Anda di halaman 1dari 18

BAB X

SENYAWA AROMATIK (BENZENA)

1
Aromatisitas, Benzena, dan Benzena Tersubstitusi

10.1 Tata Nama Benzena Tersubstitusi

Benzena tersubstitusi diberi namadengan awalan orto, meta, para dan tidak
dengan nomor-nomor posisi. Awalan orto menunjukkan bahwa kedua substituen itu
1,2 satu sama lain dalam suatu cincin benzena ; meta menandai hubungan 1,3 ; dan
para berarti hubungan 1,4. Penggunaan orto meta dan para sebagai ganti nomor-
nomor posisi hanya diperthankan khusus untuk benzene disubstitusi. Sistem ini tidak
digunakan untuk sikloheksana atau system cincin lain.

Tabel 10.1.1 Struktur dan nama-nama benzene yang umum

Tabel 10.1.2 Struktur dan Nama Benzene Tersubstitusi

Orto (o-) Meta(m-) Para(p-)

2
Dalam reaksi senyawa benzene akan digunakan istilah substitusi-orto (ataupun
substitusi –meta atau –para atau orto-substitusi). Perhatikan bahwa benzene
monosubstitusi mempunyai dua posisi orto dan meta, tetapi hanya ada satu posisi
para.

Tabel 10.1.3 Posisi Substitusi Orto, Meta dan Para

CH3
CH3 CH3

Orto Meta Para

10.2 Sifat Fisis Senyawa Aromatik

• Seperti hidrokarbon alifatik dan alisiklik, benzena dan hidrokarbon aromatik


bersifat non polar
• Tidak larut dalam air
• Larut dalam berbagai pelarut organik
• Benzena digunakan sebagai pelarut
• Benzena dapat membentuk campuran azeotrop dengan air
• Benzena bersifat toksik – karsinogenik (hati-hati menggunakan benzena
sebagai pelarut, hanya digunakan apabila tidak ada alternatif lain misalnya
toluena)

Tabel 10.2 Titik Leleh dan Titik Didih Beberapa Hidrokarbon Aromatik
Nama Titik Leleh (oC) Titik Didih (oC)
Benzena 5.5 80
Toluena -95 111
o-xilena -25 144
m-xilena -48 139
p-xilena 13 138

3
10.3 Spektra Benzena Substitusi

Spektra inframerah dan nmr memberikan data yang berguna untuk


menetapkan struktur benzene tersubstitusi. Spektrum nmr memberikan jawaban yang
lebih jelas mengenai ada tidaknya proton aromatik.

10.3.1 Spektra Inframerah

Pita absorpsi inframerah benzene tersubstitusi diringkas dalam table 10.3.1.


adanya suatu cincin dalam benzene dalam suatu senyawa yang strukturnya tidak
diketahui seringkali dapat ditetapkan dengan memeriksa dua daerah spectrum
inframerah.Posisi substitusi pada suatu cincin benzene kadang-kadang dapat
ditetapkan dengan menguji spectrum inframerahnya.cincin-cincin benzene yang
tersubstitusi yang berlainan seringkali mempunya absorpsi karakteristik pada
kira-kira 680-900 cm-1 (11-15 μm).

10.3.2 Spektra nmr

Spektra nmr senyawa aromatic bersifat memperbedakan (distinctive). Proton


pada suatu cincin aromatic menyerap di bawah-medan, dengan nilai δ antara 6,5
ppm dan 8 ppm. Absorpsi bawah medan ini disebabkan oleh arus cincin, yang
menimbulkan medan magnet molecular yang mengurangi perisai terhadap
proton-proton yang terikat pada cincin itu. Substituent elektronegatif pada cincin
akan menggeser absorpsi proton tetangganya lebih jauh ke bawah-medan,
sedangkan gugus-gugus yang membebaskan electron akan menggeser absorpsi ke
atas-medan, dibandingkan dengan absorpsi benzene tanpa substitusi.

10.4 Kestabilan Cincin Benzena

Seandainya benzena hanya mengandung tiga ikatan rangkap dua yang


berselang-seling dengan tiga ikatan tunggal (tanpa delokalisasi elektron), maka kalor
hidrogenasinya akan sebesar: 3 x 28,6 kkal/mol = 85,8 kkal/mol

Sikloheksena sikloheksana

4
Benzena sikloheksana

Hidrogenasi benzena membebaskan energi 36 kkal/mol lebih rendah


dibanding senyawa hipotetik (sikloheksatriena). Selisih energi antara benzene dan
sikoheksatriena disebut energi resonansi benzene. Energy resonansi ialah energy yang
hilang (kestabilan yang diperoleh) dengan adanya delokalisasi penuh electron-
elektron electron-elektron pi.

Sedangkan energi resonansi benzena dalam reaktivitas adalah diperlukan lebih


banyak energi untuk hilangnya sifat aromatik, Alkena dapat dihidrogenasi dalam
temperatur kamar dan tekanan atmosfer, sedangkan benzena menuntut temperatur dan
tekanan yang lebih tinggi.

Benzena tidak dapat diadisi (tidak bereaksi) dengan HBr dan KMnO4

Tidak Bereaksi

Tidak Bereaksi

10.5 Ikatan dalam Benzena

Sehubungan dengan teori resonansi formula ini sangat berguna; oleh karena
itu, rumus Kekule digunakan dalam membahas reaksi-reaksi benzena. Benzena
mempunyai enam karbon sp2 dalam sebuah cincin. Tumpang tindih keenam orbital p
mengakibatkan terbentuknya enam orbital molekul π. Bila diperhatikan keeenam
orbital molekul yang mungkin bagi benzena akan nampak bahwa representasi awan pi
aromatik sebagai suatu “donat rangkap” barulah menyatakan satu, π1, dari enam
orbital molekul itu. Dalam orbital π1, keenam-enam orbital p dari benzena bersifat
sefase (in phase) dan tumpang tindih secara sama; orbital ini berenergi terendah

5
karena tak memiliki simpul (node) di antara inti karbon. Orbital π2 dan orbital π3
masing-masing mempunyai satu bidang simpul di antara inti-inti karbon. Kedua
orbital bonding ini bersifat berregenerasi dan energi itu lebih tinggi daripada energi
orbital molekul π1. Benzena dengan enam elektron p, mengisi orbital-orbital π1,π2,π3
masing-masing dengan sepasang elektron. Maka ketiga orbital ini merupakan orbital-
orbital bonding dari benzena.

Bersama dengan ketiga orbital ini, dalam benzena terdapat tiga orbital
antibonding. Dua dari orbital antibonding ini (π4* dan π5* ) masing-masing memiliki
dua simpul, dan orbital berenergi tinggi (π6*) memiliki tiga simpul. Dimana simpul
adalah daerah dengan rapatan elekron sangat rendah.

Gambar 10.5 Orbital-orbital π benzena. Simpul digambarkan oleh garis putus-putus.

6
10.6 Apakah Senyawa Aromatik Itu?

Senyawa aromatik adalah senyawa hidrokarbon dengan ikatan tunggal dan


ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya.Benzena adalah senyawa organik
dengan rumus molekul C6H6 yang merupakan suatu anggota dari suatu kelompok
besar senyawa aromatic, yakni senywa yang cukup distabilkan dan delokalisasi
electron pi. Benzena tersusun atas 6 buah atom karbon yang bergabung membentuk
sebuah cincin, dengan satu atom hidrogen yang terikat pada masing-masing atom.
Karena hanya terdiri dari atom karbon dan hidrogen, senyawa benzena dapat
dikategorikan ke dalam hidrokarbon. Benzena merupakan salah satu jenis hidrokarbon
aromatik siklik dengan ikatan pi yang tetap.

10.7 Persyaratan untuk Aromatisitas

Persyaratan senyawa aromatik

1. molekul harus siklik dan datar

2. memiliki orbital p yang tegak lurus pada bidang cincin (memungkinkan


terjadinya delokalisasi elektron pi)

3. Memiliki elektron pi = 4n + 2 (aturan Huckle) ; n = bilangan bulat

siklooktatetraena (tidak
aromatik).

10.7.1 Aturan Hückel

Dalam tahun 1931seorang ahli kimia jerman Erich Hückel, mengusulkan


bahwa untuk menjadi aromatic, suatu senyawa datar, monosiklik (satu cincin)
Hrus memiliki electron pi sebanyak 4n+2, dengan n ialah bilangan bulat..
Menurut aturan Hückel, suatu cinicin dengan electron pi sebanyak 2,6,10 atau
14 dapat bersifat aromatiktetapi cincin dengan 8 atau 12 elektron tidak dapat.

7
4n + 2 = 6 4n + 2 = 10 4n = 8
n=1 n=2 non aromatik
aromatik aromatik

10.7.2 Ion Siklopentadiena

Siklopentadiena adalah suatu diena konjugasi dan tidak aromatic. Alasan


utama tidak aromatic ialah bahwa satu atom karbonnya adalah sp3, tidsk
sp2.karbon sp3 ini tidak mempunyai orbital p untuk ikut berikatan pi. Tetapi bila
diambil satu ion hydrogen dari dalam siklopentadiena, maka hibridisasi karbon
tersebut akan berubah menjadi sp2 dan akan memiliki orbital p yang berisi
sepasang electron.

10.8 Substitusi Aromatik Elektrofilik

Pada kondisi yang tepat benzene mudah bereaksi substitusi aromatic


elektrofilik yaitu reaksi suatu elektrofil disubstitusikan untuk satu atom hydrogen
pada cincin aromatic. Terdapat beberapa Substitusi Aromatik Elektrofilik yaitu,
Monosubstitusi, Disubstitusi dan Trisubstitusi Contoh reaksi substitusi seperti ini
dipaparkan di bawah ini :

8
Monosubstitusi

H H H H
FeCl3
H H + Cl2 H Cl + HCl
30o

H H H H
+
Klorobenzena (90%)

Klorobenzena (90%)

Nitrobenzena

Disubstitusi

Trisubstitusi

10.9 Substitusi Pertama

Dalam kedua reaksi monosubstitusi yang ditunjukkan di atas, digunakan asa,


lewis sebagai katalis. Asam lewis bereaksi dengan regensia (seperti X2 atau HNO3)
untuk menghasilkan suatu elektrofil, yang merupakan zat pensubstitusi yang
sebenarnya. Misalnhya, H2SO4 (suatu asam yang sangat kuat) dapat merebut suatu

9
gugus hidroksil dari dalam asam nitrat, maka akan dihasilkan ion nitronium +NO2.
Suatu elektrofil dapat menyerang elektron pi suatu cincin benzena untuk
menghasilkan suatu macam karbokation yang terstabilkan oleh resonansi yang disebut
suatu ion benzenonium.

A. Halogenasi
Halogenasi aromatik dicirikan oleh brominasi benzena. Katalis dalam
brominasi aromatik adalah FeBr3 (seringkali dibuat in situ dari Fe dan Br2).
Peranan katalis adalah menghasilkan elektrofil Br+. Ini dapat terjadi oleh
reaksi langsung dan pembelahan ikatan Br-Br. Lebih mungkin lagi, Br2 tidak
sepenuhnya terbelah pada reaksi dengan katalis FeBr3, melainkan sekedar
terpolarisasikan. Untuk sederhananya, di sini ditunjukan Br+ sebagai
elekfilnya.
B. Efek Isotop
Jika tahap penentu laju substitusi aromatik elektrofilik ialah
pembentukan ion benzenonium, maka reaksi benzena terdeuterasi dan reaksi
benzena normal akan sama cepat. Eksperimen menunjukan bahwa hal ini
memang benar; benzena dan perdeuteriobenzena (C6D6) menjalani brominasi
elektrofilik sama cepat, dan tak dijumpai efek isotop kinetik.
Tahap 2 dalam mekanisme reaksi, lepasnya H+ atau D+, memang
melibatkan pemutusan ikatan CH atau CD. Tak diragukan lagi bahwa
eliminasi D+ akan lebih lambat daripada eliminasi H+, tetapi dalam masing-
masing kasus tahap kedua itu begitu cepat dibandingkan dengan Tahap 1,
sehingga tak dijumpai perubahan laju reaksi keseluruhan.
C. Nitrasi
Benzena menjalani nitrasi bila diolah dengan HNO3 pekat. Katalis
asam Lewis dalam reaksi ini adalah H2SO4 pekat. Seperti halogenasi, nitrasi
aromatik berupa reaksi dua-tahap. Tahap pertama (tahap lambat0 adalah
serangan elektrofilik. Dalam nitrasi elektrofiliknya ialah +NO2. Hasil serangan
ialah suatu ion benzenonium yang mengalami pelepasan H+ dengan cepat
dalam tahap kedua. H+ ini bergabung dengan H2SO4- untuk menghasilkan
kembali katalis H2SO4.

10
D. Alkilasi
Alkilasi benzena berupa substitusi sebuah gugus alkil untuk sebuah
hidrogen pada cincin.Alkilasi dengan alkil halida dan runutan AlCl3 sebagai
katalis, sering dirujuk sebagai alkilasi Friedel-Crafts.

E. Asilasi
Reaksi ini serinkali merupakan metode terpilih untuk membuat aril
keton. Guguskarbonil aril keton ini dapat direduksi menjadi gugus CH2 .dengan
kombinasi asilasi Friedel-Crafts dan direduksi, dapat disiapkan suatu alkil
benzene tanparisiko penataan ulang dari gugus alkil.

F. Sulfonasi
Sulfonasi benzene dengan asam sulfat menghasilkan asam benzene
sulfonat. Sulfonasi bersifat mudah balik danmenunjukkan efek isotop yang
sedang.

SO3H

10.10 Substitusi kedua


Suatu benzene tersubstitusi dapat mengalami substitusi gugus kedua.
Beberapa benzene tersubstitusi bereaksi lebih mudah. Misalnya anilinabereaksi
substitusi elektrofilik lebih cepat daripada benzene.

+ 3HBr
Anilina
Tidak perlu diberi katalis seperti benzene

11
Nitrobenzena m-dinitrobenzena (93%)

Memerlukan asam nitrat, temeratur tinggi dan waktu lama

10.11 Substitusi Ketiga


1. Jika dua substituen mengarahkan suatu gugus ke satu posisi, maka posisi ini
akan merupakan posisi utama.

o terhadap CH3 dan m terhadap NO2

2. Jika dua gugus bertentangan dalam efek-efek pengarahan mereka, maka


aktivator yang lebih kuat akan lebih diturut pengarahannya.

pengarah o, p lebih kuat

3. Jika dua gugus deaktivasi berada pada cincin, terlepas dimana posisinya, akan
menghambat substitusi ketiga
4. Jika dua gugus pada cincin berposisi meta satu sama lain substitusi tidak
terjadi pada posisi apit meskipun cincin teraktifkan pada posisi itu. Tidak
reaktifnya posisi ini rena rintangan sterik

12
10.12 Alkil Benzena
Seringkali cincin benzene mempunyai efek yang besar pada sifat-sifat kimia
dari substituent-substituennya. Misalnya, gugus alkil yang terikat pada sebuah cincin
benzene tidaklah berbeda dengan gugus alkil lain, dengan satu kekecualian penting
yaitu karbon di dekat cincin benzene adalah karbon benzilik. Kation benzyl, radikal
bebas benzyl dan karbanion benzyl semua terstabilkan secara resonian oleh cincin
benzene.

10.13 Fenol
Suatu fenol (ArOH) ialah senyawa dengan suatu gugus OH yang terikat pada
cincin aromatic. Gugus OH merupakan activator kuat dalam substitusi aromatic
elektrofilik. Karena ikatan karbon sp2 lebih kuat daripada ikatan oleh karbon sp3 maka
ikatan C-O dari suatu fenol tidak mudah diputuskan. Fenol tidak bereaksi SN1 atau
SN2 atau reaksi eliminasi seperti alcohol.

R—OH + HBr → RBr + H2O


Suatu alkohol
Ar—OH + HBr → tak ada reaksi
Suatu fenol

10.13.1 Esterifikasi Fenol


Esterifikasi fenol tidak melibatkanpemaksapisahan ikatan C-O yang kuatdari
fenol, tetapi bergantung padapemaksapisahan ikatan OH. Oleh karena itu, ester
fenol dapat disintesis dengan reaksi-reksi yang sama yang menghasilkan ester alkil.

13
10.13.2 Reaksi Kolbe
Reaksi Kolbe adalah reaksi natrium fenoksida dan CO2 yang menghasilkan
natrium salisilat dan yang menghasilkan asam salisilat bila diasamkan. Asam
salisilat digunakan untuk mensitesis asam asetilsalisilat yang biasa disebut aspirin.

10.13.3 Reaksi Reimer-Tiemann


Reaksi fenol lain yang menarik ialah reaksi dengan kloroform dalam basa
berair yang disusul dengan perlakuan asam berair. Produksinya ialah
salisilaldehida. Reaksi ini disebut reaksi reimer-tiemann.

14
10.13.4 Oksidasi Fenol
Fenol sendiri bertahan terhadap oksidasi, karena pembentukan suatu gugus
karbonil akan mengakibatkan dikarbonya penstabilan aromatic. Gugus hidroksil
adalah gugus pengaktif yang kuat sehingga fenol akan mengalami reaksi substitusi
elektronik pada kondisi yang rusak sekalipun. Senyawa fenol dapat menghambat
radikal bebas dengan cara mendonorkan protonnya dan membentuk radikal yang
stabil.

10.14 Garam Benzenadiazonium


Pembentukan benzena diazonium klorida (C6H5N2+Cl-) dengan mereaksikan
anilina dengan asam nitrit, HNO2, dalam air dingin (dibuat in-situ dari NaNO2 dan
HCl). Ingat bahwa garam arildiazonium stabil pada 0oC dan merupakan zat antara
sintetik yang berguna karena N2 merupakan gugus pergi yang sangat baik.
Pengolahan alkilamina primer dengan NaNO2 dan HCl juga akan
menghasilkan garam diazonium, tetapi garan alkildiazonium tidak stabil dan terurai
menjadi campuran alkohol dan alkena bersama-sama N2. Penguraian itu berlangsung
melalui suatu karbokation.
Bila direaksikan dengan NaNO2 dan HCl, amina sekunder (alkil ataupun aril)
menghasilkan N-nitrosoamina, senyawa yang mengandung gugus N-N=O. Banyak N-
nitrosoamina bersifat karsinogen.
Amina tersier sukar diramalkan bagaimana reaksinya secara keseluruhan
dengan asam nitrit. Suatu arilamina tersier biasanya mengalami substitusi cincin
dengan –NO karena cincin itu diaktifkan oleh gugus –NR2. Alkilamina tersier dan
kadang-kadang arilamina tersier juga dapat kehilangan sebuah gugus R dan
membentuk suatu derivat N-nitroso dari suatu amina sekunder.

10.15 Halobenzena dan Substitusi Aromatik Nukleofilik


Aril halide tidak bereaksi substitusi dan eliminasi yan karakteristik bagi alkil
halide karena adanya kekuatan ekstra dari suatu ikatan karbon sp2. Namun dalam
suasana tertentu, suatu aril halide mengalami reaksi substitusi aromatic nukleofilik.
Meskipun reaksi ini Nampak serupa dengan reaksi SN1 dan SN2, sebenarnya reaksi
ini sangat berlainan. Juga berlainan dengan substitusi elektrofilik, yang diawali oleh
E+ bukan Nu+.

15
Halo benzene tidak bereaksi SN1 atau SN2, tetapi X- dapat digantikan dalam reaksi
substitusi aromatiknukleofilik, terutama jika cincin itu diaktifkan oleh gugus penarik
electron seperti NO2.

NO2 NO2

O2N + Nu:- O2N Nu + Cl


-

Gambar 10.15 Halobenzena dan Substitusi Aromatik Nukleofilik

10.16 Sintesis dengan Menggunakan Senyawa Benzena


Dalam laboratorium, substitusi aromatic elektrofilik digunakan sebagai reaksi
sintetik secara lebih meluas daripada substitusi aromatic nukleofilik, karena bahan
awalnya tidak terlalu dibatasi oleh persyaratan. Dalam sintesis benzene tersubstitusi,
urutan reaksi substitusi sangat penting untuk diperhatikan.

10.17 Kesimpulan
Suatu senyawa aromatik adalah suatu tipe senyawa yang memperoleh
penstabilan cukup banyak oleh delokalisasi elektron-pi. Agar bersifat aromatik, suatu
senyawa haruslah siklik dan datar. Tiap atom cincin harus memiliki orbital p
tegaklurus bidang cincin, dan orbital-orbital p harus mengandung (4n + 2) elektron pi
(aturan Huckel). Benzena dan aromatika lain bereaksi substitusi aromatik eletrofilik.
Suatu substitusi kedua akan menghasilkan isomer-o dan p, atau isomer-m, bergantung
pada substituen pertama. Pengarah –o,p (kecuali R) mempunyai elektron yang dapat
disumbangkan ke cincin secara resonansi. Semua pengarah-o,p, kecuali X,
mengaktifkan cincin keseluruhan terhadap substitusi elektrofilik. Posisi –o dan –p
merupakan posisi-posisi substitusi yang disukai, karena adanya penstabilan resonansi
tambahan dari zat-zat antaranya. Semua pengarah-m dan gugus X mendeaktivasi
cincin terhadap substitusi elektrofilik lanjutan, dengan cara penarikan elektron.
Alkilbenzena mengandung posisi benzilik yang aktif terhadap banyak
reagensia.
Fenol lebih bersifat asam daripada alkohol dan mengandung cincin yang
sangat teraktifkan terhadap substitusi aromatik elektrofilik. Fenol dapat diesterkan
dengan suatu anhidrida asam. Arilmanina dapat diubah menjadi garam arildiazonium
16
oleh reaksi dengan NOHO. Garam-garam ini stabil pada 0oC, tetapi sangat reaktif
terhadap anekaragaman nukleofil. Halobenzena tidak bereaksi SN1 ataupun SN2, tetapi
X- dapat digunakan dalam reaksi substitusi aromatik nukleofilik, terutama jika cincin
itu diaktifkan oleh gugus penarik elektron seperti NO2.

17
DAFTAR PUSTAKA

Craine, Hart. 2003. Kimia Organik. Jakarta. Erlangga

Dwi, Harno.2009. Senyawa Organik. Jakarta. Erlangga

18

Anda mungkin juga menyukai