Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (wim de jong et al. 2005)
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30
tahun (Mansjoer, 2010).
Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan
bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2005).
Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding
organ tersebut (Price, 2005).
Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), Apendisitis adalah penyebab
paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
Jadi, dapat disimpulkan apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada
umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi.
2. Anatomi dan fisiologi

1
a. Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (4
inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup
ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu :taenia anterior, medial dan posterior.
Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah
garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan
pusat.Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal.Namun
demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari
cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri
apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh
karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.
b. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari.Lendir itu normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam
apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin sekretoar
yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat
disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut
sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian,
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah
jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran
cerna dan diseluruh tubuh. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara
teratur kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya
cenderung kecil,maka apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan
terhadap infeksi ( Sjamsuhidayat, 2005).
3. Etiologi
Penyebab dari apendisitis adalah adanya obstruksi pada lumen appendiceal oleh
apendikolit, hyperplasia folikel limfoid submucosa, fekalit (material garam kalsium,
debris fekal), atau parasite (katz, 2009). Apendisitis belum ada penyebab yang pasti
atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu:

2
1.  Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena:
a.  Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b.  Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c.  Adanya benda asing seperti biji-bijian
d.  Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2.  Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
3.  Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa
tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a.  Appendik yang terlalu panjang
b.  Massa appendiks yang pendek
c.  Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d.  Kelainan katup di pangkal appendiks
4. Patofisiologi
Studi epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa (Sjamsuhidayat, 2005).
Kondisi obstruksi akan meningkatkan tekanan intraluminal dan peningkatan
perkembangan bakteri. Hal lain akan terjadi peningkatan kongesti dan penurunan
perfusi pada dinding apendiks yang berlanjut pada nekrosis dan inflamasi apendiks
(Atassi, 2002).
Pada fase ini, pasien akan mengalami nyeri pada area periumbilikal. Dengan
berlanjutnya proses inflamasi, maka pembentukan eksudat akan terjadipada permukaan
serosa apendiks. Ketika eksudat ini berhubungan dengan parietal peritoneum, maka
intensitas nyeri yang khas akan terjadi (santacroce, 2009).

3
Dengan berlanjutnya proses obstruksi, bakteri akan berpoliferasi dan meningkatkan
tekanan intraluminal dan membentuk infitrat pada mukosa dinding apendiks yang
disebut dengan apendisitis mukosa, dengan manifestasi ketidaknyamanan abdomen.
Adanya penurunan perfusi pada dinding akan menimbulkan iskemia dan nekrosis
disertai peningkatan tekanan intraluminal yang disebut apendisitis nekrosis, juga akan
meningkatkan risiko perforasi dari apendiks. Proses fagositosis terhadap respons
perlawanan pada bakteri memberikan manifestasi pembentukan nanah atau abses yang
terakumulasi pada lumen apendiks yang disebut dengan apendisitis supuratif.
Sebenarnya tubuh juga melalukan usaha pertahanan untuk membatasi proses
peradangan ini dengan cara menutup apendiks dengan omentum dan usus halus
sehingga terbentuk massa periapendikular yang secara salah dikenal dengan istilah
infiltrate apendiks. Pada bagian dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses
yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan
sembuh dan massa peripendikular akan menjadi tenang dan selanjutnya akan menyurai
diri secara lambat.
Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan risiko terjadinya perforasi dan
membentuk massa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri
masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respons inflamasi permukaan peritoneum
atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan material abses, maka
akan memberikan respons peritonitis. Manifestasi yang khas dari perforasi apendiks
adalah nyeri hebat yang tiba-tiba dating pada abdomen kanan bawah (Tzanakis, 2005)

4
5. Pathway Keperawatan

Material Hyperplasia Parasit Kebiasaan diet rendah


apendikolit folikel limfoid serat dan pengaruh
submukosa konstipasi
Obstruksi pada Fekalit (material garam
lumen apendekeal kalsium, debris fekal)

Iskemia dan nekrosis


dinding disertai Apendisitis nekrosis Peningkatan tekanan intraluminal
peningkatan tekanan apendisitis supuratif dan peningkatan perkembangan
intraluminal bakteri
Peningkatan kongesti dan
Perforasi massa Apendisitis penurunan perfusi pada dinding
periapendikular peritonitis kronis/rekure apendiks
n
Apendisitis akut
Intervensi bedah Respon lokal saraf
apendektomi terhadap inflamasi
Gangguan Respon
Nyeri gastrointestinal sistemik
Preoperatif Pascaoperatif

Mual, muntah, Peningkatan


Kerusakan kembung, suhu tubuh
Respons psikologis Port de entree
jaringan diare,
misiinterpretasi pascabedah
perawatan dan pascabedah
Hipertermi
penatalaksanaan
pengobatan Asupan nutrisi
Risiko
Perubahan tidak adekuat
infeksi
pola nutrisi
Kecemasan pascabedah
pemenuhan
Ketidakseimb
informasi
angan nutrisi
kurang dari
kebutuhan

5
6. Manifestasi klinis
Gejala klinis apendisitis yang dipresentasi oleh pasien tergantung pada lokasi
apendiks, pada tingkat patologi apendiks yang mengalami inflamasi dan pada umur
serta jenis kelamin pasien.Walaupun pada dasarnya apendiks timbul dari dinding
posteromedial usus besar, apendix juga terdapat pada retrocecal, subcecal, retroileal,
preileal, panggul dan bagian bawah panggul.Sebagai akibat, lokasi yang bervariasi ini
bisa mempengaruhi presentasi klinis pada pasien dengan sangkaan apendisitis dan
perbedaan diagnosis. Gejala klinis apendisitis yang paling akurat adalah nyeri pada
kuadran kanan bawah, rigiditas dan periumbilical yang bermigrasi ke kuadran kanan
bawah (Birnbaum, 2000).
Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien apendisitis:
1) Nyeri pada abdomen atau bagian perut
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien.Nyeri sering terasa pada bagian
tengah abdomen karena stimulasi aksi yang mendalam pada bagian tengah kanal
alimentari.Secara umum, nyeri terasa apabila terjadi obstruksi atau
penggelembungan, tetapi nyeri bisa menjadi lebih konstan pada kasus yang non-
obstruksi. Nyeri bertambah parah dan beralih ke arah kanan iliac fossa apabila proses
inflamatori berlanjutan dan melibatkan parietal peritoneum (Courtney et al., 2008).
Rasa sakit yang sering dirasai adalah di sekitar epigastrum, daerahperiumbilikus,
diseluruh abdomen atau kuadran kanan bawah dan setelah 4jam biasanya rasa nyeri
itu sedikit demi sedikit menghilang dan beralih kekuadran kanan bawah dan rasa
sakitnya itu menetap dan bertambah berat dansemakin dirasakan sakitnya apabila
penderita bergerak (Theodore, 1993), danbatuk (Courtney et al., 2008).
2) Mual dan Muntah
Mual dan muntah yang berlarutan, 1-3 kali sehari.Mual dan muntah ini
dikarenakan obstruksi usus kecil dan juga infeksi virus gastroenteritis (Silen,
2000).Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau
periumbilikus yang berhubungan dengan muntah (Philip, 2007).

6
3) Demam
Demam yang tidak terlalu tinggi antara 37,5 dan 38,8⁰C (Philip, 2007), yang
disertai dengan kekakuan otot (Theodore, 1993).
4) Lain-lain
Pada beberapa kasus, juga muncul gejala seperti diare dan konstipasi (Insecu,
2004). Pada bayi dan anak-anak, nyeri yang terjadi akan bersifat menyeluruh, di
semua bagian perut (Tucker, 2004). Pada pasien lanjut usia, gejala-gejalanya tidak
senyata pasien yang lebih muda. Pada wanita hamil, rasa nyeri terasa lebih tinggi di
daerah abdomen dibandingkan dengan biasanya (Theodore, 1993).
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan fisik :
1). Inspeksi : adanya distensi pada abdomen
2). Auskultasi : jika terjadi peritonitis maka akan terjadi penurunan peristaltic
3). Perkusi : akan terasa nyeri jika sudah terjadi peritonitis
4). Palpasi : nyeri tekan pada perut kanan bagian bawah
5). Obturator : fleksi panggul dan rotasi interna panggul
6). Uji psoas : hiperekstensi sendi panggul
b. Laboratorium :
1). Leukositosis
2). Urine ditemukan jumlah leukosit dan bakteri yang terlihat
c. Radiologi
1). Foto polos abdomen setelah enema barium akan Nampak jika appendik tidak
terisi oleh kontras dicurigai adanya sumbatan.
2). Ultrasonografi akan terlihat adanya sumbatan atau infeksi.
8. Penatalaksanaan
Pengetahuan perawat tentang penatalaksanaan medis berhubungan dengan
intervensi yang perawat lakukan pada pasien apendisitis.Penatalaksanaan medis pada
pasien apendisitis, meliputi penatalaksanaan pada unit gawat darurat, terapi
farmakologis, dan terapi bedah.

7
1. Intervensi pada unit gawat darurat.
a. Tujuan intervensi kedaruratan yang dilakukan pada pasien apendiks adalah
memberikan cairan untuk mencegah dehidrasi dan septikemia.
b. Pasien dipuasakan dan tidak ada asupan apa pun secara oral.
c. Pemberian analgetik dan antibiotic melalui intravena.
2. Terapi farmakologis
Preoperatif antibiotic untuk menurunkan risiko infeksi pascabedah.
3. Terapi bedah.
Bila diagnosis klinis sudah jelas, maka tindakan paling tepat adalah apendektomi
dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik.Penundaan tindak bedah sambil
pemberian antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Apendektomi bisa
dilakukan secara terbuka ataupun dengan caralaporoskopi. Pada apendisitis tanpa
komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis
gangrenosa atau apendisitis perforate (Syamsuhidajat, 2005)
9. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi
pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda
diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.
Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi
komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua.
Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua.
CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak
memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum
berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua
terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1.  Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa

8
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila
Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2.  Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal
sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif
pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit,
panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3.  Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis.
10. Diagnosa banding
Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis apendisitis karena
penyakit lain memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan apendisitis,
diantaranya :
1. Gastroenteritis, ditandai dengan terjadinya mual, muntah, dan diare mendahului
rasa sakit. Sakit perut lebih ringan, panas dan leukositisis kurang menonjol
dibandingkan apendisitis akut.
2. Limfadenitis mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis.
Ditandai dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan mual dan nyeri tekan
perut.
3. Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis, dan diperoleh hasil
positif untuk Rumple Leed, trombositopeni, dan hematokrit yang meningkat.

9
4. Infeksi panggul dan salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan apendisitis akut.
Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih
difus. Infeksi pangggul pada wanita biasanya disertai dengan keputihan dan infeksi
saluran kemih.
5. Gangguan alat reproduksi wanita, folikel ovarium yang pecah dapat memberikan
nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda
radang dan nyeri biasanya hilang dalam waktu 24 jam.
6. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yag
tidak jelas seperti rupture tuba dan abortus. Kehamilan diluar rahim disertai
pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvis dan bisa terjadi syok
hipovolemik.
7. Divertikulosis meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan apendisitis akut
dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada apendisitis akut
sehingga diperlukan pengobatan serta pembedahan.
8. Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan apendisitis, jika isi gastroduodenum
mengendap turun ke daerah usus bagian kanan.
9. Batu ureter, jikadiperkirakan mengendap dekat appendiks dan menyerupai
apendisitis retrosekal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, hematuri, dan
terjadi demam atau leukositosis.

10
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan rongga perut dimana
dinding perut tampak mengencang (distensi).
b. Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri
dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri yang dimana merupakan
kunci dari diagnosis apendisitis akut.
c. Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/tungkai di angkat
tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah.
d. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
e. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang lagi
adanya radang usus buntu.
2. Pemeriksaan laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-18.000/mm3.Jika
terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah
mengalami perforasi (pecah).
3. Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu).
b. Ultrasonografi (USG), CT scan.
c. Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen , USG abdomen dan
apendikogram.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi apendiks, kerusakan jaringan lunak
pascabedah.
2. Pemenuhan informasi berhubungan dengan adanya evaluasi diagnostic, rencana
pembedahan apendektomi.

11
3. Aktual/risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurangnya asupan makanan yang adekuat.
4. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entrée luka
pascabedah.
5. Hipertermi berhubungan dengan respons sistemik dari inflamasi gastrointestinal.
6. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, rencana pembedahan.
7. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif,
mekanisme kerja peristaltic usus menurun.
C. INTERVENSI & RASIONAL
1. Intervensi : kaji respon nyeri dengan pendekatan PQRST
Rasional : pendekatan kompresif untuk menentukan rencana intervensi
2. Intervensi : kaji tingkat pengetahuan pasien
Rasional : untuk meningkatkan pengetahuan mengenai kemampuan pasien
untuk perawatan diri sendiri.
3. Intervensi : yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi.
Rasional : pasien mampu menunjukan nutrisi yang seimbang
4. Intervensi : anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan
mengekspresikan rasa takutnya.
Rasional : memberikan kesempatan untuk mengungkapkan rasa takut dan
mengurangi cemas yang berlebihan.
5. Intervensi : selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
Rasional : agar suhu tubuh pasien dalam rentang normal
6. Intervensi : dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan
persepsi
Rasional : agar klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala
cemas.
7. Intervensi : pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Rasional : untuk mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB.

12
DAFTAR PUSTAKA

Diyono, Sri Mulyanti. 2013. Keperawatan medikal medah : system pencernaan. Jakarta :
KENCANA.
Nurarif .A.H. dan Kusuma.H. (2015).APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Dignosa Medis & NANDA NIC-NOC edisi 1.Jogjakarta : MediAction.
Rencana asuhan keperawatan medikal-bedah : diagnosis NANDA-I 2015-2017 intervensi
NIC hasil NOC / editor, Deni Yasmara, Nursiswati, Rosyidah Arafat ; editor
penyelaran, Bhetsy Angelina, Monica Ester, Pamilih Eko Karyuni. Jakarta : EGC, 2016.

13

Anda mungkin juga menyukai