Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTEK FARMAKOTERAPI SISTEM SARAF,

UROGENITAL DAN MUSKULOSKELETAL


OSTEOARTHRITIS
SEMESTER GANJIL

DISUSUN OLEH KELOMPOK A2


ANGGOTA:

Joshua Alexandro Milano Luluporo 165070501111007


Laili Rachmawati Suharto 165070507111015
Lintang Rizkian Nur Yuda 165070501111017
Meisi Ratna Atalya Loi 165070507111011
Nicmah Aprilia Iriani Putri 165070501111019
Novera Nurdiana 165070507111007
Novia Ariani 165070501111001
Putu Dewi Pradnya Paramitha 165070500111009
Salsabila Raniah 165070500111011
Shafira Nur Ilmi 165070500111017

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TAHUN AJARAN 2018/2019
PENYAKIT OSTEOARTHRITIS

1. DEFINISI
Osteoarthritis adalah suatu gangguan persendian, dimana terjadi perubahan
berkurangnya tulang rawan sendi dan terjadi hipertrofi tulang hingga terbentuk tonjolan
tulang pada permukaan sendi atau osteofit. Pada tahap awal, nyeri sendi timbul bila selesai
latihan fisik berat, dan hilang seusai berolahraga. Keluhan kemudian berlanjut menjadi
kekakuan sendi sewaktu bangun pagi yang hilang dalam waktu 15-30 menit dan makin
berkurang setelah digerakkan. (Yatim,2006).
Penyakit ini merupakan kondisi kelainan dengan masalah yang sering dikeluhkan
adalah nyerinya, terutama untuk orang yang sudah berumur. Nyeri ini bervariasi dari ringan
sampai parah, dimana kondisi ini bisa sangat membatasi kegiatan penderita. Kondisi ini
biasanya ditandai dengan nyeri dan kekakuan, hal ini sangat mempengaruhi kualitas hidup
penderita. Bagian tulang yang membentuk sendi biasanya dilindungi dengan bantalan tulang
rawan yang menjadi pelindung saat bergerak, kemudian bantalan ini dilindungi oleh selaput
sendi yang mengandung cairan sendi sebagai pelumas sehingga dapat leluasa untuk
digerakkan. Pada penderita penyakit ini bantalannya tidak berfungsi sebagaimana mestinya
sehingga menyebabkan nyeri saat tulang bergesekan, dan lama kelamaan dapat menyebabkan
radang. Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan oa ini, yang bisa dilakukan adalah
meningkatkan kualitas hidup pasien, serta mencegah perburukannya (Krishna,2013).

2. EPIDEMIOLOGI
Osteoatritis (OA) merupakan penyakit yang paling sering terjadi di dunia yang mengenai
sekitar 77% populasi Amerika Serikat dengan 60% sampai 70% adalah orang berusia lebih
dari 65 tahun. Hal ini terjadi karena terdapat peningkatan risiko seiring dengan pertambahan
usia (prevalensi meningkat dengan cepat pada populasi lansia). Pola penurunan autosomal
dominan telah terindentifikasi pada kelompok osteoarthritis tertentu yakni osteoarthritis
general primer berhubungan dengan antigen limfosit manusia (human lymphocyte antigen,
HLA) A1 B8 tipe haploid, kondrokalsinosisfamilial (deposisi kristal pada sendi) dan
kondrodisplasia. Beberapa gen dikaitkan dengan berbagai perubahan dalam komponen
kartilago misalnya mutasi  pada kromosom 12 [COL2A1] terkait dengan abnormalitas
kolagen tipe II. Faktor risiko dari osteoarthritis primer ini sendiri meliputi peningkatan usia,
obesitas,  penggunaan sendi yang berlebihan berulang kali, imobilisasi, dan peningkatan
densitas tulang (kurang perendaman benturan) (Brashers, 2001).

3. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya, OA dapat dibagi menjadi dua, yaitu OA primer dan OA
sekunder. Pada OA primer atau OA idiopatik, tidak dapat diketahui penyebabnya, sehingga
tidak berhubungan dengan penyakit sistemik, inflamasi maupun perubahan local pada sendi.
Sementara itu, OA sekunder merupaka OA yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Usia
Semakin lanjut usia seseorang, umumnya semakin besar resiko terjadinya
osteoarthritis pada lutut. Hal ini dikarenakan pada usia lanjut, lutut yang sering
digunakan sebagai penumpu berat badan akan sering mengalami tekanan serta gesekan
yang menyebabkan kartilago pelapi tulang pada sendi akan semakin terkikis dan
rentan terjadi degenerasi
2. Obesitas
Berat badan berlebih akan menambah tekanan serta beban pada lutut yang akan
menyebabkan kerusakan pada tulang secara terus menerus
3. Faktor bawaan
Struktur tulang rawan pada sendi serta permukaan sendi yang tidak teratur yang
dimiliki seseorang sebagai faktor bawaan dapat menyebabkan osteoarthritis lutut
4. Trauma
Benturan maupun cedera pada sendi lutut dapat menyebabkan kerusakan serta
kelainan pada struktur lutut
5. Kesegarisan tungkai
Sudut antara femur dan tibia yang > 180 derajad dapat berakibat beban tumpuan yang
disangga oleh sendi lutut menjadi tidak merata dan terlokalisir di salah satu sisi saja,
dimana pada sisi yang beban tumpuannya lebih besar akan beresiko lebih besar terjadi
kerusakan
6. Pekerjaan dan aktivitas sehari-hari
Pekerjaan dan akifitas yang banyak melibatkan gerakan lutut juga merupakan salah
satu penyebab osteoarthritis pada lutut
4. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal, kartilago persendian berfungsi untuk menyerap tekanan pada
persendian dan memberikan bantalan sehingga terjadi gerakan yang bebas gesekan antar
tulang pada persendian (Petty, 2004). Struktur utama kartilago adalah sel kartilago
[chondrosil) dan matriks kartilago. Matriks terdiri atas air, proteoglikan dan kolagen
(Cote.2001: 496).

Proteoglikan mengandung inti protein dengan rantai samping glikosaminoglikan.


Proteoglikan utama pada kartilago adalah kondroitin sulfat dan keratin sulfat. yang berfungsi
mendukung stabilitas dan kekuatan dari kartilago (Cote, 200). Dalam keadaan normal, matriks
kartilago setiap saat berubah secara dinamis untuk mencapai keseimbangan. Pada kartilago
terjadi proses remodeling secara berkesinambungan. Struktur matriks kartilago (kolagen dan
proteoglikan) secara teratur dirombak oleh enzim autolitik dan diperbarui oleh sel kartilago
(chondrosil) (Cote, 2001).

Pada prinsipnya, pada OA terjadi kerusakan atau kehilangan struktur kartilago


persendian. Kerusakan tersebut dikarenakan tekanan mekanis yang berlebihan pada sendi atau
dan terjadi abnormalitas proses remodeling struktur sendi (Petty, 2004). Sebagai respons dari
tekanan mekanis, pada persendian, terjadi erosi struktur kartilago dengan atau tanpa didani
pembentukan tonjolan tulang (osteofit) pada daerah subchondral (Ross, 1997). Persendian
yang sering mengalami OA biasanya merupakan persendian yang menumpu berat tubuh
[weighi-bearing joints). Proses OA yang terjadi bersifat lokal, progresif, dan kronis. Proses
pada OA terjadi secara progresif karena pada keadaan ini terjadi ketidakseimbangan antara
proses katabolisme dan perbaikan kartilago. Pada OA, matriks kartilago yang terbentuk lebih
lemah secara biomekanis sehingga lebih rentan terhadap cedera dan kerusakan lanjut
(Beckerman et al, 1993).

Secara histologis, proses kerusakan strukur kartilago pada OA disebabkan oleh trauma
mekanis yang dapat menimbulkan cedera pada sel chondrosit (Ross, 1997). Chondrosil
mengadakan respons dengan mengeluarkan enzim proteolitik seperti protease, cathepsin,
collagenase dan metalloprotease. Enzim-enzim ini mengubah matriks kartilago, membentuk
struktur yang lebih kecil, menurunkan kekentalan matriks yang akhimya menurunkan
kemampuan biomekanis kartilago (Ross. 1997). Kecepatan pengeluaran enzim dan
katabolisme matriks pada OA jauh melampaui proses yang terjadi pada sendi normal.

Proses perubahan kemampuan biomekanik kartilago menurunkan kemampuan sendi


untuk menyangga karena terjadi peningkatan transmisi gaya pada chondrosit dan daerah
subcondral (Ross, 1997). Chondrosit yang mengalami cedera meiepaskan lebih banyak enzim
sedangkan daerah subcondral dapat mengalami micro-fracture yang dapat menimbulkan
kekakuan dan penurunan elastisitas. Beberapa produk sekunder hasil perombakan chondrosil
dan proteoglikan dapat mencetuskan peradangan pada sel-sel sinovial, lekosit
polymorphonuclear dan macrophage sehingga dapat menimbulkan peradangan pada
keseluruhan persendian (Cote, 2001).

5. TERAPI NON FARMAKOLOGI


1. Edukasi Pasien
Berdasarkan american geriatric society edukasi pasien menjadi komponen penting
untuk rehabilitasi yang efektif. Program konseling dapat mengurangi nyeri dan disabilitas
yang terkait dengan osteoartritis. Pemberian brosur, penyuluhan tentang osteoartritis dan
teknis praktis untuk mengurangi nyeri dapat memperbaiki fungsi dan meningkatkan
derajat kesehatan secara umum. Menurut Lee 2005, terapi edukasi yang bisa dilakukan
adalah dengan menjalin hubungan yang baik dengan pasien melalui telepon, penyuluhan
kelompok, dan program edukasi secara individual pada saat kontrol.
2. Fisioterapi
Fisioterapi menggunakan modalitas, seperti panas, dingin, ultrasound dan listrik.
Dapat dipakai sebagai terapi tambahan digunakan bersama latihan fisik, dan obat –
obatan. Efek fisiologis yang diharapkan adalah relaksasi otot dan berkurangnya nyeri.
3. Latihan Fisik
Hal yang harus diperhatikan dalam mendesain latihan fisik untuk osteoartritis
adalah memahami masalah fungsional yang paling mengganggu pasien. Keterlibatan
pasien dalam menentukan program latihan fisik dapat menunjang keberhasilan terapi.
Latihan fisik disesuaikan dengan kondisi fisik pasien. Apabila ada gejala – gejala seperti
nyeri sendi selama aktivirtas, nyeri masih terasa 1 – 2 jam sesudah latihan, bengkak dan
rasa lelah yang berlebihan program latihan harus dievaluasi lagi (American geriatrics
society, 2001).
Tujuan latihan fisik yaitu memperbaiki fungsi sendi, proteksi
sendi dari keusakan dengan mengurangi stres pada sendi, dan
meningkatkan kekuatan sendi. Ada 2 jenis latihan fisik, yaitu terapi
manual dan latihan fleksibilitas.
a. Terapi manual
Merupakan gerakan pasif yang dilakukan oleh fisioterapis
dengan tujuan meningkatkan gerakan swndi dan mengurangi
kekakuan sendi. Teknik yang dipakai adalah ,elatih jaringan –
jaringan sekitar sendi secara pasif, meregangkan otot atau
mobilisasi jaringan lunak (Fitzgerald, 2004). Suatu penelitian acak
terkontrol untuk mengevaluasi efektivitas terapi manual untuk
osteoartritis sendi lutut menyimpulkan bahwa kombinasi fisioterapi
manual dan latihan fisik yang diawasi dapat efektif memperbaiki
jarak berjalan dan mengurangi nyeri, disfungsi, serta kekekuan pada
apasien osteoartritis sendi lutut (Deyle dkk, 2000).

b. Latihan Fleksibilitas (ROM)


Latihan fleksibilitas ditujukan untuk mengurangi kekakuan,
meningkatkan mobilitas sendi, dan mencegah kontraktur jaringan
lunak. (Lee dkk, 2005). Latihan fleksibilitas dapat dimulai dari latihan
peregangan tiap kelompok otot, setidaknya 3 kali seminggu. Apabila
sudah terbiasa, latihan ditingkatkan repetisinya per kelompok otot
secara bertahap. Latihan harus melibatkan kelompok otot dan
tendon utama pada ekstremitas dan bawah (American society
geriatrics, 2001).
4. Latihan Kekuatan
Latihan kekuatan mempunyai efek yang sama dengan latihan aerobik dalam
memperbaiki disabilitas, nyeri dan kinerja. Latihan kekuatan ada 3 macam yaitu : latihan
isometrik, latihan isotonik dan isokinetik. Latihan isotonik memberikan perbaikan lebih
besar dalam menghilangkan nyeri. Latihan ini dianjurkan untuk latihan kekatan awal
pada pasien osteoartritis dengan nyeri lutut saat latihan. Latihan isokinetik menghasilkan
peningkatan kecepatan berjalan paling besar dan pengurangan disabilitas sesudah terapi
saat evaluasi , sehingga latihan ini disarankan untuk memperbaiki stabilitas sendi atau
ketahanan berjalan. Latihan isometrik diindasikan apabila sendi mengalami peradangan
akut atau sendi tidak stabil. Kontraksi isometri memberikan tekanan ringan pada sendi
dan ditoleransi baik oleh penderita osteoartritis dengan pembengkakan dan nyeri sendi.
Peningkatan kekuatan sendi terjadi saat kontraksi isometrik dikenakan pada sudut otot
yang dilatih. Apabila insitabilitas sendi dan nyeri berkurang, program latihan secara
bertahap diubah kelatihan yang lebih dinamis. Kontaksi isotonik digunakan untuk
aktivitas sehari – hari. Latihan kekuatan isotonik memperlihatkan efek positif pada
metabolisme energi, kerja insulin, kepadatan tulang, dan status fungsional pada orang
sehat. Jika tidak terdapat peradangan akut maupun instabilitas sendi, bentuk latihan ini
ditoleransi baik oleh pasien osteoartritis (American society geriatrics, 2001).

5. Latihan Aerobik
Latihan aerobik meliputi berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobik, dan
latihan aerobik dikolam renang dengan meningkatkan kapasitas aerobik, memperkuat
otot, menigkatkan ketahanan, mengurangi berat badan dan mengurangi konsumsi obat
pada pasien osteoartritis. Pemilihan aktivitas aerobik tergantung dari status penyakit,
stabilitas sendi, sumber daya dan minat pasien. Latihan aerobik dikolam air hangat dapat
mengurangi nyeri otot dan sendi , mengurangi beban sendi, meningkatkan gerakan yang
tidak menimbulkan nyeri, dan memperkuat otot disekitar sendi yang sakit (Ambardini,
2007).

6. TERAPI FARMAKOLOGI
1. Ibuprofen 4 x 1, 400mg = NSAID untuk inflamasi pasien
2. Coditam 4 x 1, 60 mg = Analgesik pasien (pasien mengalami nyeri neural central).
Mekanisme :
codein : hambat reseptor opioid yang efeknya partial, terjadi inhibisi impuls sehingga
menghambat eksitatory.
Paracetamol : meningkatkan ambang batas nyeri dengan menghambat cox
3. Bila pasien inflamasi lagi, berikan ibuprofen lagi dengan dosis yang sama. Bisa diberikan
dengan coditam atau paracetamol dosis 1 gram. Disarankan paracetamol diminum dengan
kopi atau teh karena akan meingkatkan efektifitas.
4. Bila pasien inflamasi dan nyeri perifer dapat diberikan kortikosteroid injeksi intra arterial.
5. Bila dengan pemberian kortikosteroid tidak ada perubahan, beri asam hyaluronat injeksi
intra arterial.
6. Glucosamine dan chondritin dapat diberikan sebagai suplemen, namun perlu diperhatikan
adanya reaksi alergi. Tanyakan pada pasien bila pasien mengalami alergi.

7. KASUS
Seorang wanita berusia 69 tahun (75kg/ 165cm) datang ke klinik dengan keluhan nyeri
kedua lutut yang semakin parah dalam beberapa tahun terakhir dengan lutut kanan lebih
parah sakitnya dari pada lutut kiri. Tidak terdapat kondisi spesifik yang menyebabkan nyeri
muncul namun nyeri tersebut semakin parah jika digunakan melakukan aktivitas dan nyeri
berkurang bila digunakan beristirahat. Nyeri terasa tajam seperti tusukan jika melakukan
aktivitas namun saat istirahat nyeri menjadi lebih ringan.
Pasien awalnya mendapatkan terapi modifikasi aktivitas, terapi fisik, dan NSAID yang
dirasa cukup mampu mengatasi nyeri hingga beberapa tahun. Meskipun demikian, nyeri
menjadi semakin berat dan pasien bahkan memerlukan beberapa kali injeksi kortikosteroid
intraartikular yang mampu memperbaiki gejala hingga beberapa bulan namun pada injeksi
yang terakhir dirasa hanya mampu mengurangi rasa sakit selama dua minggu saja. Oleh
sebab itu pasien datang ke klinik untuk mendiskusikan kondisinya.
Berdasarkan pemeriksaan fisik diketahui bahwa lutut kanan pasien terasa nyeri saat
dilakukan palpasi namun tidak terdapat luka. Kekuatan otot asien cukup baik dan ligamen
cukup stabil.
Hasil pemeriksaan x-rays menunjukkan adanya bilateral osteoartritis bagian
anteroposterior dan lateral. Dokter mendiagnosis bahwa nyeri yang dialami oleh pasien
merupakan nyeri neural sehingga dokter meresepkan coditam untuk mengatasi nyeri pasien

8. PEMBAHASAN
8.1 Subyektif
 Seorang wanita berusia 69 tahun (75kg/ 165cm)
 Keluhan nyeri kedua lutut yang semakin parah dalam beberapa tahun terakhir dengan
lutut kanan lebih parah sakitnya dari pada lutut kiri.
 Nyeri muncul semakin parah jika digunakan melakukan aktivitas dan nyeri berkurang
bila digunakan beristirahat.
 Nyeri terasa tajam seperti tusukan jika melakukan aktivitas namun saat istirahat nyeri
menjadi lebih ringan.

8.2 Obyektif

No
Kategori Gejala Klinik
.
Hasil Pemeriksaan x-rays menunjukkan adanya bilateral
1.
Laboratorium osteoarthritis bagian anteroposterior dan lteral
2. BMI 75 kg/(1,65m)2 = 27,548
Komentar dan Dilihat dari nilai BMI, pasien sudah tergolong
alasan preobesitas. Dimana keadaan ini merupakan salah satu
faktor resiko OA. Ketika pasien berjalan, beban berat
badan pasien akan tertumpu pada sendi di lutut sehingga
beban di sendi lutut bertambah.

8.3 Assesment
- Pemberian coditam atau analgesik lainnya yang diperlukan untuk mengatasi nyeri lutut
pasien. Namun, bila pasien mengalami reaksi inflamasi bisa ditambah NSAID seperti
ibuprofen
a) Coditam : Coditam terdiri dari Codein dan Paracetamol. Codein merupakan
golongan opioid yang akan bekerja di reseptor opioid pada SSP sehingga
mengurangi rasa nyeri, sedangkan untuk paracetamol akan bekerja di COX sentral
dengan menghambat COX3 sehingga meingkatkan ambang batas nyeri pasien.
Digunakan Coditam pada pasien karena pasien mengalami nyeri neural atau
tingkatan nyeri yang sudah sampai saraf pusat. Sehingga digunakan Coditam yang
bekerja pada system saraf pusat langsung, dimana penggunaan codein dengan
parasetamol memiliki efek analgesic yang lebih baik dibandingkan dengan
parasetamol dosis tungggal. Efek samping dari penggunaan coditam antara lain
hepatotoksik yang diakibatkan oleh parasetamol, sedangkan pada codein dapat
menyebabkan penurunan fungsi pernafasan/ depressi pernafasan, mual, muntah ,
hipotensi dan konstipasi.
b) NSAID : IBUPROFEN

NSAID diberikan jika pasien mengalami inflamasi di sekitar sendi. NSAID


tidak dianjurkan untuk nociceptic pain tanpa inflamasi. Jika terjadi Nociceptic
pain tanpa inflamasi, terapi yang dianjurkan adalah Paracetamol. Namun jika
terdapat Inflamasi, dapat diberikan Ibuprofen. Ibuprofen merupakan obat
analgesic non steroid yang bekerja menghambat isoenzim siklooksigenase-1 dan
siklooksigenase-2 dengan cara mengganggu perubahan asam arakidonat menjadi
prostaglandin. Enzim siklooksigenase berperan dalam memacu pembentukan
prostaglandin dan tromboksan asam arakidonat, sedangkan prostaglandin adalah
molekul pembawa pesan pada proses inflamasi atau peradangan. Dosis ibuprofen
untuk dewasa pengidap osteoarthritis: 400-800 mg secara oral setiap 6-8 jam.
Untuk efeksamping dari penggunaan NSAID antara lain, menyebabkan iritasi
lambung akibat terhambatnya prostaglandin yang memilki fungsi lain sebagai
pembungkus mukosa lambung dari asam lambung, dan juga dalam penggunaan
jangka Panjang, NSAID dapat memnyebabkan penurunan fungsi ginjal. Perlu
diperhatikan pada pasien yang telah memiliki usia lanjut.

- Opsi kedua injeksi kortikosteroid 3 bulan sekali


c) KORTIKOSTEROID
(triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone)
Dapat diberikan pada OA lutut, jika mengenai satu atau dua sendi dengan
keluhan nyeri sedang hingga berat yang kurang responsif terhadap pemberian
NSAID, atau tidak dapat mentolerir OAINS atau terdapat penyakit komorbid yang
merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAID. Diberikan juga pada OA
lutut dengan efusi sendi atau secara pemeriksaan fisik terdapat tanda-tanda
inflamasi lainnya.
Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari
penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukan
penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama
untuk sendi besar penyangga tubuh.
Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk
sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg. Injeksi kortikosteroid intra-
artikular harus dipertimbangkan sebagai terapi tambahan terhadap terapi utama
untuk mengendalikan nyeri sedang-berat pada penderita OA

8.4 Plan
a. Kompres dengan air hangat bila terasa kaku
b. Kompres dengan air dingin bila terasa nyeri
c. Penurunan berat badan. Karena ditinjau dari berat badan, pasien ini memiliki BMI
27,548 yang menunjukkan kategori overweight. Hal ini menyebabkan peningkatan
beban sendi sehingga mempercepat degradasi
d. Terapi fisik dapat dilakukan untuk pasien yaitu olahraga ringan seperti, yoga, jalan di
air, bersepeda atau menggunakan sepeda statis, atau bisa melakukan kegiatan lain
yang dirasa tidak menggunakan kaki sebagai tumpuan

.
DAFTAR PUSTAKA

American Geritrics Society. 2001. Exercise Prescription for Older Adult with Osteoarthritis
Pain: Consensus Practice Recommendation. JAGS; 49:808-23.
Brashers, Valentina L. 2001.Aplikasi Klinis Patofisiologis: Pemeriksaan dan Manajemen,  Ed.2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Cote, L. G. (2001). "Management Osteoarthritis." Journal of the American Academy of Nurse
Practitioners (Tahun13,Nomor11) Hlm.495-499.
Deyle, G.D., Handerson, N.E., Matekel, R.L. 2000. Effectiveness of Manual Physical Therapy
and Exercise in Osteoarthritis of the Knee. A Randomized Controlled Trial. Ann Intern
Med, 132:178-81.
DiNubile, N.A. 1997. Osteoarthritis: How to Make Exercise Part of Your Treatment Plan. The
Physician and Sportmedicine, vol.25. no. 7: 1-10.
Fitzgerald, G.K. 2004. Role of Phyusical Thrapy in Management of Knee Osteoarthritis. Curr
Opin Rheumatol; 16:143-7.
Krishna, A,. 2013. Mengenali Keluhan Anda Info Kesehatan Umum untuk Masyarakat. Jakarta:
Informasi Media
Lee, A., Wong, W., & Wong, S. 2005. Clinical Guidlines of Managing Lower-limb
Osteoarthritis in Hongkong Primary Care Setting. Guidlines: 1-3.
Petty, N. J. (2004). Principles of Neiiromusculoskeletal Treatment and Management: a Guide
for Therapist. Edinburgh, Churchill Livingsto
Rasjad, C. 2012. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Penerbit Bintang Lamumpatue
Ross, C. (1997). "A Comparison of Osteoarthritis and Rhematoid Arthritis: Diagnosis and
Treatment." The Nurse Practitioner (Tahun 22, Nomor 9). Hlm.20-30.
Yatim,Faisal. 2006. Penyakit Tulang dan Persendian. Jakarta Pusat : Populer Obor.

Anda mungkin juga menyukai