Askep Katarak
Askep Katarak
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan makalah
KMB 3: Sistem Sensori ini dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Katarak”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki oleh kelompok kami, oleh karena itu dengan
segala kerendahan hati kami mengharapkan banyak kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini. Makalah ini takkan terwujud tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak baik membantu secara langsung maupun tidak langsung.
Atas segala bantuan yang diberikan, kami mengucapkan terima kasih dan kami
memohon maaf atas kekurangan yang dimiliki dalam makalah ini, dan semoga dengan adanya
makalah ini dapat menjadi ilmu bagi pembacanya.
Penulis
1
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan 4
2.1 Pengertian 5
2.4 Etiologi 12
2.5 Patofisiologi 13
2.7 Penatalaksanaan 15
2.9 Komplikasi 17
2
3.3 Discharge Planning 23
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 24
4.2 Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 26
3
BAB I
PENDAHULUAN
Mata dapat dikatakan sebagai bagian dari pancaindra yang paling penting, dari mata
kita dapat melihat, belajar dan melakukan semua kegiatan dengan optimal. Mata
merupakan jendela otak karena 90% informasi yang di peroleh otak berasal dari mata. Jika
pada system penglihatan mengalami gangguan maka akan berdampak besar dalam
kehidupan sehari-hari.
WHO memperkirakan 12 orang menjadi buta setiap menit di dunia, dan 4 orang
diantaranya berasal dari asia tenggara. Bila dibandingkan dengan angka kebutaan Negara-
negara di regional Asia Tenggara, angka kebutaan di Indonesia (1,5%) adalah yang
tertinggi (Bangladesh 1%, India 0,7%, Thailand 0,3%). Menurut Badan Penelitian dan
Pengembanga Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008, proporsi
penduduk umur 30 tahun ke atas dengan katarak menurut kabupaten/provinsi jawa tengah
adalah 5,2% dari total penduduk jawa tengah menderita katarak baik yang telah didiagnosa
oleh tenaga kesehatan atau yang baru ditemukan tanda-tanda katarak. Sedangkan di
Kabupaten Boyolali ditemukan total 16,9% dari jumlah penduduk yang menderita katarak.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui konsep dasar medis pada pasien katarak, dan konsep dasar
keperawatan pada pasien pre dan post operasi katarak, dan mampu mengaplikasikan di
klinik maupun non klinik.
4
BAB II
2.1 Pengertian
Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat
bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagi hal, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan
(Vaughan, 2000).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat
proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka
panjang, penyakit sistemis, pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari yang lama, atau
kelainan mata yang lain (seperti uveitis anterior) (Smeltzer, 2001).
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening
menjadi keruh. Asal kata katarak dari kata Yunani cataracta yang berarti air terjun. Hal ini
disebabkan karena pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup oleh air terjun
didepan matanya (Ilyas, 2006).
Jadi dapat disimpulkan, katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya transparan
dan dilalui cahaya ke retina, yang dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi
kerusakan penglihatan.
Jenis- jenis katarak menurut (Vaughan, 2000) hal 177- 181 terbagi atas :
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satu-satunya gejala adalah
distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
5
a. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak katarak
kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin terdapat faktor genetik,
yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau berkaitan dengan berbagai
sindrom.
b. Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-sebab
spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul maupun tembus.
Penyebab lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat.
3. Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma
tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing
karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang- kadang korpus
vitreum masuk kedalam struktur lensa.
4. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraocular pada fisiologi lensa.
Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan akhirnya mengenai seluruh
struktur lensa. Penyakit- penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan pembentukan
katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa dan pelepasan
retina.
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan sistemik berikut: diabetes
mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik, galaktosemia, dan syndrome
Lowe, Werner atau Down.
6. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai akibat penelanan
dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu makan). Kortokosteroid yang
diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik maupun dalam bentuk tetes yang dapat
menyebabkan kekeruhan lensa.
6
7. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatik yang
terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular.
1. Anatomi Mata
1) Alis
Alis adalah dua potong kulit tebal melengkung yang ditumbuhi bulu. Alis dikaitkan
pada otot-otot sebelah bawahnya serta berfungsi melindungi mata dari sinar
matahari.
2) Kelopak mata
Kelopak mata merupakan dua buah lipatan muskulofibrosa yang dapat digerakkan,
dapat dibuka dan ditutup untuk melindungi dan meratakan air mata ke permukaan
bola mata dan mengontrol banyaknya sinar yang masuk. Kelopak tersusun oleh kulit
tanpa lemak subkutis. Batas kelopak mata berakhir pada plat tarsal, terletak pada
batas kelopak. Sisi bawah kelopak mata dilapisi oleh konjungtiva.
7
3) Bulu mata
1) Sklera
Lapisan paling luar dan kuat ( bagian “putih” mata). Bila sclera mengalami
penipisan maka warnanya akan berubah menjadi kebiruan. Dibagian posterior,
sklera mempunyai lubang yang dilalui saraf optikus dan pembuluh darah retina
sentralis. Dibagian anterior berlanjut menjadi kornea Permukaan anterior sklera
diselubungi secara longgar dengan konjungtiva. Sklera melindungi struktur mata
yang sangat halus serta membantu mempertahankan bentuk biji mata.
2) Khoroid
8
Khoroid bersambung pada bagian depannya dengan iris, dan tepat dibelakang iris.
Selaput ini menebal guna membentuk korpus siliare sehingga terletak antara
khoroid dan iris. Korpus siliare itu berisi serabut otot sirkulerndan serabut-serabut
yang letaknya seperti jari-jari sebuah lingkaran. Kontraksi otot sirkuler
menyebabkan pupil mata juga berkontraksi. Semuanya ini bersama-sama
membentuk traktus uvea yang terdiri dari iris, korpus siliare, dan khoroid.
Peradangan pada masing-masing bagian berturut-turut disebut iritis, siklitis, dan
khoroiditis, atau pun yang secara bersama-sama disebut uveitis. Bila salah satu
bagian dari traktus ini mengalami peradangan, maka penyakitnya akan segera
menjalar kebagian traktus lain disekitarnya.
3) Retina
Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu sel-sel
saraf batang dan kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi retina yang
merupakan jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju
jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju diskus
optikus, yang merupakan titik dimana saraf optik meninggalkan biji mata. Titik ini
disebut titik buta, oleh karena tidak mempunyai retina. Bagian yang paling peka
pada retina adalah makula, yang terletak tepat eksternal terhadap diskus optikus,
persis berhadapan dengan pusat pupil.
4) Kornea
Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan sklera yang
putih dan tidak tembus cahaya. Kornea terdiri atas beberapa lapisan. Lapisan tepi
adalah epithelium berlapis yang tersambung dengan konjungtiva.
6) Iris
Tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan selaput khoroid. Iris berisi
dua kelompok serabut otot tak sadar (otot polos). Kelompok yang satu mengecilkan
ukuran pupil, sementara kelompok yang lain melebarkan ukuran pupil itu sendiri.
9
7) Pupil
Bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris, dimana
cahaya dapat masuk untuk mencapai retina.
Terletak diantara iris dan lensa. Baik bilik anterior maupun bilik posterior yang diisi
dengan aqueus humor.
9) Aqueus humor
Cairan ini berasal dari badan siliaris dan diserap kembali ke dalam aliran darah
pada sudut iris dan kornea melalui vena halus yang dikenal sebagai Saluran
Schlemm.
10) Lensa
Daerah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga retina yang diisi
dengan cairan penuh albumen berwarna keputih-putihan seperti agar-agar.
Berfungsi untuk member bentuk dan kekokohan pada mata, serta
mempertahankan hubungan antara retina dengan selaput khoroid dan sklerotik.
10
2. Fisiologi mata
Saraf optikus atau urat saraf cranial kedua adalah saraf sensorik untuk
penglihatan. Saraf ini timbul dari sel-sel ganglion dalam retina yang bergabung untuk
membentuk saraf optikus. Saraf ini bergerak ke belakang secara medial dan melintasi
kanalis optikus, memasuki rongga cranium lantas kemudian menuju khiasma optikum.
Saraf penglihatan memiliki 3 pembungkus yang serupa dengan yang ada pada meningen
otak. Lapisan luarnya kuat dan fibrus serta bergabung dengan sclera, lapisan tengah
halus seperti arakhnoid, sementara lapisan dalam adalah vaskuler (mengandung banyak
pembuluh darah). Pada saat serabut-serabut itu mencapai khiasma optikum, maka
separuh dari serabut-serabut itu akan menuju ke traktus optikus sisi seberangnya,
sementara separuhnya lagi menuju traktus optikus sisi yang sama. Dengan perantara
serabut-serabut ini, maka setiap serabut nervus optikus dihubungkan dengan kedua sisi
otak sehingga indera penglihatan menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada
retina. Pusat visual terletak pada kortex lobus oksipitalis otak (Pearce, 1997).
a. Pembentukan bayangan
Cahaya dari objek membentuk ketajaman tertentu dari bayangan objek di retina.
Bayangan dalam fovea di retina selalu lebih kecil dan terbalik dari objek nyata.
Bayangan yang jatuh pada retina akan menghasilkan sinyal saraf dalam mosaik
reseptor, selanjutnya mengirim bayangan dua dimensi ke otak untuk
direkonstruksikan menjadi bayangan tiga dimensi. Pembentukan bayangan
abnormal terjadi jika bola mata terlalu panjang dan berbentuk elips, titik fokus jatuh
didepan retina sehingga bayangan menjadi kabur. Untuk melihat lebih jelas harus
mendekatkan mata pada objek yang dilihat, dibantu dengan lensa bikonkaf yang
11
memberi cahaya divergen sebelum masuk mata. Pada hipermetropia, titik fokus
jatuh dibelakang retina. Kelainan dikoreksi dengan lensa bikonveks. Sedangkan
pada presbiopia, bentuk abnormal karena lanjut usia yang kehilangan kekenyalan
lensa.
c. Lintasan penglihatan
Setelah impuls meninggalkan retina, impuls ini berjalan ke belakang melalui nervus
optikus. Pada persilangan optikus, serabut menyilang ke sisi lain bersatu dengan
serabut yang berasal dari retina. Otak menggunakan visual sebagai informasi untuk
dikirim ke korteks serebri dan visual pada bagian korteks visual ini membentuk
gambar tiga dimensi. Gambar yang ada pada retina di traktus optikus disampaikan
secara tepat ke korteks jika seseorang kehilangan lapang pandang sebagian besar
dapat dilacak lokasi kerusakan di otak yang bertanggung jawab atas lapang
pandang.
2.4 Etiologi
Katarak biasanya berkaitan dengan penuaan, tetapi juga dapat dipicu oleh trauma,
gangguan metabolic atau genetic, nutrisi yang buruk, radiasi ultraviolet, atau berbagai jenis
stress oksidatif.
12
1. Penuaan menyebabkan kehilangan fleksibilitas atau elastisitas dan meningkatkan
kepadatan lensa karena gumpalan protein alfa.
2. Cedera yang berkaitan dengan trauma mata atau pembedahan mata dapat
menyebabkan perubahan inflamasi intraocular yang memengaruhi lensa.
3. Katarak kongenital (biasanya tampak pada sindrom Down) terjadi akibat cacat
genetik.
4. Gangguan metabolik (penyakit diabetes mellitus) yang meningkatkan stress oksidatif
sistemik dan menurunkan efisiensi mekanisme perbaikan lensa.
5. Efek merusak dari pajanan sinar ultraviolet dalam waktu lama palung berbahaya
pada ketinggian atau pantulan air atau salju.
6. Nutrisi buruk (kurang antioksidan), dehidrasi, atau obesitas (penurunan persentase
air tubuh menimbulkan efek langsung pada cairan aqueous dan kesehatan lensa.
7. Pengobatan tertentu (kortikosteroid dosis tinggi yang terus menerus), zat kimia
(terutama basa), logam berat (tembaga, besi, emas, perak, atau raksa) dan merokok
serta konsumsi alcohol memiliki efek toksik pada lensa.
2.5 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, Nampak seperti kristal salju
pada jendela.
13
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien yang menderita katarak.
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dari silau serta gangguan
fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi,
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak
dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan
bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina.
Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Penglihatan seakan-akan
melihat asap dan pupil mata seakan-akan bertambah putih.
3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih,
sehingga refleks cahaya pada mata menjadi agresif.
14
Gejala lainnya adalah:
Menurut (Mansjoer, 2000) pada katarak senil, dikenal 4 stadium yaitu: insipiens,
matur, imatur, dan hipermatur.
2.7 Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat mencegah katarak. Beberapa
penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses bertambah keruhnya lensa untuk
menjadi katarak. Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat
progresifitas atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih dengan pembedahan.
Jenis pembedahan pada kasus katarak yaitu:
15
ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin
PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah
lensa intraocular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut.
d. SICA (Small Incision Cataract Surgery)
SICA adalah salah satu teknik operasi katarak yang pada umumnya digunakan
dinegara berkembang. Teknik ini biasanya menghasilkan hasil visus yang bagus dan
sangat berguna untuk operasi katarak dengan jumlah yang banyak. (Ilyas, 2004).
16
e. Derajat 5 ; nukleus sangat keras, biasanya visus hanya 1/60 atau lebih jelek.
Usia penderita sudah di atas 65 tahun. Tampak nucleus berawarna
kecoklatan bahkan sampai kehitaman, katarak ini sangat keras dan disebut
juga sebagai Brunescence cataract atau black cataract.
5. Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan
6. USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain pada mata selain katarak
7. Pemeriksaan tambahan : biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan
dioperasi katarak dan retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan
setelah operasi.
2.9 Komplikasi
1. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel
vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang merupakan resikoterjadinya glaucoma
atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu
instrument yang mengaspirasi dan mengeksisi gel (virektomi). Pemasanagan lensa
intraocular sesegera mungkin tidak bias dilakukan pada kondisi ini.
2. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca
operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami
distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
3. Endoftalmitis. Komplikasi infeksi ekstraksi katarak yang serius, namun jarang terjadi.
BAB III
17
3.1 Pengkajian 11 Pola Gordon
18
d. Resiko cedera b/d hambatan fisik
19
narkotik, atau NSAID),
berdasarkan tipe dan
keparahan nyeri.
Kolaborasikan dengan
dokter apakah obat,dosis,
rute pemberian, atau
perubahan interval
dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus
berdasarkan prinsip
analgesic
2 Resiko infeksi b/d gangguan Setelah melakukan asuhan Kontrol Infeksi:
integritas kulit keperawatan selama Anjurkan pasien mengenai
3×24jam diharapkan Teknik mencuci tangan
pasien dapat terkoordinasi dengan tepat
dengan kriteria hasil: Lakukan tindakan-tindakan
Keparahan Infeksi: pencegahan yang bersifat
Kemerahan universal
dipertahankan pada Pastikan Teknik perawatan
skla 2 ditingkatkan ke luka dengan tepat
skala 3 Berikan terapi antibiotic
Nyeri dipertahankan yang sesuai
pada skala 2 Ajarkan pasien dan
ditingkatkan ke skala 3 keluarga mengenai tanda
Jaringan lunak dan gejala infeksi dan
dipertahankan pada kapan harus
skala 2 ditingkatkan ke melaporkannya kepada
skala 3 penyedia perawatan
kesehatan
Anjurkan pasien untuk
meminum antibiotic seperti
yang diresepkan
3 Gangguan mobilisasi fisik b/d Setelah melakukan asuhan Peningkatan Mekanika
intoleran aktivitas keperawatan selama Tubuh:
20
3×24jam diharapkan Kaji komitmen pasien untuk
pasien dapat terkoordinasi belajar dan menggunakan
dengan kriteria hasil: postur ( tubuh yang benar)
Pergerakan: Kolaborasikan dengan
Kecepatan gerakan fisioterapis dalam
dipertahankan pada mengembangkan
skala 3 dan ditingkatkan peningkatan mekanika
ke skala 4 tubuh sesuai indikasi tubuh
kontrol gerakan Edukasi pasien tentang
dipertahankan pada pentingnya postur tubuh
skala 3 dan ditingkatkan dan latihan misalnya
ke skala 4 mendemostrasikan kembali
Kemantapan gerakan teknik melakukan aktivitas
dipertahankan pada atau latihan yang benar
skala 3 dan ditingkatkan Instruksikan untuk
ke skala 4 menghindari tidur dengan
Keseimbangan gerakan posisi telungkup
dipertahankan pada Monitor perbaikan postur
skala 3 dan ditingkatkan (tubuh) atau mekanika
ke skala 4 tubuh pasien
Gerakan kearah yang
Terapi Aktivitas:
diinginkan
Pertimbangkan kemampuan
dipertahankan pada
klien dalam bepartisipasi
skala 3 dan ditingkatkan
melalui aktivitas spesifik
ke skala 4
Berkolaborasi dengan ahli
terapis fisik, okupasif dan
terapis rekreasional dalam
perencanaan dan
pemantauan program
aktivitas, jika memang
diperlukan
Instruksikan pasien dan
keluarga untuk melakukan
21
aktivitas yang diinginkan
maupun yang telah
diresepkan
Bantu dengan aktivitas fisik
secara teratur (misalnya;
ambulasi, transfer atau
berpindah, berputar dan
kebersihan diri)
22
ditingkatkan ke skala 3 Beri ketenangan terkait
Aliran darah melalui kondisi pasien, sesuai
pembuluh oerifer kebutuhan
dipertahankan pada Instruksikan pasien
skala 2 ditingkatkan ke mengenal tindakan untuk
skala 3 meminimalkan efek
Aliran darah melalui samping penanganan dari
pembuluh darah pada penyakit, sesuai kebutuhan
tingkat sel Edukasi pasien mengenai
dipertahankan pada tanda dan gejala yang
skala 2 ditingkatkan ke harus dilaporankan kepada
skala 3 petugas kesehatan, sesuai
kebutuhan.
a. Anjurkan pasien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan rutin pre operasi.
b. Jika keluar rumah gunakan kacamata yang telah diberikan.
c. Jaga agar pelindung mata tetap bersih.
d. Beri obat tetes mata yang diresepkan dengan aman dan selalu mencuci tangan sebelum
memegang mata.
e. Pasien diperbolehkan mandi dari leher kebawah.
f. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda infeksi.
g. Anjurkan keluarga pasien untuk tetap berada disamping pasien.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
23
dan susah melihat Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien
melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai
derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif
biasanya meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak
akan tampak dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah
pendangan di malam hari.Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.
4.2 Saran
Setelah dilakukan asuhan keperawatan dengan gangguan system sensori penglihatan: pre
dan post operasi, maka penulis memberikan saran bagi:
2. Perawat
Pada saat pemulangan klien dengan post operasi katarak hendaknya dilakukan
pemberian informasi perawatan yang dipatuhi ketika dirumah.
Kepada klien dan keluarga dengan post operasi katarak hendaknya lebih menjaga diri
dari kegiatan yang dapat mengganggu kesembuhan. Disarankan dapat mematuhi
anjuran dari petugas kesehatan.
24
4. Masyarakat
Hendaknya bisa mengambil manfaat pengetahuan dan dapat melakukan penjagaan diri
dari faktor yang memungkinkan terjadinya katarak.
DAFTAR PUSTAKA
Ashari, Ayu. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Tn.P dengan Gangguan Sistem Persepsi
Sensori: Katarak di Rumah Sakit Sari Mutiara Medan. Medan: Universitas Sari Mutiara Medan
Smeltzer, Susan C. 2014. Keperawatan Medikal Bedah (Handbook For Brunner & Suddarth’s
Textbook of Medical-Surgical Nursing) Edisi 12. Jakarta: EGC
25
Suranto. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Ny. K Dengan Gangguan Sistem Sensori Visual:
Pre dan Post Operasi Katarak di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Boyolali.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Usmarula, Retno. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Gangguan Sistem Sensori
Visual: Pre dan Post Operasi Katarak di Bangsal Cempaka Rumah Sakit Umum Daerah
Pandanarang Boyolali. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Andriyani, Desak Putu Bella, dkk. 2018. Asuhan Keperawatan Home Care Pada Pasien Post
Operasi Katarak Hari Ke 2. Denpasar: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali
Ilyas, S. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Universitas Indonesia.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapis
FKUI
26