Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS “EFUSI PLEURA”


DI RUANGAN PERAWATAN ANAK
RSUD LANTO DG PASEWANG JENEPONTO

NUR AZISAH RAMLI RUKKA


D.19.07.049

PRESEPTOR KLINIK PRESEPTOR INSTITUSI

............................................... ................................................

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

A. Definisi
Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan di ruang pleura. Penyakit ini
sering terjadi karena proses sekunder dari adanya penyakit lain. Efusi dapat berupa
cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah
atau pus (Kardiyudiana dan Susanti, 2019).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Nurarif dan
Kusuma, 2015).
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul dirongga
pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya (Morton,
2012).
Jadi, efusi pleura adalah kondisi dimana terjadinya penumpukan cairan di
ruang pleura. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat
dan eksudat.
B. Etiologi
Efusi pleura diakibatkan oleh kelebihan cairan dapat berupa cairan rendah
protein (transudatif) atau kaya protein (eksudatif). Penyebab paling umum efusi
pleura transudatif (cairan encer) meliputi gagal jantung, emboli paru, sirosis, dan
bedah jantung pascaoperasi. Sementara itu, efusi pleura eksudatif (cairan protein)
paling sering disebabkan oleh pneumonia, kanker, emboli paru, penyakit ginjal, dan
penyakit inflamasi.
Selain dua penyebab utama diatas, penyebab efusi pleura lain yang kurang
umum antara lain tuberkulosis, penyakit autoimun, perdarahan (karena trauma dada),
chylothorax (karena trauma), infeksi dada dan perut, efusi pleura asbes (karena
paparan asbes), sindrom Meig (karena tumor ovarium jinak), dan sindrom
hiperstimulasi ovarium.
C. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan
pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 10-20 cc yang
merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur. Cairan yang sedikit ini
merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser
satu sama lain. Jika terjadi peradangan pada pleura maka akan mengakibatkan
permeabel membran kapiler meningkat, sehingga cairan protein getah benih masuk ke
dalam rongga pleura dan menyebabkan konsentrasi protein cairan pleura meningkat,
sehingga terjadi efusi pleura.
D. Manifestasi Klinis
Efusi pleura beberapa gejalanya disebabkan oleh penyakit dasar. Pneumonia
akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritik. Efusi maligna dapat
mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan kaparahan gejala
1. Efusi luas : sesak nafas, bunyi pekak atau datar pada saat perkusi di aats area yang
terisi cairan, bunyi nafas minimal atau tak terdengar, dan pergeseran trakea
menjauhi tempat yang sakit.
2. Efusi ringan sampai sedang : dispnea bisa tidak terjadi.
E. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab yang mendasarinya,
untuk mencegah reakumulasi cairan, dan untuk meringankan ketidaknyamanan,
dispnea, dan penurunan kerja sistem pernafasan. Pengobatan spesifik diarahkan pada
penyebab yang mendasarinya.
1. Thoracentesis dilakukan untuk menghilangkan cairan, mengumpulan spesimen
untuk analisis, dan meredakan dispnea.
2. Pemasangan chest tube dan water-seal drainage mungkin diperlukan untuk
drainase dan re-ekspansi paru-paru.
3. Pleurodesis kimia: Pembentukan adhesis dilakukan saat obat ditanamkan ke
dalam ruang pleura untuk menghilangakan ruang dan mencegah akumulasi cairan
lebih lanjut.
4. Modalitas pengobatan lainnya, termasuk pleurektomi pembedahan (pemasangan
kateter kecil yang menempel pada botol pengisap), atau implantasi
pleuroperitoneal shunt.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Rontgen Dada
Rontgen dada perlu dilakukan dalam mendiagnosis penyakit ini, bila penderita
mengidap efusi pleura akan ditemukan cairan dalam dada.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat membantu menentukan lokasi cairan yang jumlahnya
sedikit ataupun banyak.
3. Torasentesis
Torasentesis merupakan teknik pengambilan cairan menggunakan jarum yang
dimasukkan di sela iga dan rongga dada.
G. Komplikasi
Efusi pleura membahayakan fungsi paru-paru karena menurunkan kemampuan
ekspansi paru-paru. Efusi yang sudah lama terjadi akan menimbulkan jaringan parut
paru-paru dan menyebabkan menurunan fungsi paru secara permanen. Cairan yang
menumpuk pada jangka waktu yang lama juga berisiko terinfeksi dan membentuk
abses yang disebut empiema.
H. Pathway

Infeksi Non Infeksi

TBC 80% Kardiovaskuler, Neoplasma, penyakit


Abdomen, Infeksi, cedera, dll

Proses peradangan adanya bendungan cairan


Dalam rongga pleura
Pembentukan cairan
Yang berlebihan hambatan reabsobsi cairan dari
rongga

Efusi Pleura

Akumulasi cairan yang Proses peradangan


Berlebihan di rongga pleura pada rongga pleura

Penurunan Hipersekresi mukus


Ekspansi paru

Sesak nafas Secret tertahan di


Saluran nafas

Ketidakefektifan Penurunan Bersihan jalan nafas


Pola nafas suplai O2 Tidak efektif

Gangguan Kelemahan
Pertukaran gas
Intoleransi
aktivitas
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
EFUSI PLEURA

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada
saat batuk dan bernafas.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.
4. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TB
paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan
untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB
paru dan lain sebagainya.
6. Pengkajian Fungsi-fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat 
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya
riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa
menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan
selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu
makan akibat dari sesak nafas.
c. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
d. Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami kelelahan pada saat
aktivitas. Pasien juga akan mengurangi aktivitasnya karena merasa nyeri di
dada.
e. Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri. Hospitalisasi juga
dapat membuat pasien merasa tidak tenang karena suasananya yang berbeda
dengan lingkungan di rumah.
f. Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik peran dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. Contohnya: karena sakit pasien tidak lagi
bisa mengurus anak dan suaminya.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam,
pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit
berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan
gambaran positif terhadap dirinya.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b/d hambatan upaya nafas
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolus-kapiler
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d hipersekresi jalan nafas
4. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
C. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b/d hambatan upaya nafas
Pemantauan Respirasi
Obserevasi
a. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea)
b. Monitor adanya produksi sputum
c. Monitor kesimetrisan ekspansi paru
Terapeutik
d. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
e. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauankmampuan mencerna makanan
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolus-kapiler
Terapi Oksigen
Observasi
a. Monitor kecepatan aliran oksigen
b. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
c. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
Edukasi
d. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
e. Kolaborasi penentuan dosis oksigen, sesuai anjuran
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d hipersekresi jalan nafas
Manajemen jalan napas
Observasi
a. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronchi
kering)
b. Monitor sputum
Terapeutik
c. Posisikan semi fowler atau fowler
d. Berikan minum hangat
Edukasi
e. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Kolaborasi
f. Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu.
4. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
Manajemen Energi
Observasi
a. Monitor pola dan jam tidur
Terapeutik
b. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus (misl. Cahaya, suara,
kunjungan)
Edukasi
c. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
d. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Kardiyudiani, N.K., & Susanti, B.A.D. (2019). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta:
Pustaka Baru

Morton, G. (2012). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 dan 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Kererawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1. Jogyakarta: MediAction.

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. PPNI
2017
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakan Keparawatan Edisi 1.
PPNI 2017
Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1
Cetakan II. PPNI 2017

Anda mungkin juga menyukai