Anda di halaman 1dari 31

HIPOSPADIA

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1

III A

1. FAULINA
2. NUR ILMI
3. MIFTAHUL JANNAH
4. MUH. HAMID
5. GLADYS
6. SAMSUL HUZAIRI
7. SISKA

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat dan
hidayahNya kita dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “HIPOSPADIA” ini.
Selain itu, kami juga menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini kami tidak luput
dari kesalahan. Oleh karena itu, kami berharap datangnya kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca, dengan harapan agar suatu saat nanti kami dapat
menyusun makalah dengan lebih baik lagi. Semoga dengan di susunnya makalah ini
dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembaca semuanya.

Penyusun

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Tujuan...............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Medis
1. Definisi.........................................................................................................3
2. Anatomi Fisiologi........................................................................................3
3. Aspek Epidemiologi.....................................................................................6
4. Etiologi.........................................................................................................6
5. Patofisiologi.................................................................................................8
6. Pathway........................................................................................................9
7. Manifestasi Klinik........................................................................................10
8. Klasifikasi....................................................................................................10
9. Pencegahan...................................................................................................11
10. Penatalaksanaan...........................................................................................12
11. Komplikasi...................................................................................................13
B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian....................................................................................................14
2. Diagnosa Keperawatan................................................................................15
3. Intervensi dan Rasional................................................................................17
C. Discharge Planning...........................................................................................25
D. Evidance Based-practice terkait

ii
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan
merupakan anormali penis yang paling sering.perkembangan uretra in uretro di
mulai usia 8 minggu dan selesai dalam 15 minggu.Uretra terbentuk dari
penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral penis. Glandula uretra
terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk
menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan
di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada
sisi ventral penis. Ada berbagai derajat kelainan letak ini seperti pada glandular
(letak meatus yang salah pada glands), korona (pada sulkus korona), penis (di
sepanjang batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventra penis dan skrotum),
dan perineal (pada perineum). Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal glans. Pita jaringan fibrosa yang di
kenal sebagai chordee, pada sis ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan)
ventral dari penis.
Tidak ada masalah fisik yang berhubungan dengan hipospadia pada bayi
baru lahir atau pada anak-anak remaja. Namun pada orang dewasa, chordee akan
menghalangi hubungan seksual; infertilitas dapat terjadi pada hipospadia
penoskrotal atau perineal; dapat timbul stenosis meatus, menyebabkan kesulitan
dalam mengatur aliran urin; dan sering terjadi kriptokridisme.

1
Hipospadia terdapat pada kira-kira satu diantara 500 bayi baru lahir. Pada
kasus yang paling ringan, meatus uretra bermuara pada bagian ventral glans
penis, terdapat berbagai derajat malformasi glans dan kulup zakar tidak sempurna
pada sisi ventral dengan penampilan suatu kerudung dosal. Dengan
bertambahnya tingkat keparahan, penis berbelok kearah ventral (chordee) dan
uretra pada penis lebih pendek secara proggresif, tetapi jarak antara meatus dan
glans tidak dapat bertambah secara signifikan sampai chordee di koreksi.
Karenanya, hal ini menyesatkan, mengklasifikasi hipospadia semata-mata atas
dasar meatus. Pada beberapa kasus, meatus terletak pada sambungan penoskrotal:
pada kasus ekstrem, uretra bermuara pada perineum, skrotum bifida dan kadang-
kadang meluas kebasis dorsal penis (transposisi skrotum), dan chordee adalah
ekstrem. Pada kasus demikian, biasanya terdapat di vertikulum uretra yang
bermuara pada setinggi verumontanum, memperlihatkan suatu struktur sisa
mollerian (a vestige of mullerian structures). Pada kasus varian, kurva tura
ventral penis terjadi tanpa hipospadiak meatus uretra. Pada kasus ini, kulup zakar
berkerudung dan korpus spongiosum mungkin kurang berkembang.
B. TUJUAN
Untuk mengetahui lebih dalam lagi mengenai Hipospadia dimulai dari definisi
hingga pencegahannya dan untuk mengetahui hal apa saja yang akan dikaji oleh
penderita Hipospadia, diagnosa yang akan mucul dan rencana tindakan
keperawatan apa yang akan dilakukan jika mendapatkan kasus Hipospadia.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Hipospadia adalah kelainan kongenital berupa kelainan letak lubang
uretra pada pria dari ujung penis ke sisi ventral (Corwin, 2009).
Hipospadia didefinisikan sebagai suatu defek dalam pembentukan
aspek ventral dari penis yang disertai dengan abnormalitas dari meatus
uretra dimana meatus uretra berada di proksimal dari ujung penis dan
letaknya di bagian ventral dengan bentuk penis yang melengkung ke arah
ventral (dengan atau tanpa chordae) serta adanya defisiensi dari kulit
preputium bagian ventral atau disebut pula dorsal hood (Lambert et al,
2011)
Hipospadia merupakan anomali penis berhubungan dengan
ketidaknormalan letak meatus uretra eksterna. Meatus dapat terletak di bawah
glands penis atau dimana saja di sepanjang permukaan ventral penis, skrotum,
atau perineum tersebut. (Perry,dkk, 2010).
Hipospadia adalah congenital anomali yang mana uretra bermuara
pada sisi bawah penis atau perineum. (Suriadi, 2010)
2. ANATOMI FISIOLOGI
Organ reproduksi pria Dibedakan menjadi organ kelamin luar dan
organ kelamin dalam.
a. Organ reproduksi luar terdiri dari :
1) Penis
Penis merupakan organ kopulasi yaitu hubungan antara alat
kelamin jantan dan betina untuk memindahkan semen ke dalam organ
reproduksi betina. Penis diselimuti oleh selaput tipis yang nantinya
akan dioperasi pada saat dikhitan/sunat.

3
Penis terdiri dari akar (menempel pada dinding perut), badan
(merupakan bagian tengah dari penis), glans penis (ujung penis yang
berbentuk seperti kerucut), Lubang uretra (saluran tempat keluarnya
semen dan air kemih) terdapat di umung glans penis, terdapat 2 rongga
yang berukuran lebih besar disebut korpus kavernosus, terletak
bersebelahan, rongga yang ketiga disebut korpus spongiosum,
mengelilingi uretra.Jika terisi darah, maka penis menjadi lebih besar,
kaku dan tegak (mengalami ereksi).
2) Scrotum
Scrotum merupakan selaput pembungkus testis yang
merupakan pelindung testis serta mengatur suhu yang sesuai bagi
spermatozoa.
b. Organ reproduksi dalam terdiri dari :
1) Testis
Testis merupakan kelenjar kelamin yang berjumlah sepasang
dan akan menghasilkan sel-sel sperma serta hormone testosterone.
Dalam testis banyak terdapat saluran halus yang disebut tubulus
seminiferus. Testis terletak di dalam skrotum.Testis memiliki 2 fungsi,
yaitu menghasilkan sperma dan membuat testosteron (hormon seks
pria yang utama).
2) Epididimis
Epididimis merupakan saluran panjang yang berkelok yang
keluar dari testis. Berfungsi untuk menyimpan sperma sementara dan
mematangkan sperma.
3) Vas deferens
Vas deferens merupakan saluran panjang dan lurus yang
mengarah ke atas dan berujung di kelenjar prostat. Berfungsi untuk
mengangkut sperma menuju vesikula seminalis.

4
4) Saluran ejakulasi
Saluran ejakulasi merupakan saluran yang pendek dan
menghubungkan vesikula seminalis dengan urethra.
5) Vesika seminalis
Vesikula seminalis merupakan tempat untuk menampung
sperma sehingga disebut dengan kantung semen, berjumlah sepasang.
Menghasilkan getah berwarna kekuningan yang kaya akan nutrisi bagi
sperma dan bersifat alkali. Berfungsi untuk menetralkan suasana asam
dalam saluran reproduksi wanita.
6) Kelenjar prostat
Kelenjar prostat melingkari bagian atas uretra dan terletak di
bagian bawah kantung kemih
7) Urethra
Urethra merupakan saluran panjang terusan dari saluran
ejakulasi dan terdapat di penis. Uretra punya 2 fungsi yaitu Bagian
dari sistem kemih yang mengalirkan air kemih dari kandung kemih.
Bagian dari sistem reproduksi yang mengalirkan semen.

5
3. ASPEK EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa hipospadia hanya terjadi
pada laki-laki yang dibawa sejak lahir. Angka kejadian diperkirakan 1
diantara 500 bayi baru lahir dan merupakan anomali penis yang ditemukan.
Insidensi kasus hipospadia. Terbanyak adalah Eropa dilaporkan dari Amerika
Serikat, Inggris, Hungaria telah menunjukkan peningkatan. Di Amerika
Serikat, hipospadia terjadi pada setiap 300-350 kelahiran bayi laki-laki hidup.
Berdasarkan data yang dicatat oleh Metropolitan Atlanta Congenital
Defect Program (MACDP) dan Birth Defect Monitoring Program (BDMP)
menyatakan bahwa insidensi hipospadia mengalami dua kali lipat peningkatan
antara 1970-1990. Prevalensi dilaporkan antara 0,3% menjadi 0,8% sejak
tahun 1970an. Insidensi hipospadia meningkat dari 20,2 per 10.000 kelahiran
hidup pada 1.970 menjadi 39,7 per 10.000 kelahiran hidup pada tahun 1993.
Kajian populasi yang dilakukan di empat kota Denmark tahun 1989-2003
(North Jutland, Aarhus, Viborg dan Ringkoebing) tercatat 65.383 angka
kelahiran bayi laki-lakidengan jumlah kelainan alat kelamin (hipospadia)
sebanyak 319 bayi.

4. ETIOLOGI
Menurut Basuki (2011), penyebab dari hipospadia yaitu :
a. Faktor Genetik
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi
karena mutasi pada gen yang mengkode sintesis androgen tersebut
sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. 12 % berpengaruh
terhadap kejadian hipospadia bila punya riwayat keluarga yang menderita
hipospadia. 50 % berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bila
bapaknya menderita hipospadia.

6
b. Faktor Hormon
Faktor hormon androgen sangat berpengaruh terhadap kejadian
hipospadia karena berpengaruh terhadap proses maskulinisasi masa
embrional. Androgen dihasilkan oleh testis dan placenta karena terjadi
defisiensi androgen akan menyebabkan penurunan produksi
dehidrotestosterone (DHT) yang dipengaruhi oleh reduktase ini berperan
dalam pembentukan penis sehingga bila terjadi defisiensi androgen akan
menyebabkan kegagalan pembentukan bumbung uretra yang disebut
hipospadia
Atau bisa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di
dalam tubuh yang kurang atau tidak ada, Sehingga walaupun hormone
androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya
tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya.
Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
c. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan
dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Pencemaran limbah industri berperan sebagai Endocrin discrupting
chemicals baik bersifat eksogenik maupun anti androgenik. Sudah
diketahui bahwa setelah tingkat indefenden maka perkembangan genital
eksterna laki-laki selanjutnya dipengaruhi oleh estrogen yang dihasilkan
testis primitif. Suatu hipotesis mengemukakan bahwa kekurangan
estrogen atau terdapat anti androgen akan mempengaruhi pembentukan
genetalia eksterna laki-laki.

7
5. PATOFISIOLOGI
Perkembangan uretra dalam utero dimulai sekitar usia 8 minggu dan
selesai dalam 15 minggu. Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra
sepanjang pemukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi
funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glens untuk menyatu dengan lipatan
uretra yang menyatu.
Namun dalam kasus hipospadia, hipospadia terjadi karena tidak
lengkapnya perkembangan uretra dalam utero, terjadi karena adanya
hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke 10 sampai
minggu ke 14. Gangguan ini terjadi apabila uretra jatuh menyatu ke midline
dan meatus terbuka pada permukaan ventral dari penis, propusium bagian
ventral kecil dan tampak seperti kap atau menutup.

8
6. PATHWAY

Proses perkembangan Pembentukan Penyatuan glandula


janin usia 8-15 minggu uretra terganggu uretra di garis tengah
lipatan uretra tidak
lengkap

Hipospadia Pembentukan saluran Meatus uretra terbuka


kencing tidak sempurna pada sisi ventral penis

Tidak di lakukan  Stenosis meatus (aliran Pembedahan


operasi urin sulit di atur) (operasi)
 Kriptokirdisme (testis
turun ke dalam skrotum
Pada jenis perinial

Infertilitas Defisiensi pengetahuan Eksisi chordee,


Ansietas uretroplasty

Hubungan seksual
terganggu Pra pembedahan

Disfungsi seksual
Pemasangan kateter Gangguan rasa nyaman
inwhelling

Post de entry kuman Nyeri

Resiko infeksi

9
7. MANIFESTASI KLINIK
a. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di
bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
b. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
c. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan
sekitar.
d. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
e. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
f. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
g. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah atau di
dasar penis.
h. Ada gangguan ejakulasi dan saat ereksi penis tidak dapat berdiri tegak.
Kondisi ini juga yang membuat pria tidak subur dalam reproduksinya.
i. Penis tampak seperti terselubung (seperti hoodie) karena adanya kelainan
pada kulit depan penis
j. Jika berkemih, anak harus duduk karna percikan urin yang abnormal
k. Penis yang melengkung ke bawah akibat terjadinya pengencangan
jaringan di bawah penis.

8. KLASIFIKASI
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
a. Tipe sederhana / Tipe anterior (60-70%)
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal.Pada
tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan
ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila
meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.

10
b. Tipe penil / Tipe Middle (10-15%)
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-
escrotal.Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum.
Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit
prepusium bagian ventral,sehingga penis terlihat melengkung ke bawah
atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan
intervensi tindakan bedah secara bertahap,mengingat kulit di bagian
ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayitidak dilakukan
sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakanbedah
selanjutnya.
c. Tipe Posterior (20%)
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini,
umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan
skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak
turun. Semakin ke proksimal letak meatus, semakin berat kelainan yang
diderita dansemakin rendah frekuensinya.
Pada kasus ini, 90% terletak di distal, dimana meatus terletak di
ujung batang penis atau pada glans penis. Sisanya yang 10% terletak lebih
proksimal yaitu ditengah batang penis, skrotum, atau perineum.
Kebanyakan komplikasinya kecil, fistula, skin tag, divertikulum, stenosis
meatal atau aliran kencing yang menyebar. Komplikasi ini dapat
dikoreksi dengan mudah melalui prosedur minor.

9. PENCEGAHAN
Sampai saat ini belum ada metode khusus untuk mencegah hipospadia.
Namun perlu diperhatikan penggunaan obat-obatan yang mengandung
estrogen (misalnya pil KB) selama kehamilan

11
10. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah dengan cara
operasi, dikenal banyak teknik operasi hipospadia, yang umumnya terdiri
dari beberapa tahap yaitu:
1) Operasi pelepasan chordee dan tunneling
Dilakukan pada usia satu setengah hingga dua tahun. Pada
tahap ini dilakukan operasi eksisi chordee dari muara uretra sampai
ke glans penis. Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus
akan tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat
keberhasilan setelah eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif
dengan menyuntikan NaCl 0,9% ke dalam korpus kavernosum.
2) Operasi uretroplasti
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra
dibuat dari kulit penis bagian ventral yang diinsisi secara longitudinal
paralel di kedua sisi.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Informasikan orang tua bahwa pengenalan lebih dini adalah penting
sehingga sirkumsisi dapat di hindari; kulit prepusium digunakan
untuk bedah perbaikan.
2) Beri kesempatan orang tua untuk mengungkapkan perasaannya
tentang masalah struktural anak.
3) Persiapkan orang tua dan anak untuk menjalani prosedur bedah yang
diinginkan. Perbaikan dengan pembedahan dilakukan untuk
memperbaiki kemampuan anak berdiri selama berkemih, untuk
memperbaiki bentuk penis, dan untuk memelihara keadekuatan
seksual. Hal ini biasanya dilakukan antara usia 6 dan 12 tahun
dengan satu atau dua tahap perbaikan.

12
4) Jelaskan hasil bedah kosmetik yang diharapkan; orang tua dan anak
dapat merasa sangat kecewa dengan kecacatan fisik ini.
5) Pantau asupan dan haluaran cairan dan pola urine, anjurkan banyak
minum, pertahankan kepatenan, dan awasi tindakan pencegahan
infeksi jika anak dikateterisasi.
6) Persiapkan orang tua dan anak untuk pengalihan urine, jika perlu,
sementara meatus baru dibuat.
7) Ajarkan orang tua bagaimana merawat kateter menetap, jika perlu.

11. KOMPLIKASI
Komplikasi yang biasa terjadi antara lain striktur uretra (terutama pada
sambungan meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat)
atau fistula.
a. Infertility
b. Resiko hernia inguinalis
c. Gangguan psikososial

Sedangkan komplikasi yang sering terjadi setelah di lakukannya


operasi diantaranya :

a. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat


bervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah dibawah kulit,
yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska
operasi.
b. Sturktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh
angulasi dari anastomosis.

13
c. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulang atau pembentukan batu saat pubertas.
d. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan
sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu
tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %.
e. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau
pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat
jarang.
f. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau
adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

B. PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
1) Usia
2) Jenis kelamin
b. Keluhan Utama
Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau
didasar penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti
berkerudung karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika
berkemih anak harus duduk.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang
2) Riwayat Penyakit Dahulu

14
d. Eliminasi
Anak laki-laki dengan hipospadia akan mengalami kesukaran dalam
mengarahkan aliran urinnya, bergantung pada keparahan anomali,
penderita mungkin perlu mengeluarkan urin dalam posisi duduk.
Konstriksi lubang abnormal menyebabkan obstruksi urin parsial dan
disertai oleh peningkatan insiden ISK
e. Hygiene Personal
Dibantu oleh perawat dan keluarga
f. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Perkemihan
a) Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau
pembesaran pada ginjal.
b) Kaji fungsi perkemihan
c) Dysuria setelah operasi
2) Sistem Reproduksi
a) Adanya lekukan pada ujung penis
b) Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
c) Terbukanya uretra pada ventral
d) Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis,
perdarahan, drinage.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik akibat pembedahan
b. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan abnormal meatus uretra
c. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur atau fungsi
penis
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur prosedur invasive
e. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan
gerak

15
f. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, tindakan operasi yang
akan di lakukan
g. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi
tentang prosedur pengobatan yang akan di lakukan

16
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL


1. Nyeri akut 1. Kaji keluhan nyeri dengan 1. Pendekatan komprehensif
berhubungan pendekatan PQRST dapat membantu
dengan cidera fisik 2. Berikan anak posisi nyaman menyusun intervensi
akibat pembedahan 3. Ajarkan anak teknik napas 2. Posisi semi fowler dengan
dalam ketika nyeri muncul kaki difleksikan akan
4. Anjurkan orangtua untuk membantu mengurangi
menggunakan teknik tegangan pada otot perut
pengalihan perhatian sehingga mengurangi
5. Kolaborasi dengan dokter nyeri
pemberian analgesik 3. Teknik napas dalam
membantu merelaksasikan
otot perut dan mengurangi
nyeri
4. Pengalihan perhatian
dapat membantu
mengurangi nyeri dan
ketergantungan pada
analgesic
5. Obat analgesik dapat
menghambat respon nyeri
dalam tubuh
2. Gangguan eliminasi 1. Pantau status pola berkemih 1. Pengukuran asupan dan
urin berhubungan anak, dokumentasikan dan haluaran yang akurat
dengan abnormal laporkan asupan dan haluaran sangat penting untuk
meatus uretra 2. Berikan perawatan untuk pemberian terapi
kondisi perkemihan anak penggantian cairan yang
dengan tepat dan sesuai benar

17
program; pantau kemajuannya 2. Untuk membantu
3. Jelaskan kepada anak dan mendukung pemulihan
anggota keluarga atau 3. untuk meningkatkan
pasangan tentang alasan terapi pemahaman anak dan
dan efek yang diharapkan membangun rasa percaya
4. Bantu anak dalam tindakan kepada pemberi asuhan
higine umum dan kenyamanan 4. Kebersihan mencegah
sesuai kebutuhan pertumbuhan bakteri dan
5. Berikan obat nyeri yang meningkatkan
diprogramkan dan pantau kenyamanan
kefektifannya 5. kesadaran bahwa nyeri
dapat diredakan akan
menurunkan intensitas
nyeri, yaitu melalui
penurunan ketegangan
akibat ansietas
3. Disfungsi seksual 1. Sediakan lingkungan yang 1. untuk bertanya hal khusus
berhubungan tidak mengancam dan dorong yang berkaitan keadaan
dengan perubahan pasien untuk bertanya tentang saat ini
struktur atau fungsi seksualitas pribadi 2. Tindakan ini
penis 2. Berikan kesempatan Pasien meningkatkan komunikasi
untuk mengungkapkan dan pemahaman diantara
perasaan cecara terbuka dalam pasien dan pemberi
lingkungan yang tidak asuhan keperawatan
mengancam 3. Tindakan ini membantu
3. Berikan jadwal untuk pasien memfokuskan pada
pertanyaan khusus masalah khusus
4. Berikan waktu untuk privasi Mengklarifikasi kesalah
5. Anjurkan kpeda pasien untuk pahaman dan membangun

18
mendiskusikan keluhan dengan kepercayaan kepada
suami/ istri atau pasangan pemberi asuhan
sediakan waktu dan 4. Untuk menunjukan respek
lingkungan yang kondusif kepada pasien,
untuk komunikasi pasien dan memberikan waktu untuk
suami/ istri/ pasangan intropeksi dan
6. Berikan dukungan untuk memberikan pasien
suami/ istri atau pasangan kontrol waktu untuk
7. Berikan Edukasi kepada pasien berintraksi kepada orang
dan suami/ istri atau pasangan lain
tentang keterbatasan akibat 5. Untuk berbagai keluhan
kondisi fisik saat ini dan memperkuat
8. Sarankan rujukan ke konselor hubungan
seksual atau frofesi lainnya 6. Untuk
untuk mendapatkan panduan mengkomunikasikan
selanjutnya keluhan, perhatian, dan
penerimaan
7. Edukasi mengenai
keterbatasan akibat
penyakit yang diderita
yang berdampak kepada
aktivitas seksual dapat
membantu pasien
menhindari komplikasi
atau cidera
8. Untuk memberikan
sumber -sumber
penunjang kelanjutan

19
terapi bagi pasien
4. Resiko tinggi 1. Gunakan tekni aseptic yang 1. untuk ,menghindari
infeksi tepat pada saat memasukan penyebaran pathogen
berhubungan kateter dan perawatan luka 2. untuk membantu
dengan prosedur 2. Ganti selang kateter dan mencegah pathogen
prosedur invasive berikan perawatan daerah masuk dalam tubuh
genitalia setiap 24-48 jam atau 3. untuk membantu
sesuai kebijakan yang menipiskan sekresi
ditetapkan di rumah sakit mukosa
3. Anjurkan asupan cairan sesuai 4. tindakan ini membantu
dengan berat badan pasien menstabilkan berat badan,
setiap hari meningkatkan tonus dan
4. Asupan yang adekuat, berikan massa otot serta
suplemen tinggi protein bila membantu penyembuhan
tidak ada kontra indikasi luka
5. Hambatan MANDIRI : 1. ROM aktif dapat
mobilitas fisik 1. Kaji tingkat kemampuan ROM membantu dalam
berhubungan aktif pasien mempertahankan/
dengan program 2. Anjurkan pasien untuk meningkatkan kekuatan
pembatasan gerak melakukan body mechanic dan dan kelenturan otot, dan
ambulasi mencegah kontraktur dan
3. Berikan sokongan (support) kekakuan sendi
pada ekstremitas yang luka 2. Body mechanic dan
4. Ajarkan cara-cara yang benar ambulasi merupakan
dalam melakukan macam- usaha koordinasi diri
macam mobilisasi seperti body muskuloskeletal dan
mechanic ROM aktif, dan sistem saraf untuk
ambulasi mempertahankan
KOLABORASI : keseimbangan yang tepat

20
5. Kolaborasi dengan fisioterapi 3. Memberikan sokongan
dalam penanganan traksi yang pada ekstremitas yang
boleh digerakkan dan yang luka dapat mingkatkan
belum boleh digerakkan kerja vena, menurunkan
edema, dan mengurangi
rasa nyeri
4. Agar pasien terhindar dari
kerusakan kembali pada
ekstremitas yang luka
5. Penanganan yang tepat
dapat mempercepat waktu
penyembuhan
6. Ansietas Anxiety Reduction Anxiety Reduction
berhubungan 1. Mendengarkan penyebab 1. Klien dapat
dengan krisis kecemasan klien dengan penuh mengungkapkan penyebab
situasional, perhatian kecemasannya sehingga
tindakan operasi 2. Observasi tanda verbal dan perawat dapat menentukan
yang akan di non verbal dari kecemasan tingkat kecemasan klien
lakukan klien dan menentukan intervensi
Calming Technique untuk klien selanjutnya.
1. Menganjurkan keluarga untuk 2. Mengobservasi tanda
tetap mendampingi klien verbal dan non verbal dari
2. Mengurangi atau kecemasan klien dapat
menghilangkan rangsangan mengetahui tingkat
yang menyebabkan kecemasan kecemasan yang klien
pada klien alami
Coping enhancement Calming Technique
1. Meningkatkan pengetahuan 1. Dukungan keluarga dapat
klien mengenai glaucoma. memperkuat mekanisme

21
2. Menginstruksikan klien untuk koping klien sehingga
menggunakan tekhnik tingkat ansietasnya
relaksasi berkurang
2. Pengurangan atau
penghilangan rangsang
penyebab kecemasan
dapat meningkatkan
ketenangan pada klien dan
mengurangi tingkat
kecemasannya
Coping enhancement
1. Peningkatan pengetahuan
tentang penyakit yang
dialami klien dapat
membangun mekanisme
koping klien terhadap
kecemasan yang
dialaminya
2. tekhnik relaksasi yang
diberikan pada klien dapat
mengurangi ansietas
7. Defisiensi 1. Kaji pengetahuan klien 1. Mempermudah dalam
pengetahuan tentang penyakitnya memberikan penjelasan
berhubungan 2. Jelaskan tentang proses pada klien
dengan penyakit (tanda dan gejala), 2. Meningkatan pengetahuan
keterbatasan identifikasi kemungkinan dan mengurangi cemas
informasi tentang penyebab. Jelaskan kondisi 3. Mempermudah intervensi
prosedur tentangklien 4. Mencegah keparahan
pengobatan yang 3. Jelaskan tentang program penyakit

22
akan di lakukan pengobatan dan alternatif 5. Memberi gambaran
pengobantan tentang pilihan terapi yang
4. Diskusikan perubahan gaya bisa digunakan
hidup yang mungkin
digunakan untuk mencegah
komplikasi
5. Diskusikan tentang terapi dan
pilihannya

23
C. DISCHARGE PLANNING
1. Konsultasikan rencana perjalanan tindakan dengan dokter. Karena
hipospadia tidak boleh di sirkumsisi.
2. Jika tidak dilakukan tindakan pembedahan chordea akan menghalang
hubungan seksual dan dapat menyebabkan infertilitas serta menyebabkan
kesulitan dalam mengatur aliran urin, dan seringterjadi kriptorkidisme.
3. Karena tindakan operasi tidak bisa dilakukan satu kali diharapkan keluarg
dapat memberikan dukungan kepada penderita.

D. EVIDANCE BASED-PRACTICE TERKAIT


Judul jurnal yang kelompok ambil “Tipe hipospadia proksimal merupakan faktor
risiko pancaran urin yang lemah pada pasien hipospadia pasca uretroplasti teknik
tubularized incised plate” . yang ditulis oleh Yulius Wimbo Sinadhi Saksono,
Nyoman Tigeh Suryadhi, Gede Wirya Kusuma Duarsa. Sampel yang digunakan
peneliti: pasien hipospadia yang telah dioperasi di RSUP Sanglah sejak Januari
2012 – Desember 2015. Adapun hasil penelitian, pada pasien dengan hipospadia
tipe proksimal yang dilakukan Komplikasi setelah tindakan operasi adalah hal
yang lazim terjadi dan sebisa mungkin dicegah atau pun dihindari. Pada
uretroplasti pasien hipospadia komplikasi yang muncul lebih tinggi dibandingkan
dengan teknik rekonstruksi lainnya. Insidensinya dilaporkan sekitar 6-30%
tergantung dari derajat hipospadianya. Berdasarkan analisis data di atas
didapatkan tipe hipospadia proksimal secara signifikan mempengaruhi terjadinya
pancaran urin yang lemah pada pasien hipospadia pasca operasi uretroplasti
teknik TIP. Pembahasan jurnal, Penatalaksanaan satu-satunya untuk kondisi ini
adalah dengan operasi, yang bertujuan untuk memperbaiki secara fungsional dan
kosmetik. Teknik operasi yang paling banyak digunakan saat ini adalah yang
diperkenalkan oleh Snodgrass tahun 1994, yaitu teknik tubularized incised plate
(TIP). Secara umum tekniknya adalah dengan melakukan insisi midline sampai
ke urethral plate melebarkannya sampai mencukupi untuk dibentuk menjadi neo

24
urethra. Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa teknik ini memberikan angka
komplikasi yang cukup rendah dan angka keberhasilan yang cukup tinggi.
Hipospadia tipe proksimal disebutkan berhubungan dengan risiko terjadi
komplikasi yang lebih besar dibandingkan letak yang lebih distal karena
pembentukan uretra baru akan lebih panjang, dengan risiko terjadinya kegagalan
yang lebih tinggi.
Kelebihan: terdapat tabel karakteristik subyek berdasarkan pancaran urin,
karakteristik qmax berdasarkan tipe hipospadia, hasil analisis bivariabel
hipospadia proksimal merupakan faktor risiko pancaran urin yang lemah pada
pasien hipospadia pasca uretroplasti teknik tubularized incised plate
Kekurangan: tidak ada penjelasan mengenai tindakan operasi dengan teknik
tubularized incised plate (TIP) itu seperti apa.

25
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hipospadia merupakan suatu kelainan kongenital yang dapat di deteksi
ketika atau segera setelah bayi lahir, atau instilah lainya yaitu adanya kelainan
pada muara uretra pria. Dan biasanya tampak disisi ventral batang penis.
Kelainan tersebut sering diasosiasikan sebagai suatu chordee yaitu penis yang
menekuk kebawah
Terapi untuk hipospadia adalah dengan pembedahan untuk
mengembalikan penampilan dan fungsi normal penis. Pembedahan biasanya
tidak di jadwalkan sampai bayi berusia 1-2th ketika ukuran penis dinyatakan
sebagai ukuran yang layak di operasi. Komplikasi potensial mliputi infeksi
dan obstruksi uretra
B. SARAN
1. Bagi instansi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit)
Sebaiknya Rumah Sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan yang
baik serta mampu menyediakan fasilitas atau sarana dan prasarana dan
memadai yang dapat membantu kesembuhan pasien sehingga dapat
meningkatkan mutu pelayanan yang optimal pada umumnya dan pada
pasien dengan Hipospadia.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Sebaiknya para perawat memiliki tanggung jawab dan
keterampilan yang baik dalam memberikan Asuhan Keperawatan serta
mampu menjalin kerja sama dengan tim kesehatan lainnya, serta
keluarga pasien karena denga bekerjasama dapat membantu
kesembuhan pasien serta memenuhi kebutuhan dasarnya.

26
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. 2015, Aplikasi asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta : MediAction

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:


Salemba Medika

T. Heather H. Shigemi K. 2015-2017. Nanda International Diagnosis Keperawatan


Definisi & Klasifikasi. Jakarta: EGC

Wilkinson M. Judith & Nancy R. Ahern. 2010. Buku saku diagnosis keperawatan
edisi 9.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai