Anda di halaman 1dari 26

JOURNAL READING

NEUROMODULASI SAKRAL DAN FUNGSI SEKSUAL: SYSTEMATIC RIVIEW DAN


TINJAUAN META-ANALISIS

(Sacral neuromodulation and sexual function: a systematic review and meta-analysis of the
literature)
International Urogynecology Journal (IUJ). Vol 30. Maret 2019. Hal 353-362;

Oleh:
Nurul Muth Mainnah, S.Ked
NIM. 1830912320133

Pembimbing:
dr. Ihya Ridlo Nizomy, M.Kes, Sp.OG (K)

BAGIAN/ SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/ RSUD ULIN
BANJARMASIN
Februari, 2020
Neuromodulasi sakral dan fungsi seksual: Systematic riview dan tinjauan meta-analisis
Aethele Khunda 1 & Carol McCormick 1 & Paul Ballard 1

Abstrak

Pendahuluan dan hipotesis : Fungsi seksual merupakan suatu hal penting yang dikeluhkan oleh
pasien. Neuromodulasi sakral merupakan suatu tindakan pengobatan yang saat ini sedang
berkembang. Efek Neuromodulai sakral pada fungsi seksual telah diuji dengan beberapa penelitian
dengan berbagai variabel. Pada ulasan ini, penulis bertujuan untuk meninjau literatur secara
sistematis dan mengumpulkan data yang sesuai.
Metode : Pencarian literatur dilakukan terutama pada platform Healthcare Databases Advanced
Search (HDAS) menggunakan mesin pencarian Medline, EMBASE dan CINHAL. Dari 196 sitasi
yang didapatkan, 17 artikel memenuhi kriteria inklusi yang ditentukan sebelumnya. Tiga belas
penelitian melaporkan informasi yang cukup untuk dimasukkan dalam meta-analisis pada
penelitian ini. Software RevMan5 digunakan untuk analisis.
Hasil : Delapan dari 17 penelitian melaporkan efek positif neuromodulasi sakral terhadap fungsi
seksual. Telah dikumpulkan analisis data dari 11 penelitian yang melibatkan 573 pasien sebelum
melakukan tindakan neuromodulasi sakral dan 438 pasien setelah mendapatkan tindakan dengan
neuromodulasi sakral menunjukkan terjadinya peningkatan yang signifikan terhadap fungsi seksual
(Neuromodulasi = −0,39; 95% CI: .50,58 hingga −0,19; p = 0,0001). Hasil ini tetap signifikan
dalam sebagian besar analisis subkelompok kecuali pada pasien yang menderita inkontinensia alvi.
Kesimpulan : Neuromodulasi sakral pada wanita yang memiliki penyakit gangguan dasar panggul,
terutama disfungsi kandung kemih, tampaknya memiliki efek positif terhadap fungsi seksual. Ini
perlu diverifikasi dalam penelitian primer yang didukung secara memadai menggunakan fungsi
seksual sebagai hasil utama
Kata Kunci: Stimulasi saraf sakral. Neuromodulasi sakral. Seks
PENDAHULUAN

World health organization (WHO) mendefinisikan kesehatan seksual sebagai kesejahteraan

fisik, emosional, mental dan sosial seseorang yang berkaitan dengan seksualitas [1]. Penelitian pada

suatu komunitas memperkirakan prevalensi disfungsi seksual sebanyak 25-63% [2]. Prevalensi

yang tinggi ini ditantang pada survei epidemiologis terhadap 1489 wanita [3]. Para penulis

menggunakan kriteria yang telah diterbitkan sebelumnya untuk mendiagnosis disfungsi seksual,

penegakkan diagnosis dilakukan jika skor total berdasarkan gejala melebihi ambang yang telah

ditentukan dalam kuesioner yang divalidasi, Indeks Fungsi Seksual Wanita (FSFI) [4], dan

menyebabkan tekanan di luar batas yang telah ditentukan sesuai dengan alat yang divalidasi, Skala

Kesulitan Seksual Wanita [5]. Prevalensi disfungsi seksual wanita berdasarkan definisi yang ketat

ini dilaporkan 5,8% (titik prevalensi: dalam 4 minggu terakhir) dan 15,5% (prevalensi seumur

hidup).Umumnya, disfungsi seksual wanita terjadi pada wanita yang memiliki masalah yang

berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan atau pencernaan seperti inkontinensia gangguan

pengosongan [6, 7]. Sebuah survei epidemiologi di Amerika Serikat menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan antara gejala saluran kemih dengan gangguan gairah dan nyeri pada saat

berhubungan seksual/seksual, tetapi tidak dengan gairah rendah [2]. Penelitian cross sectional yang

lainnya yaitu yang melibatkan 2.269 wanita, menemukan bahwa 24% memiliki inkontinensia alvi

dan bahwa inkontinensia alvi secara signifikan berkaitan dengan gairah seksual yang rendah,

kesulitan dengan lubrikasi, kesulitan dengan orgasme dan rasa sakit/tidak nyaman pada saat

berhubungan seksual. Namun, hal tersebut tidak mempengaruhi frekuensi dari aktivitas seksual[8].

Kemajuan dalam tindakan kesehatan dan perubahan dalam sikap yang berhubungan dengan seksual

telah membantu para wanita untuk tetap bisa tertarik secara seksual dan aktif hingga usia lanjut [9]

terutama pada wanita yang mengalami disfungsi dasar panggul. Sebenarnya fungsi seksual tidak

menjadi perhatian akademis seperti gangguan fisik atau psikologis [10], tetapi karena dampaknya

pada kualitas hidup [3] dan memerlukan biaya yang sangat tinggi [11] sehingga saat ini fungsi
seksual menjadi perhatian di berbagai tindakan, termasuk neuromodulasi sakral, tentang fngsi

seksual. Terdapat tiga pembahasan yang diterbitkan dan mebahas tentang topik ini. Pada tahun 2010,

pembahasan neuromodulasi sakral secara non sistematis mengenai neuromodulasi sakral terhadap

sistitis intersisial/sindrom nyeri kandung kemih, nyeri panggul kronis dan disfungsi seksual

menemukan tiga penelitian yang melaporkan efek neuromodulasi sakral pada fungsi seksual wanita.

Metodologi dalam tinjauan ini tidak dijelaskan. Ringkasan singkat dari penelitian ini

dipresentasikan, dan tidak ada kesimpulan [12]. Pada tahun 2014, tinjauan pustaka secara sistematis

mengenai neuromodulasi sakral dan seksualitas pada wanita telah dilaporkan [13]. Metodologi

peninjauan ini sesuai dengan pernyataan PRISMA [14]. Hal tersebut termasuk dalam sepuluh

penelitian yang bersifats sintesis-kualitatif, tetapi tidak menunjukkan meta-analisis. Dikutip bahwa

heterogenitas populasi yang diteliti, termasuk beberapa jenis disfungsi dasar panggul dan berbagai

ukuran hasil yang digunakan sebagai alasan untuk melakukannya meta-analisis. Tinjauan tersebut

menyimpulkan bahwa data tidak cukup untuk memastikan efek positif dari neuromodulasi sakral

terhadap fungsi seksual. Pada tahun 2016, tinjauan lain mengidentifikasi sepuluh artikel. Para

penulis menyatakan bahwa meta-analisis akan lebih menantang karena populasi yang bersifat

heterogen, serta adanya perbedaan teknik dan variabilitas dalam melaporkan hasil. Namun, fungsi

seksual tidak disebutkan dalam kesimpulannya. Beberapa penelitian belum dimasukkan dalam

ulasan ini, dan yang lainnya telah dipublikasikan sejak saat itu. Heterogenitas pada jenis disfungsi

dasar panggul merupakan alasan yang tepat untuk tidak melakukan meta-analisis, tetapi jika

hubungan antara berbagai gangguan dasar panggul dan disfungsi seksual pada wanita terjadi oleh

faktor umum seperti perilaku penghindaran atau spasme dasar panggul, maka populasi menjadi

homogen dari sudut pandang fungsi seksual. Selain itu, variabilitas dalam mengukur fungsi seksual

dapat diatasi dengan menggunakan perbedaan rata-rata yang terstandarisasi dan meta-analisis

subkelompok. Oleh karena itu kami bertujuan untuk melakukan tinjauan sistematis terkini tentang

efek neuromodulasi sakral pada fungsi seksual terhadap pasien wanita dengan gangguan dasar
panggul fungsional dan untuk mengeksplorasi kemungkinan melakukan meta-analisis pada

penelitian ini.

Material dan Metode

Tinjauan sistematis ini dilakukan sesuai dengan pernyataan PRISMA [14], dan persetujuan

etik tidak diperlukan. Semua penelitian yang termasuk diterbitkan dalam jurnal peer-review atau

proses konferensi. Protokol peninjauan dirancang apriori. Pencarian literatur awalnya dilakukan

pada bulan Desember 2016 dan akhirnya diperbarui pada bulan Februari 2018. Platform The

Healthcare Databases Advanced Search (HDAS) digunakan untuk melakukan pencarian Medline,

EMBASE dan CINHAL. Istilah-istilah berikut digunakan untuk melakukan pencarian: “sakral” dan

“seks” * ^ dan “modulasi saraf” atau “stimulasi saraf”. Satu-satunya batasan yang digunakan adalah

“manusia”. Laporan kasus tidak dimasukkan. Referensi dicari secara manual untuk artikel tambahan

yang potensial. Bagian publikasi akademik dari Medtronic (Medtronic Minneapolis, MN, USA)

merupakan perusahaan utama yang memproduksi perangkat berlisensi untuk neuromodulasi sakral

pada gangguan sistem pencernaan dan gangguan kandung kemih pada saat melakukan pencarian

awal, memberikan daftar publikasi, berdasarkan permintaan, gratis, tetapi tidak memiliki masukkan

lebih lanjut ke dalam ulasan (komunikasi pribadi). Penulis dihubungi untuk informasi lebih lanjut

jika diperlukan. Jika tidak ada balasan dari penulis yang sesuai atau senior setelah dua upaya

tersebut, maka keputusan dibuat untuk memasukkan atau mengecualikan penelitian berdasarkan

informasi yang tersedia. Penelitian yang dilaporkan dalam lebih dari satu abstrak konferensi atau

publikasi oleh kelompok yang sama, penulis menggunakan data terlengkap yang dilaporkan atau

disediakan.
Gambar 1. Diagram PRISMA

Kriteria Pemilihan

Dalam tinjauan pustaka ini, penulis memasukkan penelitian yang sesuai dengan kriteria

berikut:

1. Jenis Penelitian:

Penelitian prospektif yang menguji fungsi seksual wanita setelah tindakan neuromodulasi sakral

dan membandingkannya dengan perubahan yang ditimbulkan antara sebelum tindakan (sebelum-

sesudah penelitian) atau dengan kelompok kontrol yang tidak menjalani tindakan neuromodulasi
sakral (penelitian terkontrol prospektif). Dengan adanya dua pengukuran tersebut dalam setiap

penelitian yang berkaitan dengan fungsi seksual adalah kriteria penting, apakah pengukuran ini

berurutan (sebelum-sesudah penelitian) atau paralel (penelitian terkontrol).

2. Jenis peserta:

Pasien wanita dewasa yang telah menjalani tindakan neuromodulasi sakral dengan implan

permanen untuk gangguan terhadap kandung kemih atau gangguan pencernaan (masalah yang

berkaitan dengan inkontinensia atau pengosongan), tetapi tidak secara khusus atau terutama untuk

nyeri. Penelitian di mana neuromodulasi sakral digunakan secara dominan untuk mengontrol rasa

nyeri tidak dimasukkan.

3. Jenis intervensi:

Intervensi dalam penelitian ini adalah implan neuromodulasi sakral permanen melalui perangkat

program implan daripada stimulasi transkutan atau perkutan. Penelitian dengan variasi teknik

neuromodulasi rute saraf S2-4 diizinkan jika mayoritas pasien memiliki timbal yang ditanamkan di

sakrum daripada di perifer, tetapi analisis sensitivitas yang dilakukan untuk mengeksplorasi efek

tidak dimasukkan dalam penelitian ini.

4. Jenis hasil:

Fungsi seksual setidaknya dievaluasi setelah 3 bulan tindakan. Hal tersebut diukur dengan

menggunakan alat fungsi seksual atau kuesioner. Skor total dari alat (jika perlu) digunakan untuk

menghitung hasil utama penelitian ini (fungsi seksual). Untuk hasil selanjutnya, disajikan analisis

secara terpisah untuk komponen spesifik fungsi seksual. Penelitian yang menggunakan alat dengan

skor (hasil berkelanjutan) dianalisis secara terpisah dari penelitian yang menggunakan hasil kategori.

Kuesioner yang telah divalidasi ditampilkan secara terpisah dalam analisis subkelompok.
Tabel 1. Penelitian yang disaring dengan alasan eksklusi jika berlaku
Tabel 2 Karakteristik populasi untuk penelitian yang termasuk dalam tinjauan sistematis
Pengumpulan data dan penilaian kualitas

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat yang didasarkan pada tamplate

ekstraksi data konsumen Cochrane dan kelompok ulasan komunikasi. Alat ini dimodifikasi agar

sesuai dengan desain sebagian besar metode penelitian yang kami pilih (sebelum-sesudah desain).

Kami menggunakan alat di situs The National Heart, Lung and Blood Institute

(https://www.nhlbi.nih.gov/health-pro/guidelines/in-develop/cardiovascular-risk reduction/tools

/before-after) dengan izin (komunikasi pribadi) untuk menilai kualitas sebelum dan setelah

penelitian, tetapi kami harus memodifikasinya agar lebih sesuai dengan artikel yang dipilih dan

merancang skor kualitas berdasarkan pada alat yang dimodifikasi. Alat skor kualitas didasarkan

pada kriteria berikut:

Gambar. 2 Pengaruh neuromodulasi sakral pada fungsi seksual dalam semua penelitian
dengan ukuran hasil yang berkelanjutan

1. Ukuran untuk kelompok dalam penelitian dengan data lengkap (studi dengan ≥ 20 peserta

mendapat skor 1, sedangkan penelitian dengan <20 peserta mendapat skor 0).

2. Alat yang digunakan untuk penilaian fungsi seksual (penelitian yang menggunakan alat dengan

tingkat validasi tinggi mendapat skor 1, sedangkan penelitian yang menggunakan alat yang

tidak memiliki tingkat validasi tinggi untuk mengukur fungsi seksual mendapat skor 0).

3. Follow up: Kami merasa bahwa waktu terbaik untuk Follow up adalah 6-12 bulan setelah

pengobatan karena ini akan memberikan waktu yang cukup terhadap efek neuromodulasi sakral
pada fungsi kandung kemih atau saluran pencernaan untuk stabil jika diperlukan pemrograman

ulang. Selain itu, tidak terlalu lama untuk mengambil risiko ditemukannya faktor perancu

lainnya yang berkaitan dengan fungsi seksual, seperti masalah hubungan. Oleh karena itu,

penelitian yang melaporkan follow up dalam 6-12 bulan setelah neuromodulasi sakral mendapat

skor 1, sementara penelitian yang melaporkan follow up melebihi batas waktu mendapat skor 0.

4. Adanya kelompok kontrol independen dalam penelitian: penelitian yang membandingkan

kelompok kohort yang terpisah, independen, kontrol dialokasikan skor 1, sedangkan penelitian

yang membandingkan kohort fungsi seksual setelah dan sebelum neuromodulasi sakral

(penelitian sebelum-setelah) mendapat skor 0.

5. Persentase follow up yang hilang (≥ 20% versus <20%): Penelitian yang memiliki ≥ 80%

peserta dan menyelesaikan kuesioner follow up serta memiliki data follow up mendapat skor 1,

sementara penelitian yang memiliki < 80% peserta dan memiliki data follow up mendapat skor

0.

Gambar.3 Pengaruh neuromodulasi sakral pada fungsi seksual dalam penelitian dengan
ukuran hasil dikotomis

Penulis pertama memeriksa data dan penulis senior melakukan pemeriksaan ekstraksi dua

kali. Perbedaan pendapat diselesaikan dengan diskusi. Software Review Manager (RevMan) versi

5.3 (Kopenhagen:The Nordic Cochrane Centre, The Cochrane Collaboration, 2014) digunakan

untuk meta-analisis. Ketika mengumpulkan angka-angka dari kuesioner yang mengukur fungsi

seksual dalam arah yang berlawanan, angka-angka dari satu kuesioner (yang lebih jarang digunakan)

dikalikan dengan −1 untuk memungkinkan pengumpulan data. Heterogenitas diuji untuk


menggunakan tes I2. Nilai ≥ 60 dianggap sebagai indikasi heterogenitas yang signifikan. Model

efek acak digunakan untuk mengakomodasi efek potensial dari faktor-faktor lain pada fungsi

seksual. Hasil dinyatakan sebagai perbedaan rata-rata yang terstandarisasi (SMD) dan 95% interval

kepercayaan untuk memungkinkan pengumpulan data dari kuesioner yang berbeda dalam

penelitian yang melaporkan hasil yang berkelanjutan. Hasil dinyatakan sebagai odds rasio (OR) dan

95% dari interval kepercayaan ketika mengumpulkan data dari penelitian yang melaporkan hasil

dikotomis. RevMan 5.3 digunakan untuk menghitung nilai standar deviasi jika tidak disediakan

dalam artikel. Software statistik Stata (StataCorp. 2015. Stata Statistical Software: Release 14.

College Station, TX: StataCorp LP) digunakan untuk menghitung berbagai hasil yang diperlukan

dari penelitian primer ketika data mentah disediakan oleh penulis.

Hasil

Diagram PRISMA (Gbr. 1) merangkum hasil pencarian literatur. Dua puluh lima penelitian

dinilai untuk kelayakan (Tabel 1) dimana 17 memenuhi kriteria inklusi pada penelitian ini. Tabel 2

merangkum karakteristik populasi dari 17 penelitian, dan Tabel 3 merangkum hasilnya. Delapan

penelitian menunjukkan efek positif neuromodulasi sakral terhadap fungsi seksual. Empat

penelitian hanya melaporkan median dibandingkan rata-rata; oleh karena itu, hanya 13 dari 17

penelitian yang dimasukkan dalam meta-analisis. Sebelas dari 13 penelitian menggunakan ukuran

hasil yang berkelanjutan dan oleh karena itu dikumpulkan bersama; 10 dari 11 adalah penelitian

sebelum dan sesudah serta 1 penelitian adalah penelitian uji coba acak, tetapi uji coba acak

melaporkan fungsi seksual sebelum dan sesudah percobaan.

Dua dari 13 penelitian menggunakan hasil pengukuran yang dikategorikan, yaitu satu adalah

penelitian sebelum dan sesudah dan satu adalah penelitian yang dilakukan dengan uji coba

terkontrol secara acak. Pada uji coba terkontrol secara acak melaporkan data yang cukup untuk

memungkinkan analisis sebelum dan sesudah tindakan neuromodulasi sakral dalam penelitian, yang

digunakan secara konsistens dan untuk memungkinkan pengumpulan data dengan penelitian lain.
Hasil meta-analisis untuk hasil utama

Terdapat 11 penelitian dalam meta-analisis yang melaporkan pengukuran hasil terus-menerus

termasuk delapan penelitian yang melaporkan skor total FSFI, dua penelitian yang melaporkan skor

"kehidupan seks secara umum" dari Kuesioner elektronik Pelvic Assessment Questionnaire (ePAQ)

dan satu penelitian yang melaporkan skor total dari kuesioner Female Lower Urinary Tract

Symptoms-sex (FLUTSsex). Ada data dari 573 pasien wanita sebelum neuromodulasi sakral dan

dari 438 pasien setelah neuromodulasi sakral. Meta-analisis menunjukkan bahwa neuromodulasi

sakral menyebabkan terjadinya peningkatan yang signifikan dalam fungsi seksual dengan standar

perbedaan rata-rata dari -0,39; 95% CI: −0.58 hingga −0.19; p = 0,0001 (Gbr. 2). Heterogenitas

dinilai menggunakan I2, yaitu 37%. Dua penelitian lain melaporkan fungsi seksual menggunakan

hasil kategoris dari 56 pasien wanita sebelum neuromodulasi sakral dan dari 53 pasien wanita

setelah neuromodulasi sakral. Terdapat pengurangan yang signifikan dalam keluhan seksual dengan

rasio odds (OR) 0,22 (0,09, 0,53); p = 0,0009; I2 = 0% (Gbr. 3). Dalam analisis subkelompok, efek

positif neuromodulasi sakral pada fungsi seksual tetap signifikan ketika hanya lima teratas dari

penelitian yang berkualitas tinggi dengan skor kualitas ≥3 yang dimasukkan (Tabel 4): SMD=

−0.40 (−0.59, −0.21); p < 0.0001; I2 = 0%. Hal itu juga tetap signifikan ketika tiga penelitian

dengan pasien neuropatik [23, 24, 35] dikeluarkan: SMD = −0.34 (−0.57, −0.11); p = 0.004; I2 =

49%, dan itu tetap signifikan ketika tiga penelitian dengan pasien yang menderita nyeri [18, 21, 31]

dikeluarkan: SMD= −0.42 (−0.68, −0.17); p = 0.001, I2 = 28%. Efek positif neuromodulasi sakral

terhadap fungsi seksual tetap signifikan ketika dua penelitian yang menggunakan teknik modifikasi

untuk neuromodulasi [18, 31] dikeluarkan: SMD= −0.40 (−0.62, −0.19); p = 0.0002; I2 = 18%; dan

ketika empat penelitian yang menyatakan sponsor atau hubungan industri [18, 21, 31, 38]

dikeluarkan: SMD = −0.49 (−0.88, −0.11); p = 0.01; I2 = 38%. Ketika tiga penelitian di mana usia

pasien rata-rata <51 tahun [17, 18, 21] dianalisis secara terpisah, ada kecenderungan kuat untuk

peningkatan fungsi seksual: SMD = −0.75 (−1.49, 0.00); p = 0.05; I2 = 68%. Sembilan penelitian di
mana neuromodulasi sakral dilakukan terutama untuk indikasi sistem urinaria, mempertahankan

efek positif terhadap fungsi seksual ketika dianalisis secara terpisah: SMD = -0,42 (-0,65, -0,20); p

= 0,0003; I2 = 44% (Gambar 4), sedangkan dua penelitian di mana neuromodulasi sakral dilakukan

terutama untuk inkontinensia alvi [29, 30] tidak: −0.16 (−0.60, 0.27); p = 0.46; I2 = 0%. Dua

penelitian selanjutny adalah satu-satunya yang menggunakan alat ePAQ. Delapan penelitian

menggunakan FSFI dan mempertahankan efek positif neuromodulasi sakral terhadap fungsi seksual

ketika dianalisis secara terpisah: S−0.44 (−0.75, −0.14); p= 0.004; I2 = 49%. Satu penelitian

menggunakan FLUTSsex dan menunjukkan efek positif neuromodulasi sakral terhadap fungsi

seksual ketika dianalisis dengan sendirinya: SMD = .−0.37 (−0.56, −0.18); p = 0.0002 [38].

Tabel 4 Alat penilaian kualitas untuk penelitian yang termasuk dalam meta-analisis (skor ≥ 3
dari 5 = kualitas tinggi)

Meta-analisis untuk hasil sekunder

Dalam hasil analisis sekunder kami, kami memeriksa adanya perubahan komponen fungsi

seksual sesuai dengan Indeks Fungsi Seksual Wanita (Female Sexual Function Index/FSFI): Ada

tren peningkatan hasrat yang kuat setelah tindakan neuromodulasi sakral (Gambar 5). Ada

peningkatan yang signifikan yang berhubungan dengan gairah (Gambar 6), kepuasan (Gambar. 7)

dan nyeri (Gambar. 8), tetapi tidak dalam pelumasan (Gambar. 9) atau orgasme (Gambar. 10). Kami

juga memeriksa masing-masing komponen alat ePAQ; efek gejala kandung kemih pada fungsi
seksual tidak berubah setelah tindakan neuromodulasi sakral (SMD= 0.04; −0.40 to 0.47; p= 0.87;

I2 = 0%), efek gejala pencernaan pada fungsi seksual tidak berubah secara signifikan setelah

tindakan neuromodulasi sakral (SMD = 0.38; −0.06 to 0.82; p = 0.09; I2 = 0%), efek dari gejala

vagina terhadap fungsi seksual tidak berubah secara signifikan setelah tindakan neuromodulasi

sakral (SMD= 0.05; −0.80 to 0.91; p = 0.90; I2 = 53%), dan efek dispareunia terhadap fungsi

seksual tidak berubah secara signifikan setelah tindakan neuromodulasi sakral (SMD = 0.03; −0.41

to 0.46; p = 0.90; I2 = 0%).

Gambar. 4 Pengaruh neuromodulasi sakral yang dilakukan untuk indikasi ganguan kemih
pada fungsi seksual dalam semua penelitian dengan ukuran hasil yang berkelanjutan

Gambar. 5 Pengaruh neuromodulasi sakral terhadap hasrat yang diukur dengan Indeks
Fungsi Seksual Wanita
Gambar. 6 Pengaruh neuromodulasi sakral pada gairah yang diukur oleh Indeks Fungsi
Seksual Wanita

Gambar. 7 Pengaruh neuromodulasi sakral pada kepuasan yang diukur dengan Indeks
Fungsi Seksual Wanita

Gambar. 8 Pengaruh neuromodulasi sakral pada nyeri yang diukur dengan Indeks Fungsi
Seksual Wanita

Gambar. 9 Pengaruh neuromodulasi sakral pada pelumasan yang diukur dengan Indeks
Fungsi Seksual Wanita
Gambar. 10 Pengaruh neuromodulasi sakral pada orgasme yang diukur dengan Indeks
Fungsi Seksual Wanita

Hasil

Tinjauan sistematis kami menunjukkan bahwa fungsi seksual membaik pada pasien yang

menjalani tindakan neuromodulasi sakral untuk gangguan fungsi kandung kemih. Temuan ini

melengkapi ulasan sebelumnya [12, 13, 15], yang merekomendasikan penelitian lebih lanjut ke

bidang ini. Kami setuju bahwa diperlukan penelitian lebih lanjut yang berkualitas tinggi terhadap

bidang ini dengan fungsi seksual sebagai hasil utama, tetapi karena jumlah penelitian dalam ulasan

kami (17 penelitian) lebih besar dari jumlah penelitian dalam ulasan lain (3, 10 dan 10 penelitian,

masing-masing), dan karena kami dapat memperoleh data mentah dari sejumlah penulis dan

melakukan meta-analisis, kami merasa bahwa temuan efek positif neuromodulasi sakral pada fungsi

seksual terhadap pasien dengan gangguan fungsi kandung kemih bersifat valid.

Masalah yang berkaitan dengan peningkatan fungsi seksual karena gangguan fungsional

kandung kemih atau efek langsung neuromodulasi sakral terhadap fungsi seksual perlu diperiksa

lebih lanjut. Kami tahu bahwa dari penelitian sebelumnya didapatkan hasil bahwa perawatan lain

dari inkontinensia urin dapat meningkatkan fungsi seksual. Tinjauan sistematis dari 21 penelitian

menunjukkan adanya peningkatan fungsi seksual setelah operasi stres inkontinensia urin terutama

yang disebabkan oleh penurunan inkontinensia koital [42]. Adanya dorongan pada inkontinensia

urin, banyak penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan fungsi seksual setelah perawatan

medis [43]. Peningkatan ini juga dikaitkan dengan penurunan inkontinensia coital [44]. Pada

neuromodulasi sakral, empat penelitian meneliti hubungan antara peningkatan fungsi kandung
kemih /pencernaan dengan neuromodulasi sakral dan peningkatan fungsi seksual. Banakhar et al.

[32] melaporkan 23 pasien yang menjalani neuromodulasi sakral atas indikasi masalah yang

berkaitan dengan kandung kemih dan tidak menemukan hubungan yang signifikan antara

peningkatan fungsi kandung kemih dan fungsi seksual. Pauls et al. [17] juga melaporkan 11 pasien

yang menjalani tindakan neuromodulasi sakral untuk disfungsi kandung kemih dan tidak

menemukan hubungan antara peningkatan fungsi kandung kemih dan fungsi seksual. Demikian pula,

Ingber et al. [21] tidak menemukan hubungan antara perubahan parameter harian buang air kecil

dan perubahan skor FSFI pada 21 pasien; Namun, penelitian ini, bertentangan dengan dua

penelitian sebelumnya, yang tidak menunjukkan adanya peningkatan fungsi seksual dengan

neuromodulasi sakral. Satu-satunya penelitian yang menunjukkan hubungan yang signifikan antara

perubahan frekuensi dan volume buang air kecil dan perubahan FSFI adalah oleh Signorello et al.

[23]. Hanya 12 pasien dalam penelitian ini yang memiliki data follow up lengkap, dari 16 pasien

yang memenuhi syarat pada awalnya, yang melemahkan kekuatan temuannya. Oleh karena itu,

proposisi bahwa peningkatan fungsi seksual dengan neuromodulasi sakral, setidaknya sebagian,

terlepas dari peningkatan fungsi kandung kemih bersifat masuk akal. Inkontinensia dapat

menyebabkan kekeringan pada vagina bagian bawah dan vulva karena pembersihan berulang dan

pengeringan daerah tersebut. Jadi, jika efek neuromodulasi sakral pada fungsi seksual dimediasi

seluruhnya melalui efeknya terhadap kontinensia, peningkatan yang terkait dalam pelumasan akan

diharapkan. Namun, ketika kategori kuesioner FSFI diperiksa secara individual, pelumasan dan

orgasme tidak terpengaruh secara signifikan oleh neuromodulasi sakral. Selain itu, alat ePAQ

dirancang dengan kemampuan untuk mencari dampak perubahan fungsi kandung kemih atau

pencernaan terhadap fungsi seksual, dan tidak menemukan satupun dalam dua penelitian yang

digunakan. Penting untuk ditunjukkan bahwa ePAQ tidak divalidasi ke tingkat tinggi untuk

penilaian fungsi seksual dan fungsi pencernaan. Selain itu, jumlah pasien dalam dua penelitian yang

digabungkan ini hanya berjumlah 41. Oleh karena itu, penting untuk menafsirkan analisis
subkelompok dari dua penelitian yang menggunakan alat ePAQ dengan hati-hati. Penjelasan

potensial mengenai efek langsung neuromodulasi sakral terhadap fungsi seksual adalah karena

adanya modulasi aktivitas saraf di S3-4, yang akan mempengaruhi aktivitas neuron saraf pudendal.

Selanjutnya, hal ini akan memainkan peran utama dalam pengalaman seksual.

Penting untuk dicatat bahwa penelitian kami memiliki keterbatasan. Sebuah meta-analisis

bersifat baik sesuai dengan penelitian yang digunakan. Sebagian besar penelitian adalah penelitian

sebelum dan sesudah dengan jumlah kecil dan tingkat lost follow up yang tinggi, hasil dari

penelitian ini, dan karenanya dari meta-analisis kami harus diperlakukan dengan hati-hati. Kritik

lain yang valid adalah cara kami merancang skor kualitas kami. Ini membuat penelitian terbesar [38]

tidak memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam analisis subkelompok penelitian yang berkualitas

tinggi. Namun, kami diyakinkan bahwa skor kualitas kami kuat karena tes I2 untuk heterogenitas

bernilai 0% untuk subkelompok dari lima penelitian yang berkualitas tinggi. Selain itu, kami juga

diyakinkan dengan adanya temuan kami tentang efek positif neuromodulasi sakral terhadap fungsi

seksual yang tetap bersifat signifikan di sebagian besar analisis subkelompok yang kami lakukan.

Dapat diperdebatkan bahwa penggunaan perbedaan rerata yang terstandarisasi merupakan hal yang

tepat ketika data yang terkumpul berasal dari alat yang berbeda, akan lebih akurat untuk

menggunakan perbedaan rerata dalam analisis subkelompok ketika data dari alat yang sama

dikumpulkan menjadi satu.

Alasan kami menggunakan SMD adalah untuk memberikan konsistensi dengan hasil utama,

karena ukuran efek cenderung lebih kecil pada SMD dibandingkan dengan perbedaan rata-rata.

Kami tidak percaya dengan memasukkan empat penelitian dimana kami tidak memiliki informasi

yang cukup untuk dimasukkan dalam metaanalisis akan mengubah hasil akhir. Salah satunya adalah

penelitian berukuran sedang (31 pasien) dengan efek positif neuromodulasi sakral terhadap fungsi

seksual [20], dan tiga penelitian kecil [28, 33, 41]. Kami tidak berpikir bahwa bias

publikasimemiliki efek yang signifikan terhadap hasil kami karena banyak penelitian yang
diterbitkan berukuran kecil dengan temuan negatif. Kami mungkin dikritik karena melakukan meta-

analisis pada populasi yang berpotensi bersifat heterogen, tetapi populasi dalam penelitian kami,

meskipun memiliki gangguan dasar panggul yang bervariasi, mungkin memiliki penyebab yang

bersifat universal terhadap disfungsi seksual, baik karena perilaku mencegah atau

ketidakseimbangan pada jaras neurologis ke panggul. Selanjutnya, hal ini dapat menyebabkan

spasme dasar panggul, dengan gejala seperti dispareunia serta gangguan kandung kemih atau

pencernaan. Pada akhirnya, dalam banyak situasi, seperti dalam ulasan kami, keputusan untuk

melakukan meta-analisis bukanlah ilmu pasti, tetapi berkaitan dengan penalaran. Hasil utama kami,

skor I2 bernilai 37%, yang menunjukkan varian bernilai rendah hingga sedang. Hal ini mendukung

pengumpulan data di satu sisi, tetapi juga membenarkan untuk dilakukan analisis subkelompok di

sisi lain.

Mekanisme aksi neuromodulasi sakral tidak sepenuhnya dipahami, tetapi sebagian besar bukti

mendukung pandangan bahwa neuromodulasi sakral bekerja pada jalur aferen [45]. Bukti juga

menunjukkan bahwa neuromodulasi sakral menginduksi perubahan pada level kortikal yang lebih

tinggi [46]. Oleh karena itu, peningkatan fungsi seksual bisa dibilang terjadi pada tingkat kortikal

yang dimediasi oleh stimulasi jalur aferen dari area genital oleh neuromodulasi sakral. Hipotesis ini

perlu diuji dalam penelitian primer dengan mempelajari efek pengobatan neuromodulasi sakral pada

wanita dengan disfungsi seksual tanpa masalah kandung kemih atau pencernaan. Salah satu

keuntungan menggunakan model efek acak adalah adanya potensi yang lebih mudah untuk

pemerataan temuan daripada model efek tetap. Dengan kata lain, jika neuromodulasi sakral

ditemukan untuk meningkatkan fungsi seksual terhadap wanita dengan gangguan dasar panggul,

menurut model efek acak, maka dapat dikatakan bahwa efek pengobatan yang menguntungkan

tersebut dapat diharapkan pada wanita dengan disfungsi seksual - seperti vaginismus —Tapi tidak

ada disfungsi dasar panggul. Jika yang terakhir terbukti, proposisi bahwa neuromodulasi sakral
dapat meningkatkan fungsi seksual pada wanita tanpa disfungsi seksual akan menjadi masuk akal,

menarik banyak minat komersial dan kontroversi ilmiah serta etika.

Kesimpulan

Fungsi seksual tampaknya membaik setelah tindakan neuromodulasi sakral pada pasien

dengan masalah fungsional kandung kemih. Peningkatan ini terutama terlihat pada gairah, kepuasan

dan nyeri. Mungkin, menguji teori ini dalam penelitian utama dengan mempelajari efek

neuromodulasi sakral pada wanita dengan disfungsi seksual akan membantu pemahaman kita

tentang disfungsi seksual dan neuromodulasi sakral.

Ucapan Terima Kasih

Kami berterima kasih kepada penulis berikut yang atas permintaan kami, telah memberikan

informasi lebih lanjut atau data anonim untuk keperluan sintesis data: Tn. Anil Reddy [29], Dr.

Rachel Pauls, Dr. Eunsun Yook [17], Dr. Mona Rydningen [ 40], Dr. Steven Siegel, Dr. Kellie Berg

[38], Dr. Bradley Gill [24] dan Dr. Gil-Sousa [35].

Kepatuhan dengan Standar Etika

Konflik kepentingan Aethele Khunda menerima hibah perjalanan pendidikan dari Medtronic

plc.Carol McCormick: Tidak ada yang menyatakan. Paul Ballard: Tidak ada yang menyatakan.

Catatan Penerbit

Springer Nature tetap netral sehubungan dengan klaim yurisdiksi dalam peta yang diterbitkan

dan afiliasi kelembagaan.


DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Defining sexual health: report of a technical consultation on sexual health 28–
31 January 2002. Sexual health documents, vol chapter 3: working definitions.
Geneva: World Health Organization; 2006.
2. Laumann EO, Paik A, Rosen RC. Sexual dysfunction in the United States: prevalence
and predictors. Jama. 1999;281(6):537–44.
3. 3. Burri A, Spector T. Recent and lifelong sexual dysfunction in a female UK
population sample: prevalence and risk factors. J Sex Med. 2011;8(9):2420–30.
4. Rosen R, Brown C, Heiman J, Leiblum S, Meston C, Shabsigh R, et al. The female
sexual function index (FSFI): a multidimensional self-report instrument for the
assessment of female sexual function. J Sex Marital Ther. 2000;26(2):191–208.
5. Derogatis LR, Rosen R, Leiblum S, Burnett A, Heiman J. The female sexual distress
scale (FSDS): initial validation of a standardized scale for assessment of sexually
related personal distress in women. J Sex Marital Ther. 2002;28(4):317–30.
6. Komesu YM, Rogers RG. Sexual function in women with pelvic floor and lower
urinary tract disorder. Available from: http://www. uptodate.com/contents/sexual-
function-in-women-with-pelvicfloor- and-lower-urinary-tract-disorders. Accessed 2nd
of August 2018. 2016.
7. Norton PA, MacDonald LD, Sedgwick PM, Stanton SL. Distress and delay associated
with urinary incontinence, frequency, and urgency in women. Bmj.
1988;297(6657):1187–9.
8. Imhoff LR, Brown JS, Creasman JM, Subak LL, Van den Eeden SK, Thom DH, et al.
Fecal incontinence decreases sexual quality of life, but does not prevent sexual
activity in women. Dis Colon Rectum. 2012;55(10):1059–65.
9. Bergeron CD, Goltz HH, Szucs L, Reyes JV,Wilson KL, Ory MG, et al. Exploring
sexual behaviors and health communication among older women. Health Care
Women Int. 2017.
10. Simons JS, Carey MP. Prevalence of sexual dysfunctions: results from a decade of
research. Arch Sex Behav. 2001;30(2):177–219.
11. Goldmeier D, Malik F, Phillips R, Green J. Cost implications of sexual dysfunction:
the female picture. Int J Impot Res. 2004;16(2):
12. Fariello JY, Whitmore K. Sacral neuromodulation stimulation for IC/PBS, chronic
pelvic pain, and sexual dysfunction. Int Urogynecol J. 2010;21(12):1553–8.
13. Lombardi G, Finazzi Agro E, Del Popolo G. Sacral neuromodulation and female
sexuality. Int Urogynecol J. 2015;26(12):1751–7.
14. Moher D, Liberati A, Tetzlaff J, Altman DG, Group P. Preferred reporting items for
systematic reviews and meta-analyses: the PRISMA statement. PLoS Med.
2009;6(7):e1000097.
15. Liberman D, Singh R, Siegel S. Neuromodulation for pelvic pain and sexual
dysfunction. Curr Bladder Dysfunct Rep. 2016;11:187– 93.
16. Jarrett ME, Nicholls RJ, Kamm MA. Effect of sacral neuromodulation for faecal
incontinence on sexual activity. Color Dis Off J Assoc Coloproctology Great Britain
Ireland. 2005;7(5): 523–5.
17. Pauls RN, Marinkovic SP, Silva WA, Rooney CM, Kleeman SD, Karram MM.
Effects of sacral neuromodulation on female sexual function. Int Urogynecol J Pelvic
Floor Dysfunct. 2007;18(4):391–5.
18. Zabihi N, Mourtzinos A, Maher MG, Raz S, Rodriguez LV. The effects of bilateral
caudal epidural S2-4 neuromodulation on female sexual function. Int Urogynecol J
Pelvic Floor Dysfunct. 2008;19(5):697–700.
19. Ferhi K, Miaadi N, Tanneau Y, LeroiAM, Sibert L, Grise P. Results of sacral
posterior neuromodulation on voiding disorders and impact on sexuality based on a
single-center study. Progres en Urologie : Journal de l'Association Francaise
d'urologie et de la Societe Francaise d'urologie. 2008;18(3):160–6.
20. LombardiG, Mondaini N, Macchiarella A, Cilotti A,Del Popolo G. Clinical female
sexual outcome after sacral neuromodulation implant for lower urinary tract symptom
(LUTS). J Sex Med. 2008;5(6):1411–7.
21. Ingber MS, Ibrahim IA, Killinger KA, Diokno AC, Peters KM. Neuromodulation and
female sexual function: does treatment for refractory voiding symptoms have an
added benefit? Int Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct. 2009;20(9):1055–9.
22. Maeda Y, Lundby L, Buntzen S, Laurberg S. Sacral nerve stimulation for constipation:
suboptimal outcome and adverse events. Dis Colon Rectum. 2010;53(7):995–9.
23. Signorello D, Seitz CC, Berner L, Trenti E, Martini T, Galantini A, et al. Impact of
sacral neuromodulation on female sexual function and his correlationwith clinical
outcome and quality of life indexes: a monocentric experience. J Sex Med.
2011;8(4):1147–55.
24. Gill BC, SwartzMA, Firoozi F, Rackley RR,Moore CK, Goldman HB, et al. Improved
sexual and urinary function in women with sacral nerve stimulation. Neuromodulation
J Int Neuromodulation Soc. 2011;14(5):436–43; discussion 443.
25. Leong RK, Marcelissen TA, Nieman FH, De Bie RA, Van Kerrebroeck PE, De
Wachter SG. Satisfaction and patient experience with sacral neuromodulation: results
of a single center sample survey. J Urol. 2011;185(2):588–92.
26. Smart C, Jadav AM, Telford K. Sexual health for patients undergoing sacral nerve
stimulation (SNS) for faecal incontinence. Color Dis. 2011;13(suppl 6):22.
27. Caremel R, Nouhaud FX, Leroi AM, Ruffion A, Michot F, Damon H, et al. Results of
sacral neuromodulation on the urinary and fecal incontinence and sexuality in 20
women suffering from a double incontinence. Progres en Urologie: Journal de
l'Association Francaise d'urologie et de la Societe Francaise d'urologie.
2012;22(7):424–32.
28. van Voskuilen AC, Oerlemans DJ, Gielen N, Lansen-Koch SM, Weil EH, van
Lankveld JJ, et al. Sexual response in patients treated with sacral neuromodulation for
lower urinary tract symptoms or fecal incontinence. Urol Int. 2012;88(4):423–30.
29. Altaf N, Maheswaran T, Reddy A. Can Sacral Neuro-modulation ofr faecal
incontinence improve vaginal and sexual symptoms? Paper presented at the SAGES,
Baltimore MD, 2013. https:// www.sages.org/wp-
content/uploads/posters/2013/45943.jpg. Accessed 2nd August 2018. 2011.
30. Jadav AM, Wadhawan H, Jones GL, Wheldon LW, Radley SC, Brown SR. Does
sacral nerve stimulation improve global pelvic function in women? Color Dis Off J
Assoc Coloproctology Great Britain Ireland. 2013;15(7):848–57.
31. Yih JM, Killinger KA, Boura JA, Peters KM. Changes in sexual functioning in
women after neuromodulation for voiding dysfunction. J Sex Med.
2013;10(10):2477–83.
32. Banakhar M, Gazwani Y, Kelini ME, Al-Shaiji T, Hassouna M. Effect of sacral
neuromodulation on female sexual function and quality of life: are they correlated?
Can Urol Assoc J Journal de l'Association des Urologues du Canada. 2014;8(11-
12):E762–7.
33. Burke J, Capozzi P, Jadav AM, Smart C, Nicholson J, Sharma A, et al. Sexual health
in patients undergoing sacral nerve stimulation for faecal incontinence. Color Dis.
2014;16(suppl 2):135.
34. Javidan AN, Mazel K, Latifi S, Maghari MM, Saberi H, Nikfalah A, et al. Outcomes
of implementation of sacral nerve stimulation on urination, defecation, and sexual
function in patients with spinal cord injury. Int J Color Dis. 2014;29(12):1577–8.
35. Gil-Sousa D, Castanheira de Oliveira M, Gomez M, Soares J, Fraga A. Assessment of
sexual function in patients submitted to sacral neuromodulation. Paper presented at
the ICS, Rio de Janeiro, 23/ 10/2014. 2014.
36. Parnell BA, Howard JF Jr, Geller EJ. The effect of sacral neuromodulation on
pudendal nerve function and female sexual function. Neurourol Urodyn.
2015;34(5):456–60.
37. Jones CL, Fischer JR, Hernandez SL. Sacral neuromodulation for the treatment of
persistent genital arousal disorder. Obstet Gynecol 2016;128(2):321– 3.
38. Siegel S, Noblett K, Mangel J, Griebling TL, Sutherland SE, Bird ET, et al. Three-
year follow-up results of a prospective, multicenter study in overactive bladder
subjects treated with sacral neuromodulation. Urology. 2016;94:57–63.
39. Noblett K, Siegel S, Mangel J, Griebling TL, Sutherland SE, Bird ET, et al. Results of
a prospective, multicenter study evaluating quality of life, safety, and efficacy of
sacral neuromodulation at twelve months in subjects with symptoms of overactive
bladder. Neurourol Urodyn. 2016;35(2):246–51.
40. Rydningen M, Dehli T, Wilsgaard T, Rydning A, Kumle M, Lindsetmo RO, et al.
Sacral neuromodulation compared with injection of bulking agents for faecal
incontinence following obstetric anal sphincter injury—a randomized controlled trial.
Col Dis Off J Assoc Coloproctology Great Britain Ireland. 2017;19(5):O134–44.
41. Oliveira PS,Oliveira TR, Silva RP, Martinho D, Reis JP, Lopes TM. The impact of
neuromodulation on sexual function. Int Urogynecol J. 2017;28(1):S257.
42. Jha S, Ammenbal M, Metwally M. Impact of incontinence surgery on sexual function:
a systematic review and meta-analysis. J Sex Med. 2012;9(1):34–43.
43. Chu CM, Arya LA, Andy UU. Impact of urinary incontinence on female sexual health
in women during midlife. Women's Midlife Health 2015;1(6).
44. Sand PK, Goldberg RP, Dmochowski RR, McIlwain M, Dahl NV. The impact of the
overactive bladder syndrome on sexual function: a preliminary report from
themulticenter assessment of transdermal therapy in overactive bladder with
oxybutynin trial. Am J Obstet Gynecol. 2006;195(6):1730–5.
45. Wenzler DL, Burks FN, Cooney M, Peters KM. Proof of concept trial on changes in
current perception threshold after sacral neuromodulation. Neuromodulation J Int
Neuromodulation Soc. 2015;18(3):228–31; discussion 232.
46. Dasgupta R, Critchley HD, Dolan RJ, Fowler CJ. Changes in brain activity following
sacral neuromodulation for urinary retention. J Urol. 2005;174(6):2268–72.

Anda mungkin juga menyukai