Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. MASALAH KESEHATAN

1. Pengertian Chepalopelvic Disproportion (CPD)

CPD adalah disproporsi antara ukuran janin dan ukuran panggul yaitu
ukuran panggul tertentu tidak cukup besar untuk mengakomodasi
pelepasan janin tertentu melalui panggul hingga kelahiran pervaginal
(Jitowiyono,2010).

Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosis medis yang


digunakan ketika kepala bayi dinyatakan terlalu besar untuk dapat
melewati panggul ibu (Rusleena.T et al,2012).

2. Anatomi Fisiologi

a. Tulang-tulang panggul
Panggul tersusun atas empat tulang, yaitu sakrum, koksigis, dan dua
tulang inominata yang terbentuk oleh fusi ilium, iskium, dan pubis. Tulang-
tulang inominata bersendi dengan sakrum pada sinkondrosis sakroiliaka dan
bersendi dengan tulang inominata sebelahnya di simfisis pubis. Panggul
dibagi menjadi dua regio oleh bidang imajiner yang ditarik dari promontorium
sakrum ke pinggir atas simfisis pubis, yaitu:
1) Panggul palsu
Terletak di atas bidang, berfungsi untuk menyokong intestinum.
2) Panggul sejati
Terletak di bawah bidang, memiliki dua bukaan yang harus dilewati bayi
selama persalinan pervaginam, yaitu arpertura pelvis superior (pintu
atas panggul) dan arpetura pelvis inferior (pintu bawah panggul).
b. Bidang Diameter Panggul
1) Pintu Atas Pangul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum,
linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak
dari pinggir bawah simfisis ke promontorium. Secara klinis, konjugata
diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang
dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum.
Promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap menempel
pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai menyentuh arkus pubis
dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada
promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang
konjugata diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang
dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5cm, panjangnya kurang
lebih 11cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting
yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium.
Umumnya selisih nilai antara konjugata vera dan konjugata obstetrika
sangatlah sedikit
2) Panggul Tengah Panggul
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Panggul tengah tidak
dapat diukur secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina iskiadika,
sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak
antara kedua spina ini yang biasa diisebut distansia interspinarum merupakan
jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi
spina iskiadika berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, yaitu jarak
antara sakrum dengan garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.
3) Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua
segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber
iskiadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh
melalui pengukuran klinis adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau
distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sakrum ke tengah-tengah
distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak
antara pinggir bawah simfisis ke ujung sakrum (11,5 cm).
c. Bentuk-Bentuk Panggul
Jenis panggul menurut Caldwell-Moloy
1) Jenis ginekoid : ditemukan pada 45% wanita. Panjang diameter
anteroposterior hampir sama dengan diameter transversa.

2) Jenis android : bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Pria


umumnya mempunyai panggul jenisn ini. Walaupun diameter
anteroposterior hampir sama panjangnya dengan diameter
transversa,tetapi diameter transversa dekat dengan sakrum. Bagian
dorsal dari pintu atas panggul gepeng, bagian ventral menyempit ke
muka. Ditemukan pada 15% wanita.

3) Jenis antropoid : ditemukan pada 35% wanita. Bentuk pintub atas


panggul agak lonjong seperti telor. Diameter anteroposterior lebih
besar daripada diameter transversa.

4) Jenis platipelloid : ditemukan pada 5% wanita. Diameter transversa


lebih besar daripada diameter anteroposterior.

3. Etiologi

Faktor-faktor terjadinya CPD:


a. Faktor Ibu
1) Adanya kelainan panggul
2) Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang
3) Perubahan bentuk karena penyakit
4) Adanya kesempitan panggul
a) Kesempitan pada pintu atas panggul (PAP), dianggap kalau conjurgata
vera kurang 10 cm atau diameter tranvera kurang dari 12 cm biasanya
terdapat pada kelainan panggul (Winkjosastro, 2007).
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter
anterioposterior terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau
apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter
anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan mengukur
konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih panjang 1,5 cm.
Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya didefinisikan
sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm.Mengert (1948) dan
Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat
pada diameter anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter transversal
kurang dari 12 cm. Distosia akan lebih berat pada kesempitan kedua
diameter dibandingkan sempit hanya pada salah satu diameter
(Winkjosastro, 2007).
Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat
sulit bagi janin bila melewati pintu atas panggul dengan diameter
anteroposterior kurang dari 10 cm. Wanita dengan tubuh kecil
kemungkinan memiliki ukuran panggul yang kecil, namun juga memiliki
kemungkinan janin kecil. Dari penelitian Thoms pada 362 nullipara
diperoleh rerata berat badan anak lebih rendah (280 gram) pada wanita
dengan panggul sempit dibandingkan wanita dengan panggul sedang atau
luas (Cunningham, 2005).
Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu
atas panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara
langsung menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks.
Akibatnya ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil dan terdapat resiko
prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban pecah, tidak terdapat tekanan
kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim sehingga kontraksi
menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak sama sekali.
Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi prognosa buruk
pada wanita dengan pintu atas panggul sempit (Winkjosastro, 2007).
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah
masuk dalam rongga panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan
pintu atas panggul menyebabkan kepala janin megapung bebas di atas
pintu panggul sehingga dapat menyebabkan presentasi janin berubah.
Pada wanita dengan panggul sempit terdapat presentasi wajah dan bahu
tiga kali lebih sering dan prolaps tali pusat empat sampai enam kali lebih
sering dibandingkan wanita dengan panggul normal atau luas
(Winkjosastro, 2007, Cunningham, 2005).

b) Kesempitan bidang tengah panggul. Dikatakan bahwa bidang panggul


sempit kalau jumlah diameter spina kurang dari 9 cm, kesempitan pintu
bawah perut. Dikatakan sempit kalau jarak antara tuberosis 15 cm atau
kurang, kalau pintu bawah panggul sempit biasanya bidang tengah juga
sempit. Kesempitan pintu bawah panggul jarang memaksa. Dengan
sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak
menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan
menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu
tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul.Hal ini
menyebabkan terhentunya kepala janin pada bidang transversal sehingga
perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea.
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan
secara pasti seperti penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan
penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter interspinarum
ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau
kurang. Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan secara pasti
dengan pelvimetri roentgenologik ialah distansia interspinarum. Apabila
ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran
persalinan apalagi bila diikuti dengan ukuran diameter sagitalis posterior
pendek (Winkjosastro, 2007, Cunningham, 2005).
c) Penyempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua
segitiga dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya.
Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila diameter distantia
intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu bawah
panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul
(Winkjosastro, 2007).
Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu
besar dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam
menimbulkan robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang
sempit, kurang dari 900 sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah
simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik sehingga perineum
teregang dan mudah terjadi robekan (Winkjosastro, 2007, Cunningham,
2005).
b. Faktor Janin
1) Janin yang besar
Normal berat neonatus pada umumnya 4000 gram dan jarang ada yang melebihi
5000 gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000 gram dinamakan bayi besar.
Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000gram adalah 5,3%, dan berat badan
lahir yang melihi 4500gram adalah 0,4%. Biasanya untuk berat janin 4000-5000
gram pada panggul normal tidak terdapat kesulitan dalam proses melahirkan.
Factor keturunan memegang peranan penting sehingga dapat terjadi bayi besar.
Janin besar biasanya juga dapat dijumpai pada ibu yang mengalami diabetes
mellitus, postmaturitas, dan pada grande multipara. Selain itu, yang dapat
menyebabkan bayi besar adalah ibu hamil yang makan banyak, hal tersebut masih
diragukan (Winkjosastro, 2007).
2) Hidrocephalus

3) Kelainan letak janin

4. Patofisiologi

Pada panggul sempit, kepala dapat tertahan oleh pintu atas


panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara
langsung menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks. Hal ini
menyebabkan pecahnya ketuban pada pembukaan kecil dan terdapat
risiko prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban pecah, tidak terdapat
tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim sehingga
kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak
sama sekali. Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi
prognosa buruk pada wanita dengan pintu atas panggul sempit.
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk
dalam rongga panggul sebelum persalinan. Penyempitan pintu atas panggul
menyebabkan kepala janin mengapung bebas di atas pintu panggul sehingga
dapat mengubah presentasi janin. Pada wanita dengan panggul sempit terdapat
presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan prolaps tali pusat empat
sampai enam kali lebih sering dibandingkan wanita dengan panggul normal atau
luas.
Pada panggul normal, biasanya janin yang beratnya kurang dari 4500 gram
tidak menimbulkan kesulitan dalam proses melahirkan. Kesulitan biasanya terjadi
karena kepala janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada
postmaturitas tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang
lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dapat ditemukan pada
janin yang memiliki berat badan lebih juga dapat dijumpai pada anensefalus. Janin
dapat meninggal selama proses persalinan karena terjadinya asfiksia dimana
selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir, akan tetapi karena lebarnya
bahu mengakibatkan terjadinya kemacetan dalam proses melahirkan bagian janin
yang lain. Sementara itu penarikan kepala janin yang terlalu kuat ke bawah dapat
mengakibatkan terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan muskulus
sternokleidomastoideus.

5. Tanda dan Gejala Cephalopelvic Disproportion


a. Pemeriksaan Abdominal
1. Ukuran anak besar
2. Kepala anak menonjol di simphisis pubis
b. Pemeriksaan Pelvis
1. Servik mengecil setelah pemecahan ketuban
2. Odem servik
3. Penempatan kepala tidak baik bagi servik
4. Kepala belum masuk pintu atas panggul
5. Ditemukan kaput
6. Ditemukan moulase
7. Ditemukan kepala defleksi
8. Ditemukan asinklitismus
c. Lain-lain
1. Ibu ingin mengedan sebelum pembukaan lengkap
2. Hillis Muller Test negative

6. Penatalaksanaan Umum
a. Periksa dan catat tanda-tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam
pertama dan 30 menit pada 4 jam kemudian.
b. Pendarahan dan urin harus dipantau secara ketat.
c. Pemberian transfusi darah,bila terjadi perdarahan post partum.
d. Pemberian antibiotic
Walaupun pemberian antibiotika sesudah sesar efektif dapat
dipersoalkan,namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.

e. Mobilisasi
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari
tempat tidur dengan bantu,paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua
penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan
(Cunninghamdkk,2010).
7. Pathway
8. Komplikasi
a. Komplikasi pada Kehamilan
 Pada kehamilan muda rahim yang bertambah besar dapat tertahan
pelvic, jarang dijumpai kecuali pada panggul sempit absolute
 Bagian terbawah anak goyang dan tes Osbom (+)
 Perut seperti abdomen pendulus (perut gantung)
 Sering dijumpai tali pusat terkemuka dan menumbung
b. Komplikasi pada saat Persalinan
 Persalinan akan berlangsung lama
 Sering dijumpai ketuban pecah dini
 Moulage kepala berlangsung lama
 Sering terjadi inertia uteri sekunder
 Dapat terjadi simfisiolisis, infeksi intrapartal
c. Komplikasi pada Janin
 Infeksi intrapartal
 Kematian janin intrapartal
 Prolaps funikuli
 Perdarahan intracranial
 Kaput seuksedaneum sefalo-hematomayang besar
 Robekan pada tentorium serebri dan perdarahan otak.
9. Teori Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Tes golongan darah,lama perdarahan,waktu pembekuan darah.
c. Urinalisis / kultur urine.
d. Pemeriksaan elektrolit.

Anda mungkin juga menyukai