Disusun Oleh:
A. Latar Belakang
Cidera kepala berat merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalulintas.(Mansjoer, 2002) Di Indonesia jumlah kecelakaan lalu lintas meningkat
dari tahun ke tahun. Menurut data Direktorat Keselamatan Transportasi Darat
Departemen Perhubungan (2005), jumlah korban kecelakaan lalu lintas pada tahun
2003 terdapat 24.692 orang dengan jumlah kematian 9.865 orang (39,9%), tahun
2004 terdapat 32.271 orang dengan jumlah kematian 11.204 orang (34,7%), dan pada
tahun 2005 menjadi 33.827 kasus dengan jumlah kematian 11.610 orang (34,4%).
Dari data tahun 2005 di atas, didapatkan bahwa setiap harinya terdapat 31 orang
yang meninggal atau dengan kata lain setiap 45 menit terdapat 1 orang yang
meninggal akibat kecelakaan lalu lintas.Muchus menuturkan kepolisian mencatat
angka kriminalitas dan kecelakaan lalu lintas masih cukup tinggi
Dari berbagai refrensi, kecelakaan lalulintas merupakan masalah kesehatan
masyarakat di seluruh dunia, khusunya di negara berkembang.Menurut World Health
Orhanization (WHO) pada tahun 2002 kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab
kematian urutan kesebelas di seluruh dunia , sekitar 1,2 juta jiwa meninggal setiap
tahunnya. Angka kematian semakin meningkat dari tahun ke tahun akibat dari cidera
kepala yang mendapat penanganan yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan
harapan kita (Smeltzer, 2002) Akibat trauma pasien mengalami perubahan fisik
maupun psikologis. Akibat yang sering terjadi pada pasien CKB antara lain terjadi
cedera otak sekunder, edema cerebral ,peningkatan tekanan intrakranial, vasospasme,
hidrosefalus, gangguan metabolik, infeksi dan kejang (Haddad, 2012) . Oleh karena
itu, diharapkan penanganan yang cepat dan akurat agar dapat menekan morbidibitas
dan mortilitas kematian maupun terlambatnya rujukan yang menyebabkan kondisi
pasien semakin memburuk (National Institute of Neurological Disorder, 2002)
Selama dua puluh tahun terakhir, banyak dipelajari tentang penanganan kritis CKB .
Brain Trauma Foundation (BTF) memberikan pedoman pertama untuk penanganan
CKB yang telah di setujui oleh American Assosiation of Surgeons Neurologis dan
disahkan oleh Komite Organisasi Kesehatan Dunia Neurotraumalogy dan direvisi
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien
dengan cedera kepala di ruang IGD RSUD Padang Panjang.
2. Tujuan Khusus
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu:
2. ETIOLOGI
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas ( Mansjoer, 2000:3). Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan
lalu lintas, perkelahian, terjatuh, dan cidera olah raga. Cidera kepala terbuka
sering disebabkan oleh peluru atau pisau (Corkrin, 2001:175).
a. Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma:
1) Kulit : Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.
2) Tulang : Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup
& terbuka).
3) Otak : Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan,
sedang, berat), difusi laserasi.
b. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi :
1) Oedema otak
2) Hipoksia otak
3) Kelainan metabolic
4) Kelainan saluran nafas
3. MANIFESTASI KLINIK
a. Berdasarkan anatomis
1) Gegar otak (comutio selebri)
a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran
b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa
detik/menit
c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d) Kadang amnesia retrogard
2) Edema Cerebri
a) Pingsan lebih dari 10 menit
b) Tidak ada kerusakan jaringan otak
c) Nyeri kepala, vertigo, muntah
3) Memar Otak (kontusio Cerebri)
a) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi
tergantung lokasi dan derajad
b) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
d) Penekanan batang otak
e) Penurunan kesadaran
f) Edema jaringan otak
g) Defisit neurologis
h) Herniasi
4) Laserasi
a) Hematoma Epidural
Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat
benturan, merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit
s.d beberapa jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit
neurologis (tanda hernia):
5. PATHWAY
6. KOMPLIKASI
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma
intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak
a. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien
yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira
-Profesi NERS ( Khusus) 2019 FDC | 8
72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak
untuk membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak
diakibatkan trauma..
b. Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia
(tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit
neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau
epilepsy.
c. Komplikasi lain secara traumatic :
1) Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2) Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis,
ventikulitis, abses otak)
3) Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
d. Komplikasi lain:
1) Peningkatan TIK
2) Hemorarghi
3) Kegagalan nafas
4) Diseksi ekstrakranial
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk memonitoring
kadar O2 dan CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD adalah salah
satu test diagnostic untuk menentukan status respirasi..
b. CT-scan : mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran
jaringan otak.
c. Foto Rontgen : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
d. MRI : sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras.
e. Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan.
f. Pemeriksaan pungsi lumbal: mengetahui kemungkinan perdarahan
subarahnoid
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan (spesifik serebral) b.d aliran arteri dan atau
vena terputus,
Monitor Tekanan Intra Kranial
1. Catat perubahan respon klien terhadap stimulus / rangsangan
2. Monitor TIK klien dan respon neurologis terhadap aktivitas
Monitoring Neurologis
1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
2. Monitor tingkat kesadaran klien
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, dan muntah
5. Monitor respon klien terhadap pengobatan
6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
7. Observasi kondisi fisik klien
c. Intoleransi Aktifitas
1. Identifikasi ganguanguan fungsi tubuh yamg meakibatkan kelelahan
2. Monitor keluhan fisik dan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas
5. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
6. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau aktif
7. Berikan aktifitas distraksi yang menyenangkan
8. Fasilitasi duduk disisi tempata tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
9. Anjurkan tirah baring
10. Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
11. Anjurkan menghubungi perawat jika ada dan gejala kelelahan tidak
berkurang
12. Ajarkan strtegi koping untuk mengurangi kelelahan
13. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
Bedasarkan tujuan asuhan keperawatan gawat darurat yang dilakukan pada pasien
dengan cedera kepala di ruang IGD RSUD Padang Panjang maka kami memberikan
kesimpulan serta saran untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan
antara lain :
A. KESIMPULAN
cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik
Diagnosa keperawatan yang muncul pada laporan kasus N STEMI ada tiga yaitu
Ketidakefektifan perfusi jaringan (spesifik serebral) b.d aliran arteri dan atau vena
terputus
Nyeri akut b/d agen pencidera fisiologis
Intoleransi Aktfitas b/d kelemahan
B. SARAN
Berdasarkan kasus Nstemi yang diambil di ruang jantung RSUD Padang panjang
demi kebaikan selanjutnya maka kami menyarankan kepada :
1. Instalasi pelayanan kesehatan diharapkan mampu meningkatkan kinerja perawat
dan tenaga medis yang lain sehingga mampu meningkatkan asuhan
keperawatan gawat darurat pada pasien dengan cedera kepala.
2. Tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan dapat melakukan asuhan
keperawatan gawat darurat dengan tepat dan cepat
3. Pasien dan Keluarga pasien diharapkan mampu mengenali atau mengetahui
bagaimana penaganannya cedera kepala dapat mengakibatkan gangguan,
bahkan kematian serta konsumsi terapi yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
Arif Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
Brunner & Suddart . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Carolyn M. Hudak. 2001. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II.
Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah
Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Corwin, E.J. 2002. Handbook of Pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC
Diagnosa NANDA (NIC & NOC) Disertai Dengan Dischange Planning. 2007-2008.
Jakarta: EGC
Price, S.A. & Wilson, L.M. 2002. Pathophysiology : Clinical Concept of Disease
Processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical –
Surgical Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC
Suyono, S, et al. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI