MULUT
Liur (saliva), sekresi yang berkaitan dengan mulut, terutama dihasilkan oleh tiga
pasang kelenjar liur utama yang terletak di luar rongga mulut dan mengeluarkan liur
melalui duktus pendek ke dalam mulut.
Liur mengandung 99,5% H2O dan 0,5% elektrolit dan protein. Konsentrasi NaCl
(garam) liur hanya sepertujuh dari konsentrasinya di plasma, yang penting dalam
mempersepsikan rasa asin. Demikian juga, diskriminasi rasa manis ditingkatkan
oleh tidak adanya glukosa di liur. Protein liur yang terpenting adalah amilase,
mukus, dan lisozim. Protein-protein ini berperan dalam fungsi saliva sebagai
berikut:
1. Liur memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja arnilase liur, suatu
enzim yang menguraikan polisakarida menjadi maltosa, suatu disakarida yang
terdiri dari dua molekul glukosa
2. Liur mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel makanan
sehingga partikel-partikel tersebut menyatu, serta menghasilkan pelumasan oleh
adanya mukus yang kental dan licin.
3. Liur memiliki sifat antibakteri melalui efek rangkap pertama, dengan lisozim,
suaru enzim yang melisiskan atau menghancurkan bakteri tertentu dengan merusak
dinding sel; dan kedua, dengan membilas bahan yang mungkin berfungsi sebagai
sumber makanan untuk bakteri.
4. Liur berfungsi sebagai bahan pelarut yang merangsang kuncup kecap. Hanya
molekul dalam larutan yang dapat bereaksi dengan reseptor kuncup kecap
5. Liur membantu berbicara dengan mempermudah gerakan bibir dan lidah. Kita
sulit berbicara jika mulut kita kering.
6. Liur berperan penting dalam higiene mulut dengan membantu menjaga mulut dan
gigi bersih. Aliran liur yang konstan membantu membilas residu makanan, partikel
asing, dan sel epitel rua yang terlepas dari mukosa mulut. Kontribusi liur dalam hal
ini dapat dirasakan oleh setiap orang yang pernah mengalami bau mulut ketika
saiivasi tertekan sementara, misalnya ketika demam atau mengalami kecemasan
berkepanjangan.
7. Liur kaya akan dapar bikarbonat, yang menetralkan asam dalam makanan serta
asam yang dihasilkan oleh bakteri di mulut sehingga karies dentis dapat dicegah.
Meskipun memiliki banyak fungsi di atas, liur tidak esensial untuk pencernaan dan
penyerapan makanan, karena enzim-enzim yang diproduksi oleh pankreas dan usus
halus dapat menuntaskan pencernaan makanan meskipun tidak terdapat liur dan
sekresi lambung.
Fungsi gaster
a. Penyimpan makanan. Kapasitas lambung normal memungkinkan adanya
interval yang panjang antara saat makan dan kemampuan menyimpan
makanan dalam jumlah besar sampai makanan ini dapat terakomodasi di
bagian bawah saluran cerna.
b. Produksi kimus. Aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus
(massa homogen setengah cair berkadar asam tinggi yang berasal dari
bolus) dan mendorongnya ke dalam duodenum.
c. Digesti protein. Lambung mulai digesti protein melalui sekresi tripsin
dan asam klorida.
d. Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk
barrier setebal 1 mm untuk melindungi lambung terhadap aksi
pencernaan dan sekresinya sendiri.
e. Produksi faktor intrinsik.
Faktor intrinsik adalah glikoprotein yang disekresi sel parietal.
Vitamin B12, didapat dari makanan yang dicerna di lambung, terikat
pada faktor intrinsik. Kompleks faktor intrinsik vitamin B12 dibawa ke
ileum usus halus, tempat vitamin B12 diabsorbsi.
f. Absorbsi. Absorbsi nutrien yang berlangsung dalam lambung hanya
sedikit. Beberapa obat larut lemak (aspirin) dan alkohol diabsorbsi pada
dinding lambung. Zat terlarut dalam air terabsorbsi dalam jumlah yang
tidak jelas.
2. Fase lambung
Terjadi saat makanan mencapai lambung dan berlangsung selama
makanan masih ada.
Peregangan dinding lambung merangsang reseptor saraf dalam
mukosa lambung dan memicu refleks lambung. Serabut aferen
menjalar ke medula melalui saraf vagus. Serabut eferen
parasimpatis menjalar dalam vagus menuju kelenjar lambung
untuk menstimulasi produksi HCl, enzim-enzim pencernaan,
dan gastrin.
Fungsi gastrin:
- Merangsang sekresi lambung,
- Meningkatkan motilitas usus dan lambung,
- Mengkonstriksi sphincter oesophagus bawah dan
merelaksasi sphincter pylorus,
- Efek tambahan: stimulasi sekresi pancreas.
Pengaturan pelepasan gastrin dalam lambung terjadi melalui
penghambatan umpan balik yang didasarkan pada pH isi
lambung.
- Jika makanan tidak ada di dalam lambung di antara jam
makan, pH lambung akan rendah dan sekresi lambung
terbatas.
- Makanan yang masuk ke lambung memiliki efek
pendaparan (buffering) yang mengakibatkan peningkatan
pH dan sekresi lambung.
3. Fase usus
Terjadi
setelah kimus
meninggalkan
lambung dan
memasuki
usus halus
yang
kemudian
memicu
faktor saraf
dan hormon.
Sekresi
lambung
4. Pengosongan lambung
Kontraksi peristaltik antrum—selain menyebabkan pencampuran
lambung—juga menghasilkan gaya pendorong untuk
mengosongkan lambung. Jumlah kimus yang lolos ke dalam
duodenum pada setiap gelombang peristaltik sebelum sphincter
pylorus tertutup erat terutama bergantung pada kekuatan peristalsis.
Intensitas peristalsis antrum dapat sangat bervariasi di bawah
pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum; dengan
demikian, pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung dan
duodenum.
Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan
lambung. Faktor lambung utama yang mempengaruhi kekuatan
kontraksi adalah jumlah kimus di dalam lambung. Apabila hal-hal
lain setara, lambung mengosongkan isinya dengan kecepatan yang
sesuai dengan volume kimus setiap saat. Peregangan lambung
memicu peningkatan motilitas lambung melalui efek langsung
peregangan pada otot polos serta melalui keterlibatan plexus
intrinsik, nervus vagus, dan hormon lambung gastrin. Selain itu,
derajat keenceran (fluidity) kimus di dalam lambung juga
mempengaruhi pengosongan lambung. Semakin cepat derajat
keenceran dicapai, semakin cepat isi lambung siap dievakuasi.
Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan
lambung. Walaupun terdapat pengaruh lambung, faktor di
duodenumlah yang lebih penting untuk mengontrol kecepatan
pengosongan lambung. Duodenum harus siap menerima kimus dan
dapat bertindak untuk memperlambat pengsongan lambung dengan
menurunkan aktivitas peristaltik di lambung sampai duodenum siap
mengakomodasi tambahan kimus. Bahkan, sewaktu lambung
teregang dan isinya sudah berada dalam bentuk cair, lambung tidak
dapat mengosongkan isinya sampai duodenum siap menerima
kimus baru.
2. Biokimiawi
Pencernaan Karbohidrat, protein, dan lemak
1. Karbohidrat
Karbohidrat diklasifikasikan menjadi monosakarida (glukosa,
galaktosa, dan fruktosa), disakarida (maltosa, laktosa,
sukrosa), oligosakarida dan polisakarida (amilum/pati). Dalam
kondisi sehari-hari, ada tiga sumber utama karbohidrat dalam
diet makanan, yaitu sukrosa (gula pasir), laktosa (gula susu)
dan pati/starch (gula tumbuhan). Pencernaan karbohidrat
dimulai semenjak berada di mulut. Enzim ptyalin (α–amilase)
yang dihasilkan bersama dengan liur akan memecah
polisakarida menjadi disakarida. Enzim ini bekerja di mulut
sampai fundus dan korpus lambung selama satu jam sebelum
makanan dicampur dengan sekret lambung. Enzim amilase
juga dihasilkan oleh sel eksokrin pankreas, di mana ia akan
dikirim dan bekerja di lumen usus halus sekitar 15-30 menit
setelah makanan masuk ke usus halus. Amilase bekerja
dengan cara mengkatalisis ikatan glikosida α(1à4) dan
menghasilkan maltosa dan beberapa oligosakarida. Setelah
polisakarida dipecah oleh amilase menjadi disakarida, maka
selanjutnya ia kembali dihidrolisis oleh enzim-enzim di usus
halus. Berbagai disakaridase (maltase, laktase, sukrase, α-
dekstrinase) yang dihasilkan oleh sel-sel epitel usus halus akan
memecah disakarida di brush border usus halus. Hasil
pemecahan berupa gula yang dapat diserap yaitu
monosakarida, terutama glukosa. Sekitar 80% karbohidrat
diserap dalam bentuk glukosa, sisanya galaktosa dan fruktosa.
Glukosa dan galaktosa diserap oleh usus halus melalui
transportasi aktif sekunder. Dengan cara ini, glukosa dan
galaktosa dibawa masuk dari lumen ke interior sel dengan
memanfaatkan gradien konsentrasi Na+ yang diciptakan oleh
pompa Na+ basolateral yang memerlukan energi melalui
protein pengangkut SGLT-1. Setelah dikumpulkan di dalam
sel oleh pembawa kotranspor, glukosa dan galaktosa akan
keluar dari sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi untuk
masuk ke kapiler darah. Sedangkan frukosa diserap ke dalam
sel melalui difusi terfasilitasi pasif dengan bantuan
pengangkut GLUT-5.
Gambar 13: Pencernaan dan absorbsi
karbohidrat
2. Lemak
Lemak merupakan suatu molekul yang tidak larut air,
umumnya berbentuk trigliserida (bentuk lain adalah
kolesterol ester dan fosfolipid). Pencernaan lemak dilakukan
oleh lipase yang dihasilkan oleh sel eksokrin pankreas.
Lipase yang dihasilkan pankreas ini akan dikirim ke lumen
usus halus dan menghidrolisis trigliserida menjadi asam
lemak dan monogliserida. Selain dihasilkan oleh sel lipase
pankreas, juga diketahui bahwa lipase juga dihasilkan oleh
kelenjar lingual dan enterosit, namun lipase yang dihasilkan
oleh bagian ini hanya mencerna sedikit sekali lemak sehingga
tidak begitu bermakna. Untuk memudahkan pencernaan dan
penyerapan lemak, maka proses tersebut dibantu oleh garam
empedu yang dihasilkan oleh kelenjar hepar (hati). Garam
empedu memiliki efek deterjen, yaitu memecah globulus-
globulus lemak besar menjadi emulsi lemak yang lebih kecil
(proses emulsifikasi). Pada emulsi tersebut, lemak akan
terperangkap di dalam molekul hidrofobik garam empedu,
sedangkan molekul hidrofilik garam empedu berada di luar.
Dengan demikian lemak menjadi lebih larut dalam air
sehingga lebih mudah dicerna dan meningkatkan luas
permukaan lemak untuk terpajan dengan enzim lipase.
Setelah lemak (trigliserida) dicerna oleh lipase, maka
monogliserida dan asam lemak yang dihasilkan akan
diangkut ke permukaan sel dengan bantuan misel (micelle).
Misel terdiri dari garam empedu, kolesterol dan lesitin
dengan bagian hidrofobik di dalam dan hidrofilik di luar
(permukaan). Monogliserida dan asam lemak akan
terperangkap di dalam misel dan dibawa menuju membran
luminal sel-sel epitel. Setelah itu, monogliserida dan asam
lemak akan berdifusi secara pasif ke dalam sel dan disintesis
kembali membentuk trigliserida. Trigliserida yang dihasilkan
akan dibungkus oleh lipoprotein menjadi butiran kilomikron
yang larut dalam air. Kilomikron akan dikeluarkan secara
eksositosis ke cairan interstisium di dalam vilus dan masuk
ke lakteal pusat (pembuluh limfe) untuk selanjutnya dibawa
ke duktus torasikus dan memasuki sistem sirkulasi.
Selain lipase, terdapat enzim lain untuk mencerna lemak
golongan nontrigliserida seperti kolesterol ester hidrolase
(untuk mencerna kolesterol ester) dan fosfolipase A2 (untuk
mencerna fosfolipase). Khusus untuk asam lemak rantai
pendek/sedang dapat langsung diserap ke vena porta hepatika
tanpa harus dikonversi (seperti trigliserida), hal ini
disebabkan oleh sifatnya yang lebih larut dalam air
dibandingkan dengan trigliserida.
3. Protein
Pencernaan protein (pemutusan ikatan peptida) dilakukan
terutama di antrum lambung dan usus halus (duodenum dan
jejunum). Sel utama (chief cell) lambung menghasilkan
pepsin yang menghidrolisis protein menjadi fragmen-fragmen
peptida. Pepsin akan bekerja pada suasana asam (pH 2.0-3.0)
dan sangat baik untuk mencerna kolagen (protein yang
terdapat pada daging-dagingan). Selanjutnya, sel eksokrin
pankreas akan menghasilkan berbagai enzim, yaitu tripsin,
kimotripsin, karboksipeptidase, dan elastase yang akan
bekerja di lumen usus halus. Tiap-tiap enzim akan menyerang
ikatan peptida yang berbeda dan menghasilkan campuran
asam amino dan rantai peptida pendek. Hasil dari pencernaan
oleh protease pankreas kebanyakan masih berupa fragmen
peptida (dipeptida dan tripeptida), hanya sedikit berupa asam
amino. Setelah itu sel epitel usus halus akan menghasilkan
enzim aminopeptidase yang akan menghidrolisis fragmen
peptida menjadi asam-asam amino di brush border usus
halus. Hasil dari pencernaan ini adalah asam amino dan
beberapa peptida kecil. Setelah dicerna, asam amino yang
terbentuk akan diserap melalui transpor aktif sekunder
(seperti glukosa dan galaktosa). Sedangkan peptida-peptida
kecil masuk melalui bantuan pembawa lain dan diuraikan
menjadi konstituen asam aminonya oleh peptidase intrasel di
sitosol enterosit. Setelah diserap, asam-asam amino akan
dibawa masuk ke jaringan kapiler yang ada di dalam vilus.
h. Cairan empedu
Cairan empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung dalam
kantong empedu. Empedu mengandung zat warna bilirubin dan
biliverdin yang menyebabkan kotoran sisa pencernaan
berwarna kekuningan. Empedu berasal dari rombakansel darah
merah ( erithrosit ) yang tua atau telah rusak dan tidak
digunakan untuk membentuk sel darah merah yang baru.
Fungsi empedu yaitu memecah molekul lemak menjadi butiran-
butiran yang lebih halus sehingga membentuk suatu emulsi .
Lemak yang sudah berwujud emulsi ini selanjutnya akan
dicerna menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana lagi.
i. Enzim lipase
Enzim lipase dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan kemudian
dialirkan ke dalam usus dua belas jari ( duodenum ). Enzim
lipase juga dihasilkan oleh lambung, tetapi jumlahnya sangat
sedikit. Cara kerja enzim lipase yaitu : Lipid (seperti lemak dan
minyak) merupakan senyawa dengan molekul kompleks yang
berukuran besar. Molekul lipid tidak dapat diangkut oleh cairan
getah bening, sehingga perlu dipecah lebih dahulu menjadi
molekul yang lebih kecil. Enzim lipase memecah molekul lipid
menjadi asam lemak dan gliserol yang memiliki molekul lebih
sederhana dan lebih kecil. Asam lemak dan gliserol tidak larut
dalam air, maka pengangkutannya dilakukan oleh cairan getah
bening (limfe ).
2. Dispepsia non-organik/fungsional
Keluhan utama yang menjadi kunci untuk mendiagnosis dispepsia adalah adanya
nyeri dan atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas. Apabila kelainan organik
ditemukan, dipikirkan kemungkinan diagnosis banding dispepsia organik,
sedangkan bila tidak ditemukan kelainan organik apa pun, dipikirkan kecurigaan ke
arah dispepsia fungsional. Penting diingat bahwa dispepsia fungsional merupakan
diagnosis by exclusion, sehingga idealnya terlebih dahulu harus benar-benar
dipastikan tidak ada kelainan yang bersifat organik. Dalam salah satu sistem
penggolongan, dispepsia fungsional diklasifi kasikan ke dalam ulcer-like dyspepsia
dan dysmotility-like dyspepsia; apabila tidak dapat masuk ke dalam 2 subklasifi kasi
di atas, didiagnosis sebagai dispepsia nonspesifik. Esofagogastroduodenoskopi
dapat dilakukan bila sulit membedakan antara dispepsia fungsional dan organik,
terutama bila gejala yang timbul tidak khas, dan menjadi indikasi mutlak bila pasien
berusia lebih dari 55 tahun dan didapatkan tanda-tanda bahaya.
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan
dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang
dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30%
mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang
mendahului.
ROMA III
Dispepsia Fungsional
Kriteria diagnosis* Harus termasuk didalamnya:
Satu atau lebih gejala dibawah ini:
a. Rasa tidak nyaman setelah makan
b. Cepat merasa kenyang
c. Nyeri epigastrium
d. Rasa terbakar didaerah epigastrium
Dan
Tidak ada bukti penyakit struktural (berdasarkan endoskopi) yang menyebabkan
gejala-gejala tesebut diatas.
*Kriteria terpenuhi selama 3 bulan dengan onset gejala sekurang-kurangnya 6
bulan setelah terdiagnosis
1. Antasid
Antasid ialah obat yang menetralkan asam lambung sehingga
berguna untuk menghilangkan nyeri tukak peptik. Antacid
tidak mengurangi volume HCl yang dikeluarkan oleh lambung,
tetapi peninggian pH akan menurunkan aktivitas pepsin. Mula
kerja antacid sangat bergantung pada kelarutan dan kecepatan
netralisasi asam. Sedangkan kecepatan pengosongan lambung
sangat menentukan masa kerjanya. Semua antacid
meningkatkan produksi HCl berdasarkan kenaikan pH yang
meningkatkan aktivitas gastrin. Antacid dibagi dalam 2
golongan, yaitu :
a. Antasid sistemik
Antasid sistemik diabsorpsi didalam usus halus sehingga
menyebabkan urin bersifat alkalis. Pada pasien dengan
kelainan ginjal, dapat terjadi alkalosis metabolic.
a) Natrium Bikarbonat
Natrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung
karena daya larutnya tinggi. Karbondioksida yang
terbentuk dalam lambung akan menimbulkan
sendawa. Distensi lambung dapat terjadi, dan dapat
menimbulkan perforasi. Selain dapat menimbulkan
alkalosis metabolic, obat ini juga dapat menyebabkan
retensi natrium dan edema.
b. Antasid non-sistemik
Antasid non-sistemik hampir tidak diabsorpsi dalam usus
sehingga tidak menimbulkan alkalosis metabolik.
a) Aluminium Hidroksida (Al(OH)3)
Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi
masa kerjanya lebih panjang. Al(OH)3 dan sediaan Al
lainnya bereaksi dengan fosfat membentuk aluminium
fosfat yang sukar diabsorpsi di usus kecil, sehingga
ekskresi fosfat melalui urin berkurang sedangkan
melalui tinja bertambah. Ion aluminium dapat bereaksi
dengan protein sehingga bersifat astrigen. Antasid ini
mengadsorbsi pepsin dan menginaktivasinya. Efek
samping Al(OH)3 yang utama adalah konstipasi. Ini
dapat diatasi dengan memberikan antacid garam Mg.
Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan absorpsi
fosfat dapat terjadi sehingga menimbulkan symbol
deplesi fosfat disertai osteomalasia. Aluminium
hidroksida digunakan untuk mengobati tukak peptik,
nefrolitiasis fosfat dan sebagai adsorben pada
keracunan.
b) Kalsium Karbonat
Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif,
karena mula kerjanya cepat, maka kerjanya lama dan
daya menetralkan asamnya cukup tinggi. Kalsium
karbonat dapat menyebabkan konstipasi, mual,
muntah, perdarahan saluran cerna dan disfungsi ginjal
dan fenomena acid rebound. Fenomena tersebut bukan
berdasar daya netralisasi asam, tapi merupakan kerja
langsung kalsium di antrum yang mensekresi gastrin
yang merangsang sel parietal yang mengeluarkan HCl.
Sebagai akibatnya, sekresi asam pada malam hari akan
sangat tinggi yang akan mengurangi efek netralisasi
obat ini. Efek serius yang dapat terjadi adalah
hiperkalsemia, kalsifikasi metastatic, alkalosis,
azotemia.
d) Magnesium Trisilikat
Silikon dioksid berupa gel yang terbentuk dalam
lambung diduga berfungsi menutup tukak. Sebanyak
7% silica dari magnesium trisilikat akan diabsorpsi
melalui usus dan diekskresi dalam urin. Silica gel dan
magnesium trisilikat merupakan adsorben yang baik;
tidak hanya mengadsorpsi pepsin tapi juga protein dan
besi dalam makanan. Dosis tinggi magnesium
trisilikat menyebabkan diare. Banyak dilaporkan
terjadinya batu silikat setelah penggunaan kronik
magnesium trisilikat.
Farmakodinamik
Penghambat pompa proton adalah prodrug yang
memebutuhkan suasana asam untuk aktivasinya. Setelah
diabsorbsi dan masuk ke sirkulasi sistemik, obat ini akan
berdifusi ke parietal lambung, terkumpul di kanalikuli
sekretoar, dan mengalami aktivasi di situ membentuk
sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan
gugus sulfhidril enzim H+, K+, ATP-ase (enzim ini dikenal
sebagai pompa proton) dan berada di membran sel parietal.
Ikatan ini mengakibatkan terjadinya Penghambatan
berlangsung lama antara 24-48 jam dan dapat menurunkan
sekresi asam lambung basal atau akibat stimulasi, terlepas
dari jenis perangsangnya histamin, asetilkolin, atau gastrin.
Hambatan ini sifatnya irreversibel, produksi asam kembali
dapat terjdai 3-4 hari pengobatan dihentikan.
Farmakokinetik
Penghambat pompa proton sebaiknya diberikan dalam
sediaan salut enterik untuk mencegah degradasi zat aktif
tersebut dalam suasana asam. Sediaan ini tidak mengalami
aktivasi di lambung sehingga bio-availabilitasnya labih
baik. Tablet yang dipecah dilambung mengalami aktivasi
lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril mukus dan
makanan. Bioalvailabilitasnya akan menurun sampai
dengan 50% karena pengaruh makanan. Oleh sebab itu,
sebaiknya diberikan 30 menit setelah makan. Obat ini
mempunyai masalah bioalvailabilitas, formulasi berbeda
memperlihatkan persentasi jumlah absorbsi yang bervariasi
luas. Bioalvailabilitas yang bukan salut enterik meningkat
dalam 5-7 hari, ini dapat dijelaskan dengan berkurangnya
prosuksi asam lambung setelah obat bekerja. Obat ini
dimetabolisme di hati oleh sitokrom P 450 (CYP), terutama
CYP2P19 dan CYP3A4.
Indikasi
Indikasi obat ini sama dengan AH2 yaitu pada penyakit
peptik. Terhadap sindrom Zollinger-Ellison, obat ini dapat
menekan produksi asam lambung lebih baik pada AH2
pada dosis yang efek sampingnya tidak terlalu
mengganggu.
Efek samping
Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut,
konstipasi, flatulence, dan diare. Dilaporkan pula terjadi
miopati subakut, atralgia, sakit kepala, dan ruam kulit.
b. Sucralfate
Cara kerjanya adalah dengan membentuk selaput pelindung
di dasar ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Sangat
efektif untuk mengobati ulkus peptikum dan merupakan
pilihan kedua dari antasid. Sucralfate diminum 3-4 kali/hari
dan tidak diserap ke dalam darah, sehingga efek
sampingnya sedikit, tetapi bisa menyebabkan sembelit.
c. Antagonis H2
Contohnya adalah cimetidine, ranitidine, famotidine dan
nizatidine. Obat ini mempercepat penyembuhan ulkus
dengan mengurangi jumlah asam dan enzim pencernaan
di dalam lambung dan duodenum. Diminum 1 kali/hari
dan beberapa diantaranya bisa diperoleh tanpa resep
dokter. Pada pria cimetidine bisa menyebabkan
pembesaran payudara yang bersifat sementara dan jika
diminum dalam waktu lama dengan dosis yang tinggi
bisa menyebabkan impotensi. Perubahan mental
(terutama pada penderita usia lanjut), diare, ruam,
demam dan nyeri otot telah dilaporkan terjadi pada 1%
penderita yang mengkonsumsi cimetidine. Jika penderita
mengalami salah satu dari efek samping tersebut diatas,
maka sebaiknya cimetidine diganti dengan antagonis H2
lainnya. Cimetidine bisa mempengaruhi pembuangan
obat tertentu dari tubuh (misalnya teofilin untuk asma,
warfarin untuk pembekuan darah dan phenytoin untuk
kejang).
2. Obat yang meningkatkan pertahanan mukosa lambung
a. Sulkralfat Senyawa aluminium sukrosa sulfat ini
membentuk polimer mirip lem dalam suasana asam dan
terikat pada jaringan nekrotik tukak secara selektif.
Sulkralfat hampir tidak diabsorpsi secara sistemik. Obat
yang bekerja sebagai sawar terhadap HCl dan pepsin ini
terutama efektif terhadap tukak duodenum. Karena suasana
asam perlu untuk mengaktifkan obat ini, maka pemberian
bersama AH2 atau antacid menurunkan biovailabilitas.
Efek samping yang tersering adalah konstipasi. Karena
sulkralfat mengandung aluminium, penggunaannya pada
pasien gagal ginjal harus hati-hati.
3. Prokinetik
Yang termasuk obat golongan ini adalah bathanecol,
metoklopramid, domperidon, cisapride.
a. Bathanecol
Termasuk obat kalinomimetik yang menghambat
asetilkolin esterase. Obat ini dipakai untuk mengobati
penderita dengan refluks gastroesophageal, makanan yang
dirasa tidak turun, transit oesophageal yang melantur,
gastroparesis, kolik empedu. Efek sampingnya cukup
banyak, terutama pada aksi parasimpatis sistemik, di
antaranya adalah sakit kepala, mata kabur, kejang perut,
nausea dan vomitus, spasme kandung kemih, berkeringat.
Oleh karena itu, obat ini mulai tidak digunakan lagi.
b. Metoklopramid
Secara kimia, obat ini ada hubungannya dengan
prokainamid yang mempunyai efek anti-dopaminergik dan
kolinomimetik. Jadi, obat ini berkhasiat sentral maupun
perifer.
Khasiat metoklopramid antara lain:
- Meningkatkan pembedaan asetilkolin dari saraf terminal
postganglion kolinergik,
- Merangsang reseptor muskarinik pada asetilkolin, dan
- Merupakan reseptor antagonis dopamin
Jadi, dengan demikian, metoklopramid akan
merangsang kontraksi dari saluran cerna dan
mempercepat pengosongan lambung.
Efek samping yang ditimbulkan oleh obat ini antara lain
reaksi distonik, iritabilitas atau sedasi, dan efek samping
ekstrapiramidal karena efek antagonisme dopamin
sentral dari metoklorpamid. Pemberian dosis tinggi pada
anak dapat menyebabkan hipertonis dan kejang.
c. Domperidon
Domperidon merupakan derivat benzimidazol. Karena
domperidon merupakan antagonis dopamin perifer dan
tidak menembus sawar darah otak, maka tidak
mempengaruhi reseptor dopamin saraf pusat, sehingga
mempunyai efek samping yang rendah daripada
metoklopramid. Pemberian obat ini akan meningkatkan
tonus sphincter oesophagus bagian bawah sehingga
mencegah terjadinya refluks gastroesophagus. Obat ini
akan meningkatkan koordinasi antroduodenal, dan
memperbaiki motilitas lambung yang sedang terganggu,
yaitu dengan jalan meningkatkan kontraktiliitas serta
menghambat relaksasi lambung sehingga pengosongan
lambung akan lebih cepat. Domperidon bermanfaat
untuk pengobatan dispepsia yang disertai masa
pengosongan yang lambat, refluks gastroesophagus,
anoreksia nervosa, gastroparesis. Demikian pula
bermanfaat sebagai obat antiemetik pada penderita
pasca-bedah, bahkan efektif sebagai pencegah muntah
pada penderita yang mendapat kemoterapi. Efek
sampingnya lebih rendah daripada metoklopramid, yaitu
mulut kering, kulit gatal, diare, pusing. Pada pemberian
jangka panjang atau dosis tinggi, efeknya akan
meningkatkan sekresi prolaktin, dan dapat menimbulkan
ginekomasti pada pria, serta galaktore dan amenore pada
wanita.
d. Cisapride
Cisapride merupakan derivat benzidamide dan tergolong
obat prokinetik baru yang mempunyai khasiat
memperbaiki motilitas seluruh saluran cerna. Obat ini
mempunyai spektrum yang luas. Pada penderita dengan
dispepsia, dimana sering terjadi gangguan motilitas pada
saluran cerna bagian atas, obat ini bermanfaat untuk
memperbaiki. Hal ini disebabkan karena cisapride
meningkatkan tonus sphincter oesophagus bagian
bawah, peristaltik oesophagus, dan pengosongan
oesophagus. Di samping itu, akan meningkatkan
peristaltik antrum, memperbaiki koordinasi gastro-
duodenum dan mempercepat pengosongan lambung.
Manfaat cisapride pada saluran cerna bagian bawah
yaitu akan merangsang aktivitas motorik usus halus dan
kolon sehingga mempercepat transit di sini. Jadi, obat
ini juga bermanfaat pada pseudo-obstruksi usus kronis
idiopatik, pada penderita konstipasi karena paraplegia,
dan pemakai obat laxatif yang menahun. Efek samping
yang ditimbulkannya yaitu borborigmi, diare, dan rasa
kejang di perut yang sifatnya sementar.
LO.3.8. Komplikasi
Pada kebanyakan kasus, dyspepsia bersifat ringan dan hanya terjadi sesekali. Tetapi,
dyspepsia berat dapat menyebabkan komplikas, seperti:
a. Esofageal stricture
Dyspepsia kadang disebabkan oleh reflux asam lambung, yang terjadi ketika
asam lambung naik ke atas menuju esophagus dan mengiritasi permukaannya.
Jika iritasi ini bertambah seiring berjalannya waktu, dapat menyebabkan
esophagus menjadi terluka. Luka ini dapat menyebabkan esophagus
menyempit dan konstriksi (esophagus stricture). Gejala yang dialami adalah:
- Susah menelan (dysfagia)
- Makanan tersangkut di kerongkongan
- Sakit dada
Esophagus stricture biasanya di terapi dengan operasi untuk memperlebar
esofagus
b. Stenosis pylorus
Disebabkan oleh iritasi jangka panjang permukaan system pencernaan karena
asam lambung. Ini terjadi ketika jalan antara lambung dan duodenum (daerah
pylorus) menjadi terluka dan menyempit. Ini dapat menyebabkan muntah dan
mencagah makanan yang dimakan dicerna sempurna. Pada kebanyakan kasus,
stenosis pylorus diterapi dengan operasi untuk mengembalikan lebar awal
pylorus.
c. Barret’s esophagus
Reflux asam lambung yang berulang dapat menyebabkan perubahan sel
permukaan esophagus bawah. Ini adalah kondisi Barret’s esophagus. Barret’s
esophagus biasanya tidak menyebabkan gejala seperti reflux asam lambung
lainnya. Tetapi, ada risiko kecil sel yang terkena Barret’s esophagus dapat
menjadi kanker dan memicu kanker esophagus.
d. Perdarahan gastrointestinal adalah komplikasi yang paling umum. Perdarahan
besar mendadak dapat mengancam jiwa. Ini terjadi ketika ulkus mengikis salah
satu pembuluh darah.
e. Perforasi (lubang di dinding) sering mengarah ke konsekuensi bencana. Erosi
dinding gastro-usus oleh ulkus menyebabkan tumpahan isi perut atau usus ke
dalam rongga perut. Perforasi pada permukaan anterior perut menyebabkan
peritonitis akut, awalnya kimia dan kemudian bakteri peritonitis. Tanda
pertama adalah sering nyeri perut tiba-tiba intens. Perforasi dinding posterior
menyebabkan pankreatitis, sakit dalam situasi ini sering menjalar ke punggung.
f. Penetrasi adalah ketika ulkus berlanjut ke organ-organ yang berdekatan seperti
hati dan pankreas.
g. Jaringan parut dan pembengkakan karena ulkus menyebabkan penyempitan di
duodenum dan obstruksi lambung. Pasien sering menyajikan dengan muntah-
muntah hebat.
LO.3.9. Prognosis
Apabila penyebab yang mendasari dari tukak peptik ini diatasi maka akan
memberikan prognosa yang bagus.Kebanyakan penderita sembuh dengan terapi
untuk infeksi H.Pylori, menghindari OAINS dan meminum obat antisekretorus pada
lambung.Prognosis menjadi buruk jika sudah terdapat komplikasi.
LO.3.10. Pencegahan
Pencegahan terhadap penyakit dispepsia ini adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan Primer (Primary Prevention)
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko dispepsia
bagi individu yang belum ataupun mempunyai faktor resiko dengan
melaksanakan pola hidup sehat, promosi kesehatan (Health Promotion) kepada
masyarakat mengenai:
a. Modifikasi pola hidup dimana perlu diberi penjelasan bagaimana
mengenali dan menghindari keadaan yang potensial mencetuskan
serangan dispepsia.
b. Menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih, perbaikan sosioekonomi
dan gizi dan penyediaan air bersih.
c. Khusus untuk bayi, perlu diperhatikan pemberian makanan. Makanan
yang diberikan harus diperhatikan porsinya sesuai dengan umur bayi.
Susu yang diberikan juga diperhatikan porsi pemberiannya
d. Mengurangi makan makanan yang pedas, asam dan minuman yang
beralkohol, kopi serta merokok.
2. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan
segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment).
a. Diagnosis Dini (Early Diagnosis)
Setiap penderita dispepsia sebaiknya diperiksa dengan cermat. Evaluasi
klinik meliputi anamnese yang teliti, pemeriksaan fisik, laboratorik serta
pemeriksaan penunjang yang diperlukan, misalnya endoskopi atau
ultrasonografi. Bila seorang penderita baru datang, pemeriksaan lengkap
dianjurkan bila terdapat keluhan yang berat, muntah-muntah telah
berlangsung lebih dari 4 minggu, penurunan berat badan dan usia lebih dari
40 tahun. Untuk memastikan penyakitnya, disamping pengamatan fisik
perlu dilakukan pemeriksaan
b. Pengobatan Segera (Prompt Treatment)
1) Penjelasan penyakit kepada penderita. Golongan obat yang digunakan
untuk pengobatan penderita dispepsia adalah antasida, antikolinergik,
sitoprotektif dan lain-lain.
3. Pencegahan Tertier
Rehabilitasi mental melalui konseling dengan psikiater, dilakukan bagi
penderita gangguan mental akibat tekanan yang dialami penderita dispepsia
terhadap masalah yang dihadapi.
Rehabilitasi sosial dan fisik dilakukan bagi pasien yang sudah lama dirawat di
rumah sakit agar tidak mengalami gangguan ketika kembali ke masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anthony, LM. (2013). Junqueira's Basic Atlas Histology. 13th Ed. McGraw Hill
Education. E-Books.