Anda di halaman 1dari 26

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan
kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga kami diberi kesempatan yang luar biasa
ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah Keperawatan
Medikal Bedah II dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan

Penyakit Chronic Kidney Deases (CKD)” Shalawat serta salam tidak


lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi agung kita, yaitu Nabi Muhammad
SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita semua, yang
merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang
sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam
semesta.
Sekaligus pula kami menyampaikan rasa terimakasih untuk Bapak Ns.
Idramsyah, M.Kep.,SP.Kep.MB selaku dosen mata kuliah KMB II yang telah
menyerahkan kepercayaannya kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.
Kami juga berharap dengan sungguh-sungguh supaya makalah ini mampu
berguna bagi pembaca. Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini
dapat ditemukan banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, kami benar-benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat kami
revisi dan kami tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali kali lagi kami
menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang
konstruktif.

Bengkulu, 03 Maret 2020

Penulis
2

DAFTAR ISI
3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit ginjal adalah kelainan yang mengenai organ ginjal yang


timbul akibat berbagai faktor, misalnya infeksi, tumor, kelainan bawaan,
penyakit metabolik atau degeneratif, dan lain-lain.Kelainan tersebut dapat
mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal dengan tingkat keparahan yang
berbeda-beda.Pasien mungkin merasa nyeri, mengalami gangguan
berkemih, dan lain-lain. Terkadang pasien penyakit ginjal tidak merasakan
gejala sama sekali. Pada keadaan terburuk, pasien dapat terancam
nyawanya jika tidak menjalani hemodialisis (cuci darah) berkala atau
transplantasi ginjal untuk menggantikan organ ginjalnya yang telah rusak
parah (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013)
Badan Kesehatan Dunia menyebutkan pertumbuhan penderita
gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya.
Di Amerika Serikat, kejadian dan prevelensi gagal ginjal meningkat di
tahun 2014. Data menunjukan setiap tahun 200.000 orang Amerika
menjalani hemodialysis karena gangguan ginjal kronis artinya 1140 dalam
satu juta orang (Indonesian et al., 2015)
Di Indonesia, penyakit ginjal yang cukup sering dijumpai antara
lain adalah penyakit gagal ginjal dan batu ginjal. Didefinisikan sebagai
gagal ginjal kronis jika pernah didiagnosis menderita penyakit gagal ginjal
kronis (minimal sakit selama 3 bulan berturut-turut) oleh dokter (Davey,
2006).
B. RUMUSAN MASALAH

C. TUJUAN
4

BAB II

KONSEP TEORITIS

A. Definisi
Chronic kidney disease atau penyakit ginjal kronik didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa
penurunan Glomerulus Filtration Rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
CKD merupakan suatu perubahan fungsi ginjal yang progresif dan
ireversibel. Pada gagal ginja kronik, ginjal tidak mampu mempertahankan
keseimbangan cairan sisa metabolisme sehingga menyebabkan penyakit
gagal ginjal stadium akhir (Terry & Aurora.2013)
Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan
asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi 2 kategori,
yaitu akut dan kronik. CKD atau gagal ginjal kronik merupakan
perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya
berlangsung bertahun-tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam
beberapa hari atau minggu (Price & Wilson, 2006).
CKD atau gagal ginjal kronik didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel,
dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,
sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).

B. anatomi fisiologi
1. Anatomi
5

Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam


mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi
cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk
seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada
dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal disebelah kanan
dan kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di
belakang peritoneum atau di luar rongga peritoneum.

Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang di mulai dari


ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal
kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang
menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Masing-masing ginjal
memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal2,5 cm. Berat ginjal
pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115-155 gram.

Ginjal ditutupi oleh kapsul tunikafibrosa yang kuat, apabila kapsul di


buka terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua. Ginjal
terdiri dari bagian dalam, medula, dan bagian luar, korteks. Bagian dalam
(interna) medula. Substansia medularis terdiri dari pyramid renalis yang
jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal,
sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis. Mengandung bagian
tubulus yang lurus, ansahenle, vasa rekta dan duktuskoli gensterminal.
Bagian luar (eksternal) korteks. Subtansia kortekalis berwarna coklat
merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah
tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan
dengan sinus renalis, dan bagian dalam di antara pyramid dinamakan
6

kolumna renalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal


yang berkelok-kelok dan duktus koligens.

Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan


satuan fungsional ginjal. Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-
kira 2.400.000 nefron. Setiap nefron bias membentuk urin sendiri. Karena
itu fungsi dari satu nefron dapat menerangkan fungsi dari ginjal.

Urine produk akhir dari fungsi ginjal, dibentuk dari darah oleh nefron.
Nefron terdiri atas satu glomerulus, tubulus proksimus, ansahenle, dan
Nefron terdiri atas satu glomerulus, tubulus proksimus, ansahenle, dan
kolengentes. Dari tubulus kolengentes, urine mengalir ke dalam pelvis
ginjal. Dari sana urine meninggalkan ginjal melalui ureter dan mengalir ke
dalam kandung kemih. Tiap ginjal manusia terdiri dari kurang lebih 1 juta
nefron dan semua berfungsi sama. Tiap nefron terbentuk dari 2 komponen
utama, yaitu:

1. Glomerulus dan kapsula bowman, tempat air dan larutan di filtrasi dari
darah
2. Tubulus, yang mereabsorpsi material penting dari filtrate dan
memungkinkan bahan-bahan sampah dan material yang tidak
dibutuhkan untuk tetap dalam filtrate dan mengalirke pelvis renalis
sebagai urine.
Glomerulus terdiri atas sekumpulan kapiler-kapiler yang mendapat
suplai nutrisi dari arteri oraferen, dan diperdarahi oleh arteri oraferen.
Glomerulus dikelilingi oleh kapsula bowman. Arteri oraferen mensuplai
darah ke kapiler peritubular. Yang dibagi menjadi 4 bagian.
a. Tubulus proksimus
b. Ansahenle
c. Tubulus distalis
d. Tubulus kolengntes
Sebagian air dan elektrolit direabsorpsi ke dalam darah di kapiler
7

peritubuler. Produk akhir metabolisme keluar melalui urine. Nefron


tersusun sedemikian rupa sehingga bagian depan dari tubulus distalis
berada pada pertemuan arteri oraferen dan eferen, yang sangat dekat
dengan glomerulus. Di tempat ini sel-sel maculadensa dari tubulus
distalis terletak berdekatan pada sel-sel juksta glomerulus dari dinding
arteri oraferen. Kedua tipe sel ini ditambah sel-sel jaringan ikat
membentuk apparatus junksta glomerulus.

2. Fisiologi
Menurut Brunner (2007), fungsi utama ginjal adalah mempertahankan
keseimbangan air dan kadar unsure kimia (elektrolit, hormon, gula darah,
dll) dalam cairan tubuh, mengatur tekanan darah, membantu
mengendalikan keseimbangan asam basa darah, membuang sisa bahan
kimia dari dalam tubuh, bertindak sebagai kelenjar, serta menghasilkan
hormon dan enzim yang memiliki fungsi penting dalam tubuh.
Sedangkan menurut Syaifuddin (2014), Fungsi ginjal yaitu
mengeluarkan zat-zat toksik atau racun, mempertahankan keseimbangan
cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa sadari cairan
tubuh, mempertahankan keseimbangan zat-zat dan garam-garam lain
dalam tubuh, mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari protein
ureum, kreatinin, dan amoniak.
Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG kurang lebih
60 mnt/ mnt, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein
diberikan 0,6 – 0,8/ kg BB/ hari, yang 0,35 – 0,50 gr diantaranya
merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan
sebesar 30 – 35 kkal/ kg BB/ hari, dibutuhkan pemantauan yang teratur
terhadap status nutrisi.
Tiga tahapan pembentukan urine:
1. Filtrasi glomerulus
8

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada


glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara
relative bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan
cukup permiabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti
elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal
(RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau
sekitar 1200 ml/ menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125
ml/ menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini
dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerulus Filtration
Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman disebut filtrate. Tekanan
filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler
glomerulus dan kapsula bowman, tekanan hidrostatik filtrate dalam
kapsula bowman serta tekanan osmotic koloid darah. Filtrasi
glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid
diatas, namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.

Kriteria penyakit ginjal kronik:


a) Kerusakan ginjal yang teradi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan 72 x kreatinin
mg/dl pada perempuan dikalikan 0,85 Klasifikasi Penyakit
CKD atas Dasar Derajat Penyakit Derajat penjelasan LFG (ml/
mnt/ 1,73 m)
b) Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau Kurang lebih90
c) Kerusakan ginjal dengan LFG ringan 60 – 89
d) Kerusakan ginjal dengan LFG sedang 30 – 59
e) Kerusakan ginjal dengang LFG berat 15 – 29
f) Gagal ginjal Kurang dari 15 atau dialisis
2. Reabsorpsi
Zat-zat yang di filtrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu: non-
elektrolit, elektrolit, dan air. Setelah filtrasi, langkah kedua adalah
9

reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah di


filtrasi.

3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transport aktif molekul-molekul dari
aliran darah melalui tubulus ke dalam filtrate. Banyak substansi yang
di sekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya:
penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh
termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.

C. Etiologi
Di bawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price dan
Wilson (2006) diantaranya adalah penyakit infeksi tubula intestinal,
penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan jaringan
ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati
toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan penyakit
tersebut adalah

1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronis dan


refluks nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, dan stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik,
dan asidosis tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti penyakit diabetes militus, gout, dan
10

hiperparatiroidisme, serta amiloidosis.


7. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati
timah.
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri
dari batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian
bawah yang terdiri dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali
kongenital leher vesika urinaria dan uretra.

D. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit CKD didasarkan atas dasar derajat (stage)
penyakit. Menurut Sudoyo dkk (2006) sebelum dilakukan
klasifikasi ditentukan dahulu dasar Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG) yang dihitung dengan mempergunakan rumus
Kockeroft-Gault sebagai berikut ;
(140 – umur) x BB
LFG (ml/mnt/1,73m2) = *)
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
Keterangan: *) pada perempuan dikalikan 0,85

 Tabel 2.1 Klasifikasi CKD


Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ≥ 90
meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun (ringan) 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun (sedang) 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun (berat) 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis

E. Patofisiologi
11

Patofisiologi penyakit ginjal kronis pada awalnya tergantung


pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan
selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan
massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional
nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya
kompensasi yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin
dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi,
yang diikuti oleh peningkatan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan fungsi nefron yang progresif, walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas
aksis renin- angiostensin-aldosteron intrarenal ikut memberikan
kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas
tersebut.Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiostensin-aldosteron,
sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth
factor β (TGF- β).Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap
progresifitas penyakit ginjal kronis adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia.Terdapat variabilitas interindividual untuk
terjadinya sklerosis dan fibrosis glomelurus maupun tubulointersitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronis, terjadi
kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve) pada keadaan dimana
basal LFG (Laju Filtrasi Glomelurus) masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik),
tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30% pasien memperlihatkan
12

gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, hipertensi


gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan
lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi
saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna.
Juga akan terjadi gangguan keseimbangan cairan seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium
dan kalium. Pada LFG di bawah 15%akan terjadi gejala dan
komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada
stadium gagal ginjal (Brunner and Suddarth, 2014).

F. Woc

Infeksi Vaskuler Zat toksik Obstruksi saluran kemih

Reaksi antigen Asterosklerosis Asterosklerosis Retensi urine


antibodi
Suplai darah ke ginjal

GFR (Bun & Kreatinin

CKD MK: Resiko perfusi renal tidak


efektif

Sekresi protein Kelebihan Na MK : Eritropoetin


Hipervolemia Hb
terganggu
Tekanan kapiler
13

Uremia
Volume intersisial
Pucat, fatigue, malaise
Pruritus
Edema
MK: Intoleransi
MK: Resiko Aktivitas
MK: Gangguan
integritas kulit ketidakseimbangan
cairan

Gangguan
keseimbangan asam
basa
Insufisiensi ginjal
Pada paru
Produksi asam
Angiotensin I
MK: Gangguan
Asam lambung pertukaran gas
Angiotensin II

Mual, muntah
Hipertensi

Anoreksia
MK: Resiko
penurunan curah
jantung MK: Defisit nutrisi
G. Manifstasi Klinis
Menurut Suyono (2001) menjelaskan bahwa manifestasi klinis
pada gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut :

1. Gangguan pada sistem gastrointestinal


a. Anoreksia, nausea, vomitus yag berhubungan dengan ganguan
metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksin
akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia danmelil
guanidine serta sembabnya muosa usus.
b. Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur
diubah oleh bakteri dimulut menjadi amoni sehinnga nafas berbau
amonia.
c. Gastritis erosife, ulkus peptic dan colitis uremik.
2. Kulit
14

a. Kulit berwarna pucat, anemia dan kekuning-kuningan akibat


penmbunan urokrom. Gatal-gatal akibat toksin uremin dan
pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
b. Ekimosis akibat gangguan hematologi.
c. Ure frost : akibat kristalsasi yang ada pada keringat.
d. Bekas-bekas garukan karena gatal.
3. Sistem Hematologi
a. Anemia yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :
Berkurangnya produksi eritropoitin, hemolisis akibat berkurangnya
masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksin, defisiensi besi, asam
folat, dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarhan, dan
fibrosis sumsum tulang akibat hipertiroidism sekunder.
b. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia.
4. Sistem saraf dan otot
a. Restless Leg Syndrome, pasien merasa pegal pada kakinya sehinnga
selalu digerakkan.
b. Burning Feet Syndrome, rasa semutan dan seperti terbakar terutama di
telapak kaki.
c. Ensefalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur, gangguan
konsetrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang.
d. Miopati, kelemahan dan hipertrofi otot terutama ekstermitas
proksimal.
5. Sistem kardiovaskuler
a. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan
aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron.
b. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis atau gagal jantung
akibat penimbunan cairan hipertensif.
c. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit
dan klasifikasi metastasik.
d. Edema akibat penimbuna cairan.
6. Sistem Endokrin
15

a. Gangguan seksual, libido, fertilitas, dan ereksi menurun pada laki-laki


akibat testosteron dan spermatogenesis menurun. Pada wnita tibul
gangguan menstruasi, gangguan ovulasi, sampai amenore.
b. Gangguan metabolisme glokusa, resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin.
c. Gangguan metabolisme lemak.
d. Gangguan metabolisme vitamin D.
7. Gangguan Sistem Lain
a. Tulang osteodistropi ginjal, yaitu osteomalasia, osteoslerosis, osteitis
fibrosia dan klasifikasi metastasik.
b. Asidosis metabolik akibat penimbuna asam organik sebagai hasil
metabolisme.
c. Elektrolit : hiperfosfotemia, hiperkalemia, hipokalsemia.

H. Komplikasi
1. Anemia
Kadar eritropoietin dalam sirkulasi rendah.eritropoetin rekombinan
parenteral meningkatkan kadar hemoglobin ,memperbaiki toleransi
terhadap aktivitas fisik , dan mengurangu kebutuhan trasfusi darah. Pada
pasien dengan gagal ginjal stadium lanjut sebelum dialysis,eritropoiten
mengkoreksi anemia dan memperbaiki keadaan umum , tanpa
mempengaruhi tingkat penurunan ginjal .Hipertensi tergantung dosis
terjadi pada 35% pasien dan biasanya bisa dikendalikan dengan obat-obat
penurunan tekanan darah,walaupun enselafalopati hipertensi bisa timbul
mendadak.

2. Penyakit Vaskular dan Hipertensi

Penyakit vascular merupankan penyebab utama kematian pada


gagal ginjal kronik . Pada pasien yang tidak menyandang
16

diabetes,hipertensi mungkin merupakan factor resiko yang paling


penting.Sebagian besar hipertensi pada penyakit ginjal kronik disebabkan
hipervolemia akibat retensi natrium dan air.Keadaan ini biasanya tidak
cukup parah untuk bisa menimbulkan edema , namun mungkin terdapat
ritme jantung tripel.Hipertensi seperti itu biasanya memberikan respons
terhadap restriksi natrium dan pengendalian volume tubuh melalui
dialysis, Jika fungsi ginjal memadai, pemberian furosemid dapat
bermanfaat.

3. Penyakit Tulang

Hipokalisemia akibat penurunan sintesis 1,25-(OH)2D3,


Hiperfosfatemia, dan resistensi terhadap kerja PTH di perifer,semuanya
turut menyebabkan penyakit tulang adrenal . Terapinya dengan
pembatasan fosfat makanan dengan atau tanpa mengikat fosfat (kalsium
bikarbonat bila kalsium belum meningkat akibat hiperparatiroidisme
tersier) dan penggunaan derivate Iα- hidroksilasi vitamin D dosis rendah
sedini mungkin.

4. Gastrointestinal

Walaupun kadar gastrin meningkat , ulkus peptikum lebih sering


terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun
demikian , gejala mual ,muntah anoreksia,dan dada seperti terbakar.Insidens
esofagitis serta angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat menyebabkan
perdarahan . Gangguan pengecap dapat berkaitan dengan bau napas yang
menyerupai urin.

5. Hiperkaliemia (kelebihan kalium)


Terjadi bila kalium yang normal diekskresi melalui ginjal
terakumulasi didalam darah.Keseimbangan elektolit ini dapat
mengakibatkan serangan jantung, memberikan gejala seperti lemas,
merasa tidak nyaman, merasa kram didaerah perut .
17

6. Disfungsi seksual
Menurunnya libido dan impotensi sering
terjadi.Hiperprolaktinemia ditemukan pada setidaknya sepertiga jumlah
pasien,menyebabkan efek inhibisi gonadotropin. Kadar prolaktin bisa
diturunkan dengan pemberian bromokriptin, walaupun sering timbul efek
(mual,muntah,mengantuk,hipotensi postural).

7. Sistem Pernafasan

Pernafasan yang berat dan dalam (kussmaul) dapat terjadi pada


pasien yang penderita asidosis berat , komplikasi lain akibat GGK adalah
paru-paru uremik dan pneumonitis . Keadaan Oedem paru dapat terdapat
pada thorak foto dimana disertai kelebihan cairan akibat retensi natrium
dan air, batuk non produktif juga dapat terjadi sekunder dari kongesti paru-
paru terutama saat berbaring,suara rales akibat adanya trasudasi cairan
paru.Kongesti pulmonal akan menghilang dengan penurunan jumlah
cairan tubuh melalui pembatasan garam dan hemodialisis.

Prognosis dari GGK tergantung pada seberapa cepat upaya deteksi


dan penangan dini.serta penyakit penyebab.Semakin dini upaya deteksi
dari penangan hasilnya akan lebih baik .

I. Penatalaksanaan
1) Manajemen terapi
Tujuan dari manajemen adalah untuk mempertahankan fungsi
ginjal dan homeostasis selama mungkin.Semua faktor yang berkontribusi
terhadap gagal ginjal kronis dan semua faktor yang reversibel (misal
obstruksi) diindentifikasi dan diobati. Manajemen dicapai terutama dengan
obat obatan dan terapi diet, meskipun dialisis mungkin juga diperlukan
untuk menurunkan tingkat produk limbah uremik dalam darah (Brunner
and Suddarth, 2014)

2) Antasida
18

Hyperphosphatemia dan hipokalsemia memerlukan antasid yang


merupakan zat senyawa alumunium yang mampu mengikat fosfor pada
makanan di dalam saluran pencernaan.Kekhawatiran jangka panjang
tentang potensi toksisitas alumunium dan asosiasi alumunium tingkat
tinggi dengan gejala neurologis dan osteomalasia telah menyebabkan
beberapa dokter untuk meresepkan kalsium karbonat di tempat dosis tinggi
antasid berbasis alumunium.Obat ini mengikat fosfor dalam saluran usus
dan memungkinkan penggunaan dosis antasida yang lebih kecil.Kalsium
karbonat dan fosforbinding, keduanya harus di berikan dengan makanan
yang efektif.Antasid berbasis magnesium harus dihindari untuk mencegah
keracunan magnesium (Brunner and Suddarth, 2014).

3) Antihipertensi dan kardiovaskuler agen


Hipertensi dapat dikelola dengan mengontrol volume cairan
intravaskular dan berbagai obat antihipertensi.Gagal jantung dan edema
paru mungkin juga memerlukan pengobatan dengan pembatasan cairan,
diet rendah natrium, agen diuretik, agen inotropik seperti digitalis atau
dobutamin, dan dialisis.Asidosis metabolik yang disebabkan dari gagal
ginjal kronis biasanya tidak menghasilkan gejala dan tidak memerlukan
pengobatan, namun suplemen natrium bikarbonat atau dialisis mungkin
diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika hal itu menyebabkan gejala
(Brunner and Suddarth, 2014).

4) Agen antisezure
Kelainan neurologis dapat terjadi, sehingga pasien harus diamati
jika terdapat kedutan untuk fase awalnya, sakit kepala, delirium, atau
aktivitas kejang.Jika kejang terjadi, onset kejang dicatat bersama dengan
jenis, durasi, dan efek umum pada pasien, dan segera beritahu dosen
segera. Diazepam intravena (valium) atau phenytoin (dilantin) biasanya
diberikan untuk mengendalikan kejang. Tempat tidur pasien harus
diberikan pengaman agar saat pasien kejang tidak terjatuh dan mengalami
cidera (Brunner and Suddarth, 2014).
19

5) Eritropoetin
Anemia berhubungan dengan gagal ginjal kronis diobati dengan
eritropoetin manusia rekombinan (epogen).Pasien pucat (hematokrit
kurang dari 30%) terdapat gejala nonspesifik seperti malaise, fatigability
umum, dan intoleransi aktivitas.Terapi epogen dimulai sejak hematokrit
33% menjadi 38%, umumnya meredakan gejala anemia.Epogen diberikan
baik intravena atau subkutan tiga kali seminggu.Diperlukan 2-6 minggu
untuk meningkatkan hematokrit, oleh karena itu epogen tidak
diindikasikan untuk pasien yang perlu koreksi anemia akut.Efek samping
terlihat dengan terapi epogen termasuk hipertensi (khususnya selama awal
tahap pengobatan), penigkatan pembekuan situs askes vaskular, kejang,
dan kelebihan Fe (Brunner and Suddarth, 2014).

6) Terapi gizi
Intervensi diet pada pasien gagal ginjal kronis cukup kompleks,
asupan cairan dikurangi untuk mengurangi cairan yang tertimbun dalam
tubuh. Asupan natrium juga perlu diperhatikan untuk menyeimbangkan
retensi natrium dalam darah, natrium yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/
hari (1-2 gr natrium), dan pembatasan kalium. Pada saat yang sama,
asupan kalori dan asupan vitamin harus adekuat. Protein dibatasi karena
urea, asam urat, dan asam organik hasil pemecahan makanan dan protein
menumpuk dalam darah ketika ada gangguan pembersihan di ginjal.
Pembatasan protein adalah dengan diet yang mengandung 0,25 gr protein
yang tidak dibatasi kualitasnya per kilogram berat badan per hari.
Tambahan karbohidrat dapat diberikan juga untuk mencegah pecahan
protein tubuh. Jumlah kebutuhan protein biasanya dilonggarkan hingga
60-80 gr/ hari (1,0 kg per hari) apabila pendrita mendapatkan
pengobatan hemodialisis teratur (Price dan wilson, 2006). Asupan cairan
sekitar 500 sampai 600 ml lebih banyak dari output urin selama 24 jam.
Asupan kalori harus adekuat untuk pencegahan pengeluaran energi
berlebih.Vitamin dan suplemen diperlukan kerena diet protein yang
20

dibatasi.Pasien dialisis juga kemungkinan kehilangan vitamin yang larut


dalam darah saat melakukan hemodialisa (Brunner and Suddarth, 2014).

7) Terapi dialisis
Hiperkalemi biasanya dicegah dengan memastikan dialisis yang
memadai, mengeluarkan kalium dan pemantauan seksama terhadap semua
obat obatan baik peroral maupun intravena. Pasien harus diet rendah
kalium. Kayexalate, resin kation terkadang diberikan peroral jika
diperlukan.Pasien dengan peningkatan gejala kronis gagal ginjal progresif.
Dialisis biasanya dimulai ketika pasien tidak dapat mempertahankan gaya
hidup yang wajar dengan pengobatan konservatif (Brunner and Suddarth,
2014).

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

ilustrasi kasus
Seorang lelaki Tn.C berusia 50 tahun dengan BB 60 Kg dirawat hari
pertama dRS X dengan diagnosis Cronok Kidney Desease (CKD). Saat ini pasien
21

tampak mengalami edema anasarka (+++), kulit tampak lebih gelap, pasien sering
menggaruk – garuk badannya, pasien mengatakan jarang berkemih. Data senjang
hasil laboratorium yaitu, Hb: 9,2 gr/dl, ureum serum 210 mg/dl, creatinine serum
12,5 mg/dl, kalsium 5 mg/dl, GDS 250 mg/dl, Hasil AGD: pH: 6,9. PCO2: 28,
HCO3: 20. TD: 180/100 mmHg, Nadi: 90x/m, pernapasan cepat dan dalam
(kusmaull), urine kuantitatif belum bisa diukur.
B. Identifikasi stadium/ stage CKD Tn. C tersebut
Stage CKD Tn. C tersebut adalah stage 5
Rumus : (140 – Umur) x Berat Badan
LFG =
72 x Kreatinin Plasma

Diketahui :
Umur = 50 tahun
Berat badan = 60 Kg
Kreatinin Plasma = 12,5 mg/dl

maka :
(140 – 50 ) x 60
LFG =
72 x 12,5

5400
=
937,5

= 5,76

Maka, berdasarkan klasifikasi dari gagal ginjal kronik, Tn. C


mengalami gagal ginjal kronik karena laju filtrasi glumerolus (LFG) dari
perhitungan di atas <15 yaitu 5,76 sehingga Tn.C mengalami CKD stadium
5 pada tahap lanjut penyakit ini, ginjal telah kehilangan hampir semua
kemampuan untuk melakukan fungsi secara efektif. Orang – orang yang
berada pada tahap ini sangat tergantungan pada dialisis atau transplantasi
ginjal. Dengan gejala yang dialami tahap ini adalah :

1. Mengalami komplikasi penyakit lain seperti : (diabetes, penyakit tulang,


penyakit jantung, penyakit cardiovaskular lainnya)
22

2. Mudah lelah
3. Merasa gatal pada tubuh
4. Sedikit atau tidak mengeluarkan air seni
5. Mengalami edema anasarka
6. Perubahan warna kulit dan peningkatan pigmentasi kulit

C. Lengkapi Data Yang Haruds Di Kaji Pada Pasien Tersebut

D. Rumuskan 3 Diagnosa KeperawatanYang Bisa Saudara Identifikasi Dari


Kasus Diatas
1. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi –
perfusi
2. Hipervolemia b/d kelebihan asupan natrium
3. Gangguan integritas kulit b/d kekurangan atau kelebihan volume
cairan
E. Jelaskan Proses Munculnya Kelainan Berikut Pada Penderita CKD :
1. Edema dan Hipertensi
Pada saat fungsi renal menurun dan mengalami kerusakan
secara progresif, ginjal tidak dapat mengeliminasi sejumlah produk
sisa di dalam tubuh produk akhir metabolisme protein yang
normalnya di ekskresikan kedalam urine menjadi tertimbun
didalam darah, sehingga terjadinya uremia dan mempengaruhi
sistem sistem tubuh, sehingga kerja ginjal akan semakin berat.
mengakibatkan kadar kreatinin serum, nitrogen, urea darah (BUN)
meningkat. Ginjal juga tidak mampu mengencerkan urine secara
normal. Sehingga tidak terjadi respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehingga terjadi tahanan
natrium dan cairan. Pasien yang sering menahan natrium dan
cairan, meingkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif, dan hipertensi.
23

2. Osteodistropi/ Hipokalsemia
Osteodistrofi ginjal secara klasik dideskripsikan sebagai
hasil dari hiperparatiroidisme sekunder akibat hiperfosfatemia yang
dikombinasikan dengan hipokalsemia , yang keduanya disebabkan
oleh penurunan ekskresi fosfat oleh ginjal yang rusak.
Kadar vitamin D3 yang teraktivasi menjadi rendah akibat
dari ketidakmampuan ginjal yang rusak untuk mengubah vitamin
D3 menjadi bentuk aktifnya, kalsitriol , dan mengakibatkan
hipokalsemia lebih lanjut. Pada CKD, produksi berlebihan hormon
paratiroid meningkatkan tingkat resorpsi tulang dan menyebabkan
tanda-tanda tulang histologis hiperparatiroidisme sekunder.

3. Hasil AGD : Ph 6,9. PCO2 : 28. HCO3 : 20


Hasil lab diatas menunjukkan terjadinya asidosis
metabolikpada pasien Tn.C dapat terjadi karena akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk menyekresi amonia (NH3)
dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3) atau muatan asam
organik lain dalam tubuh yang berlebihan.
Akibat berkurangnya produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama pada saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan dan napas sesak. sehingga rangsangan eritropoisis pada
sumsum tulang menurun, hemolisis akibat berkurangnya masa
hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, defisiensi besi, asam
folat dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan
paling sering pada saluran cerna dan kulit.
4. Ureum serum : 210 mg/dl, creatinin serum : 12,5 mg/dl
Pada saat fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
24

protein yang normalnya di ekskresikan kedalam urine menjadi


tertimbun didalam darah, sehingga terjadinya uremia dan
mempengaruhi sistem - sistem tubuh, akibat semakin  banyaknya
tertimbun produk sampah metabolik, sehingga kerja ginjal akan
semakin berat. Substansi darah yang seharusnya dibersihkan, tetapi
ginjal tidak mampu untuk memfiltrasinya, sehingga mengakibatkan
kadar kreatinin serum, nitrogen, urea darah (BUN) meningkat.

5. Anemia, Hb : 9,2 gr/dl


Penyebab utama pasien terkena anemia adalah defisiensi
produksi eritropoietin (EPO) yang dapat meningkatkan risiko
kematian, uremia penghambat eritropoiesis, pemendekan umur
eritrosit, gangguan homeostasis zat besi. Antagonis EPO yaitu
sitokin proinflamasi bekerja dengan menghambat sel-sel progenitor
eritroid dan menghambat metabolisme besi. Resistensi EPO
disebabkan oleh peradangan maupun neocytolysis. Beberapa 9
mekanisme patofisiologi mendasari kondisi ini, termasuk
terbatasnya ketersediaan besi untuk eritropoiesis, gangguan
proliferasi sel prekursor eritroid, penurunan EPO dan reseptor
EPO, dan terganggunya sinyal transduksi EPO.15 Penyebab lain
anemia pada pasien GGK adalah infeksi dan defisiensi besi mutlak.
Kehilangan darah adalah penyebab umum dari anemia pada GGK.
Hemolisis, kekurangan vitamin B12 atau asam folat,
hiperparatiroidisme, hemoglobinopati dan keganasan, terapi
angiotensin-converting-enzyme (ACE) inhibitor yang kompleks
dapat menekan eritropoiesis. 16 Hepsidin merupakan hormon
utama untuk meningkatkan homeostasis sistemik zat besi yang
diproduksi di liver dan disekresi ke sirkulasi darah
25

F. Buat intervensi keperawatan terkait kasus di atas

B. Konsep Asuhan Keperawatan CKD

Asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien CKD meliputi;


1. Fokus Pengkajian
a. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, resiko gagal jantung akibat penimbunan
cairan, gangguan irama jantung, edema, pembesaran vena
leher.

b. Sistem Pulmoner
Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernafasan
kusmaul), batuk dengan sputum kental dan liat, suara
krekels.

c. Sistem gastrointestinal
Anoreksia, nausea, fomitus, peningkatan BB cepat
(edema)/penurunan BB (anoreksia), nyeri ulu hati, perdarahan
pada saluran gastrointestinal, ulserasi gusi dan perdarahan
gusi/lidah, nafas bau amonia, distensi abdomen/asites,
perubahan turgor kulit/kelembaban.

d. Sistem eliminasi
Penurunan frekuensi urin, penurunan jumlah urin output, oliguria,
anuria, proteinuria, urin berwarna keruh, abdomen asites,
konstipasi, diare, distensi abdomen, penurunan CCT (Creatinin
Clearance Test) / GFR (Glomerolus Filtration Rate).

e. Sistem Integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat, pucat dan kekuning-kuningan,
26

kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan


rapuh, rambut tipis dan kasar
.
f. Sistem neuromuskular
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral,
seperti perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering
didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning
feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri
otot.

g. Sistem reproduktif
Libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
siklus menstruasi terhenti (amenore).

h. Sistem Muskuloskeletal
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri
kaki, kulit gatal, pruritus, petekie, area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak
dan sendi, keterbatasan gerak sendi. Pengkajian kekuatan otot
dilakukan dengan Manual Muscle Testing (MMT). Pengukuran
kekuatan otot menurut (Mutaqqin, 2012)

Anda mungkin juga menyukai