Anda di halaman 1dari 9

PENGUKURAN AUDIOMETRI

A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengopresikan alat audiometri.
2. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran audiometri.
3. Mahasiwa mampu melakukan kegiatan pemeriksaan audiometri untuk
menentukan ambang dengar.
4. Mahasiswa nanpu menganalisa hasil audiometri.

B. Latar Belakang
Gangguan pendengaran adalah gangguan sensoris pada telinga yang terjadi
dengan penurunan kualitas dan kuantitas suara yang diterima pemilik telinga.
Gangguan pendengaran bisa karena sudah memasuki usia lanjut, atau bisa
dikarenakan terpapar kebisingan setiap harinya akibat aktivitas yang
dilakukan (Ali, 2006).
Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia kira-kira
dari 20 Hz sampai 20.000 Hz pada amplitudo umum dengan berbagai variasi
dalam kurva responsnya. Suara yang sangat keras menyebabkan kerusakan
pada sel rambut, karena sel rambut yang rusak tidak dapat tumbuh lagi maka
bisa terjadi kerusakan sel rambut progresif dan berkurangnya pendengaran
(wikipedia, 2013).
Menurut Ali (2006) survei dari Multi Center Studi (MCS) menyebutkan
bahwa Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara dengan prevalensi
gangguan pendengaran cukup tinggi, yakni 4,6%. Sementara itu, tiga negara
lainnya, yakni Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan India (6,3%).
Besarnya tingkat prevalensi gangguan pendengaran di Indonesia menjadi
referensi bahwa harus diadakan pencegahan dan pengendalian lebih cepat.
Peralatan elektronik untuk menguji pendengaran dengan ukuran decibel
(dB) adalah audiometer. Audiometer diperlukan untuk mengukur ketajaman
pendengaran. Audiometer digunakan untuk untuk mengukur ambang
pendengaran,  mengindikasikan kehilangan pendengaran. Pembacaan dapat
dilakukan secara manual atau otomatis, mencatat kemampuan pendengaran
setiap telinga pada deret frekuensi yang berbeda,   menghasilkan audiogram
(grafik ambang pendengaran untuk masing-masing telinga pada suatu rentang
frekuensi). Pengujian pendengaran perlu dilakukan di dalam ruangan kedap
bunyi namun di ruang yang hening juga hasilnya memuaskan (Tim
pengembang ilmu pendidikan FIP, UPI, 2007).
Gagguan pendengaran dapat disebakan karena terpapar kebisingan di
tempat kerja. Menurut Nuridin (2012), survai yang dilakukan oleh Hendarmin
dalam tahun yang sama pada Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik
es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat gangguan pendengaran pada 50%
jumlah karyawan disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10
dB pada karyawan yang telah bekerja terus-menerus selama 5-10 tahun.
Dari data yang didapatkan diatas, maka pada praktikum kali ini, akan
dilakukan pengukuran audiometri dengan alat audiometer. Pengukuran ini
dilakuka agar mahasiswa dapat mengetahui nilai ambang dengar dan dapat
mencegah terjadinya gangguan pendengaran.

C. Alat dan Bahan


1. Audiometer
2. Lembar data pemeriksaan.
3. Ruangan workshop
D. Cara Kerja
1. Berikan instruksi yang jelas dan tepat. Probandus perlu mengetahui
apa yang harus didengar dan respon apa yang harus diberikan jika
mendengar nada.
2. Pasang headphone dengan posisi warna merah untuk telinga kanan
dan warna biru untuk telinga kir.
3. Pemeriksaan dimulai dengan telinga kanan, dimulai pada frekuensi
8000 Hz dengan instensitas 70 dB. bila orang yang diperiksa
mendengar maka ia akan menekan tombol sinyal dan petunjuk lampu
akan menyala.
4. Turunkan secara bertahap intensitasnya, sampai orangnya tidak
mendengar.
5. Kemudian naikkan lagi intensitas suara dengan setiap kenaikan
sebesar 5 dB sampai orang yang diperiksakan mendengar lagi. berikan
rangsangan sampai 3 kali bila respon hanya 1 kali dari 3 kali test maka
naikkan lagi 5 dB dan berikan rangsangan 3 kali. Bila telah didapat
respon yang tetap maka perpaduan antara penurunan dan penambahan
merupakan batas ambang dengar.
6. Setelah intensitas pendengaran sudah mencapai NAB, turunkan lagi
frekuensinya ke 4000 Hz dengan intensitas 70 dB. lakukan hal
tersebut sampai frekunsinya 500 Hz.
7. Catat hasil dalam lembar data pemeriksaan.

E. Hasil
- Responden 1 Telinga Kanan dan Kiri

500 2000 4000 8000


kanan kanan kanan kanan
-10
-5
0
5
10
15
20 √
25
30 √ √
35
40 √ √ √
45
50 √ √ √ √
55 √
60 √ √ √ √
65
70 √ √ √ √

500 2000 4000 8000


kiri kiri kiri Kiri
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30 √
35
40 √ √ √
45
50 √ √ √ √
55 √
60 √ √ √ √
65
70 √ √ √ √
- Responden 2 Telinga Kanan dan Kiri

500 2000 4000 8000


kanan kanan kanan Kanan
-10
-5
0
5
10
15 √
20 √ √ √
25 √
30 √ √
35 √
40 √ √ √
45 √
50 √ √ √ √
55
60 √ √ √ √
65
70 √ √ √ √
-

500 2000 4000 8000


kiri kiri kiri Kiri
-10
-5
0
5
10
15
20 √ √ √
25 √
30 √ √
35 √
40 √ √ √
45 √
50 √ √ √ √
55
60 √ √ √ √
65
70 √ √ √ √
- Responden 3 Telinga Kanan dan Kiri

500 2000 4000 8000


kanan kanan kanan Kanan
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30 √
35
40 √ √ √
45 √
50 √ √ √ √
55
60 √ √ √ √
65
70 √ √ √ √

500 2000 4000 8000


kiri Kiri kiri Kiri
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30 √ √
35
40 √ √ √
45
50 √ √ √
55
60 √ √ √ √
65
70 √ √ √ √
F. Pembahasan
Hasil yang didapatkan pada responden 1, nilai ambang dengar telinga
kanan dari frekuensi 500-8000 Hz, mengalami peningkatan. Dari frekuensi
500 Hz, responden nilai ambang dengarnya 50 dB, namun dari frekuensi 8000
Hz nilai ambang dengarnya 20 dB.
Untuk responden 2, nilai ambang dengar telinga kanan dari frekuensi 500-
8000 Hz, mengalami peningkatan. Walaupun pada frekuensi 2000-8000 Hz
nilai ambang dengarnya sama yaitu sebesar 20 dB. Untuk responden 3 nilai
ambang dengar telinga kanan dari frekuensi 500-2000 Hz mengalami
peningkatan. Namun dari 2000-8000 Hz mengalami penurunan nilai ambang
dengar. Nilai ambang dengar pada frekuensi 2000 Hz adalah 30 dB.
sedangkan pada frekuensi 4000-8000 nilai ambang dengarnya adalah 40 dB.
Untuk responden 1, nilai ambang dengar telinga kiri dari frekuensi 500-
8000 Hz menglami peningkatan. Dari frekuensi 500 Hz, nilai ambang
dengarnya 50 dB. Pada frekuensi 2000-4000 Hz nilai ambang dengarnya
sama yaitu 40 dB, sedangkan pada frekuensi 8000 Hz, nilai ambang
dengarnya 30 dB. Untuk responden 2, nilai ambang dengar telinga kiri dari
frekuensi 500-8000 Hz mengalami peningkatan. Frekuensi 500 Hz nilai
ambang dengarnya adalah 40, dan frekuensi 2000-8000 Hz, nilai ambang
dengarnya sama yaitu 20 dB.
Pada responden 3, nilai ambang dengar telinga kiri dari frekuensi 500-
8000 Hz mengalami peningkatan dan penurunan. Pada frekunsi 500 Hz nilai
ambang dengarnya adalah 60 dB. Namun pada frekunsi 2000 Hz, nilai
ambang dengarnya mengalami peningkatan menjadi 30 dB. Setelah
mengalami peningkatan pada frekuensi 2000 Hz, terjadi penurunan pada
frekeunsi 4000 Hz dengan nilai ambang dengarnya adalah 40 dB. Pada
frekuensi 8000 Hz, nilai ambang dengarnya mengalami peningkatan yaitu
dengan nilai ambang dengarnya 30 dB.
Dari hasil yang didapatkan terdapat nilai ambang dengar yang berbeda dari
responden. Terlihat pula perbedaan antara nilai ambang dengar telinga kanan
dan kiri.untuk responden 1 tingkat kepekaan elinganya lebih peka pada
telinga kanan dibandingkan dengan telinga kiri. Pada responden 2 juga
kepekaan telinga lebih peka yang telinga kanan dibandingkan telinga kiri.
Responden 3 juga kepekaan telinga lebih peka yang telinga kanannya
dibandingkan telinga kiri.
Menurut permenakertrans no 25 tahun 2008, tentang pedoman diagnosis
dan penilaian cacat karena kecelakaan penyakit akibat kerja, telinga normal ,
ambang dengar tidak melebihi dari 25 dB dengan frekuensi
500,1000,2000,4000 Hz. Untuk responden 1 responden nilai ambang
dengarnya sesuai dengan nilai ambang normal pada frekuensi 4000 Hz.
Namun untuk fekuensi 500-2000 Hz nilai ambang dengarnya tidak normal.
Pada responden 2 telinga kanan nya nilai ambangnya sesuai dengan nilai
ambang normal, pada frekuensi 2000-4000 Hz. Sedangakan pada frekuensi
500 Hz, nilai ambangnya tidak normla. Untuk responden 3 untuk telinga
kanannya nilai ambang dengarnya melebih 25 dB. Ini menandakan bahwa
responden 3 mengalami tuli ringan.
Untuk telinga kiri pada resonden 1 dan 3, nilai ambang dengarnya
melebihi nilai ambang normal. Dan pada responden 2 pada frekuensi 2000-
4000 Hz, nilai ambangnya normal. Namun pada frekuensi 500 Hz, nilai
ambangnya melebihi nilai ambang normal.
Dari ke- 3 responden tersebut, dimungkinkan mengalami gangguan
pendengaran. Namun dikarenakan situasi yang terjadi pada saat praktikum
tidak kondusif, seperti tidak mengukur audiometri di ruangan yang senyap,
respon responden yang lambat dan banyaknya mahasiswa yang ngobrol
dengan suara yang cukup keras, maka hasil yang didapatkan tidak terlalu
valid.
Namun pencegahan gangguan pendengaran dapat dilakukan dengan
penggunaan APD seperti earmuf, ear plug, apabila bekerja di tempat yang
memiliki kebisingan, dan pemeriksaan berkala dengan adiometri.
G. Kesimpulan
Menurut permenakertrans no 25 tahun 2008, tentang pedoman diagnosis
dan penilaian cacat karena kecelakaan penyakit akibat kerja, telinga normal ,
ambang dengar tidak melebihi dari 25 dB dengan frekuensi
500,1000,2000,4000 Hz. Untuk responden 1 nilai ambang dengarnya sesuai
dengan nilai ambang normal pada frekuensi 4000 Hz. Namun untuk fekuensi
500-2000 Hz nilai ambang dengarnya tidak normal. Pada responden 2 telinga
kanan nya nilai ambangnya sesuai dengan nilai ambang normal, pada
frekuensi 2000-4000 Hz. Sedangakan pada frekuensi 500 Hz, nilai
ambangnya tidak normla. Untuk responden 3 untuk telinga kanannya nilai
ambang dengarnya melebih 25 dB. Ini menandakan bahwa responden 3
mengalami tuli ringan.
Untuk telinga kiri pada resonden 1 dan 3, nilai ambang dengarnya
melebihi nilai ambang normal. Dan pada responden 2 pada frekuensi 2000-
4000 Hz, nilai ambangnya normal. Namun pada frekuensi 500 Hz, nilai
ambangnya melebihi nilai ambang normal.
Dari ke- 3 responden tersebut, dimungkinkan mengalami gangguan
pendengaran. Namun dikarenakan situasi yang terjadi pada saat praktikum
tidak kondusif, seperti tidak mengukur audiometri di ruangan yang senyap,
respon responden yang lambat dan banyaknya mahasiswa yang ngobrol
dengan suara yang cukup keras, maka hasil yang didapatkan tidak terlalu
valid.
Namun pencegahan gangguan pendengaran dapat dilakukan dengan
penggunaan APD seperti earmuf, ear plug, apabila bekerja di tempat yang
memiliki kebisingan, dan pemeriksaan berkala dengan adiometri.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Iskandar. 2006. Mengatasi gangguan pada telinga dengan tanaman obat.
Depok: PT Agro Media Pustaka.
Nurudin, M. 2012. Kebisingan dan Pencegahannya. Online
(https://nuruddinmh.wordpress.com/2012/11/18/kebisingan-dan-
pencegahannya/). Diakses tanggal 18 November 2015.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
Per_25/MEN/XII/2008 tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat
Karena Kecelakaan dan Peyakit Akibat Kerja.
Tim pengembang ilmu pendidikan FIP, UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidkan.
Jakarata : PT. IMTIMA.
Wikipedia. 2013. Bunyi. Online (https://id.wikipedia.org/wiki/Bunyi). Diakses
tanggal 18 November 2015.

Anda mungkin juga menyukai