Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH KELOMPOK 2

Pengaturan dan Pengawasan Perbankan

(Otoritas Jasa Keuangan)


Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Perbankan

Dosen Pengampu: Murdiyah Hayati, M.M.

Disusun Oleh :

M. Fathul Agdal (11170810000002)

Adella Tama (11170810000029)

Sumi Elvania (11170810000035)

Resta Dianawati Fajrin (11170810000036)

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat-Nya laporan yang berjudul ”Pengaturan dan Pengawasan
Perbankan (Otoritas Jasa Keuangan)” dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen


Perbankan. Penyusunan makalah ini penulis mendapat banyak bantuan, masukan,
bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan
ini penulis menyampaikan terimakasih yang tulus kepada :

1. Ibu Murdiyah Hayati, M.M. selaku dosen pengampu pada mata kuliah
Manajemen Perbankan yang telah membimbing dan memberi kesempatan
kepada penulis untuk menyusun makalah ini.
2. Mahasiswa/i Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah mendukung dan membantu penyusunan makalah ini sehingga dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
perlu pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis berharap semoga gagasan pada makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Tangerang, Maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………. ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………….... 1

1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………….. 1


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………... 1
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………. 2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 3

2.1 Pengaturan dan pengawasan perbankan……….................................. 3

2.2 Tindakan Bank Indonesia terhadap bank bermasalah......................... 6

2.3 Likuidasi bank…………………......................................................... 10

2.4 Ketentuan giro wajib minimum...........................................................12

2.5 Pembatasan transaksi rupiah............................................................... 18

2.6 Batas maksimum pemberian kredit…………………………………. 21

2.7 Market Risk…………………………………………………………. 23

2.8 Penerbitan sertifikat Bank Indonesia………………………………...27

BAB III PENUTUP……………………………………………………. 34

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………..34

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….. 35

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia dilanda krisis moneter pada tahun 1998. Krisis tersebut menyebabkan
efek yang besar bagi perekonomian Indonesia. Banyak lembaga keuangan yang
harus gulung tikar. Kemudian munculah gagasan untuk mendirikan sebuah
lembaga independen untuk mengatasi permasalahan tersebut. Menurut undang-
undang pembentukan otoritas jasa keuangan harus sudah terbentuk pada tahun
2002. Meskipun sudah berdasarkan kesepakatan dan diamanatkan UU, tapi
kenyataanya pada tahun 2002 belum terbentuk juga. Pada tanggal 27 oktober
2011, RUU Otoritas Jasa Keuangan disahkan oleh DPR, dan selanjutnya
pemerintah mensahkan dan membuat undang-undang tentang Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) yaitu undang-undang Nomor 21 tahun 2011.

OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang


terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK
melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan
di sektor perbankan, sektor pasar modal, sektor perasuransian, dana pensiun,
lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Siapakah yang bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan bank?
2. Bagaimana cara memahami tindakan BI terhadap bank yang bermasalah?
3. Apakah itu likuidasi bank?
4. Bagaimana ketentuan giro wajib minimum?
5. Apa saja pembatasan transaksi rupiah?
6. Apa saja batas maksimum pemberian kredit?
7. Apa itu market risk?
8. Bagaimana penerbitan Sertifikat Bank Indonesia?

4
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas pengaturan dan
pengawasan bank.
2. Untuk mengetahui cara memahami tindakan BI terhadap bank yang
bermasalah.
3. Untuk mengetahui apa itu likuidasi bank.
4. Untuk mengetahui ketentuan giro wajib minimum.
5. Untuk mengetahui cara pembatasan transaksi rupiah.
6. Untuk mengetahui batas maksimum pemberian kredit.
7. Untuk mengetahui apa itu market risk.
8. Untuk mengetahui penerbitan Sertifikat Bank Indonesia.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengaturan dan Pengawasan Perbankan

Salah satu dari fungsi manajemen adalah melakukan pengawasan,


selain dari perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan. Artinya
pengawasan harus dilakukan setiap perusahaan agar manajemen perusahaan
berjalan dengan lancar. Fungsi pengawasan dilakukan terhadap seluruh
aktivitas perusahaan baik yang belum berjalan atau yang sedang berjalan.
Tujuannya ridak lain adalah agar pencapaian target yang telah ditetapkan
perusahaan akan mudah dicapai. Tujuan lainnya adalah agar jangan sampai
terjadi penyimpangan atas apa yang telah direncanakan sebelumnya.1

2.1.1 Pengertian Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan otoritas tunggal di sektor jasa


keuangan Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga pengawas jasa
keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan
pembiayaan, dan pensiun, dan asuransi yang sudah harus terbentuk pada tahun
2010. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini sebagai suatu lembaga
pengawas sektor keuangan di Indonesia perlu untuk diperhatikan, karena
harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK
tersebut. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 menyebutkan:

“Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat dengan OJK,


adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain,
yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,

1
Dr. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014) hal 318

6
pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini”.2

Fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap LKBB dan Pasar Modal


tersebut akan dilakukan oleh Departemen Keuangan sampai dengan
terlaksananya pembentukan Lembaga pengawasan jasa keuangan atau juga
disebut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bertugas melakukan pengaturan
dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan di Indonesia. Berdasarkan UU
No. 3 Tahun 2004 tentang perubahan UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, OJK akan dibentuk dengan undang-undang sendiri paling lambat
akhir tahun 2010. Lembaga pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk
melakukan pengawasan terhadap bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa
keuangan lainnya yang meliputi: asuransi dan pensiunan, sekuritas, modal
ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Lembaga ini bersifat
independen dalam menjalankan tugasnya, kedudukannya berada di luar
pemerintah, dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan
Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam melakukan
tugasnya, lembaga ini (supervisory Board) melakukan koordinasi dan
kerjasama dengan Bank Indonesia sebagai bank sentral, di mana hal ini akan
diatur dalam undang-undang pembentukan lembaga pengawasan dimaksud.
OJK dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
pengawasan Bank Indonesia. OJK dapat pula meminta penjelasan dari Bank
Indonesia mengenai kondisi dan data makro yang diperlukan.

Pengalihan fungsi pengawasan bank dari Bank Indonesia kepada


lembaga pengawasan sektor jasa keuangan ini dilakukan secara bertahap
setelah dipenuhinya syarat-syarat yang meliputi antara lain: infrastruktur,
2
Siti Sundari, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, Kementrian Hukum dan HAM RI,
2011, hlm. 44.

7
anggaran, personalia,struktur organisasi, sistem informasi, sistem
dokumentasi, dan berbagai pengaturan pelaksanaan berupa pangkat hukum
yang dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.3

2.1.2 Arti Penting Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan memiliki arti yang sangat penting, tidak hanya
bagi masyarakat umum dan pemerintah saja, akan tetapi juga bagi dunia usaha
(bisnis). Bagi masyarakat tentunya dengan adanya OJK akan akan
memberikan perlindungan dan rasa aman atas investasi atau transaksi yang
dijalankannya lewat lembaga jasa keuangan. Bagi pemerintah adalah akan
memberikan keuntungan rasa aman bagi masyarakatnya dan perolehan
pendapatan dari perusahaan berupa pajak atau penyediaan barang dan jasa
yang berkualitas baik. Sedangkan bagi dunia usaha, dengan adanya OJK maka
pengelolaannya semakin baik dan perusahaan yang dijalankan makin sehat
dan lancar, yang pada akhirnya akan memperoleh keuntungan yang berlipat.

1) Fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyelenggarakan sistem peraturan


dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan.

2) Tugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaksanakan tugas pengaturan dan


pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan yaitu:

a. Perbankan

b. Pasar Modal

3
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter dan Perbankan,
(Jakarta:Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005) hal 46-47

8
c. Asuransi

d. Dana Pensiun

e. Lembaga Pembiayaan

f. Pegadaian

g. Lembaga Peminjaman

h. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia

i. Perusahaan Pembiayaan Ekspor Indonesia

j. Penyelenggaraan Program jaminan sosial, Pensiun dan Kesejahteraan

3) Wewenang Otoritas Jasa Keuangan adalah:

a. Tugas pengaturan

Menetapkan peraturan pelaksanaan undang-undang OJK,


peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, peraturan dan
keputusan OJK, peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa
keuangan, kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK, peraturan
mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap lembaga jasa
keuangan dan pihak tertentu, peraturan mengenai tata cara pengelola
statuter, struktur organisasi dan inrfastuktur, serta peraturan mengenai
tata cara pengenaan sanski.

b. Tugas pengawasan

OJK menetapkan kebijakan operasional pengawasan,


melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan
konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku

9
dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan, penunjukan dan
pengelolaan pengguna statuter, memberikan perintah tertulis kepada
lembaga jasa keuangan atau pihak lain, menetapkan sanski
administratif terhadap pelaku pelanggaran peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan, termasuk kewenangan perizinan
kepada lembaga jasa keuangan.4

2.2 Tindakan Bank Indonesia Terhadap Bank Bermasalah

Berasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan


sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, bank dalam
menjalankan kegiatan usahanya dapat menghadapi beberapa masalah sebagai
berikut:

a) Bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya

Bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan


usahanyaSuatu bank dikatakan mengalami kesulitan yang membahayakan
kelangsungan usahanya apabila berdasarkan penilaian Bank Indonesia,
kondisi usaha bank semakin memburuk, antara lain ditandai dengan
menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan rentabilitas serta
pengelolaan bank yang tidak dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian
dan prinsip-prinsip perbankan yang sehat. Jika suatu bank mengalami
kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia
dapat melakukan tindakan agar:

1) Pemegang saham menanam modal

4
Op.cit, hal 322-323

10
2) Pemegang saham mengganti Dewan Komisaris atau Direksi bank

3) Bank menghapus bukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip


syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian dengan modalnya

4) Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain

5) Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh


kewajiban

6) Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank


kepada pihak lain

7) Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank
kepada bank atau pihak lain

b) Keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem perbankan

Keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem perbankan Bank


yang diperkirakan membahayakan sistem perbankan adalah apabila
tingkat kesulitan yang dialami dalam melakukan kegiatan usaha bank
tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank lain
sehingga akan menimbulkan dampak berantai kepada bank-bank lain.
Jika keadaan suatu bank membahayakan sistem perbankan, BI dapat
melakukan tindakan sebagaimana halnya terhadap bank yang mengalami
kesulitan dan membahayakan kelangsungan usahanya yang telah
disebutkan sebelumnya. Langkah-langkah tersebut dilakukan dalam
rangka mempertahankan atau menyelamatkan bank sebagai lembaga
kepercayaan selanjutnya apabila tindakan-tindakan di atas belum cukup
untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank dan apabila menurut
penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan

11
sistem perbankan, Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank.
Kemudian Bank Indonesia dapat memerintahkan direksi bank untuk
segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna
membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuidasi.

c) Kondisi perbankan membahayakan perekonomian

Kondisi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian


nasional yaitu suatu kondisi sistem perbankan yang menurut penilaian
Bank Indonesia dapat menyebabkan krisis kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan dan berdampak kepada hajat hidup orang banyak:
selain itu memerlukan peran langsung pemerintah untuk pengunggulan
melalui kebijakan dan tindakan yang berdampak pada APBN. Dalam
kondisi seperti di atas, atas permintaan Bank Indonesia, pemerintah dapat
membentuk badan khusus yang bersifat sementara, dalam rangka
penyehatan perbankan. Pembentukan badan khusus dilakukan setelah
berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Badan khusus tersebut
dilakukan untuk menjalankan tugas yang diberikan pemerintah sebagai
berikut:

1) Penyehatan bank yang diserahkan oleh Bank Indonesia

2) Penyelesaian aset bank, baik aset fisik maupun kewajiban debitur


melalui Unit Pengelola Aset (Asset Management Unit)

3) Pengupayaan pengambilan uang negara yang telah tersalur kepada


bank-bank.5

d) Kasus tentang OJK

5
Op.cit, hal 200-201

12
SIARAN PERS

OJK UNGKAP KASUS TINDAK PIDANA PERBANKAN DI BPR


MAMS BEKASI

Jakarta, 21 Agustus 2018. Otoritas Jasa Keuangan mengungkap


kasus Tindak Pidana Perbankan yang dilakukan Komisaris BPR Multi
Artha Mas Sejahtera berinisial H dengan nilai Rp 6,280 miliar yang
digunakan untuk kepentingan pribadi. Kepala Departemen Penyidikan
Sektor Jasa Keuangan, Rokhmad Sunanto menjelaskan bahwa
pengungkapan kasus ini berawal dari temuan dalam proses pengawasan
yang dilakukan OJK terhadap kegiatan BPR MAMS yang kemudian
ditindaklanjuti oleh Satuan Kerja Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK.

Modus operandi yang dilakukan H sebagai Komisaris PT. BPR


MAMS adalah dengan pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam
proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha,
laporan transaksi atau rekening suatu bank dan/atau dengan sengaja
menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau
dalam laporan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha,
laporan transaksi atau rekening PT. BPR Multi Artha Mas Sejahtera
Bekasi. Sejumlah tindakan penyidikan yang telah dilakukan OJK terkait
kasus ini antara lain: memeriksa 6 orang saksi termasuk pegawai PT. BPR
MAMS Bekasi, 1 orang ahli dari Institut Keuangan Perbankan dan
Informatika Asia (PERBANAS) di Jakarta; memeriksa 1 orang tersangka.
Kemudian menyita barang bukti berupa dokumen kredit dan
kelengkapannya dengan penetapan penyitaan dari Pengadilan Negeri
Bekasi; menyerahkan Berkas Perkara kepada Jaksa Penuntut Umum;
menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum.

13
PT. Bank Perkreditan Rakyat Multi Artha Mas Sejahtera, yang beralamat
di Revo Town (d/h Bekasi Square Shopping Center) Nomor 78, Pekayon
Jaya, Kota Bekasi telah dicabut izin usahanya oleh OJK sejak 2 tahun lalu,
yakni sejak tanggal 26 Agustus 2016.6

2.3 Likuidasi Bank

Likuidasi adalah tindakan pemberesan berupa penyelesaian seluruh


hak dan kewajiban bank sebagai akibat pembubaran badan hukum bank.
Likuidasi bank dilakukan dengan cara pencairan harta dan atau penagihan
piutang kepada para debitor, diikuti dengan pembayaran kewajiban bank
kepada kreditor dari hasil pencairan dan atau penagihan tersebut. Proses
likuidasi bank setelah izin usahanya dicabut oleh Bank Indonesia
diberitahukan kepada bank yang bersangkutan, kemudian diumumkan dalam
surat kabar harian yang mempunyai predaran luas. Proses dan tata cara
likuidasi bank dilakukan sebagai berikut:

Pertama, bank yang dicabut izin usahanya wajib menyusun neraca


penutupan per tanggal pencabutan izin usaha selambat-lambatnya 21 hari
sejak pencabutan izin usaha. Neraca penutupan tersebut wajib disampaikan
kepada Bank Indonesia. Selanjutnya direksi bank yang bersangkutan
menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan membentuk
Tim Likuidasi.

Kedua, apabila direksi bank tidak menyelenggarakan RUPS, pimpinan


Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan.
Penetapan tersebut berisi pembubaran badan hukum bank, penunjukan Tim
Likuidasi dan perintah pelaksanaan likuidasi, dan membentuk Tim Likuidasi

6
https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaran-pers/Pages/Siaran-Pers-OJK-Ungkap-Kasus-
Tindak-Pidana-Perbankan-di-BPR-MAMS-Bekasi.aspx, diakses pada tanggal 23 Maret 2019, pukul
13.52

14
yang susunan dan nama-nama calon anggota Tim Likuidasi dengan
persetujuan Bank Indonesia. Anggota Tim sekurang-kurangnya terdiri dari 3
orang dan maksimal 7 orang.

2.3.1 Tugas Dan Kewenangan Tim Likuidasi

Tugas dan Kewenangan Tim Likuidasi

a. Melakukan pendaftaran dan pengumuman mengenai pembubaran badan


hukum bank.
b. Melakukan inventarisasi kekayaan dan kewajiban bank dalam likuidasi.
c. Melakukan penentuan cara likuidasi.
d. Menyusun rencana kerja dan anggaran biaya.
e. Menyusun rencana dan cara pencairan harta kekayaan bank dalam
likuidasi.
f. Melakukan perundingan dengan para kreditor dan pembayaran kewajiban.
g. Mewakili bank dalam likuidasi di luar dan di dalam pengadilan.
h. Memutuskan hubungan kerja terhadap para pegawai bank.
i. Menyusun neraca verifikasi.
j. Mempekerjakan pegawai dan meminta bantuan konsultan.
k. Melakukan pemanggilan kepada para kreditor.
Selanjutnya, pelaksanaan likuidasi bank dilakukan dengan cara : pertama,
mencairakan harta dan atau menagih piutang kepada debitor. Kemudian
diikuti dengan pembayaran kewajiban bank kepada kreditor dari hasil
pencairan dan atau penagihan tersebut: atau menjual seluruh harta dan
mengalihkan kewajiban bank dalam likuidasi sebagai satu kesatuan kepada
pihak lain yang disetujui Bank Indonesia. 7

2.4 Ketentuan Giro Wajib Minimum

7
Op.cit, hal

15
Salah satu piranti kebijakan moneter yang digunakan Bank Indonesia
saat ini untuk menyeimbangkan permintaan dan penawaran uang adalah
dengan mengendalikan likuiditas perbankan. Pengendalian dilakukan melalui
penerapan giro wajib minimum (staturory reserves) atau juga disebut reserve
requirements. Reserve requirement merupakan perbandingan antara saldo giro
bank yang wajib ditempatkan pada Bank Indonesia terhadap dana pihak ketiga
(DPK) yang dimiliki bank. Penerapan kebijakan giro wajib minimum
diesesuaikan dari waktu ke waktu dan berdasarkan kondisi dinamika
perekonomian dan arah kebijakan moneter.

2.4.1 Presentase Giro Wajib Minimum

Giro wajib minimum menurut peraturan Bank Indonesia Nomor


6/15/PBI/2004 adalah simpanan minimum yang harus dipelihara oleh bank
dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank Indonesia. Besarnya ditetapkan
oleh Bank Indonesia sebesar presentase tertentu dari dana pihak ketiga bank.
Semua bank yang beroperasi diIndonesia diwajibkan memelihara saldo giri
minimum (GWM) pada Bank Indonesia dalam rupiah. Sementara Bank
Devisa selain wajib memenuhi GWM Rupiah juga diwajibkan memelihara
GWM dalam valuta asing sebesar 3% dari dana pihak ketiga (DPK) dalam
valuta asing.

Pada prinsipnya GWM dalam rupiah yang wajib dipelihara bagi bank
ditetapkan sebesar 5% dari DPK dengan ketentuan sebagai berikut:

a. DPK>Rp 1 triliun-Rp 10 juta triliun


Bank yang memiliki DPK dalam rupiah lebih besar dari Rp 1 triliun s.d Rp
10 triliun, wajib memelihara tambahan GWM rupiah sebesar 1 % dari DPK
dalam rupiah. Contoh:

16
Apabila bank mempunyai DPK dalam rupiah dalam satu masa laporan
sebesar Rp 5 triliun, maka GWM yang wajib dipelihara adalah sebesar Rp
300 miliar dengan perhitungan sebagai berikut:
 5% x Rp 5 triliun = Rp 250 miliar
 1% x Rp 5 triliun = Rp 50 miliar
b. DPK>Rp 10 juta-Rp 50 juta
Bank yang memiliki DPK dalam rupiah lebih besar dari Rp 10 triliun s.d.
Rp50 triliun, wajib memelihara tambahan GWM rupiah sebesar 2 % dari
DPK dalam rupiah. Contoh:
Apabila bank mempunyai DPK dalam rupiah dalam satu masa laporan
sebesar Rp 25 triliun, maka GWM yang wajib dipelihara adalah sebesar Rp
1,750 miliar dengan perhitungan sebagai berikut:
 5% x Rp 25 triliun = Rp 1,250 miliar
 2% x Rp 25 triliun = Rp 500 miliar
c. DPK>Rp 50 juta
Bank yang memiliki DPK dalam rupiah lebih besar dari Rp 50 triliun,
wajib memelihara tambahan GWM yang wajib dipelihara adalah sebesar
Rp4,400 miliar dengan perhitungan sebagai berikut:
 5% x Rp55 triliun=Rp2,750 miliar
 3% x Rp 55 triliun = Rp 1,650 miliar
d. DPK<Rp 1 triliun
Bank yang memiliki DPK dalam rupiah sampai dengan Rp 1 triliun tidak
dikenakan kewajiban tambahan GWM. Artinya bank yang bersangkutan
hanya diwajibkan memiliki GWM sebesar 5% dari DPK dalam rupiah.

2.4.2 Formula Perhitungan Persentase GWM

Kewajiban pemeliharan dan pemenuhan persentase GWM dihitung


dengan membandingkan jumlah saldo Rekening Giro Bank Indonesia setiap

17
hari dalam satu masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam
satu masa laporan pada dua masa laporan sebelumnya sebagai berikut:

saldo giro pada Bank Indonesia setiap h ari dalam satu masalaporan
rata−rata h arian jumla h DPK dalam satu masalaporan pada dua masa laporan sebelumnya

saldo giro pada Bank Indonesia setiap h ari dalam satu masalaporan
rata−rata h arian jumla h DPK dalam satu masalaporan pada dua masa laporan sebelumnya
X 100%

2.4.3 Saldo Rekening Giro pada Bank Indonesia

Saldo Rekening Giro bank pada Bank Indonesia masing-masing terdiri


dari :

a. Rekening Giro Rupiah pada Bank Indonesia.

b. Rekening Giro Valas Bank pada Bank Indonesia.

2.4.4 Dana Pihak Ketiga

Dana pihak ketiga bank terdiri dari:

a. Jumlah DPK dalam rupiah pada seluruh kantor bank di Indonesia.


b. Jumlah DPK dalam valuta asing pada seluruh kantor bank di Indonesia.

DPK dalam rupiah meliputi kewajiban dalam rupiah kepada pihak ketiga
bukan bank, baik kepada penduduk maupun bukan penduduk yang terdiri
dari:

a. Giro
b. Simpanan berjangka
c. Tabungan
d. Kewajiban-kewajiban lainnya

18
DPK dalam valuta asing meliputi kewajiban dalam valuta asing kepada
pihak ketiga, termasuk kepada bank lainnya di Indonesia baik kepada
penduduk maupun bukan penduduk yang terdiri dari:

a. Giro
b. Simpanan berjangka
c. Kewajiban-kewajiban lainnya

2.4.5 Pemberian Jasa Giro oleh Bank Indonesia

Bank Indonesia memberikan jasa giro setiap hari kerja terhadap bagian
saldo rekening Giro Rupiah Bank yang diperuntukan untuk pemenuhan
kewajiban tambahan GWM dalam rupiah sebesar 3% per tahun.

Jasa giro sebesar 3% merupakan tingkat bunga efektif tahunan


(effective annual rate) yang ditentukan berdasarkan periode compounding
harian selama 360 hari dengan rumus sebagai berikut:

tingkat bunga tahunan


Effective annual rate= (1+( ¿ ¿ 360 hari−1
360 hari

Karena jasa giro telah ditetapkan 3% pertahun, maka jasa giro yang
diberikan terhadap saldo Rekening Giro Rupiah Bank diperuntukan untuk
pemenuhan kewajiban memelihara tambahan GWM dalam rupiah adalah
sebesar 0,0082% per hari.

2.4.6 Sanksi

Pelanggaran atas ketentuan GWM dalam rupiah dan atau valuta asing
akan dikenakan sanksi dengan kewajiban membayar sebesar presentase

19
tertentu terhadap GWM dalam rupiah dan valas yang wajib dipelihara dan
atau terhadap saldo negatif.

2.4.7 Fasilitas Likuiditas Intrahari

Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) berdasarkan Peraturan Bank


Indonesia (PBI) No.6/6/PBI/2004 tanggal 16 februari 2004 adalah fasilitas
pendanaan dari Bank Indonesia kepada bank umum untuk mengatasi kesulitan
pendanaan yang terjadi selama jam operasional Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement (BI-RTGS) karena nilai transaksi keluar (outgoing
transaction) melalui sistem (BI-RTGS) lebih besar dibandingkan dengan
saldo rekening giro rupiah bank di Indonesia. Sistem BI-RTGS adalah sistem
transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah yang
penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi individual.

Dalam kegiatan usahanya, bank sangat lazim mengalami kesulitan


pendanaan jangka pendek yang disebabkan ketidaksesuaian pendanaan antara
arus masuk dan arus keluar. Dengan berlakunya penyelesaian transaksi
melalui sistem BI-RTGS dimana transaksi pembayaran diselesaikan satu demi
satu secara seketika (real time), bank sangat mungkin mengalami kesulitan
pendanaan dalam waktu sangat pendek. Kesuliatan pendanaan yang dimaksud
adalah sebagai akibat adanya ketidaksesuaian antara waktu dan atau nilai
transaksi yang dikirim (outgoing transaction) dengan transaksi yang diterima
(incoming transaction). Apabila kesulitan yang dialami oleh bank atau
beberapa bank tersebut tidak segera diatasi, dikhawatirkan akan menyebabkan
kemacetan pembayaran (gridlock), yang dapat mengganggu kelancaran sistem
pembayaran, yang pada akhirnya dapat menimbulkan ketidakstabilan sistem
keuangan secara keseluruhan.

Untuk mengatasi timbulnya kemacetan pembayaran di atas maka Bank


Indonesia perlu menyediakan fasilitas pendanaan untuk jangka waktu yang

20
sangat pendek selama waktu operasional sistem BI-RTGS. Fasilitas
pendanaan tersebut dalam bentuk Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi bank
umum yang wajib dilunasi oleh bank pada hari yang sama.

Bank dapat memperoleh FLI setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Tingkat kesehatan minimal cukup baik

b. Memiliki surat berharga yang dapat digunakan berupa SBI dan atau Surat
Utang Negara (SUN)
c. Tidak sedang dikenakan sanksi penangguhan sebagai bank peserta BI-
RTGS dan BI-SSSS (Bank Indonesia Scriptless Securities Settlement
System) dan
d. Tidak sedang dikenakan sanksi tidak dapat memperoleh Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek
Pengajuan nilai FLI serta penggunaan surat berharga dalam rangka FLI
dilakukan dengan menggunakan sarana BI-SSSS. Bank yang bersangkutan
harus sudah memindahkan agunana ke rekening penggunaan surat berharga
pada sarana BI-SSSS sebelum menggunakan FLI. Penghitungan nilai jual
SBI atau nilai pasar surat utang negara yang diagunkan bank tersebut
ditentukan Bank Indonesia. Penggunaan FLI dilakukan secara otomatis
melalui sistem BI-RTGS pada saat saldo rekening giro Rupiah bank di BI
tidak mencukupi untuk melakukan transaksi keluar berdasarkan kecukupan
nilai agunan FLI yang tersedia direkening penggunaan surat berharga dalam
sarana BI-SSSS. Selanjutnya pelunasan FLI dilakukan secara otomatis oleh
sistem BI-RTGS setiap terdapat transaksi masuk yang mengkredit rekening
giro Rupiah bank yang bersangkutan di BI sampai dengan batas waktu
pelunasan FLI. Bank wajib melunasi FLI sampai dengan batas waktu

21
pelunasan FLI yang ditetapkan, maka terhadap nilai FLI yang tidak dapat
dilunasi diberlakukan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek.8

2.5 Pembatasan Transaksi Rupiah

Penerapan sistem devisa bebas di Indonesia telah mempercepat


perkembangan dan integrasi pasar keuangan Indonesia dengan pasar keuangan
dunia. Perkembangan pasar keuangan tercermin dari semakin bertambahnya
keanekaragaman produk jasa keuangan hasil berbagai inovasi di industri
keuangan di dunia. Intergrasi pasar keuangan antara lain terlihat pada
penggunaan mata uang domestik di dalam negeri oleh warga negara asing dan
badan-badan asing, namun selanjutnya penggunaan tersebut semakin meluas
sampai ke luar negeri, baik oleh warga negara Indonesia dan badan hukum
Indonesia maupun oleh warga negara asing dan badan-badan asing. Sebagai
akibat perkembangan dan integrasi pasar keuangan di atas, peningkatan
transaksi rupiah antar bank dengan warga negara asing dan badan asing yang
terjadi dewasa ini turut memberikan kontribusi terhadap berbagai persoalan
moneter dalam negeri, khususnya tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan upaya untuk


mengurangi tekanan yang lebih dalam kondisi moneter Indonesia dengan
menerapkan pembatasan-pembatasan yang diperlukan. Oleh karena itu, untuk
mengurangi dampak fluktuatif terhadap nilai rupiah, perlu dilakukan
pengaturan terhadap transaksi rupiah antara bank dan pihak-pihak tertentu.
Pembatasan transaksi rupiah antara bank dengan pihak-pihak tersebut sebagai
langkah kehati-hatian dalam melindungi integritas dan stabilitas sistem
keuangan Indonesia pada dasarnya tidak bertentangan baik dengan ketentuan

8
Ibid, hal

22
sistem devisa bebas maupun ketetuan-ketentuan internasional yang lazim
berlaku.9

2.5.1 Pelarangan Transaksi


Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No:3/3/PBI/2001 tahun 2001,
Bank dilarang melakukan transaksi-transaksi tertentu dengan pihak-pihak
sebagai berikut :
a. Warga Negara Asing
b. Badan hukum asing atau badan asing lainnya
c. Warga negara Indonesia yang memiliki status penduduk tetap (permanent
resident) negara lain dan tidak berdomisili di Indonesia
d. Perwakilan negara asing dan lembaga internasional di Indonesia
e. Kantor bank atau badan hukum Indonesia di luar negeri.
Transaksi-transaksi tertentu yang dilarang untuk dilakukan oleh bank
dengan pihak-pihak tersebut di atas meliputi :
a. Pemberian kredit, cerukan, dalam rupiah atau valuta asing
b. Penempatan dana dalam rupiah dalam bentuk giro, call money, deposito
berjangka, sertifikat deposito dan penempatan lainnya, serta penempatan
pada lembaga keuangan bukan bank untuk kepentingan bank maupun
nasabah
c. Melakukan transfer rupiah ke bank di luar negeri
d. Pembelian surat-surat berharga dalam rupiah yang diterbitkan oleh pihak-
pihak di atas
e. Transaksi antar kantor dalam rupiah; yaitu semua tagihan (aktiva) yang
dimiliki bank terhadap kantor pusat atau kantor cabang di luar negeri baik
untuk kepentingan bank mupun nasabah.
f. Penyertaan dalam rupiah kepada pihak-pihak tersebut di atas.

9
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter dan Perbankan,
(Jakarta:Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005) hal 220.

23
2.5.2 Pembatasan Transaksi
Bedasarkan peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, bank hanya
dapat melakukan transaksi derifatif valuta asing terhadap rupiah dengan
pihak-pihak yang dilarang untuk melakukan transaksi yang disebutkan sampai
batas maksimal nominal tertentu setiap saat, baik untuk setiap transaksi
individual maupun posisi (outstanding) transaksi derifatif perbank yaitu
sebesar USD 3.000.000 atau ekuivalen. Transaksi derifatif adalah kontrak atau
perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrument
yang mendasari. Instrument yang mendasarinya yaitu suku bunga dan nilai
tukar dalam bentuk transaksi forward, swap, dan option valuta asing terhadap
rupiah dan transaksi lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
Selanjutnya, transaksi derifatif yang dibatasi meliputi :
a. Transaksi forward jual, termasuk transaksi valuta tomorrow dan spot yang
di rollover dan disintetiskan sebagai forward jual valas;
b. Transaksi swap termasuk di dalamnya overnite swap dan tom next; dan
atau
c. Transaksi option untuk jual valas call atau beli valas put terhadap rupiah.10
2.5.3 Pelaporan
Bank diwajibkan menyampaikan laporan transaksi derifatif kepada
Bank Indonesia selambat-lambatnya puku 23.30 WIB pada hari yang
bersangkutan melalui Sistem Pusat Informasi Pasar Uang.

2.5.4 Sanksi
Bank yang melakukan pelanggaran atas ketentuan larangan untuk
melakukan transaksi derifatif dan atau pelanggaran atas ketentuan pembatasan

10
Ibid, hal 221

24
transaksi derifatif dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan
kewajiban membayar sejumlah denda tertentu.11

2.6 Batas Maksimum Pemberian Kredit

Menurut peraturan BI no.7/3/PBI/2005, BMPK adalah persentase


maksimal penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank yang
berupa modal inti atau modal pelengkap bagi bank yang berkantor pusat di
dalam negeri maupun dana bersih kantor pusat dan kantor-kantor cabang di
luar negeri.

Berdasarkan peraturan bank Nomor: 3/21/PBI/2001 tahun 2001 bank


wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari aktiva tertimbang
menurut resiko (ATMR). Bank yang tidak dapat memenuhi ketentuan tersebut
akan ditempatkan dalam pengawasan khusus. Modal bagi bank yang di
dirikan dan berkantor pusat di Indonesia terdiri dari :

1. Modal Inti
Modal inti terdiri dari :
a. Modal disetor
Modal inti tersebut di atas diperhitungkan dengan faktor pengurang berupa
pos goodwill. Sedangkan di dalam komponen modal disetor tidak termasuk
pengakuan modal yang dipesan yang berasal dari piutang pemegang saham,
sebagaimana dimaksud dalam Penyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) Nomor 21 tentang akuntansi ekuitas.
2. Cadangan tambahan modal

Yang dapat dikelompokan ke dalam cadangan tambahan modal terdiri dari :

a. Faktor penambah, yaitu :


1. Agio
11
Ibid, hal 222

25
2. sumbangan
3. Cadangan umum
4. Cadangan tujuan
5. Laba tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak
6. Laba tahun berjalan setelah diperhitungkan taksiran pajak sebesar 50%
7. Selisih lebih penjabaran laporan keuangan kantor cabang luar negeri
8. Dana setoran modal
b. Faktor pengurang, yaitu :
1. Disagio
2. Rugi tahun-tahun lalu
3. Rugi tahun berjalan
4. Selisih kurang penjabaran laporan keuangan kantor cabang luar negeri
5. Penurunan nilai penyertaan pada portofolio yang tersedia untuk dijual.

Catatan :

1) Dalam perhitungan laba atau rugi untuk pos-pos cadangan tambahan modal
harus dikeluarkan pengaruh perhitungan pajak tangguhan.
2) Dalam modal inti harus diperhitungkan faktor pengurang berup seluruh
penyertaan yang diakukan bank. Dengan diperhitungkannya penyertaan pada
modal bank (modal inti + modal pelengkap) maka nilai penyertaan tidak
diperhitungkan lagi dalam ATMR yaitu dengan diberi bobot resiko 0%.
3. Modal Pelengkap
Modal pelengkap terdiri dari :
a. Cadangan revaluasi aktiva tetap;
b. Cadangan minimum dari penyisihan penghapusan aktiva produktif setinggi-
tingginya 1,25% dari aktiva tertimbang menurut risiko;
c. Modal pinjaman;
d. Modal subordinasi setinggi-tingginya sebesar 50% dari modal inti;

26
e. Peningkatan nilai penyertaan pada portofolo yang tersedia untuk dijual
setinggi-tingginya sebesar 45%.
Catatan :
1. Untuk menjaga kondisi permodalannya, bank dilarang melakukan distribusi
modal atau laba jika distribusi dimaksud mengakibatkan kondisi permodalan
bank tidak mencapai rasio modal minimum dari ATMR sebesar 8%.
Distribusi modal atau laba antara lain pembayaran dividen, pembelian
kembali saham bank dan pembayaran bonus kepada pengurus.
2. Modal pelengkap hanya dapat diperhitungkan setinggi-tingginya sebesar
100% inti.

2.7 Market Risk

Market risk adalah kerugian akibat posisi yang tercatat pada on dan off
balance sheet karena pergerakan faktor pasar.Resiko pasar merupakan risiko yang
timbul karena adanya pergerakan variable harga pasar dari portofolio yang dimiliki
bank. Yang dapat merugikan bank.variabel pasar mencakup suku bunga dan nilai
tukar, termasuk derivasi dari kedua jenis risiko pasar tersebut, risiko pasar antara
lain terdapat terdapat pada aktivitas treasury serta investasi, kegiatan pembiayaan
perdagangan.

Komponen market risk dalam dunia perbankan dibagi dua yaitu specific risk
dan general risk. Spesifik risk merupakan perubahan nilai pasar sekuritas akibat
issuer dari sekuritas. Dikatakan specific risk dikarenakan perubahan ini hanya
terjadi pada saham tertentu saja. Sedangkan general risk adalah risiko perubahan
pasar pada kelompok jenis instrument tertentu. Misalnya pada pergerakan SBI
(sertifikat Bank Indonesia). General risk ini terdiri dari dari beberapa macam risk
yang kita kenal dengan:

a. Interest rate risk

27
b. Equity position risk
c. Foreign exchange risk
d. Commodity position risk

2.7.1 Interested rate risk

Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh kegagalan


counterparty (debitur) dalam melaksanakan kewajiban kewajiban nya sesuai yang
disyaratkan oleh kontrak/perjanjian. Risiko ini tidak hanya muncul dari
kredit/pinjaman melainkan juga meliputi komponen-komponen lain, baik on
maupun off balance sheet seperti garansi,akseptasi,securities investmen.

2.7.2 Equity position risk


Adalah potensi kerugian akibat fluktuasi harga saham.

2.7.3 Foreign exchange Risk

Adalah potensi kerugian akibat fluktuasi nilai tukar. Secara akuntansi


umumnya dicatat dalam nilai tukar tertentu (Indonesian rupiah)

2.7.4 Commodity position risk

Adalah potensi kerugian akibat fluktuasi harga komoditas. Risiko dapat terjadi
pada posisi komoditas termasuk posisi komoditas derivatif

2.7.5 Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia

Sertifikat bank Indonesia atau SBI berdasarkan surat edaran Bank Indonesia
No.6/4/DPM tanggal 16 februari 2004 adalah surat berharga dalam mata uang
rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka
waktu pendek. SBI merupakan instrument yang digunakan dalam rangka
pelaksaan operasi pasar terbuka sebagai pelaksanaan kebijakan moneter oleh
Bank Indonesia.

28
Beberapa istilah teknis yang terkait dengan penerbitan dan perdagangan SBI
yang perlu terlebih dahulu dipahami sebagai berikut;

1. Operasi Pasar Terbuka ; yang selanjutnya disebut otp adalah kegiatan


transaksi dipasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan
pihak lain dalam rangka pengendalian moneter.
2. Lelang SBI adalah penjulan SBI yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam
rangka pelaksanaa kebijakan moneter.
3. Stop out Rate(SOR); yang selanjutnya disebut SOR adalah tingkat diskonto
tertinggi yang dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai target kuantitas
SBI yang akan dijual Bank Indonesia.
4. Sistem Bank Indonesia – Real Time Gross Settlemen, yang selanjutnya
disebut dengan sistem BI-RTGS, adalah suatu sistem transfer dana elektronik
antar peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara
seketika per transaksi secara individual.
5. Bank Indonesia – Scripless Securities Settlemen System yang selanjutnya
disebut BI – SSSS, adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk
penatausahanya penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung
langsung antara peserta,penyelenggara,dan sistem BI-SSSS
6. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
penatausahaan surat berharga untuk kepentingan bank,sub-registry dan pihak
lain yang disetujui Bank Indonesia.
7. Sub-Registry adalah bank dan lembaga yang melakukan kegiatan custodian,
yang disetujui Bank Indonesia untuk melakukan fungsi penataausahaan surat
berharga untuk kepentingan nasabah.
8. Transaksi SBI yang dilakukan secara Repurchase Agreement ; yang
selanjutnya disebut dengan SBI Repo, adalah transaksi penjualan SBI secara
bersyarat berupa kewajiban membeli kembali oleh pihak penjual sesuai
dengan harga dan jangka waktu yang ditetapkan.

29
9. Transaksi SBI yang dilakukan secara outright; yang selanjutnya disebut SBI
outright,adalah transaksi prmbelian atau penjualan SBI secara lepas atau putus
tanpa kewajiban untuk menjual atau membeli kembali.
10. Rekening Surat Berharga SBI adalah rekening surat berharga yang digunakan
untuk mencatat kepemilikan SBI di Central Registry
11. Setelmen Surat Berharga (securities settlement) adalah perpindahan
kepemilikan SBI antar pemilik rekening surat berharga yang tercata dalam BI
–SSSS dalam rangka pelaksaan setelmen transaksi SBI melalui BI –SSSS
12. Setelmen Dana (Fund settlement)adalah perpindahan dana antar pemilik
rekening giro rupiah di Bank Indonesia melalui sistem BI-RTGS dalam
rangka pelaksanaan setelmen transaksi Surat Berharga melalui BI-RTGS.
13. Delivery Versus Payment; yang selanjutnya disebut DVP, adalah setelmen
transaksi surat berharga dengan cara setelmen surat berharga melalui BI-SSSS
dilakukan bersamaan dengan setelmen Dana di Bank Indonesia melalui sistem
BI-RTGS
14. Free of payment; yang selanjutnya disebut FoP,adalah setelmen transaksi
surat berharga dengan cara setelmen surat berharga BI-SSSS,sedangkan
Setelmen Dana dilakukan tidak secara bersamaan dengan Setelmen Surat
Berharga atau tanpa Setelmen Dana.
15. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing serta
perantara pedagang efek yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
2.8 Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia
2.8.1 Karakteristik SBI
Sertifikat Bank Indonesia sebagai instrumen pasar uang memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1. Satuan unit sebesar Rp1.000.000,00
2. Jangka waktu SBI sekurang kurangya 1 bulan dan paling lama 12 bulan
yang dinyatakan dalam jumlah hari dan dihitung dari tanggal penyelesaian

30
transaksi sampai penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh
tempo.
3. Diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto (discounted
basis).
4. Diterbitkan tanpa warkat (scriptless).
5. Dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
6. Nilai Diskonto dihitung sebagai berikut;
Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
7. Nilai Tunai Transaksi dihitung berdasarkan diskonto murni (true
discount).
2.8.2 Prinsip dan Persyaratan Penerbitan SBI
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/4/DPm tanggal 12 februari
2004 ditetapkann mengenai prinsip dan persyaratan penerbitan SBI sebagai berikut:
1. SBI diterbitkan melalui mekanisme lelang
2. Lelang SBI dilakukan berdasarkan target kuantitas dengan memperhatikan
tingkat suku bunga/diskonto yang terjadi
3. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SBI selambat-lambatnya
pada 1 hari kerja sebelum hari pelaksanaan lelang SBI melalui sarana BI-
SSSS dan Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) dan atau sarana lain yang
ditetapkan oleh bank Indonesia,meliputi : jangka waktu SBI, target
indikatif, waktu pelaksanaan lelang, dan waktu setelmen.
4. Pelaksanaan lelang SBI dilaksanakan pada hari rabu, atau hari kerja
berikutnya atau hari kerja lain, apabila hari rabu adalah hari libur,yang
dapat dilaksanakan pada setiap minggu dan atau setiap dua minggu dan atau
setiap bulan. Jika diperlukan, Bank Indonesia dapat mengadakan lelang SBI
tambahan pada hari kerja lain.
5. Tanggal jatuh waktu SBI ditetapkan pada hari kamis atau hari kerja
berikutnya apabila hari Kamis adalah hari libur. Jika diperlukan, Bank
Indonesia dapat menetapkan jatuh waktu pada hari kerja lain.

31
6. Peserta lelang SBI dibedakan menjadi;
a. Peserta langsung, yaitu bank dan pialang yang melakukan transaksi
lelang SBI secara langsung dengan Bank Indonesia.
b. Peserta tidak langsung ,yaitu bank yang mengajukan penawaran lelang
SBI melalui pialang.
7. Bank hanya dapat mengajukan penawaran lelang SBI hanya untuk
kepentingan diri sendiri
8. Pialang dilarang mengajukan penawaran lelang SBI untuk kepentingan diri
sendiri.
9. Peserta lelang SBI bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran
lelang SBI yang diajukan.
10. Peserta lelang SBI sedang tidak dikenakan sanksi penghentian sementara
atau permanen sebagai peserta BI-SSSS.
11. Bank Indonesia hanya menerima pengajuan transaksi dari peserta langsung
dan menggunakan data penawaran lelang SBI yang diajukan peserta
langsung.
12. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana dan Setelmen Surat berharga
hasil dari lelang SBI di pasar perdana pada hari kerja berikutnya setelah hari
pelaksanaan lelang SBI.
13. Bank, baik yang bertindak sebagai peserta langsung maupun sebagai peserta
tidak langsung wajib menyediakan dana sebesar jumlah transaksi lelang
SBI yang dimenangkan sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS
untuk keperluan setelmen SBI di pasar perdana.
2.8.3 Tata Cara Lelang SBI Bank Indonesia
Tata cara lelang SBI dilaksanakan sebagai berikut:
a. Pelaksanaan dan pengajuan penawaran lelang SBI:
1) Pada hari pelaksanaan lelang SBI, peserta lamgsung mengajukan
penawaran lelang SBI kepada Bagian Operasi Pasar Uang ,Direktorat

32
Pengelolaan Moneter (OPU-DPM, Bank Indonesia melalui sarana BI-
SSSS dari pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB
2) Pengajuan tawaran lelang SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 1
meliputi penawaran kuantitas dan tingkat diskonto menurut jangka SBI
yang akan diterbitkan dengan ketentuan sebagai berikut;
a. Pengajuan penawaran kuantitas dari setiap peserta lelang SBI
sekurang kurangnya 1.000 unit atau Rp1.000.000.000 dan selebihnya
dengan kelipatan 100 unit atau Rp100.000.000.
b. Penawaran tingkat diskonto adalah dengan kelipatan 0,0265%
2.8.4 Penetapan dan Pemenang Lelang SBI
1) Bank Indonesia dapat menyesuaikan realisasi kuantitas hasil lelang SBI
dibandingkan target indikatif lelang SBI yang diumumkan atau
membatalkan seluruh kuantitas hasil lelang SBI.
2) Bank Indonesia menetapkan kuantitas hasil lelang SBI yang dimenangkan
masing-masing bank sebagai peserta lelang SBI sebagai berikut:
a) Dalam hal tingkat diskonto penawaran lebih rendah dari SOR, peserta
lelang yang bersangkutan memperoleh seluruh penawaran SBI yang
diajukan;
b) Dalam hal tingkat penawaran sama dengan SOR, peserta lelang yang
bersangkutan dapat memperoleh seluruh penawaran SBI yang diajukan
atau sebagian dar penawaran SBI sebesar hasil perhitungan secara
prporsional.
3) Bank Indonesia akan mengumumkan hasil lelang SBI secara luas antara
lain meliputi kuantitas hasil lelang SBI yang diterima dana tau rata-rata
tertimbang tingkat diskonto lelang SBI melalui sarana BI-SSSS atau
PIPU.
4) Bank Indonesia akan mengumumkan hasil lelang SBI kepada setiap
peserta langsung penawaran nya diterima antara lain meliputi kuantitas
penawaran dan tingkatb diskonto SBI melalui sarana BI-SSSS

33
Penawaran SBI DI Pasar Sekunder
Perdagangan SBI dengan BI secara Repo dan perdagangan SBI antar
bank/sub registry secara repo atau outright
2.8.5 Perdagangan SBI dengan Bank Indonesia Secara Repo
1) Prinsip dalam perdagangan SBI dengan BI secara Repo
a) SBI yang dapat dijual secara repo kepada Bank Indonesia adalah SBI milik
Bank yang bersangkutan dan masih memiliki sisa jangka waktu dua hari
kerja.
b) Jumlah SBI milik bank yang dapat dijual secara Repo kepada Bank
Indonesia sebanyak-banyaknya 25% dari rata-rata seri SBI yang
dimenangkan bank dalam 3 hari lelang SBI berdasarkan catatan yang ada
pada Bank Indonesia.
c) Jangka waktu Repo adalah 1 hari
d) Tingkat diskonto Repo adalah sebesar nilai tertinggi dari :
1) Rata rata tertimbang suku bunga PUAB sesi pagi jangka waktu 1hari
pada 1 hari kerja sebelum transaksi ditambah 100 basis point; atau
2) Rata rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1 bulan pada
lelang trakhir ditambah 100 basis point.
e) Penyelesaian transaksi SBI Repo dilaksankan pada hari transaksi SBI Repo
melalui mekanisme DVP.
f) Bank yang mengajukan transaksi SBI Repo wajib memiliki saldo Rekening
Surat Berharga SBI yang mencukupi untuk keperluan Setelmen Surat
Berharga dan Saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk keperluan
Setelmen Dana pada saat pelunasan.
g) Bank pemohon sedang tidak dikenakan sanksi penghentian sementara atau
permanen sebagai peserta BI-SSSS.

2.8.6 Tata cara transaksi SBI Repo dengan Bank Indonesia

34
a. Bank Indonesia menerima transaksi SBI Repo dari bank melalui sarana BI-
SSSS; antara lain meliputi kuantitas SBi Repo dan seri SBI yang akan
direpotkan dari pukul 15.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB.

b. Mekanisme pengajuan transaksi SBI Repo melalui BI-SSSS diatur oleh Bank
Indonesia.

2.8.7 Tata cara setelmen transaksi dan pelunasan SBI Repo jatuh waktu

a. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana dengan mengkredit Rekening Giro


Bank dan Setelmen Surat Berharga dengan mendebet Rekening Surat Berharga
SBI milik bank pada hari pelaksanaaan transaksi SBI Repo setelah waktu cut off
warning Bi-RTGS.

b. Jika bank tidak memiliki saldo Rekening Surat Berharga SBI yang mencukupi
untuk setelmen Surat Berharga transaksi maka transaksi SBI Repo dintakan batal.

c. Pada saat SBI Repo jatuh waktu, Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana
dengan mendebet Rekening Giro Bank dan Setelmen Surat Berharga dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga Pada awal hari.

d. Jika bank tidak memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk
pelunasan SBI Repo maka transaksi pelunasan SBI Repo dinyatakan batal dan
SBI yang direpotkan dinyatakan lunas sebelum jatuh waktu.

e. Atas pelunasan SBI sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Bank Indonesia


melakukan koreksi diskonto yang telah dibukukan.

f. Mekanisme setelmen transaksi dan pelunasan SBI Repo melalui BI-SSSS


dilKUKn melalui tata cara sebagaimana dimaksud dalam surat edaran tentang
BI-SSSS yang berlaku.

2.8.8 Perdagangan SBI Antar Bank/Sub Registry Secara Repo atau Outright

35
1) Pemilik SBI dapatb melaksanakan perdagangan SBI yang dimilikinya secara
Repo atau outright berdasarkan kesepakatan para pelaku transaksi
2) SBI yang dapat ditransaksikan di pasar sekunder adalah SBI yang masih
memiliki sisa jangka waktu lebih dari 1 hari kerja.
3) Setelmen transaksi perdagangan SBI di pasar sekunder wajib dilakukan
melalui mekanisme DVP.
4) Penerapan mekanisme FoP dalam perdagngan SBI hanya dapat dilakukan
pemilik SBI dalam rangka hibah, warisan, pelunasan kewajiban dari dan
kepada bank Indonesia atau dalam rangka penutupan rekening sebagaimana
dimaksud dalam surat edaran tentang BI-SSSS yang berlaku.
5) Mekanisme transaksi SBI di pasar sekunder melalui sarana BI-SSSS
dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam surat edaran
tentang BI-SSSS

2.8.9 Sanksi
Dalam hal terjadi pembatalan lelang SBI dan pembatalan transaksi SBI Repo,
bank dikenakan sanksi berupa:
a) Teguran tertulis
b) Kewajiban membayar sebesar 10/00 (satu per seribu) dari nilai nominal
transaksi SBI yang dibatalkan atau sebanyak-banyaknya Rp
1.000.000.00,00; dan
c) Jika peserta peserta langsung dan tidak langsung dikenakan teguran tertulis
untuk ketiga kalinya dalam jangka waktu 6 bulan karena pembatalan
transaksi SBI di pasar prdana dana tau pembatalan transaksi SBI Repo
dengan Bank Indonesia dan atau pembatalan transaksi FASBI sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, maka pemberhentian sementara untuk
mengikuti kegiatan OPT selama 5 hari kerja.

BAB IV

36
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pedelegasian tugas, fungsi dan kewenangan Bapepam kini beralih ke


Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kekuasaan yang sangat besar dan unik yang dimiliki
oleh Bapepam diserahkan kepada OJK. Bapepam tidak hanya bertindak sebagai
regulator tetapi juga mempunyai kekuasaan “kepolisian”, serta dapat bertindak dan
berwenang menggunakan kekuasaannya yang bersifat “quasi-judicial”

Dalam hal melakukan pemerikasaan dan penyidikan atas terjadinya


pelanggaran UUPM, kekuasaan OJK merupakan polisi yang menegakkan hukum
sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Pendelegasian kekuasaan Bapepam kepada
OJK juga diperluas yaitu mempunyai kekuasaan untuk mengenakan sanksi
administrasi yang jumlahnya cukup banyak dalam pelaksanaan kekuasaannya.
Termasuk dalam kekuasaan pengenaan sanksi adalah untuk mengenakan denda,
pembatasan dan pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha serta pembatalan
persetujuan pendaftaran. Sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), OJK
mempunyai kewenangan seperti layaknya Polisi dalam melakukan pemeriksaan dan
penyidikan. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan sebagai penyidik, OJK dapat
dibantu oleh aparat penegak hukum lainnya, juga dapat melalukan perintah
penangkapan sebagaimana kewenangan yang dimiliki oleh pendahulunya yaitu
Bapepam.

37
Daftar Pustaka

Siamat Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan. Fakultas Ekonomi


Universitas Indonesia: Jakarta.
Dr. Kasmir. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. PT Raja Grafindo
Persada: Jakarta.
Sundari Siti. 2011. Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan.
Kementerian Hukum dan HAM RI: Jakarta.
https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaran-pers/Pages/Siaran-Pers-OJK-
Ungkap-Kasus-Tindak-Pidana-Perbankan-di-BPR-MAMS-Bekasi.aspx, diakses
pada tanggal 23 Maret 2019, pukul 13.52

Anda mungkin juga menyukai