1. DEFINISI
Osteoarthritis adalah suatu gangguan persendian, dimana terjadi perubahan
berkurangnya tulang rawan sendi dan terjadi hipertrofi tulang hingga terbentuk tonjolan
tulang pada permukaan sendi atau osteofit. Pada tahap awal, nyeri sendi timbul bila selesai
latihan fisik berat, dan hilang seusai berolahraga. Keluhan kemudian berlanjut menjadi
kekakuan sendi sewaktu bangun pagi yang hilang dalam waktu 15-30 menit dan makin
berkurang setelah digerakkan. (Yatim,2006).
Penyakit ini merupakan kondisi kelainan dengan masalah yang sering dikeluhkan
adalah nyerinya, terutama untuk orang yang sudah berumur. Nyeri ini bervariasi dari ringan
sampai parah, dimana kondisi ini bisa sangat membatasi kegiatan penderita. Kondisi ini
biasanya ditandai dengan nyeri dan kekakuan, hal ini sangat mempengaruhi kualitas hidup
penderita. Bagian tulang yang membentuk sendi biasanya dilindungi dengan bantalan tulang
rawan yang menjadi pelindung saat bergerak, kemudian bantalan ini dilindungi oleh selaput
sendi yang mengandung cairan sendi sebagai pelumas sehingga dapat leluasa untuk
digerakkan. Pada penderita penyakit ini bantalannya tidak berfungsi sebagaimana mestinya
sehingga menyebabkan nyeri saat tulang bergesekan, dan lama kelamaan dapat menyebabkan
radang. Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan oa ini, yang bisa dilakukan adalah
meningkatkan kualitas hidup pasien, serta mencegah perburukannya (Krishna,2013).
2. EPIDEMIOLOGI
Osteoatritis (OA) merupakan penyakit yang paling sering terjadi di dunia yang mengenai
sekitar 77% populasi Amerika Serikat dengan 60% sampai 70% adalah orang berusia lebih
dari 65 tahun. Hal ini terjadi karena terdapat peningkatan risiko seiring dengan pertambahan
usia (prevalensi meningkat dengan cepat pada populasi lansia). Pola penurunan autosomal
dominan telah terindentifikasi pada kelompok osteoarthritis tertentu yakni osteoarthritis
general primer berhubungan dengan antigen limfosit manusia (human lymphocyte antigen,
HLA) A1 B8 tipe haploid, kondrokalsinosisfamilial (deposisi kristal pada sendi) dan
kondrodisplasia. Beberapa gen dikaitkan dengan berbagai perubahan dalam komponen
kartilago misalnya mutasi pada kromosom 12 [COL2A1] terkait dengan abnormalitas
kolagen tipe II. Faktor risiko dari osteoarthritis primer ini sendiri meliputi peningkatan usia,
obesitas, penggunaan sendi yang berlebihan berulang kali, imobilisasi, dan peningkatan
densitas tulang (kurang perendaman benturan) (Brashers, 2001).
3. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya, OA dapat dibagi menjadi dua, yaitu OA primer dan OA
sekunder. Pada OA primer atau OA idiopatik, tidak dapat diketahui penyebabnya, sehingga
tidak berhubungan dengan penyakit sistemik, inflamasi maupun perubahan local pada sendi.
Sementara itu, OA sekunder merupaka OA yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Usia
Semakin lanjut usia seseorang, umumnya semakin besar resiko terjadinya
osteoarthritis pada lutut. Hal ini dikarenakan pada usia lanjut, lutut yang sering
digunakan sebagai penumpu berat badan akan sering mengalami tekanan serta gesekan
yang menyebabkan kartilago pelapi tulang pada sendi akan semakin terkikis dan
rentan terjadi degenerasi
2. Obesitas
Berat badan berlebih akan menambah tekanan serta beban pada lutut yang akan
menyebabkan kerusakan pada tulang secara terus menerus
3. Faktor bawaan
Struktur tulang rawan pada sendi serta permukaan sendi yang tidak teratur yang
dimiliki seseorang sebagai faktor bawaan dapat menyebabkan osteoarthritis lutut
4. Trauma
Benturan maupun cedera pada sendi lutut dapat menyebabkan kerusakan serta
kelainan pada struktur lutut
5. Kesegarisan tungkai
Sudut antara femur dan tibia yang > 180 derajad dapat berakibat beban tumpuan yang
disangga oleh sendi lutut menjadi tidak merata dan terlokalisir di salah satu sisi saja,
dimana pada sisi yang beban tumpuannya lebih besar akan beresiko lebih besar terjadi
kerusakan
6. Pekerjaan dan aktivitas sehari-hari
Pekerjaan dan akifitas yang banyak melibatkan gerakan lutut juga merupakan salah
satu penyebab osteoarthritis pada lutut
4. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal, kartilago persendian berfungsi untuk menyerap tekanan pada
persendian dan memberikan bantalan sehingga terjadi gerakan yang bebas gesekan antar
tulang pada persendian (Petty, 2004). Struktur utama kartilago adalah sel kartilago
[chondrosil) dan matriks kartilago. Matriks terdiri atas air, proteoglikan dan kolagen
(Cote.2001: 496).
Secara histologis, proses kerusakan strukur kartilago pada OA disebabkan oleh trauma
mekanis yang dapat menimbulkan cedera pada sel chondrosit (Ross, 1997). Chondrosil
mengadakan respons dengan mengeluarkan enzim proteolitik seperti protease, cathepsin,
collagenase dan metalloprotease. Enzim-enzim ini mengubah matriks kartilago, membentuk
struktur yang lebih kecil, menurunkan kekentalan matriks yang akhimya menurunkan
kemampuan biomekanis kartilago (Ross. 1997). Kecepatan pengeluaran enzim dan
katabolisme matriks pada OA jauh melampaui proses yang terjadi pada sendi normal.
5. Latihan Aerobik
Latihan aerobik meliputi berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobik, dan
latihan aerobik dikolam renang dengan meningkatkan kapasitas aerobik, memperkuat
otot, menigkatkan ketahanan, mengurangi berat badan dan mengurangi konsumsi obat
pada pasien osteoartritis. Pemilihan aktivitas aerobik tergantung dari status penyakit,
stabilitas sendi, sumber daya dan minat pasien. Latihan aerobik dikolam air hangat dapat
mengurangi nyeri otot dan sendi , mengurangi beban sendi, meningkatkan gerakan yang
tidak menimbulkan nyeri, dan memperkuat otot disekitar sendi yang sakit (Ambardini,
2007).
6. TERAPI FARMAKOLOGI
1. Ibuprofen 4 x 1, 400mg = NSAID untuk inflamasi pasien
2. Coditam 4 x 1, 60 mg = Analgesik pasien (pasien mengalami nyeri neural central).
Mekanisme :
codein : hambat reseptor opioid yang efeknya partial, terjadi inhibisi impuls sehingga
menghambat eksitatory.
Paracetamol : meningkatkan ambang batas nyeri dengan menghambat cox
3. Bila pasien inflamasi lagi, berikan ibuprofen lagi dengan dosis yang sama. Bisa diberikan
dengan coditam atau paracetamol dosis 1 gram. Disarankan paracetamol diminum dengan
kopi atau teh karena akan meingkatkan efektifitas.
4. Bila pasien inflamasi dan nyeri perifer dapat diberikan kortikosteroid injeksi intra arterial.
5. Bila dengan pemberian kortikosteroid tidak ada perubahan, beri asam hyaluronat injeksi
intra arterial.
6. Glucosamine dan chondritin dapat diberikan sebagai suplemen, namun perlu diperhatikan
adanya reaksi alergi. Tanyakan pada pasien bila pasien mengalami alergi.
7. KASUS
Seorang wanita berusia 69 tahun (75kg/ 165cm) datang ke klinik dengan keluhan nyeri
kedua lutut yang semakin parah dalam beberapa tahun terakhir dengan lutut kanan lebih
parah sakitnya dari pada lutut kiri. Tidak terdapat kondisi spesifik yang menyebabkan nyeri
muncul namun nyeri tersebut semakin parah jika digunakan melakukan aktivitas dan nyeri
berkurang bila digunakan beristirahat. Nyeri terasa tajam seperti tusukan jika melakukan
aktivitas namun saat istirahat nyeri menjadi lebih ringan.
Pasien awalnya mendapatkan terapi modifikasi aktivitas, terapi fisik, dan NSAID yang
dirasa cukup mampu mengatasi nyeri hingga beberapa tahun. Meskipun demikian, nyeri
menjadi semakin berat dan pasien bahkan memerlukan beberapa kali injeksi kortikosteroid
intraartikular yang mampu memperbaiki gejala hingga beberapa bulan namun pada injeksi
yang terakhir dirasa hanya mampu mengurangi rasa sakit selama dua minggu saja. Oleh
sebab itu pasien datang ke klinik untuk mendiskusikan kondisinya.
Berdasarkan pemeriksaan fisik diketahui bahwa lutut kanan pasien terasa nyeri saat
dilakukan palpasi namun tidak terdapat luka. Kekuatan otot asien cukup baik dan ligamen
cukup stabil.
Hasil pemeriksaan x-rays menunjukkan adanya bilateral osteoartritis bagian
anteroposterior dan lateral. Dokter mendiagnosis bahwa nyeri yang dialami oleh pasien
merupakan nyeri neural sehingga dokter meresepkan coditam untuk mengatasi nyeri pasien
8. PEMBAHASAN
8.1 Subyektif
Seorang wanita berusia 69 tahun (75kg/ 165cm)
Keluhan nyeri kedua lutut yang semakin parah dalam beberapa tahun terakhir dengan
lutut kanan lebih parah sakitnya dari pada lutut kiri.
Nyeri muncul semakin parah jika digunakan melakukan aktivitas dan nyeri berkurang
bila digunakan beristirahat.
Nyeri terasa tajam seperti tusukan jika melakukan aktivitas namun saat istirahat nyeri
menjadi lebih ringan.
8.2 Obyektif
No
Kategori Gejala Klinik
.
Hasil Pemeriksaan x-rays menunjukkan adanya bilateral
1.
Laboratorium osteoarthritis bagian anteroposterior dan lteral
2. BMI 75 kg/(1,65m)2 = 27,548
Komentar dan Dilihat dari nilai BMI, pasien sudah tergolong
alasan preobesitas. Dimana keadaan ini merupakan salah satu
faktor resiko OA. Ketika pasien berjalan, beban berat
badan pasien akan tertumpu pada sendi di lutut sehingga
beban di sendi lutut bertambah.
8.3 Assesment
- Pemberian coditam atau analgesik lainnya yang diperlukan untuk mengatasi nyeri lutut
pasien. Namun, bila pasien mengalami reaksi inflamasi bisa ditambah NSAID seperti
ibuprofen
a) Coditam : Coditam terdiri dari Codein dan Paracetamol. Codein merupakan
golongan opioid yang akan bekerja di reseptor opioid pada SSP sehingga
mengurangi rasa nyeri, sedangkan untuk paracetamol akan bekerja di COX sentral
dengan menghambat COX3 sehingga meingkatkan ambang batas nyeri pasien.
Digunakan Coditam pada pasien karena pasien mengalami nyeri neural atau
tingkatan nyeri yang sudah sampai saraf pusat. Sehingga digunakan Coditam yang
bekerja pada system saraf pusat langsung, dimana penggunaan codein dengan
parasetamol memiliki efek analgesic yang lebih baik dibandingkan dengan
parasetamol dosis tungggal. Efek samping dari penggunaan coditam antara lain
hepatotoksik yang diakibatkan oleh parasetamol, sedangkan pada codein dapat
menyebabkan penurunan fungsi pernafasan/ depressi pernafasan, mual, muntah ,
hipotensi dan konstipasi.
b) NSAID : IBUPROFEN
8.4 Plan
a. Kompres dengan air hangat bila terasa kaku
b. Kompres dengan air dingin bila terasa nyeri
c. Penurunan berat badan. Karena ditinjau dari berat badan, pasien ini memiliki BMI
27,548 yang menunjukkan kategori overweight. Hal ini menyebabkan peningkatan
beban sendi sehingga mempercepat degradasi
d. Terapi fisik dapat dilakukan untuk pasien yaitu olahraga ringan seperti, yoga, jalan di
air, bersepeda atau menggunakan sepeda statis, atau bisa melakukan kegiatan lain
yang dirasa tidak menggunakan kaki sebagai tumpuan
.
DAFTAR PUSTAKA
American Geritrics Society. 2001. Exercise Prescription for Older Adult with Osteoarthritis
Pain: Consensus Practice Recommendation. JAGS; 49:808-23.
Brashers, Valentina L. 2001.Aplikasi Klinis Patofisiologis: Pemeriksaan dan Manajemen, Ed.2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Cote, L. G. (2001). "Management Osteoarthritis." Journal of the American Academy of Nurse
Practitioners (Tahun13,Nomor11) Hlm.495-499.
Deyle, G.D., Handerson, N.E., Matekel, R.L. 2000. Effectiveness of Manual Physical Therapy
and Exercise in Osteoarthritis of the Knee. A Randomized Controlled Trial. Ann Intern
Med, 132:178-81.
DiNubile, N.A. 1997. Osteoarthritis: How to Make Exercise Part of Your Treatment Plan. The
Physician and Sportmedicine, vol.25. no. 7: 1-10.
Fitzgerald, G.K. 2004. Role of Phyusical Thrapy in Management of Knee Osteoarthritis. Curr
Opin Rheumatol; 16:143-7.
Krishna, A,. 2013. Mengenali Keluhan Anda Info Kesehatan Umum untuk Masyarakat. Jakarta:
Informasi Media
Lee, A., Wong, W., & Wong, S. 2005. Clinical Guidlines of Managing Lower-limb
Osteoarthritis in Hongkong Primary Care Setting. Guidlines: 1-3.
Petty, N. J. (2004). Principles of Neiiromusculoskeletal Treatment and Management: a Guide
for Therapist. Edinburgh, Churchill Livingsto
Rasjad, C. 2012. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Penerbit Bintang Lamumpatue
Ross, C. (1997). "A Comparison of Osteoarthritis and Rhematoid Arthritis: Diagnosis and
Treatment." The Nurse Practitioner (Tahun 22, Nomor 9). Hlm.20-30.
Yatim,Faisal. 2006. Penyakit Tulang dan Persendian. Jakarta Pusat : Populer Obor.