PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) berasal dari kata Yunani “diabinein” yang artinya “tembus” atau
“pancuran air”dan kata lain mellitus yang artinya “rasa manis” yang umum dikenal sebaga
kencingmanis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia peningkatan kadar gula darah
yang terus menerus dan bervariasi terutama setelah makan. Diabetes Melitus juga merupakan
suatu keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan
hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh
darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Banyak orang yang masih menganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau
penyakit yang hanya timbul karena factor keturunan. Padahal, setiap orang dapat mengidap
diabetes, baik tua maupun muda, termasuk saya sendiri dan anda. Sebagai dampak positif
pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam kurun waktu 60 tahun merdeka. Pola
penyakit di Indonesia mengalami pergeseran yang cukup meyakinkan. Penyakit infeksi dan
kekurangan gizi berangsur turun, meskipun diakui bahwa angka penyakit infeksi ini masih
dipertanyakan dengan timbulnya penyakit baru seperti hepatitis B, AIDS, angka kesakitan TBC
yang masih tinggi, dan akhir-akhir ini flu burung, Demam Berdarah Dengue (DBD), antraks dan
polio melanda Negara kita yang kita cintai ini. Dilain pihak penyakit menahun yang disebabkan
oleh penyakit degeneratif, diantaranya diabetes meningkat dengan tajam. Perubahan pola
penyakit itu diduga ada hubungannya dengan cara hidup yang berubah pola makan barat-baratan,
dengan komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam, dan
mengandung sedikit serat. Komposisi makanan seperti ini terutama terdapat pada makanan siap
santap yang akhir-akhir ini sangat digemari terutama oleh anak-anak muda. Disamping itu cara
hidup yang sangat sibuk dengan pekerjaan dari pagi sampai sore bahkan kadang sampai malam
hari duduk dibelakang meja menyebabkan tidak adanya kesempatan untuk berkreasi atau
berolahraga, apalagi bagi para eksekutif hampir setiap hari harus ”lunch” atau ”dinner” dengan
para relasinya dengan menu makanan barat yang ”aduhai” pola hidup beresiko seperti inilah
yang menyebabkan tingginya kekerapan Penyakit Jantung Koroner (PJK), hipertensi, diabetes.
Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 dalam jumlah penderita Diabetes
Melitus didunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia
mengidap diabetes. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita Diabetes Mellitus di
Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 % yang sadar mengidapnya
dan diantara mereka baru sekitar 30 % yang datang berobat teratur. Hal ini mungkin disebabkan
minimnya informasi dimasyarakat tentang diabetes terutama gejala-gejalanya.
Angka rawat inap bagi penderita Diabetes Melitus adalah 2,4 kali lebih besar pada orang
dewasa dan 5,3 kali lebih besar pada anak-anak bila dibandingkan dengan populasi umum
separuh dari keseluruhan penderita diabetes yang berusia lebih dari 65 tahun dirawat dirumah
sakit setiap tahunnya, komplikasi yang serius dan dapat membawa kematian sering turut
menyebabkan peningkatan angka rawat inap bagi para penderita diabetes, maka selama klien
dirawat di rumah sakit, perawat yang selama 24 jam berada disamping klien sangat diharapkan
perannya, tidak hanya terhadap keadaan fisik klien, tetapi juga psikologis klien dan memberi
motivasi dan edukasi kepada klien tentang pentingnya kepatuhan klien terhadap diet dengan
tidak mengesampingkan aspek asuhan keperawatan yang lain.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Defenisi
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau
retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa
dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia
kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan
kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
2. Epidemologi
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia lebih
dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15% populasi pada panti
lansia.
3. Etiologi
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena mengkonsumsi kalori
berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal. Hal
ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus
pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua golongan besar:
1. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan fungsi
pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan baik).
2. Gaya hidup(life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol, dll.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab
terjadinya diabetes mellitus.
Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan
gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun
pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes
yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya
bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.
4. Klasifikasi
1. Diabetes mellitus tipe I
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses
imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
2. Diabetes mellitus tipe II:
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
Karakteristik DM tipe II:
1. Sukar terjadi ketoasidosis
2. Pengobatan tidak harus dengan insulin
3. Onset lambat
4. Gemuk atau tidak gemuk
5. Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6. Tidak berhubungan dengan HLA
7. Tidak ada antibodi sel islet
8. 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9. ± 100% kembar identik terkena
5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya tidak
ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan
dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan
haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap
dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya
yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada
pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan
yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada
tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
6. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan glukosa ke
dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang
dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel
dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam
darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien
diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan
autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap
sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang
masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.
7. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75% Karbohidrat
kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak dalam
diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor
insulin.
2. Latihan
3. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara rutin.
Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk mengetahui terjadinya
obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif hanya untuk
penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk mepertahankan
kadar glukosa darah dalam parameter yang  telah ditentukan untuk membatasi
komplikasi penyakit yang membahayakan.
5. Pendidikan
1. Diet yang harus dikomsumsi
2. Latihan
3. Penggunaan insulin
8. Pemeriksaan Diagnostik
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang termasuk dalam
komplikasi akut adalah hipoglikemia,diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic hyperos
mola rnonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati
diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
1. Komplikasi akut
- Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat pada
jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat sensitive
terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)
2. Komplikasi kronis:
- Retinopati diabetic Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada
pembuluh retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya
aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh
darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan
dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio
retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
- Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang nodular
yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel Wilson. Glomerulosk
leriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom
Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
- Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic yang
paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
- Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
- Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal, mikroalbumin
uria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2,hipertensi bias menjadi hipertensi
esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa
memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit makrovaskular.
- Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan sepsis.
Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki mengakibatkan
trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat
mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa
menyebabkan gangrene dan amputasi.
- Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl, yang
merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral. Penyebab
hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau
hipoglikemik oral.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Tn. M (65 tahun) mempunyai istri Ny. S (60 tahun). Mereka memiliki 2 orang anak, yakni
Ny. K (38 tahun) dan Tn. O (30 tahun). Ny. K yang telah menikah, tinggal bersama suaminya di
luar kota. Tn. O yang juga sudah menikah dengan Ny. J (27 tahun) yang tinggal bersama Tn. M.
Ny.S sering mengeluh banyak minum, sering kencing serta nafsu makannya meningkat.
Keadaanya terlihat lemas, dan kurang bersemangat, kulit tampak kering dan mengeluh gatal .
1 tahun yang lalu, Ny.S dibawa periksa ke puskesmas kota dan didiagnosa diabetes militus
(DM).
Ny. S tidak bisa kontrol teratur ke puskesmas karena yang mengantarkan tidak ada dan
keterbatasan biaya. Tn. M, Tn. O dan Ny. J bekerja sebagai buruh pabrik. Tn. M kadang (jika
ada rejeki) membeli obatnya di apotek terdekat sesuai foto cop y resep dokter. Hasil
observasi jari kaki Ny. S sebelah kiri terdapat luka kecil sudah 3 minggu belum sembuh.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Keluarga Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
b. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin
jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang
dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
d. Sirkulasi Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
e. Integritas Ego Stress, ansietas
f. Eliminasi Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
g. Makanan / Cairan Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat
badan, haus, penggunaan diuretik.
h. Neurosensori Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan.
i. Nyeri / Kenyamanan Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
j. Pernapasan,Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
k. Keamanan Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Intervensi
Timbang berat badan sesuai indikasi.
Tentukan program diet, pola makan
dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan klien.
Auskultrasi bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung, mual, muntah dan
pertahankan keadaan puasa sesuai inndikasi.
Berikan makanan cair yangmengandung nutrisi dan elektrolit.
Selanjutnya memberikan makanan
yang lebih padat.
Intervensi
Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari gejala
seperti muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan.
Pantau tanda – tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik.
Pantau pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan
yang berbau keton.
Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan ototbantu napas,
adanya periode apnea dan sianosi.
Pantau suhu, warna kulit, atau kelembapannya.
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler,turgor kulit,dan membrane mukosa.
Pantau masukan dan pengeluaran.
Ukur berat badan setiap hari.
Pertahankan pemberian cairan minimal 2500 ml/hari.
Tingkatkan lingkungan yang menimbulkan rasa nyaman.Selimuti klien
dengan kain yang tipis.
Kaji adanya perubahan mental atau sensori.
Observasi mual, nyeri abdomen, muntah, dan distensi lambung.
Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan
berat badan, nadi tidak teratur, dan distensi vaskuler.
Berikan terapi cairan sesuai indikasi
Albumin, plasma, atau dekstran.
Pasang kateter urine.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer)
ditandai dengan gangren pada extremitas.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidakterjadi komplikasi.
Dengan Kriteria Hasil :
menunjukan peningkatan integritas kulit
Menghindari cidera kulit
Intervensi
Inspeksi kulit terhadap perubahan warna,turgor,vaskuler,perhatikan kemerahan.
Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan pada tonjolan tulang
Pertahankan alas kering dan bebas lipatan
Beri perawatan kulit seperti penggunaan lotion
Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
Anjurkan pasien untuk menjaga agar kuku tetap pendek
Motivasi klien untuk makan makanan TKTP
Implementasi
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Diabetes Mellitus (DM) berasal dari kata Yunani “diabinein” yang artinya “tembus” atau
“pancuran air” dan kata lain mellitus yang artinya “rasa manis”yang umum dikenal sebagai
kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula
darah) yang terus menerus dan bervariasi terutama setelah makan.Diabetes mellitus merupakan
kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan
tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau
merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin
secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
1. Saran
Dari uraian diatas dapat kami sarankan sebaiknya para pembaca khususnya perawat dengan
kasus diabetes mellitus mengetahui tentang: penyebab diabetes millitus, tes laboratorium yang
perlu dilakukan dan asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes millitus, serta mampu
meningkatkan harapan hidup klien dengan diabetes mellitus agar mampu menatap hidup dengan
optimis. Perawat pada khususnya mampu meberi asuhan keperawatan yang holistic kepada klien
dengan diabetes millitus.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer Suzanne C, Bare Brendo GÂ 2002 Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner,
Suddarth, Edisi 8, vol 3, Jakarta: EGC