Anda di halaman 1dari 37

PRESENTASI KASUS

SKIZOFRENIA RESIDUAL (F40.1)


Disusun untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa di RSUD Kota Salatiga

Disusun oleh:
Nadya Ratu Aziza Fuady
NIM. 1413010031

Pembimbing:
dr. Iffah Qoimatun, Sp. KJ, M. Kes

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
RSUD KOTA SALATIGA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul


SKIZOFRENIA RESIDUAL (F40.1)

Disusun oleh:
Nama: Nadya Ratu Aziza Fuady
No. Mahasiswa: 1413010031

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal: Sabtu, 12 Januari 2019

Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,

dr. Iffah Qoimatun, Sp. KJ, M. Kes

i
BAB I
KASUS PSIKIATRI

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn. H
 Umur : 29 tahun
 Jenis Kelamin : Laki - laki
 Agama : Islam
 Pekerjaan :-
 Status Pernikahan : Belum menikah
 No. HP :-
 Alamat : Jl. Imam Bonjol GG. Delima 4/1 Desa
Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo Salatiga.

II. ANAMNESIS
A. KELUHAN UTAMA
Pasien datang ke Poli Jiwa untuk kontrol rutin ke 2 kalinya. Pasien
dating bersama ibu dan budenya. Ibu pasien berkata bahwa sekitar 10hari
yang lalu pasien kambuh, kambuhnya pasien berupa meminta pulang ke
manokwari (tempat tinggal pasien dahulu).

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Home Visite Rabu, 2 Januari 2019 pukul 16.30 WIB
Autoanamensis
Berdasarkan anamnesis dengan pasien, pasien mengaku saat ini
keadaan dan perasaannya baik. Pasien tidak mengeluhkan perasaan sedih
maupun gembira yang berlebihan. Kegiatan sehari-hari pasien adalah
membaca buku. Pasien jarang sekali berada diluar rumah karena mersa
lebih nyaman berada dirumah dan membaca buku. Namun, diakui oleh
pasien hal tersebut bukan disebabkan karena pasien merasa orang-orang
disekitarnya akan berbuat jahat maupun membicarakan pasien.

1
Keluhan yang disampaikan oleh pasien adalah pasien merasa
badannya sering pegal-pegal disertai sakit gigi. Namun, rasa pegalnya
membaik ketika dipijat-pijat. Pasien juga mengeluhkan masih suka
mengalami mimpi buruk. Terakhir kemarin. Mimpi buruknya bermacam-
macam tidak selalu sama, baik orang maupun kegiatannya, terkadang
dalam mimi pasien diminta pergi ke suatu tempat atau melakukan sesuatu.
Pasien mengaku setelah mimpi buruk pasien mengalami emosi, namun
masih dapat dikontrol.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien pertama kali mulai memperlihatkat prilaku aneh pada saat
berada di tahun pertama SKMA tahun 2000. Saat itu pasien sedang berada
di masjid bersama 2 orang temannya setelah shalat dan pasien mengatakan
saat itu pasien mendengarkan ceramah dimana yang dapat mendengarkan
ceramah tsb hanya pasien saja. Saat ditanya oleh temannya, pasien
mengatakan bahwa ceramah tersebut berisi tentang perbuatan baik di dunia
yang memotivasi pasien untuk bertaubat.
Sekitar satu minggu setelahnya, pasien mengalami kegelisahan. Di
dalam asrama, secara tiba-tiba pasien berlari mengelilingi kamarnya. Hal
tersebut berlangsung kira-kira selama 10menit dan berhnti saat guru pasien
berhasil menenangkan pasien. Saat ditanya, pasien mengatakan bahwa ada
teman pasien yang telah memberikan ilmu dan energy yang membuatnya
kuat dan kokoh sehingga pasien merasa ingin seolah berolahraga untuk
menyehatkan dirinya.
Keesokan harinya pasien ditemukan berada di suatu masjid yang
jaraknya cukup jauh dari tempat pasien bersekolah. Pasien ditemukan oleh
takmir masjid yang mengenali seragam pasien dan menelpon ke
sekolahnya. Pasien berkata saat malam harinya ada seseorang yang
menyalakan motor hingga terdengar suaranya. Saat menghampiri suara
tersebut, teman psien yang memberikannya energilah yang mengendarai
motor tersebut dan menyuruhnya ke masjid bersamanya. Selama pasien

2
berjalan suara motor tersebut masih ada tetapi pasien tidak dapat
melihatnya.
Setelah kembali dibawa pulang pasien diminta untuk beristirahat
dan tidur oleh gurunya. Namun saat bangun pasien mulai berbicara kacau.
Pasien juga banyak bercerita mengenai agama yang katanya ia dengar
dimasjid kemarin, pasien juga berkeinginan untuk shalat terus-menerus
meskipun belum waktunya. Selain kegian tersebut, pasien hanya banyak
melamun.
Pasien dan ibunya kemudian memuruskan untuk pidah kembali ke
Salatiga dan berobat di RSJ magelang sambil juga berobat ke kyai-kyai
yang diinformasikan dapat menyembuhkan pasien. Pasien juga sempat
berobat ke salahsatu ‘orang pintar’ di Salatiga selama 1 minggu, namun
semua itu belum menunjukan perubahan. memiliki banyak teman yang
mendukung kondisi pasien. Terakhir, pasien berobat selama ±4 tahun di
daerah Banyubiru sebelum akhirnya memutuskan untuk merutinkan
berobat ke dokter seperti saat ini.
Saat berada di pondok Banyubiru pasien sempat 2x pergi dari
pondok seperti kejadian terdahulu. Kejadian pertama pasien dapat
ditemukan tidak jauh dari pondok, namun kejadian ke-2 pasien diantar
pulang oleh seorang ustad dari madiun setelah hilang selama 5 bulan.
Pasien mengatakan, bahwa pasien kembali diminta pergi oleh temannya
untuk mempelajari agama.

D. RIWAYAT PERKEMBANGAN
1. Prenatal dan Perinatal
Pasien mengatakan dirinya lahir dengan usia kehamilan yang
cukup yaitu 9 bulan, dilahirkan dengan bantuan dukun desa secara
normal. Pasien lahir dengan BB ± 1kg. Ibu pasien mengatakan saat
hamil, beliau seringkali tidak nafsu makan karena merasa stress akibat
adanya masalah dalam rumah tangga saat itu.

3
2. Masa Pre-Sekolah
Pasien sejak kecil diasuh oleh kedua orang tuanya. Ibu Pasien
mengatakan sejak kecil Tn. H cenderung anak yang pendiam. Namun,
ibu pasien tidak merasakan adanya keterlambatan pertumbuhan maupun
perkembangan.
3. Masa Sekolah dan Kuliah
Pendidikan terakhir pasien adalah SKMA. Semasa mengenyam
bangku pendidikan, ibu pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah
mendapatkan ranking disekolahnya, namun bukan juga termasuk anak
yang paling bodoh di kelasnya. Dari mulai SD hingga SMP, pasien
sangat suka sekali berkumpul dengan teman-temannya tanpa
sepengetahuan kedua orangtuanya. Diakui oleh pasien, pada awal SMP
pasien dan teman-temannya ssering meminum-minuman beralkohol dan
mengkonsumsi obat penenang. Pasien bahkan sempat menjadi penjual
obat-obatan tersebut yang ia perdagangkan ke teman-temannya secara
sembunyi-sembunnyi.
Paien membeli obat-obatan tersebut dari salah satu apotek di
Salatiga. Pada saat kelas 3 SMP, tindakan pasien dan teman-temannya
ini ketahuan, hal ini menyebabkan ibu pasien dipanggil pihak sekolah
untuk kemudian dijelaskan. Setelah ujian akhir, pasien dinyatakan tidak
lulus, namun pihak sekolah menyatakan hal tersebut ialah karna nilai
pasien yang tidak mencukupi bukan karena tindakan pasien.
Pasien dan ibunya kemudian pindah ke manokwari, tinggal
bersama kakanya. Disana, pasien mengulang kembali di kelas 3 smp
hingga lulus. Setelah lulus kemudian pasien melanjutkan sekolah di
SMK perhutanan.
Saat remaja pasien sudah menunjukkan gejala penyakitnya. Setelah
kejadian saat pasien berada di SMK kehutanan, pasien dan ibunya
kemudian pidah kembali ke Salatiga dan berobat di RSJ magelang
sambil juga berobat ke kyai-kyai yang diinformasikan dapat
menyembuhkan pasien. Pasien juga sempat berobat ke salahsatu ‘orang

4
pintar’ di Salatiga selama 1 minggu, namun semua itu belum
menunjukan perubahan. memiliki banyak teman yang mendukung
kondisi pasien. Terakhir, pasien berobat selama ±4 tahun di daerah
Banyubiru sebelum akhirnya memutuskan untuk merutinkan berobat ke
dokter seperti saat ini.

4. Masa Remaja
Saat remaja pasien sudah menunjukkan gejala penyakitnya. Setelah
kejadian saat pasien berada di SMK kehutanan, pasien dan ibunya
kemudian pidah kembali ke Salatiga dan berobat di RSJ magelang
sambil juga berobat ke kyai-kyai yang diinformasikan dapat
menyembuhkan pasien. Pasien juga sempat berobat ke salahsatu ‘orang
pintar’ di Salatiga selama 1 minggu, namun semua itu belum
menunjukan perubahan. memiliki banyak teman yang mendukung
kondisi pasien. Terakhir, pasien berobat selama ±4 tahun di daerah
Banyubiru sebelum akhirnya memutuskan untuk merutinkan berobat ke
dokter seperti saat ini.
5. Masa Dewasa
 Riwayat Pernikahan dan Seksual
Pasien belum menikah.
 Riwayat Pekerjaan
Pasien tidak bekerja.
 Riwayat Pendidikan
Pasien menyelsaikan sekolah hingga kelas 3 SMP
 Riwayat Kemiliteran
Pasien menyangkal pernah menjalani kegiatan pendidikan
kemiliteran.
 Agama
Pasien beragama Islam, sementara ini sudah dapat menjalankan
kewajiban dengan baik. Pasien mengatakan sudah bisa
menjalankan shalat 5 waktu dalam sehari, tetapi untuk shalat subuh

5
belum bisa tepat waktu. Pasien terkadang juga membaca Al –
Quran namun lebih gemar membaca buku-buka hadist pada bab
shalat dan zakat.
 Aktivitas Sosial
Pasien cenderung lebih sering dirumah dan jarang berinteraksi
dengan orang – orang disekitarnya.
 Riwayat Hukum
Pasien menyangkal pernah berurusan dengan pihak berwajib terkait
pelanggaran di bidang hukum.
 Situasi Hidup Sekarang
Saat ini pasien tinggal bersama dengan ibu kandungnya. Ibu pasien
sudah lama berpisah dengan ayahnya namun masih berhubungan
baik dengan keluarga dari ayahnya, terutama yang rumahnya
berdekatan. Ibu pasien sehari-hari bekerja sebagai iu rumah tangga.
Untuk kehidupan pasien dan ibunya, dipenuhi oleh ketiga kakak
dari pasien. Kondisi rumah pasien bersih dan layak untuk dihuni.
 Persepsi Pasien terhadap Sakitnya
Pasien mengerti dan sadar bahwa dirinya dalam kondisi sakit
karena sering mengalami mimpi buruk. Namun pasien sudah mulai
tahu cara untuk mengatasi perasaan dan emosinya apabila mimpi
tersebut muncul, serta tahu pentingnya meminum obat untuk
kesehatannya.

E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


1. Riwayat Gangguan Mental
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat adanya gangguan
mental.
2. Riwayat Penyakit Fisik
Riwayat diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung, dan
batuk lama disangkal oleh pasien.

6
F. RIWAYAT KELUARGA
Pasien merupakan anak keempat dari 4 bersaudara. Ayah dan ibu
pasien sudah berpisah sejak pasien berusia 4 tahun, dan kemudian pasien
beserta kakak-kakaknya ikut dengan ibunya. Kakak-kakak pasien satu
persatu ikut ke ayah pasien ketika kisaran usia SMP.

Genogram

Keterangan:
: Laki-laki : Pasien

: Perempuan : Cerai

: Tinggal serumah

7
1. Susunan Keluarga
Pasien kini tinggal serumah dengan ibu kandungnya.
2. Keadaan Sosial Ekonomi Sekarang
Pasien saat ini tidak bekerja. Ibu pasien sehari-hari bekerja sebagai iu
rumah tangga. Untuk kehidupan pasien dan ibunya, dipenuhi oleh
ketiga kakak dari pasien. Kondisi rumah pasien bersih dan layak untuk
dihuni.
3. Fungsi Subsistem
 Hubungan pasien dengan ibunya
Pasien paling sering bercerita ke ibunya. Jika pasien kambuh, ibu
pasien juga beberapakali dibentak oleh pasien. Namun ibu pasien
sudah mengetahui cara untuk menghadapi pasien.
 Hubungan pasien dengan ayahnya
Pasien masih berhubungan baik dengan ayahnya, namun memang
tergolong jarang bertemu.
 Hubungan pasien dengan saudara-saudaranya dan iparnya
Pasien memiliki masalah tiga kakak kandung dan kedua tiga ipar.
Dikatakan oleh keluarga, pasien tidak pernah memiliki masalah
besar dengan kakak-kakaknya. Akhir-akhir ini, pasien justru
jarang bertemu kakak pertamanya dikarenakan rumah sang kakak
yang jauh yakni di manokwari.

G. RIWAYAT PERSONAL SOSIAL


Pasien memiliki hubungan baik dengan tetangga-tetangganya. Akan tetapi,
pasien lebih sering berada dirumah.

III. STATUS PSIKIATRI


A. Deskripsi Umum
1. Kesan Umum
Seorang laki – laki, sesuai umur, berpenampilan agamis (menggunakan
kopiah dan sarung). Tampak tenang, terlihat rawat diri yang baik.

8
Sangat kooperatif ketika menjawab berbagai macam pertanyaan,
walaupun beberapa pertanyaan memerlukan lebih dari satu jenis
kalimat. Kontak mata dengan pemeriksa cukup adekuat saat diajak
bicara namun terkadang banyak melamun saat diam. Terkadan terlihat
tremor ketka angannya bergerak saat mencoba menjelaskan jawaban.
2. Kesadaran
Compos mentis (GCS: E4 V5 M6)
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Normal, terkesan pemalu dan sedikit cemas.
4. Sikap terhadap pemeriksa
Sangat kooperatif dan bersahabat.
B. Keadaan Afektif
1. Mood : Eutimik
2. Afek : Sempit dan normoafek
3. Kesan : Appropiate
C. Pikiran
1. Bentuk : Normal
2. Isi pikir : Normal
 Waham bersalah (-), waham pesimistik (-), waham nihilistik (-),
waham dikendalikan (-)
 Pikiran obsesi (-)
 Preokupasi terhadap kehidupan yang suram di masa yang akan
datang (-)
 Preokupasi terhadap rasa bersalah (-)
 Ide bunuh diri (-)
3. Progresi pikir:
 Kualitas : Normal, relevan
 Kuantitas :
o Produktivitas : Produktivitas normal
o Kontinuitas : Normal, lancar

9
o Hendaya berbicara : Tidak terdapat hendaya berbicara
D. Persepsi
1. Halusinasi : riwayat halusinasi visual (+) berupa sosok hitam
orang yang beberapakali mengajak pasien untuk
pergi dari tempat tinggalnya, halusinasi auditorik,
taktil, dll disangkal
2. Ilusi : disangkal
3. Derealisasi : tidak ada
4. Depersonalisasi : tidak ada
E. Kognitif
1. Daya konsentrasi : Baik, tidak mudah dipengaruhi oleh hal-
hal sekitar
2. Daya ingat memori : Baik, dapat mengingat peristiwa jangka
pendek maupun
3. Orientasi : Orientasi orang, waktu, dan tempat baik
4. Pikiran abstrak : Baik
F. Daya Nilai
1. Norma Sosial : Penilaian pasien tentang norma-norma sosial baik
2. Realita : Penilaian pasien tentang realita di lingkungan
sekitarnya baik
3. Uji daya nilai : Dapat membuat kesimpulan atau penilaian
kapabilitas penilaian sosial.
G. Impuls
Pengendalian impuls baik.
H. Insight
Tilikan diri pasien baik yang ditunjukkan dengan pasien merasa bahwa di
dalam dirinya ada gangguan kejiwaan dan penderita menjalani
pengobatan, serta dirinya ingin sembuh dan kembali normal.
I. Reliabilitas (Taraf dapat Dipercaya)
Dapat dipercaya.

IV. IKHTISAR TEMUAN BERMAKNA

10
Telah diperiksa seorang perempuan berinisial T. H, berusia 29 tahun,
belum menikah, datang untuk kontrol rutin dengan keluhan bersikeras
meminta pulang kerumah lamanya disertai badan giginya yang nyeri sekitar
10hari yang lalu. Pasien kini tidak menunjukkan adanya haslusinasi, dan ilusi,
namun masih cukup sering mengalami mimpi buruk. Pasien memiliki riwayat
Halusinasi hingga beberapa kali pergi dari rumahnya. Kemudian menjalani
pengobatan ke dokter sekitar tahun 2000 dan berhenti pada tahun 2002.
Selama pengobatan ke dokter dan juga setelahnya pasien banya berobt ke
kyai. Kemudian kembali berobat pada akhir tahun 2018 hingga sekarang ini
dengan diagnosis Skizofrenia Residual (F40.1). Pada pemeriksaan status
mental didapatkan kesan umum terlihat baik, rawat dirinya baik, mood
eutimik dengan afek sempit-normoafek, bentuk pikir dan isi piker dalam batas
normal. Pemeriksaan lain-lain dalam batas normal. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan juga didapatkan hasil dalam batas normal. Mimpi buruk dan
halusinasi yang sempat dialami pasien kemungkinan besar diakibatkan rasa
bersalah pasien karna dahulu sering meminum-minumal beralkohol dan obat
penenang.

V. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
 Aksis I = Skizofrenia Residual (F40.1)
 Aksis II = Tidak ditemukan diagnosis aksis II
 Aksis III = Tidak ditemukan diagnosis aksis III
 Aksis IV = Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
 Aksis V = GAF Scale 80 – 71 : gejala sementara dan dapat diatasi,
disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dll

VI. TERAPI
1. Farmakoterapi
 Risperidone 2x2mg
 Haloperidol 2x5mg

11
 THP 2x2mg
2. Psikoterapi
 Psikoterapi individu berupa CBT

VII. PROGNOSIS
1. Faktor pencetus jelas
2. Self esteem dan kepribadian yang kurang
3. Sistem pendukung yang kurang

VIII. KESIMPULAN
1. Ad Vitam : Bonam
2. Ad Sanationam : Bonam
3. Ad Functionam : Bonam

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Skizofrenia adalah gangguan yang umumnya ditandai oleh distorsi pikiran
dan persepsi yang mendasar dan khas, dan oleh afek yang tidak wajar atau
tumpul. Menurut Emi Kraeplin skizofrenia terjadi karena kemunduran
intelegensi sebelum waktunya sehingga disebut dimensia prekoks/muda.
Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis yang dinyatakan dengan kelainan
dalam isi dan organisasai pikiran, persepsi masukan sensori, ketegangan
afek/emosional, identitas, kemauan, perilaku psikomotor dan kemampuan
untuk menetapkan hubungan interpersonal yang memuaskan.

B. Epidemiologi
Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang
dari 1 sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun.
Berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya
terlihat dalam onset dan perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai
25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk
pada laki laki dibandingkan wanita.
Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia
menderita penyakit fisik dan 50% nya tidak terdiagnosis.  Bunuh diri adalah
penyebab umum kematian diantara penderita skizofrenia, 50% penderita
skizofrenia pernah mencoba bunuh diri 1 kali seumur hidupnya dan 10%
berhasil melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya gejala
depresif, usia muda dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi.
Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira-kira 30-50%,
kanabis 15-25% dan kokain 5-10%. Sebagian besar penelitian
menghubungkan hal ini sebagai suatu indikator prognosis yang buruk karena
penyalahgunaan zat menurunkan efektivitas dan kepatuhan pengobatan.  Hal

13
yang biasa kita temukan pada penderita skizofrenia adalah adiksi nikotin,
dikatakan 3 kali populasi umum. Penderita skizofrenia yang merokok
membutuhkan anti psikotik dosis tinggi karena rokok meningkatkan kecepatan
metabolisme obat tetapi juga menurunkan parkinsonisme.  Beberapa laporan
mengatakan skizofrenia lebih banyak dijumpai pada orang orang yang tidak
menikah tetapi penelitian tidak dapat membuktikan bahwa menikah
memberikan proteksi terhadap Skizofrenia.

C. Etiologi
Model diatesis-stress, menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor
psikososial dan lingkungan. Model ini berpendapat bahwa seseorang yang
memiliki kerentanan (diatesis) jika dikenai stresor akan lebih mudah menjadi
skizofrenia.
a. Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan
sering mengalami skizofrenia, hipoksia perinatal akan
meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia. 
b. Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi
virus pernah dilaporkan pada orang orang dengan skizofrenia.
Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada trimester
kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi
skizofrenia.
c. Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang
berkontribusi terhadap gejala skizofrenia. Hampir semua obat
antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor
dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem
dopaminergik maka gejala psikotik diredakan. Berdasarkan
pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia
disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.

14
d. Hipotesis Serotonin
Gaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek
lysergic acid diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat
campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT. Temyata zatini
menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang normal.
Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali
mengemuka karena penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine
yang temyata mempunyai afinitas terhadap reseptor serotonin 5-
HT~ lebih tinggi dibandingkan reseptordopamin D2.
e. Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah
sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada pendenta skizofrenia
terlihat sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel teilihat
melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi
peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemeriksaan
mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam
distnbusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena tidak
ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.
f. Genetika
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia
diturunkan, 1% dari populasi umum tetapi 10% pada masyarakat
yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang tua,
kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat
yang mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi,
kakek / nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan
populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang
menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan
kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua
12%.
Skizofrenia berdasarkan teori dopamin terdiri dari empat jalur dopamin
yaitu:

15
1. Mesolimbik dopamin pathways: merupakan hipotesis terjadinya
gejala positif pada penderita skizofrenia. Mesolimbik dopamin pathways
memproyeksikan badan sel dopaminergik ke bagian ventral tegmentum
area (VTA) di batang otak kemudian ke nukleus akumbens di daerah
limbik. Jalur ini berperan penting pada emosional, perilaku khususnya
halusinasi pendengaran, waham dan gangguan pikiran. Antipsikotik
bekerja melalui blokade reseptor dopamin ksususnya reseptor dopamin D 2.
Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamin pathways menyebabkan gejala
positif meningkat.
2. Mesokortikal dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah
VTA ke daerah serebral korteks khususnya korteks limbik. Peranan
mesokortikal dopamin pathways adalah sebagai mediasi dari gejala negatif
dan kognitif pada penderita skizofrenia. Gejala negatif dan kognitif
disebabkan terjadinya penurunan dopamin di jalur mesokortikal terutama
pada daerah dorsolateral prefrontal korteks. Penurunan dopamin di
mesokortikal dopamin pathways dapat terjadi secara primer dan sekunder.
Penurunan sekunder terjadi melalui inhibisi dopamin yang berlebihan pada
jalur ini atau melalui blokade antipsikotik terhadap reseptor D2.
Peningkatan dopamin pada mesokortikal dapat memperbaiki gejala negatif
atau mungkin gejala kognitif.
3. Nigostriatal dopamin pathways: berjalan dari daerah substansia
nigra pada batang otak ke daerah basal ganglia atau striatum. Jalur ini
merupakan bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal. Penurunan dopamin
di nigostriatal dopamin pathways dapat menyebabkan gangguan
pergerakan seperti yang ditemukan pada penyakit parkinson yaitu
rigiditas, bradikinesia dan tremor. Namun hiperaktif atau peningkatan
dopamin di jalur ini yang mendasari terjadinya gangguan pergerakan
hiperkinetik seperti korea, diskinesia atau tik.
4. Tuberoinfundibular dopamin pathways: jalur ini dimulai dari
daerah hipotalamus ke hipofisis anterior. Dalam keadaan normal
tuberoinfundibular dopamin pathways mempengaruhi oleh inhibisi dan

16
penglepasan aktif prolaktin, dimana dopamin berfungsi melepaskan
inhibitor pelepasan prolaktin. Sehingga jika ada gangguan dari jalur ini
akibat lesi atau penggunaan obat antipsikotik, maka akan terjadi
peningkatan prolaktin yang dilepas sehingga menimbulkan galaktorea,
amenorea atau disfungsi seksual.4

Selain dopamin, neurotransmiter lainnya juga tidak ketinggalan diteliti


mengenai hubungannya dengan skizofrenia. Serotonin contohnya, karena
obat antipsikotik atipikal mempunyai aktivitas dengan serotonin. Selain
itu, beberapa peneliti melaporkan pemberian antipsikotik jangka panjang
menurunkan aktivitas noradrenergik.3

D. Faktor predisposisi
 Faktor genetik
Individu–individu yang berada pada resiko tinggi terhadap
kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan
keturunan yang sama, terutama pada kembar monozigot yang mempunyai
angka kesesuaian yang lebih tinggi. Penelitian pada kembar monosigot
yang diadopsi menunjukkan bahwa yang diasuh oleh orang tua angkat
mempunyai skizofrenia dengan kemungkinan yang sama besarnya seperti
saudara kembarnya yang dibesarkan oleh orang tua kandungnya. Temuan
ini menyatakan bahwa pengaruh genetika melebihi pengaruh lingkungan.
 Faktor biokimia
Menyatakan adanya peningkatan dari dopamin neurotransmitter,
yang diperkirakan menghasilkan gejala–gejala peningkatan aktivitas yang
berlebihan dan pemecahan asosiasi–asosiasi yang umumnya diobservasi.
 Teori psikoanalitik
Sigmund Freud mendalilkan bahwa skizofrenia disebabkan oleh
fiksasi perkembangan yang terjadi lebih awal dari yang menyebabkan
perkembangan neurosis. Pandangan psikoanalisis umum tentang
skizofrenia menhipotesiskan bahwa defek ego mempengaruhi interpretasi

17
kenyataan dan pengendalian dorongan-dorongan dari dalam (inner drives),
seperti seks dan agresi. Gangguan terjadi sebagai akibat dari
penyimpangan dalam hubungan timbal balik antara bayi dan ibunya.
Seperti yang dijelaskan oleh Margaret Mahler, anak-anak adalah tidak
mampu untuk berpisah dan berkembang melebihi kedekatan dan
ketergantungan lengkap yang menandai hubungan ibu anak didalam fase
oral perkembangan. Orang skizofrenia tidak pernah mencapai ketetapan
objek, yang ditandai oleh suatu perasaan identitas yang pasti dan yang
disebabkan oleh perlekatan erat dengan ibunya selama masih bayi.
 Teori psikodinamik
Pandangan psikodinamika tentang skizofrenia , mereka cenderung
menganggap hipersensitivitas terhadap stimuli persepsi yang didasarkan
secara konstitusional sebagai suatu defisit. Malahan suatu penelitian yang
baik menyatakan bahwa pasien dengan skizofrenia adalah sulit untuk
menyaring berbagai stimuli dan untuk memusatkan pada suatu data pada
suatu waktu. Defek pada barier stimulus tersebut menciptakan kesulitan
pada keseluruhan tiap fase perkembangan selama masa anak-anak dan
menempatkan stress tertentu pada hubungan interpersonal.
 Teori belajar
Menurut ahli teori belajar, anak-anak yang kemudian menderita
skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berpikir yang irrasional dengan
meniru orangtuanya yang memiliki masalah emosionalnya sendiri yang
bermakna. Hubungan interpersonal yang dari orang skizofrenia, menurut
teori belajar, juga berkembang karena dipelajarinya model yang buruk
selama masa anak-anak.
 Teori sistem keluarga
Menggambarkan perkembangan skizofrenia sebagai suatu
perkembangan disfungsi keluarga.Gregory Bateson (Konsep ikatan ganda)
untuk menggambarkan suatu keluarga dimana anak-anak mendapatkan
pesan yang bertentangan dari orangtuanya tentang prilaku, sikap, dan
perasaan anak. Di dalam hipotesis tersebut anak menarik diri kedalam

18
psikostik mereka sendiri untuk meloloskan dari kebingungan ikatan ganda
yang tidak dapat dipecahkan.

E. Gambaran Klinis
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu
fase prodromal, fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal
biasanya timbul gejala gejala  non spesifik yang lamanya bisa minggu,
bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas.
Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi
penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri.  Perubahan perubahan
ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman,
mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin
lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.
Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku
katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir
semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat
pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat
mengalami eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh
fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi
gejala positif / psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang
terjadi pada ketiga fase diatas, pendenta skizofrenia juga mengalami
gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan
peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan
sosial)

F. Gejala positif dan negative


a. Gejala positif
Gejala positif pada gangguan skizofrenia merupakan gejala yang
paling efektif diobati dengan antipsikotik, dapat terjadi secara dramatis
dan mucul secara tiba-tiba14.

19
1) Halusinasi
Menurut Bleuler, halusinasi merupakan gejala aksesori yang
dapat mengganggu kehidupan batin penderita skizofrenia. Pasien
mendengar suara meniup, menderu, bersenandung, gemeretak, atau
suara berbisik, berbicara, memanggil. Mereka melihat hal-hal
individu,hewan, orang dan segala macam tokoh-tokoh mustahil. Pasien
dapat membau dan merasakan gejala macam hal-hal yang
menyenangkan dan tidak menyenangkan, serta dapat menyentuh hal,
hewan, atau orang-orang dan merasa dipukul oleh tetes hujan, api dan
peluru6.
Persepsi yang dapat menyebabkan orang untuk “ merasakan
semua siksaan dan mungkin semua hal menyenangkan” pasti akan
mempengaruhi perilaku, dan banyak yang tampaknya tidak bisa
dimengerti dalam skizofrenia mungkin menjadi dapat dimengerti
ketika pengalaman pasien dengan halusinasi terungkap. Keluarga dan
penyedia layanan kesehatan mungkin tidak memiliki pengalaman luar
biasa terkait persepsi terdistorsi yang sering dimiliki penderita
skizofrenia namun kadang-kadang pengalaman ini dapat membantu
mereka membayangkan sesuatu dari apa yang terjadi dengan pasien.
selain itu, keluarga dapat menegur pasien saat mendengarkan orang-
orang yang tidak ada, dan dokter akan terburu-buru mengadakan
pertemuan singkat dengan pasien yang tampaknya lebih
memperhatikan suara orang tidak berwujud daripada yang mereka
lakukan ke dokter di depan mereka. DSM-IV-TR terus memberikan
penekanan pada gejala peringkat pertama dalam halusinasi
pendengaran serta menentukan bahwa adanya halusinasi pendengaran
dengan komentar-koentar pada perilaku seseorang atau pikiran atau
suara-suara yang bercakap-cakap satu sama lain, cukup untuk
memenuhi kriteria gejala skizofrenia6.

20
a) Halusinasi Pendengaran
Menurut WHO, halusinasi pendengaran merupakan jenis
halusinasi yang paling umum dalam skizofrenia. Pasien percaya
bahwa halusinasi tersebut merupakan manifestasi nyata dari
seseorang di suatu tempat yang sedang berbicara kepada mereka.
Mereka sering berusaha menguji realitas suara tersebut serta
mengkonfirmasi bahwa suara tersebut benar-benar mengetahui apa
yang dipikirkan, dilakukan atau direncanakan pasien. saat suara
menggagalkan percobaan mereka, misalnya gagal untuk secara
akurat memprediksi apa yang akan disajikan untuk makan malam,
penjelasan delusi akan menegaskan kenyataan penyebab eksternal.
Ide-ide referensi dan khayalan lain lebih lanjut memperkuat
interpretasi dari halusinasi. Saat ini tidak ada penjelasan yang baik
mengenai konten halusinasi pendengaran yang pada umumnya
negatif6.
Isi dari halusinasi umumnya menghina atau merendahkan
pasien. pasien akan mendengar ancama, komentar yang
merendahkan pribadi, dan tuduhan keji pikiran atau perilaku. Tidak
mengherankan pasien sering tertekan, takut, atau marah oleh
pengalaman-pengalaman ini dan dapat memiliki rasa bersalah yang
rumit, depresi atau respon yang relawan. Stressor sosial, penyakit
fisik dan nyeri kronis, semua dapat meningkatkan frekuensi
halusinasi. Halusinasi dapat terjadi secara terus menerus dan tak
berakhir dari terjaga sampai tidur, atau bisa datang tidak teratur6.
Dengan berlalunya waktu, kebanyakan pasien akan
mengalami penurunan frekuensi halusinasi atau perubahan dalam
sifat pengalaman halusinasi mereka. Halusinasi yang pada awalnya
sangat menjengkelkan, memprovokasi kemarahan atau panik,
setelah tahap-tahap awal penyakit telah surut maka pasien dapat
membangkitkan strategi-strategi melalui proses trail and error
selama periode beberapa tahun dan mengurangi dampak halusinasi

21
pada kehidupan mereka. Strategi sederhana seperti berteriak
kadang-kadang dapat mengurangi atau menghentikan pengalaman,
meskipun dokter dan keuarga dapat melihat ini sebagai tanda
kemerosotan yang menyedihkan. Kurangnya gangguan orang-
orang di sekitar pasien, bernyanyi atau mendengarkan musik dapat
memblokir pengalaman, dan kadang-kadang pergeseran postur atau
berbicara dengan orang lain dapat membantu. Sayangnya bagi
orang-orang dengan skizofrenia kronis kontak teratur hanya
tersedia dengan suara orang lain melalui radio atau televisi. Hal ini
dapat memperburuk halusinasi pada beberapa orang dengan
skizofrenia. Suara dapat mengambil peran untuk memandu
kehidupan penderita skizofrenia. Suara bahkan dapat mengambil
peran moral untuk pasien, menunjukan konsekuensi emosional
perilaku tertentu, atau bertindak sebagai hati nurani atau
penyesalan dalam menanggapi tindakan pasien. pasien dengan
dominasi gejala positif atau sisa skizofrenia akan melewati jangka
waktu lama dengan beberapa gejala yang jelas dan tidak adanya
halusinasi namun mempertahankan interpretasi delusional yang
penuh pengalaman halusinasi masa lalu mereka6.
b) Halusinasi Visual
Halusinasi visual yang sering ditemui membentuk gambar
bernyawa, orang atau bagian orang (terutama kepala dan wajah),
gambar agama, makhluk yang fantastis yang mugkin mirip dengan
gambar di film dan televisi, dan hewan. Halusinasi visual
umumnya lebih diskrit dan durasinya lebih terbatas dari pada
halusinasi pendengaran namun ada pula pasien yang memiliki
pengalaman halusinasi visual sepanjang hari. Isi dari halusinasi
auditori dan visual sering tergantung pada budaya orang
mengalami halusinasi6.

22
c) Halusinasi Taktil
Halusisnasi taktil hadir dalam 15 sampai 25 persen orang
dengan skizofrenia, dengan tidak ada pola yang jelas mengenai
varians kebudayaan yang jelas. Halusinasi taktil tertentu, seperti
rasa serangga merayap pada atau di bawah kulit (formication),
ditemukan dalam berbagai penyakit mental. Haliusinasi taktil
skizofrenia dapat mengambil berbagai bentuk6.
2) Delusi
Seperti halusinasi, delusi memegang tempat khusus di bidang
medis dan persepsi skizofrenia, dengan pandangan bahwa delusi
merupakan kategori diskrit pikiran yang dihasilkan dan dipelihara
melalui mekanisme yang unik terdiri dari ide-ide yang tidak dapat
diakses untuk alasan normal. Pada DSM-IV-TR, delusi aneh adalah
mereka yang dianggap tidak masuk akal oleh orang-orang dalam
budaya pasien, dan ini umumnya berarti suatu yang dinilai tidak
mugkin secara fisik6.
3) Thought Disorder
Pasien mengalami disfungsional berpikir berupa kesulitan
dalam menghubungkan atau memikirkan sesuatu secara logis.
Pembicaraan mereka sulit dimengerti dan saat berbicara sering kali
berhenti secara tiba-tiba 15.
4) Movement Disorder
Gangguan ini dapat ditandai dengan munculnya gerakan tubuh
gelisah. Pasien dengan gangguan gerakan dapat mengulang gerakan
tertentu atau dapat pula menjadi katatonik15.
b. Gejala negatif
Gejala negatif kurang dikenali sebagai penyebab disabilitas pada
skizofrenia. Dapat diklaim bahwa gejala-gejala yang negatif adalah gejala
yang paling penting dalam skizofrenia karena keparahan gejala negatif
dapat memprediksi disabilitas. Gejala negatif juga merupakan prediktor
yang paling signifikan dari fungsi sosial. Pronosis gejala negatif lebih

23
buruk dibandingkan dengan gejalaa positif sehingga disabilitas yang
timbul juga akan lebih buruk6.
1) Alogia
Disfungsi dalam berkomunikasi atau terbatasnya produktivitas
berpikir dan berbicara14.
2) Afek tumpul atau datar
Ekspresi emosi yang terbatas14.
3) Asociality
Berkurangnya minat dan interaksi sosial14.
4) Anhedonia
Seseorang tidak mendapat kesenangan dari melakukan kegiatan-
kegiatan yang dulu menyenangkannya atau membuatnya bahagia14.
5) Avolition
Kondisi berkurangnya energi dan ketiadaan minat atau
ketidakmampuan untuk tekun melakukan apa yang biasanya
merupakan aktivitas ritun. Misalnya menjaga kebersihan diri dan
megalami kesulitan untuk tekun dalam beraktivitas seperti sekolah,
bekerja, dan pekerjaan rumah tangga14.
Gejala skizofrenia pada remajaa tidak berbeda dengan gejala
skizofrenia pada orang dewasa. Beberapa gejala awal skizofrenia pada
remaja dapat berupa16:
1) Penarikan diri dari teman dan keluarga
2) Penuruna kinerja di sekolah
3) Kesulitan tidur
4) Mudah marah
5) Kurang motivasi
6) Perilaku aneh

24
G. Kriteria Diagnosis
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun
isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau
- “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal); dan
- “thought broadcasting”= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya; 
b. - “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk
kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus);
- “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau mukjizat; 
c. Halusinasi auditorik:
i. suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien, atau
ii. mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka
sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau
iii. jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu
bagian tubuh.
Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas

25
manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi
dengan mahluk asing dan dunia lain)
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
d. halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-
valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu
minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
e. arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
f. perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement),
posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor;
g. gejala-gejala “negative”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan
oleh depresi oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
h. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal)
i. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.

Subtipe skizofrenia yang umum pada ICD-10 dan DSM-IV:


 Paranoid

26
 Katatonik
 Hebefrenik(disorganized)
 Tak terinci(undifferentiated)
 Residual

Skizofrenia Tak Terinci


Suatu tipe yang seringkali dijumpai pada skizofrenia. Pasien yang jelas
skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam salah satu tipe
dimasukkan dalam tipe ini.
PPDGJ III mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci.
Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu4:
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,
atau
katatonik.
 Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia.
Kriteria diagnostic menurut DSM-IV yaitu3:
Suatu tipe skizofrenia di mana ditemukan gejala yang memenuhi kriteria A
tetapi tidak memenuhi kriteria untuk tipe paranoid, terdisorganisasi atau
katatonik.
Kriteria Diagnostik A:
 Gejala karakteristik: dua atau lebih berikut, masing – masing ditemukan
untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang
jika diobati dengan berhasil):

1) Waham
2) Halusinasi
3) Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau
inkoheren)

27
4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
5) Gejala negative yaitu, pendataran afektif, alogia atau tidak ada
kemauan(avolition)
Catatan: hanya satu gejala criteria A yang diperlukan jika
waham adalah kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus
menerus mengkomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua
atau lebih suara yang saling bercakap satu sama lainnya.

H. Diagnosa Banding
Depresi pasca skizofrenia merupakan salah satu diagnosa banding
dari skizofrenia residual. Keduanya mempunyai kesamaan yakni gejala
skizofrenia yang masih ada tapi tidak lagi mendominasi atau menonjol.
Namun terdapat perbedaan yang jelas diantara keduanya. Penegakan
diagnosa depresi pasca skizofrenia tentu saja pasien harus memenuhi
gejala depresi selama 2 minggu. Adapun gejala utama depresi yakni mood
yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, atau berkurangnya
energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan penurunan
aktivitas. Selain itu gejala lainnya dari depresi adalah konsentrasi dan
perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, adanya ide
bunuh diri, pandangan masa depan yang suram dan pesimis, tidur
terganggu, nafsu makan berkurang, gagasan tentang rasa bersalah atau
tidak berguna. Selain itu, pasien telah menderita skizofrenia selama 12
bulan terakhir sedangkan pada skizofrenia residual, gejala negatif timbul
dan penurunan yang nyata dari gejala waham dan halusinasi sedikitnya
sudah melampaui kurun waktu 1 tahun.5

I. Prognosis
Walaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada,
kebanyakan orang mempunyai gejala sisa dengan keparahan yang
bervariasi. Secara umum 25% individu sembuh sempurna, 40%
mengalami kekambuhan dan 35% mengalami perburukan. Sampai saat ini

28
belum ada metode yang dapat memprediksi siapa yang akan menjadi
sembuh siapa yang tidak, tetapi ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhinya seperti : usia tua, faktor pencetus jelas, onset akut,
riwayat sosial / pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi, menikah, riwayat
keluarga gangguan mood, sistem pendukung baik dan gejala positif ini
akan memberikan prognosis yang baik sedangkan onset muda, tidak ada
faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial buruk, autistik, tidak
menikah/janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, sistem pendukung
buruk, gejala negatif, riwayat trauma prenatal, tidak remisi dalam 3 tahun,
sering relaps dan riwayat agresif akan memberikan prognosis yang buruk.

J. Terapi/Tatalaksana
1. Psikofarmaka
  Pemilihan obat
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek
klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan utama pada efek sekunder
( efek samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis
antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek
samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat
antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah
optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat
antipsikosis lain (sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan dosis
ekivalennya.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya sudah
terbukti efektif dan efek sampingnya ditolerir baik, maka dapat dipilih
kembali untuk pemakaian sekarang. Bila gejala negatif lebih menonjol dari
gejala positif pilihannya adalah obat antipsikosis atipikal, Sebaliknya bila
gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah
tipikal. Begitu juga pasien-pasien dengan efek samping ekstrapiramidal
pilihan kita adalah jenis atipikal.

29
Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik
generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di
mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga
dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat
memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive
dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi
seksual / peningkatan berat badan dan memperberat gejala negatif maupun
kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek samping antikolinergik seperti
mulut kering pandangan kabur gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi. APG I
dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau
sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine,
haloperidol dan pimozide.
Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala
dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah
bila dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah Chlorpromazine dan
thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah,
hiperaktif dan sulit tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin
antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin
dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan
rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala
negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine,
quetiapine dan risperidon.
 Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
a. Onset efek primer (efek klinis) : 2-4ininggu
Onset efek sekunder (efek samping) : 2-6 jam
b. Waktu paruh  : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr)
c. Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar)
sehingga tidak mengganggu kualitas hidup penderita.

30
d. Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc
atau haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna untuk
pasien yang tidak/sulitininum obat, dan untuk terapi pemeliharaan. 
 Cara / Lama pemberian
Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan
setiap 2-3 hr sampai mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda),
dievaluasi setiap 2ininggu bila pertu dinaikkan sampai dosis optimal
kemudian dipertahankan 8-12ininggu. (stabilisasi). Diturunkan setiap
2ininggu (dosis maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun
( diselingi drug holiday 1-2/hari/minggu) setelah itu tapering off (dosis
diturunkan 2-4ininggu) lalu stop. Untuk pasien dengan serangan sindrom
psikosis multiepisode, terapi pemeliharaan paling sedikit 5 tahun (ini dapat
menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5 kali). Pada umumnya
pemberian obat antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan
sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis reda sama sekali. Pada
penghentian mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan
lambung, mual, muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat
diatasi dengan pemberian anticholmnergic agent seperti injeksi sulfas
atropin 0,25 mg IM, tablet trhexyphenidyl 3x2 mg/hari.

2. Terapi Psikososial
Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain :
 Psikoterapi individual
 Terapi suportif
 Sosial skill training
 Terapi okupasi
 Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
 Psikoterapi kelompok
 Psikoterapi keluarga
 Manajemen kasus
 Assertive Community Treatment (ACT)

31
BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. Pembahasan
Diagnosis pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis. Dari anamnesis
ditemukan gejala-gejala yang berkaitan dengan Skizofrenia residual.
Gejalanya didahului dengan gejala positif, dan dalam waktu minimal 1 tahun
telah timbul gejala negatif. Dalam kasus ini dapat dilihat bahwa, awalnya saat
keluhan muncul pasien sering mendengarkan dan mengikuti perintah dari
halusinasi auditoriknya. Beberapakali pasien juga marah-marah ke ibunya,
gejala ini merupakan gejala positif dari pasien skizofrenia.
Saat remaja pasien sudah menunjukkan gejala penyakitnya. Setelah
kejadian saat pasien berada di SMK kehutanan, pasien dan ibunya kemudian
pidah kembali ke Salatiga dan berobat di RSJ magelang sambil juga berobat
ke kyai-kyai yang diinformasikan dapat menyembuhkan pasien. Pasien juga
sempat berobat ke salahsatu ‘orang pintar’ di Salatiga selama 1 minggu,
namun semua itu belum menunjukan perubahan. memiliki banyak teman yang
mendukung kondisi pasien. Terakhir, pasien berobat selama ±4 tahun di
daerah Banyubiru sebelum akhirnya memutuskan untuk merutinkan berobat
ke dokter seperti saat ini. Pasien kembali berobat dikarenakan meskipun sudah
tidak pernah mendengar bisikan-bisikan selama kurang lebi 3 tahun. Pasien
masih suka mengalami mimpi buruk.
Berdasarkan PPDGJ III, pedoman diagnostik skizofrenia residual harus
memenuhi persyaratan yaitu mempunyai gejala negatif dari skizofrenia yang
menonjol, sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa
lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia, sedikitnya sudah
melampaui kurun waktu 1 tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang

32
nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang dan timbul sindrom
negatif dari skizofrenia, tidak terdapat demensia atau penyakit/gangguan otak
organik lain, depresi kronik atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan
disabilitas negatif tersebut.
Pada pasien diberikan Risperidone 2x2mg, Haloperidol 2x5mg, THP
2x2mg diberikan pada malam hari. Haloperidol dan Risperidone berperan
sebagai obat anti psikosis untuk mengatasi gejala positif dan negatif.
Sedangkan trihexiphenidyl berperan mencegah efek samping haloperidol
terhadap kerusakan sistem ekstrapiramidal.
Selain itu juga edukasi terhadap pasien dan keluarga perlu diberikan.
Untuk pasien agar memahami gangguannya, cara pengobatan, efek samping
yang dapat muncul, kemudian yang penting juga ialah meningkatkan
kesadaran dalam kepatuhan dan keteraturan minum obat.
Keluarga pasien juga diberikan terapi keluarga dalam bentuk psikoedukasi
berupa penyampaian informasi kepada keluarga mengenai penyebab penyakit
yang dialami pasien serta pengobatannya sehingga keluarga dapat memahami
dan menerima kondisi pasien untuk minum obat dan kontrol secara teratur
serta mengenali gejala-gejala kekambuhan secara dini. Peran keluarga dekat
dalam kasus ini sangat penting, terutama dalam hal motivasi dan perhatian,
sehingga pasien merasa nyaman tinggal bersama keluarga.

B. Kesimpulan
Skizofrenia merupakan bentuk gangguan jiwa psikosis fungsional paling
berat, ditandai oleh penyimpangan dari pikiran, persepsi serta emosi, dan
lazim yang menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Dalam
kasus berat, pasien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga
pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap
akan menuju ke arah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa menimbulkan serangan.
Tidakada penatalaksanaan khusus untuk jenis skizofrenia tertentu, namun
penatalaksanaan pasien Skizofrenia memerlukan tindakan yang

33
berkesinambungan sampai pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
dengan baik dan dapat kembali ke masyarakat serta agar tidak terjadi relaps.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, I. H. and Saddock, J. B. 2015. Gangguan Kecemasan. Sinopsis


Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis pp 1-67
2. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III dan DSM-5. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya: Jakarta. 2013.
3. Locke, AB., Kirst, N & Shultz, CG. 2015. Diagnosis and Management of
Generalized Anxiety Disorder and Panic Disorder in Adults. American
Academic of Family Physicians vol 91 no 9 pp 617-624
4. Kehoe, WA. 2017. Generalized Anxiety Disorder. ACSAP Book 2
Neurology and Physiciatric Cure pp 7-21
5. -.-. Generalized Anxiety Disorder in Adults – Diagnosis and Management.
BPJ Issue 25 pp 20-27
6. Diferiansyah, O., Septa, T & Lisiswati, R. 2016. Gangguan Cemas
Menyeluruh. Jurnal Kedokteran Medula Unila Vol.5 No.2 pp 63-67

35

Anda mungkin juga menyukai