Dosen Pembimbing :
Disusun oleh :
B. DASAR TEORI
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian pada
umumnya mengalami absorpsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai di tempat
kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat
diekskresikan dari dalam tubuh (Arief, 2000)
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia
obat yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim (Syarif,1995). Metabolisme
obat mempunyai dua efek penting.
1. Obat menjadi lebih hidrofilik-hal ini mempercepat ekskresinya melalui ginjal
karena metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorpsi dalam
tubulus ginjal.
2. Metabolit umumnya kurang aktif daripada obat asalnya. Akan tetapi, tidak selalu
seperti itu, kadang-kadang metabolit sama aktifnya (atau lebih aktif) daripada
obat asli. Sebagai contoh, diazepam (obat yang digunakan untuk mngobati
ansietas ) dimetbolisme menjadi nordiazepam dan oxazepam, keduanya aktif.
Prodrug bersifat inaktif sampai dimetabolisme dalam tubuh menjadi obat aktif.
Sebagai contoh, levodopa, suatu obat antiparkinson, dimetabolisme menjadi
dopamin, sementara obat hipotensif metildopa dimetabolisme menjadi metil
norepinefrin-α (Neal,2005).
Enzim yang berperan dalam dalam biotransformasi obat dapat dibedakan
berdasarkan letaknya dalam sel, yaitu enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum
endoplasma halus (yang pada isolasi invitro membentuk kromosom ) dan enzim non
mikrosom. Kedua enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga
terdapat dalam sel jaringan lain, misalnya: ginjal, paru-paru, epitel saluran cerna dan
plasma. Di lumen saluran cerna juga terdapat enzim non mikrosom yang dihasilkan
flora usus. Enzim mikrosom mengkatalisis reaksi glukoronida, sebagian besar reaksi
oksidasi obat, serta reksi reduksi dan hidrolisis. Sedangkan enzim non mikrosom
mengkatalisis reaksi konjugasi lainnya, beberapa reaksi oksidasi, reaksi reduksi dan
hidrolisis (Gordon dan Skett,1991).
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian pada
umumnya mengalami absorpsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai di tempat
kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat
diekskresikan dari dalam tubuh (Arief, 2000).
Bahan :
1) Paracetamol po
2) Simetidin
3) CMC 1%
Alat :
D. SKEMA KERJA
5 kelinci diberi simetidin oral 78mg/kg BB sehari tiga kali, sehari sebelum perlakuan
Diambil cuplikan darah dari vena marginalis kelinci ± 2ml pada menit ke : 0, 5, 10,
30, 45, 60, 75, 90, 150, 180, 240 dan 300
↓
E. DATA PENGAMATAN
Tabel I
Hasil penentuan tetapan laju eliminasi (β) parasetamol pada dua kelompok kelinci
F. PERHITUNGAN
G. PEMBAHASAN
Efek hepatotoksik akan kecil atau tidak ada selama glutation cukup tersedia
untuk konjugasi, tetapi lama kelamaan jumlah glutation hati yang terpakai lebih besar
dari pada yang dibentuk ulang, sehingga terjadi penumpukan metabolit antara yang
toksik ( N-asetil-ppbenzokinonimina ) yang bila bereaksi dengan gugusan nukleofilik
yang terdapat pada makromolekul sel hati akan mengakibatkan efek hepatotoksik
(Ameer et al. 1977; Clissold 1986; Katzung 2001).
Simetidin bekerja sebagai penghambat metabolisme obat dengan cara berikatan
dengan sitokrom P-450 dalam hati membentuk kompleks yang reversible sehingga
sitokrom P-450 aktif berkurang jumlahnya (Somogyi et al. 1982; Shargel et al. 2005).
Dengan demikian metabolisme parasetamol melalui jalur sitokrom P-450
dapat dihambat. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan parasetamol dengan
dosis di atas dosis terapi. Parameter yang menggambarkan kinetika eliminasi dapat
dikaji dari nilai tetapan laju eliminasi ( β ) dan t1/2 β (waktu paruh eliminasi).
Praperlakuan simetidin menyebabkan nilai t1/2 β parasetamol lebih besar dan nilai β
parasetamol lebih kecil serta menunjukkan perbedaan yang bermakna ( p < 0,01 ).
Lebih kecilnya nilai β dan lebih besarnya nilai t1/2 β parasetamol disebabkan karena
simetidin berikatan dengan sitokrom P-450 sehingga menghambat aktivitas enzim
tersebut (Somogyi et al. 1987; Faux et al. 1993; Al-Mustafa et al. 1997).
Interaksi simetidin dengan sitokrom P-450 akan mengurangi interaksi substrat
(obat lain) terhadap enzim tersebut. Dengan demikian pembentukan metabolit reaktif
N-asetil-pbenzokinonimina secara oksidasi Nhidroksi terhambat. Metabolisme obat
oleh hati tergantung pada kecepatan obat dibawa aliran darah ke hati dan aktivitas
enzim untuk metabolisme obat (Katzung 2001; Rowland et al. 1999).
Untuk obat-obat dengan nilai rasio ekstraksi hati antara 0,3 – 0,7
metabolismenya dipengaruhi oleh kecepatan obat dibawa aliran darah ke hati dan
aktivitas enzim untuk metabolisme obat tersebut. Parasetamol mempunyai nilai rasio
ekstraksi hati 0,43 (Shargel et al. 2005; Rowland et al. 1999).
Simetidin mengurangi aliran darah ke hati (Sorkin et al. 1983; Somogyi et al.
1987). Dengan demikian metabolisme parasetamol secara umum akan terhambat. Jadi
secara ringkas terjadinya penurunan metabolisme parasetamol oleh simetidin
kemungkinan disebabkan oleh penurunan aliran darah ke hati dan penghambatan
proses oksidasi N-hidroksilasi parasetamol oleh sitokrom P-450 yang dapat dilihat
dari nilai β yang lebih kecil dan lebih besarnya nilai t1/2 β parasetamol yang
bermakna. Namun dalam penelitian ini pengaruh pengurangan aliran darah ke hati
oleh praperlakuan simetidin diduga tidak ada karena mengingat jangka waktu antara
pemberian simetidin dan parasetamol cukup panjang, sedangkan waktu paruh
simetidin adalah 2 jam. Kemungkinan simetidin sudah tereliminasi tetapi masih
terdapat ikatan antara simetidin dan sitokrom P-450 (Ritschel 1992; Katzung 2001).
Dengan demikian penurunan metabolisme parasetamol oleh praperlakuan
simetidin diduga karena simetidin berikatan dengan sitokrom P-450 sehingga
menghambat aktivitas enzim tersebut.
H. KESIMPULAN
Anief, Moh, 1995, Perjalanan Dan Nasib Obat Dalam Badan, Gadjah Mada Univ
Press.
Anonim, 1999, Majalah Farmasi Indonesia Vol 10 No 04, Mandiri Jaya Offset,
Yogyakarata.
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 2008, Farmakologi dan Terapi, Edisi Revisi V, Balai
Penerbit Falkultas, Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Gibson, G.Gordon Dan Paul Skett, 1991, Pengantar Metabolisme Obat, UI Presss,
Jakarta.
Katzung, Bertram G., Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.
La Du, BR, Mandel, H.G. dan Way, E.L,1971, Fundamentals of drug Metabolism and
drug Dispositin. The Williamns & Wilkins company, Baltimore, pp 149-578.
Lullman, Heinz, et al, 2000, Color Atlas of Pharmacology, second edition revised and
expanded, Thieme, New York.
Neal, M.J, 2005, At A Glance Farmakologi Medis, Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta