litbang Pertanian Bogor. c
Puslit Koka Indonesia. 2011 . Rencana Strategis
Hardjosuwito, B, P. Guritno dan Hermansyah. 1998. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Alat Pengering Biji Coklat dan Buah Kopi Indonesia. http://www.iccri.net/index.php?
Rakyat: Cahaya Matahari dan Limbah option=com_content&view=article&id=84&I
Padat Pertanian sebagai Sumber Energi temid=80. Diunduh 15 Oktober 2012.
dalam Inovasi Teknologi Pertanian.
Seperempat abad penelitian dan Rachman, B, T. Nurasa, F. Sulaiman, J.
Pengembangan Pertanian Buku . Badan Situmorang, A. Djulin dan A.H. Malian.
Litbang Pertanian. 2002. Studi Pengembangan Sistem
Agribisnis Perkebunan Rakyat dalam
Kompas. 2012. Sosok Vinsensius Loki Membawa Perspektif Globalisasi Ekonomi. Hasil
Kopi Ngada Mendunia. Senin, 7 Mei 2012. Penelitian. Puslitbang Sosial Ekonomi
Kurniayu, Y. A. 2011. Analisis Kebijakan Perkopian Pertanian.Bogor.
Nasional Terkait Usaha-usaha Pening- Kustiari, R. 2007. Perkembangan Pasar Kopi Dunia
katan Pendapatan Petani : Suatu Pen- dan Implikasinya Bagi Indonesia.Forum
dekatan Sistem Dinamik. Undergraduate Penelitian Agro Ekonomi.Vol.25 No. 1. Juli
Thesis of Industrial Engineering, ITS. 2007.
Surabaya.
Setyono, A., S. Nugraha, dan Sutrisno. 2008.
Media Perkebunan. 2011. Motramed Puslitkoka Prinsip Penanganan Pascapanen Padi.
Angkat Mutu dan Harga Kopi Speciality dalam Padi: Introduksi Teknologi dan
Indonesia. Ketahanan Pangan Buku I. Balai Besar
http://www.mediaperkebunan.net/hil-n12. Penelitian Padi. Sukamandi.
Diunduh 11 Oktober 2012
Simatupang, P. dan A. Purwoto. 1990.
Mawardi, S. 1999. Kopi Spesialti sebagai Alternatif Pengembangan Agroindustri sebagai
Pengembangan Kopi di Indonesia. Warta Penggerak Pembangunan Desa dalam
Penelitian Kopi dan Kakao. Puslit Kopi dan Agroindustri Faktor Penunjang
Kakao Indonesia. Asosiasi Penelitian Pembangunan Pertanian Indonesia.
Perkebunan Indonesia. Vol.15 no.1 Simatupang et al (Penyunting). Puslit
Februari 1999. Hal 28-40. Agroekonomi Bogor.
Mayrowani, H., D. K. S. Swastika, R. N. Suhaeti Simatupang, P., Muharminto, A. Purwoto, A. Syam,
dan Supadi. 2012. Kajian Kebijakan G.S. Hardono, K.S. Indraningsih, E. Jamal,
Pascapanen : Analisis Kebutuhan, R.E. Manurung. 1998. Koordinasi Vertikal
Evaluasi Program, dan Dampak Sebagai Strategi untuk Meningkatkan
Penerapan Teknologi Pascapanen. Daya Saing dan Pendapatan Dalam Era
Laporan Penelitian. Pusat Sosial Ekonomi Globalisassi Ekonomi (kasus Agribisnis
dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian Kopi). Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Pertanian, Badan Penelitian dan Pe-
Mulato, S, S. Widyotomo dan E. Suharyanto, 2010. ngembangan Pertanian, Departemen
Pengolahan Produktif Primer dan Pertanian, Bogor.
Sekunder Kopi. Pusat Penelitian Kopi dan Soemarno, D., S. Mawardi, Maspur dan H.
Kakao Indonesia Edisi 04. Prayuginingsih. 2009. Peningkatan Nilai
Mutiarawati, T. 2007. Penanganan Pascapanen Tambah Pengolahan Kopi Arabika Metode
Hasil Pertanian. Makalah pada Workshop Basah Menggunakan Model Kemitraan
Pemandu Lapangan, Sekolah Pengolahan Bermediasi (Motramed) Pada Unit
dan Pemasaran Hasil Pertanian. Pengolahan Hasil di Kabupaten Ngada,
Departemen Pertanian. Jakarta. NTT. Pelita Perkebunan Vol 25 No. 1
Najiati, S. dan Danarti. 2007. Budidaya Kopi dan Tahun 2009. hal.38-54
Pengolahan Pasca Panen. Penebar Stathers, T., R. Lamboll and B. M. Mvumi. 2013.
Swadaya. Jakarta. Post-harvest Agriculture in Changing
Prastowo, B., E. Karmawati, Rubijo, Siswanto, C. Climate. International Journal for Rural
Indrawanto dan S. J. Munarso. 2010. Development. Vol. 47 No. 1 Tahun 2013.
Budidaya dan Pascapanen Kopi. Pusat Wahyudi, T. 2008, Sambutan Direktur Puslit Koka
Penelitian dan Pengembangan Per- Indonesia pada Buku Panduan Budidaya
kebunan. Bogor. dan Pengolahan Kopi Arabika Gayo, Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia,

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 31 No. 1, Juli 2013 : 31 - 49

48
APED, Bappeda NAD dan UNDP, Banda Widodo, P. 2012. Pengembangan Mesin Pengolah
Aceh. Kopi Skala UKM di Kabupaten Alor, Nusa
Widjaja, H. 2002. Standarisasi Mutu Kopi Dalam: Tenggara Timur. http://www.pkpp.ristek.
Majalah Kopi Indonesia. Jendela Informasi go.id/assets/upload/docs/564_doc_1.pdf,
Perkopian. Edisi 104/Th IX/Februari-Maret diunduh 11 Oktober 2012
2002. Badan Pengurus Pusat Asosiasi
Ekspor Kopi Indonesia(AEKI).

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TEKNOLOGI PASCAPANEN KOPI DAN MASALAH PENGEMBANGANNYA Henny Mayrowani

49

Anda mungkin juga menyukai