MALARIA BERAT
PENDAHULUAN
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, yang disebabkan oleh infeksi
(1)
protozoa genus plasmodium. World Health Organization (WHO),
memperkirakan terdapat 300-500 juta orang terinfeksi malaria tiap tahunnya,
dengan angka kematian berkisar 1,5 juta sampai 2,7 juta pertahun. Penyakit ini
menjadi masalah kesehatan dilebih dari 90 negara, dan mengenai hampir 40 %
populasi dunia. Lebih dari 90 % kasus malaria terjadi di sub-Sahara Afrika.(2)
Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami
(1)
komplikasi sistemik yang dikenal dengan malaria berat. Malaria berat biasanya
menimbulkan satu atau lebih tanda/gejala seperti: koma (malaria serebral),
asidosis metabolik, anemia berat, hipoglikemia, gagal ginjal akut atau edema paru
akut. Pada tahap ini, kasus kematian pada pasien yang menerima pengobatan
terjadi sebanyak 10-20 %. Namun, pada orang yang tidak menerima pengobatan
malaria, malaria berat berakibat fatal pada sebagian besar kasus. (2)
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001,
terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian tiap tahunnya. Diperkiraan
35 % penduduk Indonesia tinggal didaerah yang beresiko tertular malaria. Dari
293 kabupaten / kota, 167 diantaranya merupakan daerah endemis. Daerah dengan
kasus malaria tertinggi adalah Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan
Sulawesi Tenggara. (1)
Malaria pada manusia disebabkan oleh 4 spesies dari genus Plasmodium,
yaitu P vivax, P ovale, P malariae dan P falciparum, tetapi hanya spesies terahir
yang menyebabkan malaria serebral. Plasmodium falsiparum sering dapat
312
menyebabkan malaria berat. Plasmodium ini membunuh > 1 juta orang tiap
tahunnya. (1)
Malaria dengan komplikasi digolongkan sebagai malaria berat, yaitu
menurut definisi WHO tahun 2006, merupakan infeksi Plasmodium falsiparum
stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi berupa : malaria cerebral,
anemia berat, gagal ginjal akut, edema paru, hipoglikemi, syok, perdarahan,
kejang, asidosis dan makroskopis hemoglobinuria. (3)
Malaria serebralmungkin adalahpenyebab paling umumdari komadi daerah
tropisdi dunia. Dari 400 orang yang tekena gigitan nyamuk malaria, hanya 200
orang akan terinfeksi oleh plasmodium, setengahnya (100 orang) akan
memberikan gejala malaria klinis, dan hanya 2% akan menjadi malaria berat.
Studi terhadap populasi di Indonesia menunjukkan bahwa risiko terkena malaria
komplikasi setiap tahunnya 1,34 kali pada orang dewasa (>15 tahun) dan 0,25 kali
pada anak-anak (<10 tahun ). (1)
DEFINISI
313
- Kelemahan seluruhnya sehingga pasien 40mg/dl)
tidak dapat duduk, berdiri maupun - Asidosis metabolic ( plasma bikarbonat
berjalan tanpa bantuan. < 15 mmol/L)
- Kejang berulang, lebih dari 2 episode - Anemia normositik berat (Hb < 5gr/dl,
dalam 24 jam Ht <15% pada anak-anak; <7gr/dl, Ht<
- Respiratory distress atau asidosis 20% pada dewasa)
- Edema paru akut - Hemoglobinuria
- Syok, tekanan darah sistol < 80 mmHg - Hiperlaktatemia (laktat > 5mmol/L)
pada dewasa dan <50 mmHg pada - Kerusakan ginjal (Kreatinin > 265
anak-anak. µmol/L)
- Gagal ginjal akut - Edema pulmonal (Radiologi)
- Ikterus disertai disfungsi organ vital
lainnya
- Perdarahan abnormal
ETIOLOGI
314
EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan World Malaria Report tahun 2016 dilaporkan bahwa selama tahun
2015, terdapat sekitar 212 juta kasus malaria dan 429.000 mengakibatkan
kematian. 90% terjadi di Afrika, 7% di daerah Asia Tenggara dan 2% di
Kawasan Mediterian. Penyebab kematian hampir seluruhnya, 99% akibat
infeksi P. falciparum. (2)
Berdasarkan data dari Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kementerian Kesehatan RI tahun 2015
Angka kejadian (positif malaria) mencapai 343.527 kasus dengan Annual
Parasite Incidence/API sebesar 0.85 per 1000. Tren API secara nasional pada
tahun 2011-2015 terus mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan
keberhasilan program pengendalian malaria yang dilakukan baik oleh
pemerintah pusat, daerah, masyarakat dan mitra terkait.(5)
315
Jika dilihat secara provinsi pada tahun 2015, tampak bahwa wilayah bagian
Timur Indonesia masih memilik angka API tertinggi, Aceh sendiri masih
memiliki angka API 0.08.(6)
Sebaran kasus malaria Indonesia dapat dilihat dari jumlah dan persentase
kabupaten/kota endemis. Berikut disajikan peta endemis malaria tahun 2012-
2015.6
316
Di Provinsi Aceh, terdapat satu kabupaten yang memiliki angka kesakitan
malaria tinggi yaitu Kabupaten Aceh Jaya dengan angka kesakitan malaria sebesar
1,82 per 1.000 penduduk beresiko. Kematian akibat malaria atau Case Fatality
Rate (CFR) sementara pada tahun 2015 tidak ditemukan.(6)
317
1. Densitas Parasit
Hubungan antara tingkat parasitemia dan mortalitas akibat malaria falsiparum
pertama kali dilaporkan oleh Field dan Niven.Mortalitas meningkat pada
parasitemia 100.000/µL. Tingkat parasitemia dapat digunakan untuk menilai
beratnya penyakit. Meskipun demikian, pada daerah endemis malaria, parasitemia
yang tinggi sering ditemukan pada individu yang asimptomatik.(7)
2. Virulensi Parasit
Virulensi parasit ditentukan oleh daya multiplikasi parasit, strain parasit,
kemampuan melakukan sitoadherens dan rosseting, induksi sitokin, produksi nitrit
oksida, serta invasi parasit.(7)
Faktor Host
1. Endemisitas
Pada daerah endemis malaria yang stabil, malaria berat terutama terdapat pada
anak kecil sedangkan orang dewasa umumnya hanya menderita malaria ringan. Di
daerah dengan endemisitas rendah, malaria berat terjadi tanpa memandang usia.(7)
2. Genetik
Kelainan genetik yang saat ini diketahui mempunyai efek protektif terhadap
malaria berat adalah kelainan dinding eritrosit dan HLA kelas I serta II yaitu
HLA-Bw 53, HLA-DRBI 1302, HLA-DQB 0501.(7)
3. Umur
Bayi berusia 3-6 bulan yang lahir dari seorang ibu yang imun, mempunyai
imunitas yang diturunkan, sehingga meskipun terdapat hiperparasitemia dan
demam, tetapi jarang mengalami malaria berat.(7)
4. Status nutrisi
Malaria berat sangat jarang ditemukan pada anak-anak dengan marasmus atau
kwashiorkor. Defisiensi zat besi dan riboflavin juga dilaporkan mempunyai efek
protektif terhadap malaria berat.(7)
5. Imunologi
Mekanisme imunologi malaria berat melibatkan imunitas selular dan humeral
yang komplek. Limpa memegang peranan penting dalam mekanisme imunologi
318
malaria, karena limpa memfagositosis eritrosit.Proses pembersihan oleh limpa
merupakan mekanisme penting dalam pertahanan tubuh dan patogenesis anemia
pada malaria.(7)
Mekanisme Patogenesis
Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk anopeles betina menggigit manusia,
akan masuk kedalam sel hati dan terjadi skizogoni ektsra eritrosit. Skizon hati
yang matang akan pecah dan selanjutnya merozoit akan menginvasi sel eritrosit
dan terjadi skizogoni intra eritrosit, menyebabkan eritrosit mengalami perubahan
seperti pembentukan knob, sitoadherens, sekuestrasi dan rosseting. (7)
319
Penyebab malaria cerebral pada malaria berat adalah akibat sumbatan
pembuluh darah kapiler di otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya
(8)
hemolisa sel darah. Selain itu, beberapa faktor yang juga mempengaruhi
manifestasi neurologi pada malaria, antara lain:(9)
- Demam derajat tinggi, akan mengganggu kesadaran, kejang demam (pada anak),
dan psikosis. Manifestasi tersebut akan menurun bila derajat panas diturunkan.
Apabila kesadaran tidak mengalami gangguan setelah serangan kejang atau
demam, maka prognosis penderita umumnya baik.
- Obat-obat antimalaria, seperti klorokuin, kuinin, meflokuin, dan halofantrin juga
dapat menyebabkan gangguan perilaku, kejang, halusinasi, dan psikosis.
Bila tidak terdapat demam tinggi atau parasitemia yang menyertai manifestasi
neurologis, maka kemungkinan penyebabnya adalah obat antimalaria.
- Hipoglikemia, pada infeksi malaria berat , dapat terjadi hipoglikemia. Kejadian
hipoglikemia lebih sering terjadi pada ibu hamil. Perlu adanya pertimbangan
pemberian infus dextrose 25-50% untuk mengatasi hal ini.
- Hiponatremia, hampir selalu terjadi pada kasus yang dialami orang tua dan
seringkali akibat muntah berlebih.
- Anemia berat dan hipoksemia dapat menyebabkan disfungsi serebral pada pasien
dengan malaria.
Patofisiologi malaria serebral yang terkait dengan infeksiusitas parasit masih
belum diketahui secara pasti. Meskipun dasar kelainan adalah adanya sumbatan
mikrosirkulasi serebral yang disebabkan parasit, namun mekanisme pastinya masih
merupakan hipotesis.(9)
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekuler sel untuk
mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme
transpor membran sel, penurunan deformabilitas, pembentukan knob, ekspresi
varian non antigen di permukaan sel, cytoadherence , sekuestrasi dan rosetting ,
peranan sitokin dan NO (Nitrit Oksida).(10)
Cytoadherence adalah peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi
320
P.falsiparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Di samping
itu juga terjadi perlekatan antara eritrosit yang terinfeksi parasit stadium lanjut
dengan eritrosit normal, dan dikenal dengan rossette form. Perlekatan tersebut
mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah kapiler dan menghambat aliran
darah ke pembuluh darah kapiler akhir karena terbentuknya sloughing,
sequestration dan roset. Proses tersebut menyebabkan terjadinya edema dan
hipoksia karena adanya kebocoran kapiler dan aliran darah berkurang. (9)
Hanya P.falsiparum yang mengalami sequestration, karena pada
plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer.
Sequestration terjadi pada organ-organ vital dan hampir semua jaringan dalam
tubuh, namun tertinggi terdapat di otak, diikuti dengan hepar dan ginjal, paru,
jantung dan usus. Sehingga efek kumulatif dari proses ini akan mempengaruhi
organ-organ tersebut. (9)
Malaria berat juga dapat terjadi karena sistem kekebalan penderita bereaksi
berlebihan dan sebagai perantara kerusakan sel (saraf, hati, ginjal) melalui produk
toksik dari sel kekebalan (makrofag) yaitu sitokin antara lain Tumor Necrosing
Factor (TNF), Inter Leukin I (IL I), IL VI dan lain-lain. (9)
Pengeluaran TNF dirangsang oleh produk parasit yang dikeluarkan pada
waktu eritrosit yang terinfeksi pecah. Kelainan tubuh yang diakibatkan oleh TNF
adalah demam, peradangan, perubahan keadaan mental, trombositopenia, depresi
fungsi sumsum tulang dan merangsang sel kebal untuk mengeluarkan produk
tambahan. (9)
Salah satu produk toksik tambahan dari makrofag adalah nitrik oksid (NO)
yang dirangsang pengeluarannya oleh TNF. NO adalah gas yang larut dengan
bebas menembus sel membran sehingga dapat melewati blood-brain barrier. NO
berfungsi sebagai neurotransmitter dan merupakan komponen yang berperan pada
reaksi kekebalan terhadap parasit dalam sel, sehingga dapat membunuh sel hati
yang terinfeksi malaria.(9)
Dari beberapa penelitian dibuktikan bahwa penderita malaria serebral yang
meninggal atau dengan komplikasi berat seperti hipoglikemia mempunyai kadar
TNFa yang tinggi. Demikian juga malaria tanpa komplikasi kadar TNFa , IL-1, IL-
321
6 lebih rendah dari malaria serebral. Walaupun demikian hasil ini tidak konsisten
karena juga dijumpai penderita malaria yang mati dengan TNF normal atau rendah
atau pada malaria serebral yang hidup dengan sitokin yang tinggi. Oleh karenanya
diduga adanya peran dari neurotransmiter yang lain sebagai free radical dalam
kaskade ini seperti NO sebagai faktor yang penting dalam patogenesis malaria
berat.(10)
Hipotesis lain parasit malaria secara langsung menginduksi tingginya kadar
TNF-a sesuai dengan gejala klinis yang ditampilkan pada penyakit malaria
serebral. Produk dari eritrosit terinfeksi parasit yang mengalami ruptur akan
memacu makrofag untuk memproduksi TNF-a, yang merupakan respons pirogenik
terhadap infeksi malaria. Juga meningkatkan ekspresi adhesion molecute pada
endotel mikrovaskular otak yang nantinya memudahkan perlekatan eritrosit
terinfeksi P. falciparum pada endotel mikrovaskular otak. Terjadilah sequesterasi
yang menyebabkan penyumbatan mikrovaskular, suplai darah ke sel otak
terhambat, dan mengakibatkan koma. (11)
Eritrosit yang terinfeksi P. vivax tidak berikatan dengan endotel, sehingga
merupakan satu alasan mengapa malaria vivax tidak bisa menyebabkan malaria
serebral walaupun kadar TNF-a dalam plasma sangat tinggi.Meskipun demikian,
peran TNF-a dalam patogenesis penyakit malaria lebih bersifat fisiologis dibanding
patologis. Jika dicapai kadar optimal dari TNF-a akan memberikan proteksi, tetapi
jika kadarnya terlalu tinggi akan menimbulkan reaksi patologis berhubungan
dengan tingginya insiden anemia, oedem pulmo, dan malaria serebral.(10)
DIAGNOSIS KLINIS
322
Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
- Keluhan utama: Demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
- Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik
malaria.
- Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
- Riwayat sakit malaria.
- Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
- Riwayat mendapat transfusi darah.
Pemeriksaaan Fisik :
- Demam (T = 37,5°C).
- Konjungtiva atau telapak tangan pucat.
- Pembesaran limpa (splenomegali).
- Pembesaran hati (hepatomegali).
323
- Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria.
- Gejala neurologik: kaku kuduk, reflek patologis.
Gejala paling dini dari malaria serebral pada anak-anak umumnya adalah
demam (37,5°C sampai 41°C) selanjutnya tidak bisa makan atau minum. Sering
mengalami rasa mual dan batuk, jarang diare. Riwayat gejala yang mendahului
koma dapat sangat singkat, umumnya 1-2 hari. Anak-anak yang sering kehilangan
kesadaran setelah demam harus diperkirakan mengalami malaria serebral, terutama
jika koma menetap lebih dari setengah jam setelah kejang. (13)
Manifestasi neurologis (1 atau beberapa manifestasi) berikut ini dapat
ditemukan:(9)
1. GCS < 7 pada dewasa
2. Tonus otot dapat meningkat atau turun
3. Refleks tendon bervariasi
4. Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah)
5. Mulut mencebil ( pouting ) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut dipukul
6. Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity
7. Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan konvergensi
spasme sering terjadi. Perdarahan sub konjungtiva dan retina serta papil udem
kadang terlihat
8. Kekakuan leher ringan kadang ada. Kernigs (+) dan photofobia jarang ada.
Untuk itu adanya meningitis harus disingkirkan dengan pemeriksaan punksi
lumbal (LP)
9. Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml, protein sering naik
ringan
Kriteria diagnosis lainnnya bisa dibagi dalam 2 fase:(8)
1. Fase Prodromal:
Gejala yang timbul tidak spesifik, penderita mengeluh sakit pinggang,
mialgia, demam yang hilang timbul serta kadang-kadang menggigil, dan sakit
kepala.
2. Fase Akut:
Gejala yang timbul menjadi bertambah berat dengan timbulnya komplikasi
324
seperti sakit kepala yang sangat hebat, mual, muntah, diare, batuk berdarah,
gangguan kesadaran, pingsan, kejang, hemiplegi dan dapat berakhir dengan
kematian. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan kornea mata divergen,
anemia, ikterik, purpura, akan tetapi tidak ditemukan adanya tanda rangsang
meningeal.
Dalamnya koma dapat dinilai sesuai dengan skala koma Glasgow atau
modifikasi khusus pada anak yaitu skala koma Blantyre, melalui pengamatan
terhadap respon rangsangan bunyi atau rasa nyeri yang standar, ketukan (knuckle)
niga pada dada anak dan jika tidak ada respon lakukan tekanan kuat pada kuku ibu
jari dengan pensil pada posisi mendatar. Selalu singkirkan dan atasi kemungkinan
hipoglikemia.
Skala koma dapat digunakan berulang kali untuk menilai ada kemajuan atau
kemunduran. (13)
Penilaian Spontan Nilai
Pergerakan mata Terarah (misalnya mengikuti wajah ibunya) 1
Tidak terarah 0
Respons verbal Menangis yang wajar 2
Menangis yang tidak wajar atau merintih 1
Tidak ada 0
Respons motorik Rangsangan nyeri setempat (ketuk iga atau 2
sternum) 1
Menarik tungkai dari sumber nyeri (tekan 0
kuat pada kuku dengan pensil)
Respons yang tidak spesifik atau tidak ada
Jumlah 0-5
Pada skala koma Blantyre disebut unrousable coma bila jumlah nilai < 3
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:
- Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
325
- Spesies dan stadium plasmodium.
- Kepadatan parasit. (12)
a. Semi Kuantitatif
(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)
(+) = positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB). (12)
b. Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal
(leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit). Contoh : Bila dijumpai 1500 parasit
per 200 leukosit, sedangkan jumlah leukosit 8000/uL maka hitung parasit =
8000/200 x 1500 parasit = 60000 parasit/uL
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang
setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut
2. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut
tidak ditemukan parasit, maka diagnosis malaria disingkirkan. (12)
326
Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau
pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes yang digunakan adalah IFA
(indirect fluorescent antibody test), IHA (indirect hemaglutination test) dan ELISA
(enzyme linked immunosorbent assay). Kegunaan tes serologis untuk diagnosis
malaria akut sangat terbatas, karena baru akan positif beberapa hari setelah parasit
malaria ditemukan dalam darah. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian
epidemiologi atau alat uji saring donor darah.(13)
PENATALAKSANAAN
Pengobatan malaria berat ditujukan pada pasien yang datang dengan manifestasi
klinis berat termasuk yang gagal dengan pengobatan lini pertama.Apabila fasilitas
tidak atau kurang memungkinkan, maka penderita dipersiapkan untuk dirujuk ke
rumah sakit atau fasilitas pelayanan yang lebih lengkap.Penatalaksanaan kasus
malaria berat pada prinsipnya meliputi(4) (12):
1. Tindakan umum
2. Pengobatan simptomatik
3. Pemberian obat anti malaria
4. Penanganan komplikasi
Tindakan umum
Meliputi :
327
5. Lakukan pemeriksaan darah tebal ulang untuk konfirmasi diagnosis
6. Catat pada rekam-medik penderita : Identitas, riwayat perjalanan penyakit,
riwayat penyakit dahulu, Riwayat bepergian, riwayat transfusi,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium (bila tersedia), diagnosis
kerja, diagnosis banding, tindakan dan pengobatan yang telah diberikan,
rencana tindakan/pengobatan, dan lain-lain yang dianggap perlu.
7. Bila pasien koma lakukan prinsip ABC + D, antara lain:
328
d. Pada pemeriksaan jantung , bila ada aritmia dan pembesaran jantung,
maka hati-hati pada pemberian kina dan caira
Drug / defibrilasi
Disesuaikan dengan fasilitas dan protokol RS. (4) (12)
Pengobatan simptomatik
1. Berikan antipiretik pada penderita demam untuk mencegah hipertermia.
Anak:
a. Pemberian antipiretik untuk mencegah hiperpireksia : parasetamol 10
mg/kgbb/kali, diberikan setiap 4-6 jam, dan lakukan kompres hangat
b. Bila terjadi hipertermia (suhu rektal >400C) beri parasetamol dosis inisial :
20 mg/kgbb, diikuti 15 mg/kgbb setiap 4-6 jam sampai panas turun < 400C
2. Berikan antikonvulsan pada penderita kejang
Dewasa :
a. Diazepam intra-vena (perlahan-lahan 1 mg/menit) dosis : 0,3-0,5
mg/kgbb/kali, atau diazepam per rectal dengan dosis ; 5 mg untuk berat
badan < 10 kg dan 10 mg untuk BB > 10 kg.
b. Bila kejang belum teratasi setelah 2 kali pemberian diazepam, berikan
phenytoin dengan dosis inisial 10-15 mg/kgbb dalam NaCl 0,9% diberikan
secara bolus intra vena perlahan.
c. Kemudian diikuti dosis rumat phenytoin 5 mg/kgbb (dibagi 2-3 dosis/hari)
d. Bila tidak ada pilihan lain sebagai alternatif dapat dipakai Phenobarbital
sebagai berikut :
329
maksimum 200 mg/hari. Selanjutnya diberikan dosis rumat : 4 mg/kgbb/hari,
dibagi 2 dosis, sampai 3 hari bebas panas. (12)
330
kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Bila penderita sudah dapat
minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat +
amodiakuin + primakuin (lihat dosis pengobatan lini pertama malaria falsiparum
tanpa komplikasi). (12)
Catatan :
- Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena, karena toksik bagi jantung
dan dapat meimbulkan kematian.
331
- Pada penderita dengan gagal ginjal, loading dose tidak diberikan dan dosis
maintenance kina diturunkan ½ nya.
- Pada hari pertama pemberian kina oral, berikan primakuin dengan dosis 0,75
mg/kgbb
- Dosis maksimum dewasa : 2000 mg/hari. (1)
Exchange Transfusion
Tindakan exchange transfusion dapat menurunkan secara cepat pada keadaan
parasitemi. Pada malaria berat exchange transfusion berguna untuk mengeluarkan
eritrosit yang berparasit, menurunkan kadar toksin hasil parasit dan
metabolismenya (sitokin dan radikal bebas) dan memperbaiki anemia. (1)
PENANGANAN KOMPLIKASI(4)(12)
Malaria Serebral
Perawatan pasien tidak sadar meliputi :
a. Buat grafik suhu, nadi, dan pernafasan secara akurat
b. Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan infeksi yang
sering terjadi melalui IV-line maka IV-line sebaiknya diganti setiap 2-3 hari
c. Pasang kateter urethra dengan drainase/kantong tertutup. Pemasangan kateter
dengan memperhatikan kaidah a/antisepsis.
d. Pasang gastric tube (maag slang) dan sedot isi lambung untuk mencegah
aspirasi pneumonia
e. Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus kornea yang
dapat terjadi karena tidak adanya reflek mengedip pada pasien tidak sadar.
f. Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar parotis karena
kebersihan rongga mulut yang rendah pada pasien tidak sadar.
g. Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus dan
hipostatik pneumonia
h. Hal-hal yang perlu dimonitor:
-Tensi, nadi, suhu, dan pernafasan setiap 30 menit
332
-Pemeriksaan derajat kesadaran setiap 6 jam
-Hitung parasit setiap 6 jam
-Ht dan atau Hb setiap hari, bilirubin dan kreatinin pada hari ke 1 dan 3
-Gula darah setiap 6 jam
-Pemeriksaan lain sesuai indikasi (misal Ureum,creatinin, dan kalium darah pada
komplikasi gagal ginjal) (4) (12)
Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga
bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Biasanya ditujukan kepada orang
yang berpergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium falciparum
terhadap klorokuin, maka tidak digunakan klorokuin sebagai kemoprofilaksis, oleh
sebab itu doksisiklin menjadi pilihan, diminum satu hari sebelum keberangkatan
dengan dosis 2 mg/kgbb setiap hari selama tidak lebih dari 12 minggu. Doksisiklin
tidak boleh diberikan kepada anak umur < 8 tahun dan ibu hamil.(12)
PROGNOSIS
Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan & kecepatan
pengobatan. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitasnya
sekitar 4% sampai 46%. Faktor resiko prognosis yang buruk biasanya pada pasien
malaria serebral dengan distress pernafasan, gangguan kesadaran, hipoglikemi,
ikterik, kejang dan oedema pupil. (14)
Mengingat dari keparahan manifestasi klinis malaria serebral, kurang dari
10% dari anak yang menderita malaria serebral dapat bertahan hidup memiliki
defisit neurologis. Defisit yang paling sering ialah kebutaan kotikal, gangguan
bicara, dan gangguan motorik seperti hemiplegi dan ataksia. (14)
Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik
daripada kegagalan 2 fungsi organ. Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ,
adalah > 50 %. Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75
333
%.(12)
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat
yaitu:2
- Kepadatan parasit < 100.000 u/L, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000 u/L, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000 u/L, maka mortalitas > 50 %(12)
Semua penderita malaria berat dirujuk / ditangani RS Kabupaten.
Apabila penderita tidak bersedia dirujuk dapat dirawat di puskesmas rawat inap
dengan konsultasi kepada dokter RS Kabupaten. Bila perlu RS kabupaten dapat
pula merujuk kepada RS Propinsi. Cara merujuk :
1) Setiap merujuk penderita harus disertakan surat rujukan yang berisi tentang
diagnosa, riwayat penyakit, pemeriksaan yang telah dilakukan dan tindakan yang
sudah diberikan.
2) Apabila dibuat preparat sediaan darah malaria, harus diikutsertakan. (12)
334
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Harijanto. Malaria. In Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi 5 Jilid III. Jakarta:
Interna Publishing; 2009. pp: 2813-2825. p. 2813-2825.
6. Profil Kesehatan Provinsi Aceh 2015. Banda Aceh. Dinkes Aceh. ; 2015.
335
February 8, 2017).
13. Soedarmo d. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis, Edisi ke-2 Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2010.
14. John. CC, Richard I. Cerebral Malaria in Children. Infect Med. 2003; 20: 53-5
336