عازف الغيوم
Karya : ‘Ali> Badr
I
Nabil menelpon ayahnya senja itu: untuk menceritakan keputusannya untuk
meninggalkan negarinya bersama salah satu penyelundup hari ini, di malam
hari. Sang ayah tidak ragu, mencoba membujuknya untuk menimbang
rencana yang berbahaya ini dan anaknya tidak akan menemukan
kebahagiaan di tempat dan negara asing. Bisikan disampaikan oleh salah
satu kerabat sang ayah, yang telah sejak lama tinggal di Amerika, seorang
pedagang jenis mobil klasik yang diproduksi oleh perusahaan Buick terkenal.
Meskipun banyak risiko yang merintangi, terutama setelah pendudukan
Amerika, tapi hal itu menjadikan kerabat Sang Ayah kembali bangkit dari
keterpurukan dengan membuka toko miyak wangi untuk menjual produk
Yves Saint Laurent dan beberapa jenis parfum Alphensah. Keadaan
menuntut dirinya segera menutup tokonya, setelah melihat resesi yang
menimpa komoditas ini, tepat setelah perang.
Pria, kerabat Sang Ayah itu mencoba membuka satu hingga dua toko
di dua tempat yang berbeda untuk penjualan tas wanita, terutama merek-
merek internasional yang beberapa bulan belakangan mencuat, seperti:
Hérmes, Louis Vuitton, Dior, Fendi, Gucci, Bottega Veneta, Prada, Celine,
Chloe, Millberry, Michael Kors, dan produk-produk bermerek lain yang
mewarnai dunia fashion wanita sejak pertengahan abad kesembilan belas.
Tapi sentimen pasar berkata lain. Setelah diketahui bahwa pada umumnya
masyarakat cenderung menkonsumsi hal-hal mewah, usahanya pun gulung
tikar dan kembali membuka toko lain. Toko besar di jalan Karrada: Dalam
rangka untuk menjual beragam karpet Iran berkualitas yang digunakan
untuk shalat-doa.
“Maksud ayah ... Maksud ayah sangat sederhana - Ananda tidak akan
menemukan kenyamanan di sana ...”, Jawab ayah.
-“Mengapa Ayah berfikir demikian?,” seloroh tanya Nabil.
Page | 1
-“Ayah tahu Nanda akan menanggung risiko. Setelah lelah, Nanda akan
kembali ke tempat asal,” pungkas ayah.
-“Hal ini tidak mungkin terjadi,” Nabil mengelak.
-“Pada mulanya, semua orang akan mengatakan hal serupa,” ayah
menenangkan.
-“Mengapa?,” Nabil tidak puas.
-“Sederhananya, Ananda tidak akan menemukan sedikitpun kehidupan yang
cocok di sana,” ayah meyakinkan.
-“Bagaimana Ayah tahu?,” Nabil tidak suka.
-“Semua orang yang bermigrasi, pada akhirnya akan kembali,” ayah kembali
menjelaskan.
-“ Kembali.... Haha.” Sindir Nabil ....
Sejenak hening, dan kemudian terdengar suara sang ayah memecah
kesunyian. “.... Pertanyaannya adalah jika Ananda kembali ke tempat asal,
lantas mengapa Ananda harus merantau?! ....”, Sang Ayah berusaha
bersabar untuk menjelaskan.
- “Aku tidak akan kembali ....”, jawab Nabil.
- “Dengarkan saranku!”, bentak ayah.
- Sejurus kemudian, Nabil bertanya, “Apa saran Ayah?”
- “Ananda tidak akan menemukan kehidupan apapun selain bermimpi,
melamun, dan berangan-angan sepanjang hari di sana!”, Jawab Sang Ayah
dengan kesal.
- “Dimana Saya mendapatkannya? ... Di sini?!” Tanyanya dengan nada sinis.
- “Setidaknya, Ananda tahu dan memahami keadaan di sini... setidaknya
Ananda akan memahami masyarakat, tata karma, bahasa, dan ilmu tentang
kehidupan dengan lebih baik dibanding di sana ...”, Ayah kembali bersaar
untuk menjelaskan.
- “Hidup?”, Tanya sinis terlontar kemali dari Nabil, sang anak.
- Sang Ayah memperteguh, “Ya, hidup ...”
- Tanya bernada hinaan mulai menghujani sang ayah, “Apa artihidup jika
keadaan Ayah begini? ... Ananda tidak menemukan kehidupan apapun di sini
...”
- “Apa yang Nanda maksud tidak menemukan kehidupan di sini?”, sang Ayah
mulai terheran cemas.
- Nabil mulai mencari jalan tengah, “Nanda tidak dapat memahami Ayah,
tapi Nanda mulai ragu bahwa kita sepaham tentang kehidupan.”
- “Ayah tidak menyangka, kita akan berbeda bahkan dalam hal arti dari
hidup sekalipun!”, sang ayah geram.
Page | 2
- Nabil berusaha menjawab, “Maksud Nanda …..”
1
Ka>fiya>r adalah makanan dari telur ikan.
Page | 3
dahulu. Kemudian, ia bersandar di atas sofa di ruang resepsi apartemennya,
menunggu lengkingan telepon dari pedagang gelap, penyelundup. Sejenak
kemudian, ia merasa lapar, lantas bangkit dari tempat duduknya dan
mengeluarkan sepotong pizza MARGARETTA dari kulkas dan meragap
segelas coca-cola. Berjalan beberapa langkah; dengan sendok besarnya, ia
jerumuskan pizza itu ke dalam oven; dan melangkah menuju bangku di
sudut ruang resepsi. Ia duduk menanti matangnya sepotong pizza, ia mulai
berfikir atas apa yang ayahnya katakana soal keburukan-keburukan jika ia
mengasingkan diri; bahkan cerita-cerita salah satu keluarga yang kembali
dari Amerika dan mulai menasehati banyak orang untuk tidak meninggalkan
negeri dan pergi ke Barat, luar negeri.
Page | 4
II
Oven mendesis. Nabil bangkit, mengeluarkan sepotong pizza dan
meletakkannya di piring. Keju yang telah dipanaskan, menebar aroma lezat.
Hidangan panas ini ia lahap tanpa menggunakan pisau dan garpu. Agaknya,
ia ingin merasakan dan menikmati makanan panasnya dengan jemarinya
sendiri.
Page | 5
keemasan mentari menyinarinya dengan sangat menyilaukan: Demikianlah
Senggama di Hembusan yang Cerah. Pinggir pasir, hamparan kilau mentari,
botol-botol anggur beserta gelas-gelasnya, di antara deburan ombak laut
yang menghardik pasir.
“Oh iya, ini waktumu,” ujar Nabil dalam hati. Keluhan mencuat, tidak
dapat melihat akhir adegan tontonan ini. Ia paksa untuk meyakinkan dirinya
bahwa semua film porno berakhir pada klimaks yang membahagiakan.
Senggama – selamanya dan sejak senggama itu ada di muka bumi, hanya
soal gerakan erotis, dan desahan libido, dan orgasme. Mungkin saja yang
berbeda dari tontonan ini hanya sensasi tempat: laut, sang surya,
kebebasan, dan tempat lapang di bawah terik mentari.
III
2
Bulu pada kemaluan.
Page | 6
-Selamat datang! Sambut Nabil tanpa melihat pada sopir. Kemudian ia
bergegas menutup pintu dan setelah memasang sabuk pengaman, ia
melihat ke depan dan menunggu keberangkatan mobilnya.
- Selamat datang juga! Jawab Pak Sopir, tetap fokus, melihat dengan rsa
ingin tahu yang besar.
- Apakah saya pernah melihat Tuan sebelumnya di suatu tempat? Tanya pak
sopir pada pada Nabil dengan suara lirih sebelum mengemudikan mobilnya.
-Saya tidak tahu ….. jawab Nabil, kemudian ia melirik sopir tersebut dan
bertanya:
- Di sini, di sebelah.
- Di sekitar sini!
Ia menjawabmu:
*******
Page | 7
(Orang-orang ingin menyuarakan segalanya di sini, segala perbincangan,
apalagi setelah perang, mereka ingin membahasnya secara tuntas, Apakah
Ayah setuju dengan Nabil? Obrolan-obrolan tidak penting di sini tidak
ubahnya komoditas yang diperdagangkan yang belum pernah terjadi
sebelumnya, dan itulah satu-satunya yang berlangsung sampai saat ini,
sekaligus hal yang tidak bosan-bosannya diperincangkan, hingga ribuan
kali).
Nabil menjawab:
Ayahnya menanggapi:
**
Page | 8
Ia menoleh pada sekitar yang dilaluinya untuk kali terakhir:
Tiang-tiang listrik di sudut itu dan dua rumah nun cantik itu seakan
memanggil-manggil, dan toko wanita Kristen paruh baya yang tutup setelah
kepergiannya menuju keluarganya di Detroit. Gedung yang ia huni; adalah
satu-satunya penerang dengan generator kecil, hal itu karena lingkungan
sekitar yang gelap dan tidak ada listrik.
IV
Nabil merenung, duduk di mobil imigran gelap dengan lega, puas untuk
meninggalkan kampung halamannya yang menghina dan
mempermalukannya. Nabil adalah seorang gitaris cello. Ia mempelajari alat
ini di Sekolah Musik dan Balet di provinsi Mansour dan bekerja di National
Symphony Orchestra sebagai seorang gitaris musik klasik.
- Ini bukan semata hal yang rumit, namun juga sebagai tragedi, lelucon,
dan horror yang mengerikan, sebagaimana Kamu hadir dengan seekor
hewan yang sepanjang hidupnya dihabiskan di kutub utara, sementara
kamu pindahkan ia ke suatu tempat yang panasnya mencapai 40º.
Pada awalnya, Nabil meyakini hal ini sebagai sesuatu yang mudah dan tidak
perlu dipersoalkan, sesuatu yang dapat diselesaikan dan dinikmati dengan
candaan, gurauan seiring dengan mengalirnya suasana hati; karena hal
tersebut terkait dengan minat pribadi yang kuat pula. Atau lebih tepatnya
dengan hasrat musiknya, namun melalui hasrat-keinginan ini harus
dihadapkan pada dua sisi, dimana realitas tidak selalu sejalan dengan
hasrat, keinginan. Dahulu, ia berpikir bahwa musik dapat merubah hidupn ya.
Musik lah yang akan menjadikan hidup masyarakat yang picik menjadi lebih
berarti, merubah hidup dari nihil menjadi panggung teatrikal, bahkan
menjadi lebih berwarna.
Pernah, suatu waktu ia menanyakan hal tersebut pada ibunya yang sedang
terjerembab dalam merajut sweater untuknya. Sejak rajutan itu, ia tidak lagi
mengenakan pakaian yang dijual di pasar, pakaian tidak berkualitas dengan
warna cerah yang diimpor oleh pedagang, tengkulak. Pakaian-pakaian itu
Page | 9
dipenuhi jamur yang lembab setelah perang. Mereka mengimpornya dari
China dan Turki.
- “ahhhhhh, apa yang harus kuperbuat,” ujar Nabil seraya memegangi dahi
dengan tangan kanannya. Sejurus kemudian, ia pun berbaring di atas dipan.
Page | 10
kecamatan berkumpul di depan apartemen. Dua diantara mereka meminta
untuk menghentikan lantunan bodoh musik ini karena mereka tak mampu
menikmati tidur lantaran sesuara dungu ini.
Sontak, Nabil syok atas kejadian ini dan bertanya-tanya terkait cara
dan jenis bebunyian yang hadir tiap harinya, dimana-mana, di suatu
kecamatan entah-berantah dengan semangat bertahan hidup yang tinggi,
yang segera terkikis oleh kelas miskin, setelah perang:
“Apa yang harus saya lakukan untuk Anda?” tanyanya dalam mengawali
percakapan di depan kerumunan perempuan dan laki-laki yang berkumpul di depan
gerbang pintu kala mereka semua berbicara di saat yang sama.
“Apa yang kau perbuat pada kami? Kami peringatkan untuk menghentikan
omong kosong untuk melawan kami yang selalu kau perdengarkan ini setiap
harinya,” jawab salah seorang dari kerumunan itu.
“Kami tidak ingin mendengar suara busuk ini kembali,” tukas salah satu dari
pengunjuk rasa lainnya.
“Profesi biadab ….. profesi haram ….. musik haram, apa kau tidak
dengar nasihat dari Syaikh masjid?!” seloroh mereka.
3
Sebuah nama kios pandai besi.
Page | 11
“Tinggalkan aku, biarkan aku dan tuhanku …. Hanya Dial ah yang tahu
haram atau tidak! Apa peduli kalian denganku?” jawab Nabil dengan marah.
“Apa yang harus aku perbuat? Dimana aku harus memainkan cello ini?
Di toilet?!” tanya Nabil menohok.
Nabil menutup pintu, memasuki rumah dengan marah dan putus asa.
Ia ingin duduk, tapi ia tidak mampu dan mengurungkannya, berhenti. Ia
mulai berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Ia menyaksikan rasa sakit
dan kemarahan yang mengubah Negara itu menjadi Negara kacau-balau
yang mengerikan. Bukan dari hari ini, tapi sudah sejak lama. Nabil hanya
mampu diam, namun; di lubuk hati terdalamnya muncul jeritan yang
membisu. Kemarahan tumbuh tak terelakkan, bak pepohonan yang tumbuh
di lading terlarang, kata-kata tidak lagi keluar dari mulutnya laksana mesiu
yang keluar dari gagang pistol, seperti keadaan masa lalu. Dia tidak lagi tahu
harus berkata apa. Di dalam dirinya terdapat gerombolan uneg-uneg , yang
belum mampu ia katakan. Itu semua karena ucapan hari ini yang hanya
disampaikan oleh orang-orang gila dan tak beradab terima sepanjang
hidupnya. Sementara seniman, tidak henti-hentinya dituntut secara sopan
untuk menjauhkan tubuh mereka yang tergantung di atas gantungan
pakaian. Dia seharusnya tidak keberatan terhadap orang bodoh dan rakyat
kecil dengan pernak-pernik urusan sepele mereka di jalan raya. Sebaiknya,
jangan mengacaukan hidup orang lain, dengan pakaian yang elegan, atau
pertukaran pernak-pernik cindera mata yang indah nan menawan.
-“Semua orang baik dan penyabar pun benci hari-hari ini,” gumamnya.
Page | 12
kulitnya, dia harus menggosoknya dengan kuku-kuku sekelompok orang
yang memiliki semacam kohabitasi, yaitu kelompok yang saling menukar
identitas budaya antara mereka sendiri. Jika hal ini dikaitkan dengan
keberadaan Nabil, maka yang dimaksud adalah ia dan alat musiknya; karena
melanggar konteks. Semua orang ingin melihatnya tersimpan dan
tersembunyi, dia dan alat musiknya tidak menampakkan diri untuk
masyarakat umum di sekitarnya; karena hal tersebut, secara sederhana,
hanya akan merusak tatanan dan pemandangan yang telah ada; yaitu
merusak konteks. Di sisi lain, orang-orang senantiasa mengajak dan
menimpalinya untuk segera sembuh dari penyakit aneh yang dianut dan
dialaminya: musik.
“Ahhhhh, kalau saja semua orang berbicara dengan music dan bukan
dengan mulut …… artinya dengan bahasa selain mulut,” keluh Nabil.
Pandangan Nabil tertuju pada suatu mobil yang beranjak menjauh dari
balik jendala. Keinginannya membuncah pada kesempatan besar untuk
meninggalkan kota ini beserta kehidupannya sendiri; rumah keluarga,
sahabat, kekasih pertama, dan grup al-Kalīshīhiyyā t serta krisis berkesinambungan
yang dibicarakannya hampir diketahui dan dikenal oleh sebagian besar warga.
“Oh, aku tidak bisa meninggalkan negara saya, bagaimana saya bisa hidup di tempat lain?” ujar Nabil.
Atau seperti:
Page | 13
Omong kosong! Di masa lalu, Nabil bingung, tidak tahu bagaimana
menyarankan bahwa dia tidak bisa hidup tanpa negaranya. Dia memikirkan
semua orang yang tidak terlatih bahwa langit, udara dan keindahan benda-
benda kotanya, tidak terbantahkan. Tapi ini benar-benar bodoh. Dia bahkan
menertawakan ide ini, meninggalkannya sama sekali. Dia merasa bahwa - di
masa lalu - dia terlibat dengan seperangkat gagasan yang kaku tentang
kehidupan, tentang kota, tentang tuntutan, tugas, kenangan, dan naik
turunnya emosi. Seolah-olah dunia hubungan tunduk pada hukum yang
sama yang membuat kota ini indah, dan laut ini luar biasa.
Dia tidak lagi punya teman. Tidak ada jeruji lagi, sebagaimana adanya. Bir
itu menghilang. Dia tidak memiliki masa depan sebagai pemain cello di
negara ini, bahkan hingga hubungannya dengan orang tuanya yang ia
anggap sebagai hubungan formal semata, tanpa substansi, tanpa kehidupan,
tanpa isi, tanpa gairah, hanya ritual, dan kata-kata yang diperlukan
digemakan oleh delusional, Seolah-olah dia telah meneguk sebanyak
mungkin narkotika, yang membuatnya merasakan aliran halus cinta
keluarga dan semangat yang tulus.
Page | 14
*
Nabil sedang berpikir untuk dirinya sendiri, namun; tidak tidak kunjung
merasa damai sama sekali. Namun hanya rasa sakit dan kemarahan yang tersisa. Ia
menggunakan ungkapan ini:
((Compang-camping!))
Nabil lebih maju dalam penggunaan bahan ejaannya, karena Marx sendiri
telah dihantui oleh kelas tercemar, karena mereka mendiskreditkan dan berkhianat
selama transformasi politik besar. Jadi, demikianlah mereka - juga - untuk Nabil:
"Setelah menjadi milisi Saddam di masa lalu, mereka menjadi milisi agama."
Penghinaan yang paling memalukan yang dialami Nabil dari serangan kelas
proletar, yang paling terakhir adalah yang paling parah. Ketika dia ditangkap oleh
kelompok Islam dan kembali ke rumahnya membawa cello dalam kotak hitam
besar. Mereka menghentikan Nabil di tiang listrik saat ia pulang setelah
menghabiskan sepanjang siangnya yang panas. Dia berkeringat, lelah, dan ingin
sampai ke rumah secepat mungkin, mengambil sebotol minuman dingin dari kulkas
dan meminumnya.
-Cello!
- Alat musik!
- Musik Biasa!
Page | 15
- Apa Kau ingin mengajariku?
- Apakah kamu tidak tahu bahwa meniru kaafir adalah kufur, dan bahwa musik
dalam Islam adalah haram?
Nabil merasa amat terhina dan dilecehkan. Dia pergi ke atas, apartemennya
menuju lemari es, meneguk sebotol air dingin dan menghabiskannya. Dia berbalik
ke arah cermin di wastafel, dan memandang ke depan ke wajahnya, bekas
tamparan-tamparan. Dia melepas bajunya yang robek dan melemparkannya ke
kursi. Kemudian dia pergi untuk mencari tahu nasib alat musiknya (cello), dia
menemukannya terpecah-pecah dan berserakan di tangan anak-anak yang
membawa keping demi kepingan rusaknya sambil berlari, atau meniru bermain, dan
(mererka) sambil tertawa tentunya.
Di masa lalu, alat musik merupakan hal yang makruh (cenderung dijauhi) di
lingkungan itu (bukan dilarang), bahkan cenderung dihormati; orang-orang
memandangnya dengan hormat dan tahu pentingnya dirinya. Orang pendiam,
mengenakan kacamata karena kesehatan matanya - bukti kecerdasannya-, pakaian
klasik yang stylish, dengan wajah misterius, tidak seperti orang-orang di lingkungan
Page | 16
itu. Alat musik yang aneh. Dia berjalan dengan tegak dan tegas. Program hariannya
jelas, ia keluar tiap hari pada pagi hari dan pulang ke rumah pada malam hari.
Setelah menampar dan menghina Nabil, juga merusak alat musiknya (cello),
dan mempermalukannya, lantas, “bagaimana orang lain memandangnya?” Hal ini
sangat sukar. Demikianlah yang terjadi pada Nabil. Apa yang menimpanya hari ini
sangat mengerikan. Benar-benar mengerikan. Dia merasa benar-benar kewalahan.
Dia juga merasa seluruh kemanusiaannya luluh-lantah. Seolah-olah mereka
memutarbalikkan dirinya sebagai manusia menjadi kain pel untuk lantai keramik.
Kejadian ini mengingatkan Nabil pada salah seorang guru sekolah dasar
bernama Pak Jamal pada suatu peristiwa. Pak Jamal adalah seorang yang bijaksana,
pendiam, perawakan tinggi, dan biasa mengenakan seragam elegan yang
mengesankan. Biasanya, ia mengenakan topi dan membawa tas kulit. Jika ia
berjalan, seluruh siswa sekolah terperangah padanya. Berjalan adalah saat yang
paling dihormati darinya karena kedewasaan dan wibawanya. Suatu hari, ia
melintasi suatu jalan yang berhadapan dengan sekolah. Semua siswa baru saja
keluar dan mereka berhenti di depan gerbang besar. Seekor anjing menyerang pak
guru dengan bengis tanpa sebab. Guru tersebut berteriak dengan lantang. Kakinya
meluncur ke angin tanpa arah dan anjing pun berlari ke belakangnya. Sementara,
topinya menjuntai, terbang dan pak guru pun ketakutan lalu melarikan diri tanpa
mempedulikan tasnya. Sementara, embusan tawa murid kurangajar tak terelakkan
karena kejadian ini. Di sinilah wibawa, kebijaksanaan, dan kedewasaan guru
tersebut tergerus tanpa sisa sebagaimana runtuhnya pujian dan kemuliaan pada
guru tersebut selama ini. Tak satu pun siswa yang tersisa untuk menghormatinya.
Siswa mulai tidak mematuhi guru tersebut, pun mengolok-oloknya.
Nabil kerap kali bertanya pada dirinya sendiri: bagaimana ia melintasi jalan
tersebut setelah penghinaan tersebut? Bagaimana ia memandang mata orang?!
Bagaimana mereka memandangnya?
Nabil meragap remot kontrol dan mengarahkan pada saluran porno sambil
berbaring di sofa.
Page | 17
Ketika keadaan lemah dan memprihatinkan tersebut berbalik, ia pun
menghamburkan masalah dengan suara-suara aneh lalu berbaring di tempat tidur.
Lelaki itu memegang tangan wanita itu dengan kuat, lalu melepaskannya. Wanita
itu melontarkan sumpah-serapah pada lelaki tersebut. Cercaan idiot yang bertubi-
tubi tapi ia menasehati lelaki itu dengan ketus dalam hatinya. Sementara, secara
sederhana, lelaki itu ingin menikmati atas uang yang telah ia bayar; agar ia dapat
menghina mereka. Namun, ia ingin memanggil semua bahasa, bahasa yang tidak
dikenal sebelumnya; agar ia dapat menghina mereka. Lelaki itu pun memanggil
bahasa-bahasa asing dari dalam benak pikirannya dan ia ingin menggunakan
bahasa hewan:
Fuck off, Mered, Vis de Bhutan, dokumen ….. tapi; tak berguna.
Page | 18
cara membalas mereka membawanya ke dalam keadaan duka yang
aneh. Dia pun mulai bosan berbaring sendirian di tempat tidurnya.
Pertanyaan pertama yang ia tanyakan pada dirinya sendiri adalah:
-Apa yang harus diperbuat sekarang, di tempat tidur?
Satu-satunya cara mengembalikan kehormatan dan wibawanya
adalah dengan mempermalukan dan menganiaya mereka dalam
imajinasinya sendiri.
Dia mengubah beberapa adegan dalam pikirannya,
membayangkan dengan cara-cara yang benar-benar berbeda. Nabil
mengganti adegan pemukulan dan ejekan (yang dialaminya) menjadi
pemukulan dan olok-olok yang ia lakukan pada mereka semua.
Bayangkan – pada awalnya – bahwa di dalam dirinya tersimpan
kekuatan yang luar biasa, kekuatan yang datang dari suatu tempat di
alam semesta. Kekuasaan berasal dari jauh, dan tidak tahu
sumbernya. Ketika mereka datang ke arahnya, dia tidak takut dan
gemetar pada mereka. Dia maju seorang diri, berhadapan ke arah
mereka amat sangat tenang, pemandangan yang menakjubkan.
Dengan pukulan pertamanya, mereka tak ubahnya laksana kain pel
yang digerakkan menggosok dan membersihkan lantai oleh tangan
Nabil. Demikianlah, mereka gemetar di hadapan Nabil. Mereka
mengambil senjata mereka dari tangan dan dengan sangat cepat Nabil
menghancurkan serta membuangnya ke tanah. Dia menikmatinya
perkelahian tersebut seperti anak-anak, merobek senjata yang mereka
pegang, mereka berlari; bersenang-senang keluar, sebagaimana yang
mereka lakukan dengan alat musiknya. Namun, hal tersebut telah
berlalu. Kini, ia merobek pakaian mereka sebagaimana mereka
merobek pakaiannya, Ralph Rollon. Kemudian, ia menampar mereka
berulang kali tanpa perlawanan sedikit pun. Mereka memohon dan
memelas pada Nabil, sementara orang-orang yang menyaksikan
kejadian itu tersenyum dan menertawakan mereka.
*
Nabil bangkit dari tempat tidurnya. Dia merasa cukup puas dan
senang, karena mengalahkan mereka dalam imajinasinya adalah
tindakan yang cukup menenangkan. Istirahat lamanya memberi
sesuatu. Tentunya, sesuatu yang terlupakan. Istirahatnya membuatnya
melupakan sejenak tentang apa yang terjadi tadi malam oleh orang-
orang bersenjata.
Nabil segera bagun dari tidurnya dengan mengenakan pakaian.
Namun, ketika ia ingin keluar rumah, ia pun merasa ragu.
Page | 19
Tak seorang pun di sekitarnya yang ingin menemuinya lagi. Nabil
malu dengan apa yang terjadi padanya. Dia dihina oleh geng ini, yang
mempermalukannya dan menginjak harga dirinya.
Nabil melihat jalanan yang sepi dari balkon. Dia bergegas pergi.
Tak seorang pun memperhatikannya. Tapi; ketika ia kembali pada sore
hari, ia berpapasan dengan Kelompok Islam Bersenjata di jalan.
Kakinya dijegal. Ketika salah seorang dari mereka mendekat, pimpinan
kelompok tersebut tersenyum padanya dan memintanya untuk
berhenti dengan sopan. Nabil pun, berhenti. Jantunganya berdetak
kencang. Pemimpin tersebut berkata pada Nabil:
- "Kamu adalah orang yang mengajari kami kemarin, kan?" tanya
pimpinan itu.
-“Bisu, kenapa kamu tidak menjawab” Tanya pimpinan kelompok
tersebut yang berjalan di hadapannya dan berputar-putar
mengelilinginya.
-“Kamu tolol? Tidak bicara?”
Nabil gemetar dan berbicara dengan suara lirih:
-“Apa yang kamu ingin aku katakana?” jawab Nabil.
-“Katakan apapun yang kamu suka” seloroh pimpinan geng tersebut.
-“Tidak ada, saya tidak bias berkata apa-apa,” tukas Nabil.
-“Kami tidak bisa membiarkanmu tanpasepatah kata pun” ancam
pimpinan geng tersebut.
Page | 20
- “Karena apa yang telah kami lakukan padamu kemarin, tapi ini juga
menguntungkanmu. Kami telah menyelamatkanmu dari murka
Tuhan,” pimpinan geng tersebut berusahan memberi penjelasan.
- “Terimakasih, sekarang, biarkan aku pulang ke rumahku” pinta
Nabil.
- “Kami akan membiarkanmu pulang, tetapi, kami masih memiliki
satu urusan denganmu,” ucap pimpinan geng tersebut.
- “Apa itu?” tanya Nabil, terkejut.
- “Dengarkan, Kami memaafkanmu karena telah melanggar aturan
Islam…” tukas pimpinan geng bersenjata.
- “Terimakasih untuk itu,” Nabil menimpali.
- “Ya, Kamu harus tahu bahwa music itu haram dan kami telah
memaafkanmu selama beberapa waktu terakhir. Kamu bodoh,
maka sepatutnya Kami mendidik dan mengajarimu. Tapi; sekarang
kami ingin penebusan dosa, agar Tuhan mengampuni perbuatanmu
ini. Yaitu, membayar sejumlah uang dan membangun sebuah
masjid di lingkungan ini,” pimpinan itu melanjutkan ucapannya:
- “Seperti yang kamu tahu, semua penduduk di lingkungan ini
dulunya kaya. Namun, mereka tidak membangun satu masjid pun di
daerah itu. Alhamdulillah, Kami sekarang terbebas dari mereka.
Penduduk baru ingin membangun sebuah masjid. Kami
mengumpulkan sumbangan. Apa yang hendak kau ucapkan?” tanya
pimpinan tersebut pada Nabil.
- “Apakah Anda berkenan memberi saya waktu untuk berfikir?” tanya
Nabil kembali.
- “Mikir apa?” tanya balik pimpinan geng tersebut.
- “Memikirkan sesuatu” jawab Nabil.
- “Apa?” tanya pimpinan, kembali.
- “Segala hal,” Jawab Nabil, kembali.
- “Apakah hal seremeh ini perlu dipikirkan?” tanya pimpinan,
kembali.
- “Saya butuh waktu untuk menghitung,” jawab Nabil, kembali.
- “Menghitung apa?” tanya pimpinan, kembali.
- “Saya menghitung, apakah saya bisa menyumbang atau tidak,”
jawab Nabil, kembali.
- “Menyumbang atau tidak?” seloroh pimpinan tersebut.
- “Saya tidak bermaksud untuk tidak menyumbang, mengapa Anda
tampak cemas?” Tukas Nabil.
Page | 21
- “Hampir saja kau buat Aku naik pitam. Apa Kamu berfikir bahwa
membangun masjid adalah hal yang buruk?” tanya pimpinan
tersebut.
- “Tidak, Demi Allah, saya tidak mengatakan hal tersebut, tapi ….”
jawab Nabil.
- “Tapi apa?” tanya murka pimpinan tersebut.
- “Bukankah ini hak saya untuk berfikir dan menghitung?” Nabil
menimpali.
- “Kamu bisa berpikir pada sesuatu yang berpotensi berdampak pada
keburukan, bukan pada perkara yang cenderung berdampak pada
kebaikan bersama,” seloroh pimpinan kelompok tersebut.
- “Aku hanya ingin berfikir,” bantah Nabil.
- “Ini semua demi kebaikan bersama. Sementara, Kamu hanya
berfikir. Ini berarti kamu menentang kegiatan yang baik atau
bahkan menentang Allah,” pimpinan kelompok bersenjata tersebut
Nampak murka.
- “Tidak selalu,” Nabil berkelit.
- “Ini berarti kamu ateis, kamu sekuler,” pimpinan tersebut
menyimpulkan.
- “Terlebih itu, tidak selalu,” kembali, Nabil berkelit.
- “Jadi, kenapa Kamu ingin berfikir dan mempertimbangkan
segalanya?” tanya pimpinan itu, gemas.
- “Aku hanya ingin melihat bagaimana aku dapat mempertimbangkan
transparansi uang yang aku berikan pada kalian,” Nabil
menjelaskan.
Pimpinan kelompok bersenjata tersebut terssenyum dan berkata:
- “Ohhhhh, baiklah. Ini masukan bagus. Maksudku, pada prinsipnya,
kamu OK untuk menyumbang, bukan?
- “Ya, ya …. pada prinsipnya pasti saya bersedia menyumbang,”
jawab Nabil.
- “Ini menarik,” tegas pimpinan kelompok tersebut sembari menaap
para anggota bersenjata lain yang juga tersenyum.
- “Sekarang saya bisa pergi ....?” tanya Nabil.
- “Kenapa kamu selalu terburu-buru .....?” tanya pimpinan, kembali.
- “Saya ingin pergi, untuk berpikir dan menghitung tentang tentang
nominal yang harus saya bayarkan ....” jawab Nabil.
- “Berapa lama waktu yang kau butuhkan untuk dapat segera
membayar…?” tanya ketua kelompok tersebut.
- “Beri aku waktu dua hari saja,” jawab Nabil.
Page | 22
Ketua kelompok tersebut tersenyum, para anggota geng
bersenjata lain turut tersenyum dan melonggarkan desakan dan
intimidasi mereka.
Page | 23
VI
Page | 24
merasa bahwa pikirannya kosong pada saat itu, tetapi pada saat yang
sama dia merasa sangat lapar. Dia pergi ke kulkas, mengambil
sepotong steak goreng yang telah diletakkan di kulkas sejak kemarin.
Seharusnya steak dingin itu mampu mendinginkan kecemasan dan
kekhawatiran Nabil, tetapi dia melucuti logika itu karena dia sangat
gugup. Dia mengambil sepotong roti cokelat, dari kotak kayu yang
ditutupi kain putih, kemudian mencari kaleng bir di Balkar, tetapi dia
tidak dapat menemukannya. Kotak kardus itu kosong. Dugaannya
tertuju pada kulkas, dia hanya menemukan sabotol, itu berarti sisa bir
terakhir di rumah. Jika dia meminumnya, tidak akan ada botol kedua.
Dia makan sepotong steak dingin dan roti coklat, dengan bir,
memikirkan hal yang akan terjadi selanjutnya:
Pada saat itu, Nabil mengira bahwa alkohol dalam warisan Islam
bukanlah hal yang dilarang (haram) dan umat Islam terus
meminumnya sepanjang sejarah mereka. Abu Hanifah al-Nu'man, yang
hidup di abad ke-8 di Baghdad, salah satu cendekiawan Islam terbesar
di bidang fiqh menganalisa minumannya dan memperdagangkannya.
Page | 25
penemuan Skotlandia modern. Namun; citra penyair Baghdadi selalu
dalam pikiran Nabil, pria yang hidup di abad kedelapan sering dipuja
dengan nama Abu Nawas. Nabil membayangkan Abu Nawas duduk di
sebuah bar, di tangannya, memegang secangkir wiski dengan
beberapa es batu segar, merk Johnnie Walker. Varian yang disukai
ayahnya disbanding varian whiski lainnya.
Page | 26
VII
Page | 27
Mobil Honda biru berhenti di tempat terpencil, kira-kira di gurun.
Nabil tidak tahu dimana dia berada. Dia belum pernah sampai ke
tempat ini sebelumnya atau melihatnya.
Page | 28
*
- “Lebih dari tiga puluh menit, dan selanjutnya giliran Anda ...”
jawab sopir tersebut.
- “Aku akan pergi ... Kamu tunggu di sini, dan kamu akan segera
pergi!” tukas sopir tersebut.
- “Kamu gila! Anda tidak bisa begitu saja pergi, jika tidak ada
orang yang datang dan membawa saya dari sini!” bantah Nabil.
Page | 29
untuk apa? Misalnya liburan piknik ...” Nabil menghujani dengan
ucapan pedas.
- “Tolong ... Saya harap kamu tidak pergi, jika dia tidak datang!
Nabil mencengkram tangannya dengan kuat, sejauh pengemudi itu
tahu bahwa Nabil tidak akan membiarkannya pergi, jika sesuatu
terjadi. Seketika sopir itu, dengan marah menghembuskan nafas, dia
berkata:
Pada saat itu, agar Nabil tidak mundur dari keputusannya, dia
akan mulai mengingat semua yang dia inginkan untuk meninggalkan
negara ini dan pergi ke negara lain. Dia teringat pada seorang
temannya beberapa hari yang lalu, bagaimana dia melakukan analisis
yang cermat dan sederhana dari adegan kehidupan yang dapat dilalui
secara bertahap:
Page | 30
vulgar, dengan kancing putih sangat tipis dalam bentuk titik-titik, tidak
terikat di leher dengan simpul:
Page | 31
VIII
Perhatian Nabil belum hilang, kenyataannya. Dia tahu banyak
cerita tentang penyelundup, berbagai cerita, tetapi kesimpulan
tentang mereka kurang lebih sama, serupa horor dan intimidasi, tidak
ada kecurangan, pemalsuan dan penipuan lain pada saat itu. Namun,
ada sesuatu yang lebih mengerikan: perampokan, penculikan, dan
yang paling buruk adalah pembunuhan dan pemerkosaan . Hal yang
biasa terjadi tentu saja adalah penipuan. Maksud saya, petugas atau
tukang antar menelantarkan pencari suaka ke kantong penyelundupan
manusia illegal dan kembali ke perjanjian awal. Kembali ke tempat
semula adalah hal terburuk, deportasi. Namun, Nabil akan mencari
alasan dan pembenaran untuk dirinya sendiri setiap kali dia
mendengar cerita semacam itu.
Seakan, Nabil berkata, misalnya: “mungkin saja hal itu tidak
terjadi pada saya.”
Namun, ketika Nabil memilih untuk pergi ke Eropa, ia memilih
rute termudah dengan harga tertinggi. Dia tidak ingin pergi dengan
perahu karet dari Izmir di Turki ke Yunani, dan kemudian perahu
terbalik dan menjadi umpan ikan.
Memikirkannya saja membuatnya menggigil. Jadi, Nabil meminta
nasihat dari salah satu kerabatnya, pergi dengan satu truk, ambil dari
Page | 32
punuk Turki dan segera tiba di Belgia, artinya tidak ada perbatasan,
tidak ada polisi, tidak ada penjaga pantai, tidak ada kudeta perahu
karet, tidak ada tragedi, dan hal-hal lain.
- “Jangan pergi dengan VIP !!!” demikian kata salah satu
kerabatnya.
*
Jadi dia naik truk yang membawanya dari tempat yang entah-
berantah ke Eropa. Dia duduk dengan cukup berhati-hati dan waspada
di sebelah sopir Turki, yang berusaha memperbaiki logat kata-kata
dalam bahasa Inggris. Janggut sopir Turki itu agak panjang, dengan
dua bola mata yang berdekatan, dia tidak tampak berbahaya,
misalnya seperti seorang kriminal, tetapi; sangat mungkin jika sebagai
criminal kelas kakap.
Menjelang pagi, perjalanan di mata Nabil berubah, lebih
menyenangkan, melintasi kota-kota Turki dengan bangunan-bangunan
indah, jalan-jalan besar, butik, restoran, supermarket, atraksi wisata,
dan keindahan. Suasana hatinya berubah, sopir turut ambil bagian
untuk berbicara seperlunya dengan sedikit gaya, tanda, dan kata-kata
bahasa Inggris, turut merokok, dan makan jeruk.
Nabil mengira perjalanan pertama bahwa dengan truk ini dia
akan tiba di Belgia. Dia segera tiba, duduk di sebelah sopir, merokok,
mengupas jeruk, dan memakannya!
Tetapi, sopir itu mengejutkannya dengan berkata bahwa tidak
ada ruginya membawanya ke perbatasan dari Eropa, dan dari sana, ia
akan memotong semua jalur Eropa untuk mencapai ujung yang
terakhir, di mana Belgia berada.
Hitungan rata-rata dianggap bahwa jumlah penyelundup yang
telah tiba dengan jasa pihak ketiga semestinya telah cukup. Namun,
sopir Turki ini bersikeras akan mendapat 200 dolar dari Nabil. Terlebih,
sopir itu akan melihat pakaian Nabil yang elegan seperti bangsawan
itu. Pakaian yang menawan itu menyiratkan bahwa seolah-olah Nabil
hendak pergi berkencan “Deter Guerl Friend.” Lebih dari itu,
sepertinya, Nabil tidak datang dengan keadaan susah-sengsara, pergi
ke Eropa, untuk perlindungan.
*
Nabil tidak dapat menyeberangi perbatasan sampai para agen
imigran gelap membawanya ke sebuah van (truk) besar bersama dua
puluh pemuda lainnya. Demikianlah, berakhirnya keresahannya dari
mobil pengantar pizza tersebut, yang hanya memastikan
Page | 33
pengirimannya hingga perbatasan Turki saja! Pun, kegembiraannya
berakhir dengan truk besar yang memotong jalur Turkinya, sambil
menikmati rokok, jeruk, dan pistachio; dioper dengan truk besar
lainnya dan mengirimnya ke titik akhir perjalanannya.
Ini adalah truk tertutup untuk jasa ekspor ban. Nabil membayar
tujuh ribu dolar sebagai ongkos penyelundupan, mereka
menempatkannya di kotak kayu besar dengan lubang kecil untuk
bernapas, botol air, wadah makanan, concerto, dan tas nilon untuk air
seni dan kotoran. Truk berjalan di malam hari dan berhenti di siang
hari. Jadi, sopir itu tidur di siang hari. Ketika berhenti, atau sebelum
pergi keluar di malam hari, sopir tersebut mengumpulkan tas nilon;
membuangnya jauh-jauh.
Jadi, Nabil bermigrasi di dalam kotak dalam truk yang tertutup,
sehingga dia tidak bisa melihat jalan di luar. Dia tidak tahu dari mana
mereka berasal, atau di mana mereka sampai. Mobil hanya melaju dan
Nabil di dalam kotak yang menghitung jam demi jam yang berlalu.
Yang ia khawatirkan adalah penipuan para agen penyelundupan illegal
ini.
- Bagaimana jika tidak ada perjalanan ke Eropa? Inilah yang dia
katakan dalam dirinya sendiri. Dia bertanya-tanya, mencoba
melupakan tempat yang tidak nyaman di mana dia telah melempar
dirinya sendiri jauh-jauh. Yang Nabil khawatirkan hanyalah penipuan
dari para penyelundup illegal.
Banyak cerita semacam ini diucapkan oleh para pengungsi yang
berusaha mencapai Eropa dengan harga berapa pun.
Nabil berpikir, menggaruk-garuk kepalanya.
- “Sangat sederhana bahwa hal seperti itu dapat terjadi hari ini
juga,” gumammnya.
Tidak selamanya segala urusan terkesan rumit. Misalnya –
mungkin saja - mobil yang ia naiki akan berada di jalanan kota yang
sama, tidak melaju dan memindahkannya ke tempat lain. Sepanjang
malam, Anda akan mendengar banyak cerita yang mengungkapkan
misteri agen penyelundup ilegal, beserta modus operandinya; hal ini
berarti, Anda akan berada di dalam ruangan, tidak melihat apa pun.
Anda pasti berpikir bahwa Anda berada di jalur dan perjalanan yang
benar. Sementara, penyelundup illegal tersebut sedang menuju
tempat yang Anda inginkan, impikan.
Page | 34
IX
Satu-satunya waktu Nabil keluar di jalan adalah setelah
kehabisan tas nilon yang ia gunakan untuk buang air besar. Nabil dan
seorang pemuda Afghanistan lainnya, akhirnya memberi tahu sopir.
Sopir menyetujui dengan marah dan kesal untuk menurunkan
keduanya di hutan untuk buang air besar. Orang Afghanistan yang
pertama pergi, ketika dia kembali, Nabil berkata.
- “Saya pikir tempat ini adalah Bologna.”
Giliran Nabil untuk keluar dari truk dan menuju hutan yang
gelap. Bahkan, dia tidak tahu bagaimana orang Afghanistan ini
menyadari bahwa tanah ini adalah Bologna, karena suasananya
menyerupai taman di Turki. Tapi kata Bologna mengingatkannya pada
kenangan indah seperti tongkat sihir. Kata ini pernah terdengar sampai
menjadi sebuah diksi yang ditujukan untuk “anjing Pavlov”. Kata ini
mengingatkannya pada masa kecilnya. Pada saat itu, pamannya
memiliki seorang teman Polandia bernama Anna yang datang dari
Warsawa ke Baghdad untuk menemuinya. Pamannya pernah
membawa Nabil satu kali pada malam hari ke bar Hotel Rashid, sebuah
hotel mewah di Baghdad, dengan seorang teman lain, Eva, yang
bekerja di kedutaan Polandia dan tinggal di Baghdad pada tahun 1980-
an. Ketiganya mulai minum vodka dingin, menari dengan musik keras,
dan lampu warna-warni. Tidak hanya paman dan temannya yang
minum dan menari, tetapi Nabil melihat bagaimana pamannya tampak
dengan merentangkan tangannya di kedua paha wanita. Wanita itu
pirang, putih. Nabil tidak pernah melihat wanita kulit putih sepertinya
sebelumnya, terutama kedua paha wanita tersebut.
Mereka kemudian pindah ke sebuah rumah mewah di lingkungan
Arsat India yang yang merupakan kota kelas atas saat itu, didirikan
oleh Inggris selama pendudukan mereka atas Baghdad pada tahun
1918. Rumah yang subur itu dilengkapi taman dan kolam renang, serta
ada banyak tamu, terutama para pemuda asing yang bekerja di
perusahaan dan misi diplomatik pada mereka kala itu .
Nabil memperhatikan gadis itu, duduk di samping pamannya,
pandangan gadis tersebut menghadap pamannya sambil ngobrol
dengan berbisik. Perlahan, pamannya menyentuh wajah wanita
tersebut, atau lengannya, dan melempar senyum pada wanita
tersebut. Paman pun melanjutkan obrolannya dengan wanita tersebut.
Sementara, mata wanita tersebut yang lebar dan tipis tampak menipis
Page | 35
dan mengedipkan, benih kasih sayang menemani keduanya kala itu.
Kemudian keduanya mulai menyanyikan lagu berbahasa Inggris
bersama, berakhir dengan tawa dan berpelukan. Anna kemudian pergi
ke jendela dan berdiri di sana melihat jalan di malam musim dingin
awal yang menyelimuti Baghdad dan pamannya mengikutinya dari
belakang. Pamannya memeluk dan berputar bersamanya di depan
umum, di hadapan semua orang.
Ketika Nabil pergi selama dua menit, dia masuk ke dalam aula
untuk meletakkan piringnya di atas meja. Ketika dia kembali, posisi
percumbuan Anna yang saling berhadapan tampak pasif diantara
kedua tangan pamannya. Sementara, mata Anna terpejam, wajahnya
penuh kehangatan dan berseri.
Perlahan, Anna menarik bibirnya keluar dari bibir pamannya
yang terus bergerak merangsek di hadapannya. Kedua mata Anna
tertujusu ke Nabil yang berdiri di pojok memperhatikan keduanya
sedari tadi. Anna terdiam dan malu, terhenyak dan berhenti. Anna
mengalungkan kedua tangannya di bahu pacarnya yang sedari tadi
memeluknya dengan semacam canda-tawa. Kemudian, Nabil tertawa
terbahak-bahak, yang entah bagaimana merasakan semacam cinta,
tentu, yang belum pernah Nabil ketahui dan rasakan sebelumnya
hingga ia merasa cemburu dan penasaran di saat yang bersamaan.
*
Nabil tidak lupa bagaimana Anna mendekatinya setelah
pamannya pergi ke toilet, dan wanita itu berbicara dengannya:
- “Kamu sudah bersenang-senang, bukan? Saya
memperhatikanmu, dan Kamu memperhatikan saya, Nabil.”
- “Nggak kok ...” Nabil menjawabnya, kepalanya tertunduk, malu.
Anna bergegas ke arah Nabil, memeluknya, tangannya mulai
menyela-nyela dan membelai rambut Nabil. Anna tertawa, bak gadis
kecil.
- “Apa Kamu memperhatikanku yang menggoda pamanmu? Apa
Kamu cemburu, penasaran? Apa menurutmu aku terlalu banyak
tertawa dan berbisik? Apa menurutmu aku lucu?” tanya Anna.
Nabil tidak menjawab pertanyaan Anna yang bertubi-tubi.
Namun, ketika Anna memeluknya, Nabil mencium aroma sabun yang
menyengat tubuh Anna. Nabil menutup matanya, jatuh karena pusing,
aroma sabun yang menyengat.
Page | 36
Nabil tidak ingat apakah pamannya yang membawanya, atau
keluarganya sengaja menyuruhnya mengikuti pamannya; jangan-
jangan wanita Polandia itu yang merayunya dan merenggut
kehormatannya.
Setelah pulang ke rumah, dia tidak memberi tahu orang tuanya
apa yang dia lihat, orang tuanya menanyakan apa yang dia lihat dan
bagaimana pestanya. Mereka ingin tahu apa yang terjadi di sana,
tetapi Nabil bungkam. Hal inilah yang menyebabkan ibunya
memutuskan untuk bertanya kepadanya, dan membaca buku yang
ada di tangannya:
- “Apa pestanya meriah?”
Nabil membentak:
- “Tidak!”
- “Kenapa?” tanya ibunya.
- “Pesta yang membosankan. Dadaku sesak dengan di tengah-
tengah orang-orang itu. Gak ada satu pun yang mengajakku ngobrol
dan mereka menari semua
Pamannya berusaha untuk tetap tersenyum, meski wajah
cemberutnya masih tampak berseri-seri dengan buliran cinta yang
merekah.
*
Nabil merasa telah mengisi waktu yang sangat menyenangkan,
merasa bahwa untuk pertama kalinya dalam hidupnya dia menikmati
tontonan sejoliberpacaran, bercinta, dan bercumbu kasih di depan
umum di pesta yang sangat menggairahkan libidonya. Pamannya
mengatakan kepadanya bahwa adegan percumbuan dan kencan di
Eropa adalah pemandangan umum yang bisa saja terjadi di mana-
mana. Mungkin hal inilah yang membawanya, membuatnya merasakan
perjalanan berbahaya yang mengaduk-aduk berbagai perasaan seperti
ini: perasaan cinta di jalan, di depan semua orang tanpa rasa takut,
atau kagum, atau ciuman di ruang terbuka.
Secara keseluruhan, kenangan ini membuatnya bahagia dan
gembira yang melekat dan membekas hingga waktu yang cukup lama.
Nabil selalu mengingat wanita ini. Apa yang ia rasakan dahulu masih
terasa, membekas, tak terlupakan.
*
Namun, ada adegan yang berulang sejak kecil hingga hari ini,
adalah bahwa pamannya sering menanggalkan semua pakaian
Page | 37
Polandianya, kecuali kerah (pakaian) lehernya, dan
menggeletakkannya di sofa, lalu menidurinya begitu saja. Nabil tidak
begitu mengingat saat ini, apakah ini khayalan belaka atau fakta.
Pada umumnya, kata “Bologna” (Polonia) bagi Nabil bagai
tongkat ajaib, yang dapat menghadirkan bayangan sosoknya, setiap
kali mendengarnya kata tersebut, maka langsung terngiang di
telinganya. Lalu, Nabil kembali ke truk dan meraba-raba tempat
duduknya dalam kegelapan, bahkan sampai-sampai ia merasa gairah
libidonya hingga terlelap tidur, tanpa tahu bagaimana itu terjadi.
X
Si agen penyelundup illegal berkata kepada Nabil dengan suara
lirih, seolah dia sedang mencari seseorang:
- “Cepat turun, ini Brussels.”
- “Brussels ... benar, ini Brussels ...” Nabil menimpali.
- “Ya, iya, Brussels?!” tukas sopir tersebut.
- “Hmmmmm, masuk akal juga?!” Nabil menimpali.
- “Cepat turun, Bro,” perintah sopir.
Awalnya, Nabil tidak percaya. Begitu dia keluar dari mobil, dia
melihat hamparan halaman yang gelap dan pekat, tidak tampak
istimewa, seperti keadaan di negara-negara berkembang lainnya. Dia
turun perlahan, membawa tasnya di belakangnya.
Page | 38
Nabil melihat tempat tersebut, bingung, tidak percaya, menatap
tempat dan keadaan di sekelilingnya, dan dia membuka mulutnya,
menguap! Menoleh ke kanan dan kiri, dan bertanya-tanya pada dirinya
sendiri:
- “Apakah si penyelundup ini bermaksud menipuku?” gumam
Nabil.
Si penyelundup illegal tersebut takut dan bergegas; ia tidak
punya banyak waktu, tangannya terjulur keluar, menarik dan
menyeretnya, bersegera; untuk melewati jalan menuju rumah yang
hampir reot. Rumah tua, terletak di sudut halaman yang sangat luas
dan kumuh. Di sudut halaman itu tersedia tempat untuk mencuci, dan
dia berkata kepada Nabil dengan suara lirih, namun, setengah
memaksa:
- “Cepat ... cepat.”
Nabil mengikuti si sopir, menyeret tasnya, tetapi sepatunya
terlepas, dan tertinggal, tangan si penyelundup itu menariknya maju
kedepan. Sementara, si penyelundup itu kembali, untuk membawa
sepatu Nabil yang tampak begitu mencolok:
- “Yoash ... Sepatuku ...” ujar Nabil.
- “Kali ini ... jangan sampai polisi melihat kita ...” si sopir penyelundup
itu menimpali.
- “Ya, tapi bagaimana dengan sepatuku, aku hanya punya itu” pungkas
Nabil.
Si penyelundup itu membuka pintu rumah dengan kunci dan
memasukkan Nabil ke dalam.
Page | 39
Beberapa kotak pos telah rusak dan tak terawat, surat-suratnya
tercecer dimana-mana.
Tempatnya seperti menara kamar mandi di atap, tidak
dibersihkan selama sebulan.
Penyelundup itu naik bersama Nabil menyusuri anak tangga,
kayu ukir dengan warna merah jambu yang elegan, ke salah satu
apartemen kecil. Si sopir-penyelundup itu menyalakan lampu. Ia
memberi kunci tersebut seraya berkata:
"Dengar, tempat ini hanya sementara, jangan lupa, jangan
bodoh seperti orang yang tinggal sebelummu di sini selama sebulan
penuh tanpa bersosial. Kamu harus bersembunyi di sini selama satu
atau dua hari yang kemudian menyerahkan dirimu sendiri pada polisi
sebagai seorang pengungsi. Memang benar uang sewanya telah
dibayar selama sebulan, tapi; hal tersebut tidak berarti apa-apa, kamu
harus pergi ke camp pengungsian, agar mereka mengenalimu sebagai
seorang pengungsi.”
“Jika mereka tidak mengenaliku sebagai pengungsi?” tanya
Nabil.
“Pulanglah ke Iraq dan Kami sudah membuatkan nama baru
untukmu selama di sini ……..” sopir tersebut menimpali.
“Hmmmmm, OK,” jawab Nabil.
“Jangan takut, segalanya ada solusi, namun; segalanya tentu
ada harganya,” sopir sekaligus penyelundup illegal tersebut
menjelaskan.
“Aku mengerti,” jawab Nabil.
*
Nabil melemparkan tasnya di atas sofa, dalam ruangan, dan
berjalan beberapa langkah; untuk memeriksa apartemen. Isi dalam
ruangan tampak begitu berantakan seperti perang Persia, sebuah
medan pertempuran yang digambarkan Guppino di Iran pada abad
kesembilan belas. Kursi roda besar yang tidak teratur hampir
memenuhi seluruh ruas kosong dalam ruangan tersebut. Kursi rusak,
karpet kotor, poster iklan yang using di dinding, dan dua bendera:
Turki dan Maroko. Tidak ada jejak bendera Belgia sama sekali. Sebuah
lorong kecil mengarah ke dapur seperti oven yang penuh di atas meja.
Di sanalah saatnya, tumpukan piring, cookery yang kotor. Aroma
tempat tersebut; bau dari tumpahan minyak di lantai dan dinding.
“Benarkah aku di Belgia?,” gumam Nabil.
Lalu, ada kamar mandi kecil, berkarat, lampu kuning pucat dan
redup seperti di took sayuran di daerah Baghdad, tidak ada tulisan
Page | 40
atau peringatan kebersihan. Yang lebih parah, ada kain bilas
sebagaimana yang biasa dilakukan orang Muslim dan tidak seperti
orang Eropa yang menggunakan tisu toilet.
“Benarkah aku di Brussels?” tanya Nabil dalam hati.
*
Bayangan Eropa dalam benak Nabil sangat kontras dengan apa
yang dilihatnya di depan kedua matanya sendiri. Niat kehidupannya di
Eropa terlalu idealis: seperti tinggal dalam kemegahan, kehidupan
mewah, eksklusif berbintang lima, lahan yang berkilau, parfum yang
berasal dari mana-mana. Tempat ini bukan hanya serupa sebuah
apartemen di Baghdad, tetapi bahkan apartemen Baghdad lebih
mewah dan eksklusif disbanding tempat ini.
Nabil mengalami vertigo. Demam membuat suhu tubuhnya
meningkat drastis, terlebih kala mengingat kisah para penyelundup
illegal yang berkeliaran di tempat yang sama, dan kemudian
membuang imigran di kebun atau di sebuah rumah yang hanya di
pinggiran Istanbul, Izmir atau Adana. Kepalanya terasa berkunang-
kunang.
Nabil duduk di sofa dan merentangkan tangan, menjulurkan
tangannya, dan menekan remote kontrol yang ada di sampingnya.
Nabil merebahkan tubuhnya dan menonton acara televisi yang
terpasang di atas dinding dengan sanagt serius-konsentrasi. Nabil
mengganti ke beberapa stasiun televisi lainnya. Kebanyakan acara
televisi Turki atau Maroko, sebagian kecil stasiun televisi Barat, acara
yang ditampilkan hanya seputar berita. Adapaun secara umum;
saluran televisi olahgraga, saluran berita, saluran musik, saluran
lifestyle, saluran memasak, saluran perlombaan-kompetisi, dan
saluran-saluran yang benar-benar menarik perhatian, serta tidak ada
saluran pornografi.
- “Masuk akal, tidak ada saluran pornografi di Belgia. Apakah
mereka menerapkan Syariah di sini?” ujar Nabil.
Page | 41
Tiba-tiba citra filsuf Arab, Farabi, yang hidup di abad kedelapan,
terlintas dalam benak Nabil. Dia melihat musik sebagai elemen penting
dari kota utopis atau negeri idaman, karena ide keadilan berasal dari
ide harmoni dalam musik. Bisakah kita menjamin ide tingkat
kebahagiaan berdasarkan pada kasus-kasus matematis atau logis?
Al-Farabi berkata: “Ya.”
Kelas proletar menimpali: “Tidak!”
Nabil tersenyum pada dirinya sendiri, akankah ia juga harus
menggunakan istilah ini, “kelas proletar” di Eropa?
Nabil berpaling ke sisi lain, memejamkan matanya, dan
mendengarkan musik yang syahdu dengan saksama dari televisi.
Pikiran Farabi masih menghantui benaknya, baik dalam penggunaan
musik, atau dalam pengobatan penyakit kejiwaan neurologis. Di sinilah
Nabil merasa bahagia, atau setidaknya merasa tenang. Musik adalah
perangkat ajaib yang mirip dengan hipnotis.
Page | 42
XI
Nabil teringat kakeknya yang shalat dengan suara keras, terutama di pagi
hari, dan kerap kali mengusik tidurnya. Suara kakeknya fals, seperti suara
yang berasal dari apartemen tetangga, tetapi dia terus bersuara lantang di
setiap shalat. Jika suaranya indah, tentu tidak apa-apa, tetapi, untuk
mendengar suara menggema yang sama musik, jelas ini tidak mungkin! Satu
hal yang mengusik batinnya:
Pada saat itu, dia merasa bahwa al-Farabi telah runtuh, ide musik,
keadilan, kebahagiaan, semua berangsur pudar, digantikan oleh rasa takut
untuk tidak berada di Belgia.
Page | 43
- “Di mana aku sebenarnya?” fikir Nabil.
XII
-“Ah lupa, handuk .....” kemudian ia teringat, tidak hanya handuk saja yang
terlupakan ....
Page | 44
sini, kala di Baghdad. Namun, keputusannya mengenai masalah ini juga
telah membuatnya tertunda, untuk menetap di Eropa, bahkan dia tidak
benar-benar yakin bahwa dia - sekarang - di Eropa.
Bukan di Turki, atau di Irak, atau di Iran, tetapi di kota yang tidak benar-
benar dikenalnya dalam hal arsitektur bangunan, tapi, tanpa keraguan ia
yakin dirinya berada di Eropa, tepatnya di lingkungan bagi para imigran,
mungkin. Ada banyak orang kulit hitam di jalan, ada banyak orang Arab,
Asia, Latin, banyak wanita bercadar di jalan, tetapi ada juga orang Eropa.
“Hahaha ha ha ha ....”
Page | 45
Ah, lagi-lagi hal yang sama, suara Arab, bangunan yang mirip Arab,
restoran yang menawarkan makanan Arab. Akhirnya, Nabil menyadari juga,
pada kenyataan lain yang berasal dari pemahaman Farabi tentang musik
Arab berdasarkan pengulangan. Seni Arabesque tidak hanya seni dekoratif
murni, dan variasi yang tak terhitung jumlahnya, tetapi lebih dari itu, untuk
mencapai tampilan spiritual Arab pada dimensi waktu yang mengatur alam
semesta. Demikianlah filosofi tawa “Haha”. Nabil berhenti, tersenyum. Dia
berkata dengan jelas: Tossss! Siapa peduli?
Para pembeli duduk: Orang Afrika, Arab, Turki, dan Iran. Pelayan
berbicara bahasa Turki, dengan sigap mempersiapkan permintaannya,
memasukkan sandwich ke dalam tas, dan memberikan padanya. Ketika Nabil
berada di luar, seorang pria berusia 50 tahun datang, berjanggut hitam yang
menjuntai panjang ke bawah, kumis yang dicukur, mengenakan pakaian ala
Afghanistan, fashion revolusioner baru, model yang ditiru orang-orang Salafi
sejak perang antara Afghanistan melawan tentara Soviet. Dia merasa bahwa
orang Salafi ini sedang mengamati tanpa memperhatikannya. Namun, begitu
orang Salafi tersebut sampai di pintu, ia memegang bahkan mencengkram
tangan Nabil. Nabil berbalik, khawatir. Orang Salafi tersebut bertanya
kepada Nabil:
Page | 46
- “Pak, Apakah seorang Muslim dilarang makan?” pungkas Nabil.
- “Tentu saja, tidak! Tapi, maafkan saya, Pak! Saya lupa!” Nabil
mengaku bersalah.
“Tentu saja, saya akan memaafkanmu, tetapi saya tidak tahu apakah
Tuhan akan mengampunimu atau tidak,” sergah orang tua tersebut.
Nabil tetap diam di hadapan pria tua yang tampaknya sengaja diutus
untuk menemuinya:
“Bahkan, Kamu tahu sendiri bahwa di sini ada banyak umat Islam dan
masjid ini tidak lagi dapat menampung populasi kami, jadi kami ingin
membangun masjid lain. Oleh karena itu, Kami, muslim yang tinggal di
sekitar sini patungan (urunan), membayar sejumlah uang untuk membangun
masjid, dan kemudian semoga Tuhan akan mengampunimu .... Saya dapat
menjamin hal tersebut,” pinta orang tua tersebut pada Nabil.
Page | 47
- “Saya harus memikirkannya terlebih dahulu, saya harus melihat
berapa banyak uang yang saya miliki, berapa banyak yang harus saya bayar,
dan saya akan menjawabmu,” Nabil berusaha melakukan tawar-menawar
besaran penebusan yang harus dibayarnya.
- “Oh, kamu tinggal di dekat salah satu saudara Kami, dia adalah pria
yang sangat bisa dipercaya. Dengar, kami akan mengunjungimu besok,
untuk mengetahui berapa banyak yang Kamu bayarkan,” ujarnya memaksa.
Nabil melihat sepatu tergantung dengan tali jatuh dari apartemen atas
ke apartemennya. Dia pun merasa letih, mondar-mandir kembali ke dalam.
Dia merasa bahwa - mungkin saja – ada seseorang yang membuntutinya.
Page | 48
XIII
Nabil bingung tanpa tahu harus menjawab apa. Orang itu putih, demikia
lah yang tampak dari luar-fisik. Rambut pirang panjang yang menjuntai ke
belakang, kedua matanya hijau, tetapi dengan pakaian yang agak antik.
- “Apakah Kamu menjual ganja?” tanya pria tersebut pada Nabil kembali.
“Saya tidak tahu persis di mana, tetapi, saya baru pertama kali datang
ke sini dan saya membeli dari seseorang yang tinggal di gedung ini. Sepatu
Page | 49
besar dengan tali dari atas yang menggantung tersebut adalah tandanya,
bukti bahwa ia memiliki stok ganja untuk dijual.”
- “Ah! Aku mendengar orang yang tinggal di atas apartemen saya, dia
menggantung sepatu, sejam yang lalu ... Saya tidak tahu mengapa ...”
sergah Nabil.
- “Ah ...” kata Nabil yang tidak tidak mendapati melihat wajah putus
asa pada pria pirang ini, yang kembali melanjutkan perkataannya pada
Nabil:
Page | 50
XIV
Dengarlah ... Jack Barid lahir di lingkungan ini, jangan lupakan itu
... Pasar rakyat di bawah jendela memungkinkanmu mendengar
pedagang wanita Turki dengan aksen yang jelas di pagi hari, selalu
berteriak:
Jalan menuju toko-toko musik di San Jose penuh sesak hari itu.
Seorang lelaki tua itu menjelaskan kepada Nabil, kelebihan dari cello
yang dia miliki. Nabil tidak punya uang untuk membelinya, tetapi dia
masih mengumpulkan uang dalam bentuk dirham, satu dirham. Itu
tidak masalah. Suatu saat, ia akan memilikinya. Hidupnya berjalan
dengan lamban di sini, di Eropa, tetapi dia membuat beberapa
kemajuan. Setidaknya, ia memiliki suaka di Belgia, ia berhasil
menyewa apartemen kecil di Skarbek, dekat Hackett Street, sebuah
lingkungan yang dihuni oleh sejumlah besar imigran Turki. Dia tidak
memilihnya tempat tersebut, tetapi harganya lebih murah daripada
beberapa daerah di Andijan. Dia juga punya pacar, orang Belgia. Ini
penting: namanya Fanny!
Hari konser di Mieson du Bable, malam terakhir yang membuat pekerja ini
resign, seperti tiang cahaya; untuk menerangi bar, meskipun dia merasa
seperti penari balet yang akan menari di malam terakhirnya, dan dia tahu
bahwa dia akan diberhentikan besok ke gudang, bangsal bersama tumpukan
sampah. Tapi dia senang, dan Nabil menyapanya dengan hangat, dan Fani
berdiri di samping sosok tua itu. Sejurus kemudian, Nabil juga menyapa
Fanny, segelas Mojito,4 dan Fanny menerima tawarannya. Nabil membawa
4
Secara tradisional, mojito adalah koktail yang terdiri dari lima bahan: rum putih, gula (jus tebu
tradisional), air jeruk nipis, air soda, dan mint. Kombinasi rasa manis, jeruk, dan mint dimaksudkan untuk
melengkapi rum, dan telah menjadikan mojito sebagai minuman musim panas yang populer. Koktail memiliki
kandungan alkohol yang relatif rendah (sekitar 10% alkohol berdasarkan volume). Saat menyiapkan mojito, air jeruk
nipis ditambahkan ke gula (atau sirup) dan daun mint. Campuran ini kemudian ditumbuk lembut dengan muddler.
Daun mint hanya boleh memar untuk melepaskan minyak esensial dan tidak boleh diparut. Kemudian rum
ditambahkan dan campuran diaduk sebentar untuk melarutkan gula dan untuk mengangkat daun mint dari bawah
Page | 52
secangkir Mojito dan berdiri kaku, mematung di depan Fanny seperti paku.
Fanny memperhatikan derap langkah Nabil saat sedang berbicara dengan
pria lain. Kemudian, Fanny meninggalkan pria itu sebelum ia menyelesaikan
percakapannya dengan Fanny. Fanny mendekati Nabil yang membawa
secangkir Mojito yang dibawa dan diperuntukkan untuknya:
untuk presentasi yang lebih baik. Akhirnya, minuman itu ditutup dengan es yang dihancurkan dan air soda yang
berkilau. Daun mint dan irisan jeruk nipis digunakan untuk menghias gelas.
5
Rene Descartes sering disebut sebagai bapak filsafat modern. Rene Descartes lahir di La Haye Touraine-
Prancis dari sebuah keluarga borjuis. Ayah Descartes adalah ketua Parlemen Inggris dan memiliki tanah yang cukup
luas (borjuis). Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena pendakatan pemikirannya bahwa
semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berfikir. Ini juga membuktikan keterbatasan
manusia dalam berfikir dan mengakui sesuatu yang di luar kemampuan pemikiran manusia. Karena itu, ia
membedakan "fikiran" dan "fisik". Keberadaan manusia didasarkan pada adanya alam fikiran. Bahasa Latin kalimat
ini adalah: cogito ergo sum sedangkan dalam bahasa Perancis adalah: Je pense donc je suis. Keduanya berarti: "Aku
berpikir maka aku ada". (dalam bahasa Inggris: I think, therefore I am) atau, I think, therefore I exist.
6
“Mososic“ tidak hanya sekelompok masyarakat beserta para ayah, tetapi juga seseorang yang citra dan
pandangan tentang ayahnya tidak lebih eksotis dibanding di kelompok masyarakat lain.
Page | 53
“Apa yang dia cari di Eropa adalah pijakan harmoni jiwa, untuk
menyampaikan bahwa pijakan tersebut adalah ide terukur yang ketepatan
maknanya diambil dari fantasi klasik, dan yang terakhir adalah yang akan
membawa kita ke kota utopis, negeri ideal.”
7
Oboe berasal dari bahasa Prancis yang ditujukan untuk “Kayu bernada Tinggi” atau “high-pitched wood”
yang sangat baik dimainkan untuk pertunjukan musik bergenre solo dengan banyak not dalam nada tinggi. Oboe
merupakan alat musik yang sangat rumit untuk dimainkan.
8
Flute adalah alat musik tiup yang termasuk dalam keluarga woodwind, alat musik ini ada yang terbuat
dari logam namun ada juga yang terbuat dari kayu. Flute memiliki karakter suara yang lembut dan mempunyai
timber suara yang sangat variatif tergantung dari ketrampilan peniupnya. Flutist adalah sebutan bagi peniup flute.
9
Klarinet adalah alat musik tiup kayu dengan suara yang murni dan indah. Dari semua alat musik, klarinet
adalah salah satu alat musik yang memiliki jangkauan titinada terluas, yang menjadikannya salah satu alat musik
paling menarik untuk dipelajari cara memainkannya.
10
Bassoon adalah alat musik dalam keluarga woodwind. Pada umumnya, banyak yang percaya bahwa
penemu sebenarnya dari bassoon adalah Martin Hotteterre yang menciptakan bassoon pertama pada 1650-an dalam
empat bagian (wing joint, boot, bass joint, dan bass). Pada 1800-an bassoon disempurnakan untuk digunakan di aula
konser dan untuk pemutaran yang lebih besar. Bassoon digunakan dalam berbagai gaya musik termasuk musik
klasik, jazz, modern dan populer.
Page | 54
Terompet, Horn,11 Trombone,12 dan Tuba.13 Ada juga orang Afrika seperti
Drum14 dan Drama. Ada orang Asia, seperti: beberapa jenis Simbal >>.”
- “Kenapa tidak? Bukankah paparan tersebut juga dibenarkan oleh ilmu
pengetahuan?” tanya Fanny.
Lampu-lampu yang menerangi bar dan barisan cangkir Mojito, asap rokok
Marlboro, kepingan hujan salju, kata-kata romantis, dan album foto digital
membuahkan cinta di musim ini.
Saat itu adalah hari yang suram, malam yang sangat melelahkan di
malam musim panas. Fanny menari dengan rok birunya, kulit tipisnya
bersinar di bawah cahaya lampu, lehernya yang seperti flute, keceriaannya
tampak seperti anak kecil.
11
Horn adalah salah satu kelompok atau keluarga alat musik yang terbuat dari tabung, biasanya terbuat dari
logam dan sering melengkung dengan berbagai cara, dengan satu ujung sempit di mana sang musisi meniup, dan
ujung lebar dari mana suara itu muncul. Horn tidak seperti beberapa instrumen kuningan lain seperti terompet, bore
secara bertahap bertambah lebar melalui sebagian besar panjangnya — artinya, berbentuk kerucut daripada silinder.
[1] Dalam jazz dan konteks musik populer, kata itu dapat digunakan secara longgar untuk merujuk pada instrumen
angin, dan bagian dari instrumen kuningan atau kayu, atau campuran keduanya, disebut bagian Horn dalam konteks
ini.
12
Trombone adalah alat musik dalam keluarga atau kelompok kuningan. Seperti semua instrumen
kuningan, suara dihasilkan ketika bibir pemain bergetar (embouchure) menyebabkan kolom udara di dalam
instrumen bergetar. Hampir semua trombone memiliki mekanisme slide telescoping yang bervariasi panjang
instrumen untuk mengubah pitch. Banyak model trombon modern juga memanfaatkan pelekatan katup sebagai alat
untuk menurunkan pitch instrumen. Varian seperti trombone katup dan superbone memiliki tiga katup yang mirip
dengan trompet.
Kata trombone berasal dari tromba Italia (terompet) dan -satu (akhiran yang berarti "besar"), sehingga
namanya berarti "terompet besar". Trombone memiliki lubang silinder sebagian besar seperti mitra valved bariton
dan kontras dengan rekan-rekan valical berbentuk kerucut, cornet, euphonium, dan Horn Perancis. Trombon yang
paling sering ditemui adalah trombon tenor dan trombone bass. Varian yang paling umum, tenor, adalah instrumen
non-transposing yang bernada di B ♭, satu oktaf di bawah B ♭ trumpet dan satu oktaf di atas pedal B ♭ tuba. E ♭ alto
trombone yang pernah umum menjadi kurang banyak digunakan sebagai perbaikan dalam teknik memperpanjang
kisaran atas tenor, tetapi sekarang menikmati kebangkitan karena kemerduannya yang lebih ringan yang dihargai
dalam banyak karya romantis klasik dan awal. Musik trombone biasanya ditulis dalam nada konser baik di bass atau
tenor clef, meskipun pengecualian memang terjadi, terutama di musik brass-band Inggris di mana trombone tenor
disajikan sebagai instrumen transposing B, yang ditulis dalam kunci treble.
13
The tuba (/ ˈtjuːbə /; [1] Italia: [ˈtuːba]) adalah alat musik terbesar dan terendah bernada di keluarga
kuningan. Seperti semua instrumen kuningan, bunyi dihasilkan oleh getaran bibir menjadi corong besar. Ini pertama
kali muncul pada pertengahan abad ke-19, menjadikannya salah satu instrumen baru di orkestra modern dan band
konser. Tuba sebagian besar menggantikan ophicleide. [2] Tuba adalah bahasa Latin untuk 'trumpet'. [3]
Di Amerika, orang yang memainkan tuba dikenal sebagai tubaist atau tubist. [4] Di Inggris, orang yang
memainkan tuba dalam orkestra hanya dikenal sebagai pemain tuba; di band kuningan atau band militer, mereka
dikenal sebagai pemain bass.
14
Drum adalah alat musik universal dan ritmik. Drum terbuat dari tembikar atau logam dan berbentuk
seperti vas sempit di salah satu ujungnya dan ujung lain yang lebar diikat dengan kulit tipis.
Page | 55
Keduanya duduk di depan bak sepasang burung dalam sangkar yang
saling berhadap-hadapan. Nabil merasa mencintainya sejak saat pertama
bertemu, tidak lagi membutuhkan bukti. Jelas sudah, seperti setetes hujan di
balik kaca yang hadir dan berlalu begitu saja seiring berjalannya waktu.
Tidak akan pernah sirna, selamanya. Nabil merasakan perubahan besar
dalam segala hal, perasaannya, atau tubuhnya.
Nabil mengatakan pada Fanny bahwa dia tidak suka wanita Arab yang
mengerdilkan diri mereka dengan pakaian mahal; pewarna rambut; kotak
make-up; mewarnai jari kaki; membaca majalah Bourdah, Eve, dan Siddy;
dan mencari anak-anak borjuis tampan yang bermain-main dengan gadis-
gadis di mal-mal besar.
Tanah air adalah sesuatu yang kita bela tanpa harus hidup dan tinggal di
dalamnya; dan tempat yang kita benci tidak lain adalah tempat yang tidak
harus kita tinggalkan.
15
al-Marbarbāt adalah wanita yang memiliki pasangan dan memiliki hal yang
paling penting untuk dilihat bagi banyak pasangan; atau wanita yang dapat dinikmati oleh
segala jenis jender. al-Marbarbāt juga sebutan untuk tempat pembuatan bir.
Page | 56
Dia akan mengabdikan dirinya untuk mencintai dan membantu Fanny. Dia
akan menjadi pria yang baik dan menganggap hidupnya dalam perantauan
lebih positif. Lebih bermakna dibanding sebelumnya, tentunya. Sejauh ini,
sebagai seorang yang sedang mabuk cinta, pada batas tertentu, Nabil akan
melalui segalanya bersama Fanny dengan se-iya dan se-kata. Perbedaan
budaya: Nabil akan berusaha memahami; demikian pula dengan Fanny yang
akan berusaha memahaminya pula. Pemahaman yang tidak hanya
didasarkan pada inderawi dan seksual semata, tetapi pemahaman yang lebih
luas. Pada dasarnya, hal ini sangat sederhana: Nabil akan bertukar cerita
dengan Fanny, menceritakan kehidupannya, mendengar kehidupan Fanny,
menanyakan pada Fanny tentang apa yang terjadi padanya di siang hari,
dan apa yang terlintas dalam benak Fanny. Nabil akan berbicara bersama
Fanny tentang musik, Farabi, kota utopis atau negeri ideal, Barat, dan
migrasi.
Hal-hal tersebutlah yang membuat Nabil risau dan gentar. Dia sangat
bahagia. Dia pasti mencintainya. Sesuatu yang diyakini Nabil adalah ketika
Fanny diminta untuk bermalam bersamanya di apartemennya, dan Fanny
tidak menolak seraya berkata kepadanya:
XV
Apartemen Nabil yang kecil terasa nyaman dan sejuk seperti sarang
burung. Nabil duduk di sofa, memutar silinder alat musiknya; agar suaranya
cocok dengan gramofon. Nabil menunggu Fanny yang memasuki kamar
mandi untuk menyiapkan sabun dan handuk, membuka chovage, 16 dan
menutup pintu kamar mandi tersebut. Nabil mepaskan kemejanya dan
melemparkannya ke tempat tidur. Fanny keluar dari kamar mandi dengan
celana panjangnya, tetapi tubuh bagian atasnya telanjang, lalu melempar
handuk ke sebelah Nabil. Fanny memeluk Nabil. Mereka berdua
memadukasih, bersandar ke jendela.
16
Chovage adalah system pemanas sentral dengan pemanas air.
Page | 57
- “Bisakah kita sedikit menjauh dari jendela?” ujar Nabil pada Fanny.
- “Sudah lah, jangan pikirkan jendela, pintu, dan dinding. Pikirkan dan
rasakan kehadiranku!” jawab Fanny.
Sejenak, Nabil terdiam dan berhenti yang tidak lain untuk mengubah
posisi seksnya, kemudian dilanjutan lengkingan dan desahan nyaring Fanny.
Beberapa warga di bangunan apartemen tersebut terpancing, turut penuh
bersemangat dan hasrat menggebu disertai libido yang berdebar-debar, tapi;
Page | 58
tetapi, ada juga seseorang yang marah dan hal ini tentu saja sosok yang
memegang dan mematuhi budaya dan tradisi. Tentu saja, hal kemarahan
orang tersebut tanpa disadari dan diperkirakan oleh Nabil sebelumnya.
Page | 59
“Siapa bilang keseksian tubuh itu sirna dengan kebugilan?”
Pikiran ngawur! Budaya bugil itu sama halnya dengan budaya musik
klasik yang dipergunakan untuk menggambarkan realitas. Kebugilan
tersebut merupakan sisa-sisa budaya Renaissance Timur, yang memandang
seni bugil sebagai puncak kemanusiaan dan inti dari pemikiran klasik yang
seyogyanya disebut sebagai “orientasi”. Inti pemikiran klasik itu
menanamkan dalam benak seseorang bahwa hidup itu selaras dengan alam.
Di hari berikutnya, Nabil dan Fanny pulang larut malam dalam keadaan
setengah sadar (mabuk). Saat Fanny membayar taksi, Nabil melaju lebih
dahulu ke depan pintu apartemen. Disini lah dia dibuat kaget. Ternyata
tetangganya yang berasal dari Turki tersebut telah menunggunya. Kumis
hitam yang menjulai ke atas dan otot-otot yang menakutkan tidak lain
adalah seorang pandai besi. Tukang pandai besi itu memiliki cengkraman
yang kuat dan Nabil tidak menyukainya karena tangannya kasar yang tidak
seperti tangan musisi yang lembut.
Page | 60
Fanny bertanya:
“Pria ini memintamu untuk tidak menjerit dengan desahan dan lenguhan
yang nyaring selama hubungan persenggamaan Kita. Hal tersebut karena ia
memiliki anak-anak perempuan yang sedang dalam masa remaja dan
berjilbab. Dia tidak suka anak-anaknya mengerti sesuatu tentang hubungan
Kita.”
XVI
Page | 61
Pada keesokan harinya, Fanny duduk di tepi kasur, dan dia mencari secarik
kertas di dalam tasnya. Dia ingin memperlihatkannya pada Nabil.
Oleh karena itu; Fanny berkata pada Nabil bahwa ia akan memberinya
uang untuk mencukupi pembelian alat musik ini. Nabil, benar-benar gembira.
Dia melompat dan memeluknya hingga air mata Fanny berlinang deras
ketika melihatnya begitu bersemangat. Sejak alat musiknya dihancurkan di
negaranya, nabil memang selalu memimpikan memiliki cello kembali.
Penjual tua tampak sangat senang ketika melihat Nabil. Tak lama
sebelum pengungsi muda ini berdiri tepat di depan alat ini seperti seseorang
yang sangat merindukan suatu yang sangat terkenal, pandangan Nabil pada
alat tersebut tak beralih dan ia tampak bingung. Hal inilah yang membuat
Pak Tua penjual alat-alat musik tersebut segera memasuki kafetaria dan
membawa alat musik terakhir serta meletakkannya di dalam kotak hitam.
Sontak, membuat Nabil nyaris menari ceria dan gembira. Ia merasa sangat
bahagia. Ia tidak dapat berkata-kata, semuanya terasa tidak terbentung. Hal
Page | 62
ini tercermin kala penjual tua tersebut mendekati Nabil yang tiap hari selalu
berdiri di depan alat musik tersebut karena tidak mampu membelinya. Oleh
karena itu, pak tua tersebut memberinya diskon khusus dan Nabil
menyisakan sejumlah (mata uang) yuro di sakunya.
Page | 63
Sejurus kemudian, Nabil beranjak menuju kulkas dan mengambil sedikit es
untuk diletakkan di matanya. Dia melangkah menuju balkon untuk melihat
nasib malang cellonya. Si Turki dan teman-temannya menghilang, tidak ada
orang lain selain penjaga pintu gerbang. Satpam tersebut mengumpulkan
puing-puing untuk dibuang ke tempat pembuangan sampah.
BAGIAN KEDUA
Ketika Nabil memikirkan antara dirinya di Belgia maupun di Kota Ideal (al-
Madīnah al-Fāḍilah) dan bagaimana dengan keadaan kota tersebut? Ia juga
memikirkan orang-orang yang ada di sekelilingnya.
Setiap hari, Nabil memilih masyarakat yang terdiri dari berbagai kelas
sosial yang berbeda seperti olahragawan, musisi, seniman, pengrajin, filsuf,
dan wanita cantik.
Page | 64
kesedihannya, Fanny memintanya menghabiskan sebagian besar waktunya
di apartemennya.
Page | 65
lilin yang diletakkan di mangkuk yang besar, yang menebarkan aroma wangi
yang dibeli di toko-toko Hema (Hīmā) di penghujung jalan mereka,
bersamaan dengan lengkingan suara-suara Fanny yang mendesah tanpa ada
seorang pun yang keberatan atas apa yang keduanya perbuat.
II
Page | 66
Dengan hal itulah, Fanny akan menjerit sesuka hatinya di
apartemennya, bahkan Nabil juga dapat melenguh kencang dengan bebas
atau bernyanyi di tempat tidurnya dengan perasaan puas tanpa harus
meminta maaf pada siapapun atau bertengkar pada siapa pun.
Dan ada sesuatu yang lebih penting, jadi, selama Nabil menghabiskan
sebagian besar waktunya di apartemen Fanny; maka apartemennya dekat
dengan taman Flagye. Sebagaimana, mulai saat ini Café Belga yang sangat
terkenal di taman tersebut menjadi tempat favorit.
Sejak itu, Nabil telah sering mengunjungi Plage Square, dan ia dikenal
oleh semua teman Fanny, yang telah bersamanya sejak universitas, yang
merupakan pelopor Café Belga. Namun, untuk beberapa alasan, café lain di
taman yang sama adalah Pitch Pin Café, yang terletak di sudut lain taman.
The Jekeel Café memiliki interior yang luas yang menghadap ke dua sudut
jalan. The Jekeel Café memiliki pelayan dari Eropa Timur, yang kurang ramai
dari semua kafe di taman.
Nabil mulai mengenal Brussels ketika dia membaca buku. Dia bisa
mengenal keadaan para pelayan, pemilik café, pelajar, aktris, pelacur, dan
pelanggan. Dan bahkan polisi yang bekerja di sudut lain gedung radio yang
juga dikenal sebagai penyiar, sekretaris. Bahkan, ia juga mengetahui orang-
orang yang bekerja di toilet.
Setiap hari, dia pergi bersama Fanny atau sendirian ke bar atau café di
Brussels untuk tetap menjadi kota yang indah yang selalu disajikan di dalam
jiwa dan pikirannya. Ketika ia kembali ke tempat tidurnya pada malam hari,
seringkali pemandangan yang ia lihat terhadap kehadiran Fanny adalah
suatu catatan yang benar-benar terukir, seakan-akan sebagai suatu catatan
buku yang dibacanya setiap hari:
“Apakah Anda melihat gadis yang memasuki café hari ini?” mereka
menjawab bahwa wanita tersebut adalah pelacur.
Page | 67
“Apakah Anda melihat pemuda tampan ini? Dia bekerja di misi Eropa!
Kekasih pria itu adalah wanita berwargakenegaraan Belanda ….. Saya
pernah melihat wanita itu sekali dan ia biasa merokok ganja!”
“Apakah Anda tahu bahwa wanita yang merupakan pelayan itu adalah
seorang mahasiswi Free University of Brussels dan dia berkencan dengan
seorang kekasih asal Amerika yang kaya-raya, yang usianya terpaut dua
puluh tahun lebih tua?”
Perlahan, Nabil mulai terbiasa dengan cuaca dingin, jalanan becek, dan
petang-petang hujan. Bahkan, larut malam, ia tidak ragu untuk pergi ke
Plage Square, San Gil, atau Alle du Soleil; yang tidak lain merupakan bar-bar,
café-café, toko-toko disk, dan perpustakaan-perpustakaan.
Sekembalinya dari keluar malam, setiap orang yang dilihat Nabil harus
percaya bahwa dirinya mungkin telah menerima transfer uang yang tidak
terduga dari keluarganya atau kerabat lain yang tinggal di Amerika. Tetapi,
pada kenyataannya Nabilmengambil sejumlah uang Fanny kemudian
membelanjakan beberapa barang-barang kebutuhannya yang berguna
seperti buku, CD, dan menyimpan beberapa minuman di sakunya, terutama
bir yang ia suka minum pada sore hari sejak tiba di Belgia.
Seringkali gadis cantik ini duduk di sudut café menunggu Nabil ketika
ia tidak datang ke café tersebut. Semua orang tau bahwa ia adalah gadis
cantik yang sangat langsing dari desa Walloon dekat kota, bernama Walby.
Jam demi jam berlalu dengan setia, Walby menunggu kekasihnya yang tidak
lain sebagai seorang imigran (pengungsi), yang tiap kali tidak pernah
menggubris hal tersebut!walby meletakkan secangkir minuman yang
dipesan tanpa menyentuhnya. Walby ramah pada rombongan pria yang
masuk dan lalu-lalang di depan mejanya dengan pandangan mata yang
menelisik dan cermat, atau diam-diam menoleh ke depan kaca; mungkin
Nabil, ada banyak anak muda yang penasaran dengan keingintahuan
mereka; untuk mengetahui siapa yang ditunggu gadis tersebut! Banyak dari
mereka juga cenderung menganggukkan kepala atau tersenyum padanya,
agar ia meninggalkan mejanya atau bergabung dengan mereka, tetapi tidak
berhasil.
Page | 69
Nabil merangkulnya dan Fanny benar-benar hilang kesabaran. Sebagaimana
Fanny berjanji pada Nabil bahwa ia tidak ingin Nabil merasa berdosa karena
dirinya. Fanny tidak menunjukkan janjinya seperti yang dirinya katakan.
Fanny tidak nyaman dan wajahnya mengungkapkan kebencian yang dia
rasakan setiap kali Nabil meninggalkannya di café dan pergi ke café lain
bersama wanita-wanita lain untuk berbicara dan terkadang menggoda.
III
Pada hari-hari yang diselimuti awan kelabu, ketika hawa dingin menembus
ke mana-mana, ia mendapati dirinya di café-café yang hangat.
Nabil sedang berbicara dengan dua mahasiswi di sudut yang gelap dan
anggu tersebut telah mempengaruhi kepalanya. Di sebelahnya, sekelompok
yang terdiri dari lima orang sedang duduk: tiga diantaranya adalah pemuda
dan dua musisi clarinet, dan dengan demikian obrolan diantara mereka
berlanjut.
Page | 70
Nabil menghormati semua yang ada dalam berbincang-bincang dan ia
mendominasi dalam obrolan tersebut. Ia merasa sangat senang dengan
orang-orang yang berbicara dengannya naik dan masuk, menikmati minum!
Dia mengambil dompet Fanny di tasnya karena pada saat itu ia benar-benar
bokek dan dia mengajak orang-orang itu minum.
Page | 71
Fanny merasa kejadian itu sangat konyol dan mengerikan atas
ketidakpedulian orang-orang di bar, tidak ada yang mengulurkan tangannya
untuk menyelamatkannya, dan ia mendengarkan bisikan hati dari jauh.
- “Biarkan saja dia, toh hanya seorang imigran yang mengambil uang di
tas kekasihnya hanya untuk dihambur-hamburkan,” kata salah seorang
di bar.
IV
Mengapa KAmu ingin gadis ini pergi, sementara Nabil sendiri datang
ke sini. Mungkin saja gadis tersebut tidak suka Eropa, mungkin juga ia takut
perang nuklir, bisa juga karena adanya penjahat dan pembunuh berantai
yang menembak dalam gelap …… depresi orang-orang Eropa yang dilihat
Nabil sama sekali tidak dibenarkan. Itu semua adalah karakter yang
menyedihkan, kebutuhan yang salah, keinginan untuk melarikan diri, mereka
tampak bersedih , bosan, dan itu adalah filosofi eksistensial Schopenhauer.
Oleh karena itu, Nabil membenci musik Wagner.
Aneh, bahkan orang Belgia berpikir tentang melarikan diri dan bersuaka
atau mengungsi!
Page | 72
Nabil minum dengan gelasnya dan bertanya suatu kemungkinan dengan
cerdik pada Fanny:
Nabil tahu betul bahwa Fanny adalah orang yang tidak mau mendengar
komentarnya terkait negara Belgia. Fanny juga tidak ingin bertanya pada
Nabil tentang para komedian yang mengolok-olok negara Belgia.
Bagaimana Nabil melihat para pesimis yang menganggap Belgia terjun ke
dalam kekacauan politik, saling menghujam, saling menghujat, atau
orang-orang yang tiap hari menjerit:
- “Suatu hari nanti, Fanny tidak akan pernah melihat Belgia,” atau:
- “Apakah Kamu tahu bahwa situasi politik kita ini benar-benar busuk?”
atau:
- “Kami adalah bangsa terdungu di dunia” atau:
- Jangan mengira Kamu tinggal di negeri yang besar padahal tidak
demikian.
Tapi orang-orang Belgia seperti mereka lebih suka mengkritik,
membenarkan bahwa mereka adalah warga negara asli yang ada dan
dilahirkan di negaranya sendiri, serta berasal dari bangsa yang sama;
pertanyaan yang terbersit dalam benaknya adalah:
“Bolehkah ia mengomentari mereka?”
Nabil merasa bahwa di negeri ini ia hanya dapat berbicara tentang dua
hal saja:
Pertama, kekelaman dan tragedy di negerinya. Kedua, kebahagiaan
yang ia peroleh di sini.
Page | 73
keselamatannya di negara tempat ia berada, kedamaian, hubungan seksual
di tempat tidur dan kamar mandi, dan makanan di sini.
- “Ah, jika hal-hal tersebut tidak ada di Belgia, lantas apa yang
memungkin dapat menyenangkan perasaanku?” gumam Nabil.
- Jika Kita berbicara tentang musik, maka Belgia bagi Saya adalah
Pengungsi!
- “Kamu harus bahagia hidup di sini. Jika Kamu berada di negeri lain,
maka mereka akan mengembalikanmu ke neraka dimana Kamu
sendirilah yang memutuskan untuk melarikan.”
Page | 74
- “Kamu harus berterimakasih pada Kami, bukankah demikian? Kami
tidak akan pernah tahu apa jadinya dirimu, jika Kami tidak
mengurusmu.”
17
Kentang goring khas Belgia.
18
Adonan kue khas Belgia.
Page | 75
adanya peningkatan secara bertahap menjadi terlalu banyak hingga menjadi
simpul permasalahan yang menjamur tidak mungkin dapat diselesaikan dan
sulit untuk disembuhkan. Bahkan, Nabil sudah siap untuk percaya bahwa
hidupnya di sini berubah menjadi neraka karena mereka dan tentunya
karena ia tidak dapat merasakan Negeri Ideal.
- “Aku adalah satu-satunya nada yang aneh …. Aku adalah suara yang
menghancurkan Harmoni dan lagu-lagu mereka. ….. Apakah Kamu bisa
memahamiku? Itulah yang menyebabkan mereka mengancam dan
memukulku………. “
- “Apakah Kamu tidak mempertimbangkan hal yang demikian itu? Ketika
Aku keluar dan melarikan diri, maka, seketika itu juga mereka pasti
akan merasa lebih baik!”
Tetapi, Kita harus tetap ada di sini maupun di sana…… Ini berarti
banyaknya suara sumbang dan provokatif diantara mereka akan merambah
pula hingga di sini, yaitu diantara Kita. Inilah penyebab kekacauan di dunia.
- “Eh, Nabil, Apa Kamu lihat gstring (kalsūn)19 ku?” tanya Fanny.
- “Tuh, di situ, di sebelah kasur,” jawab Nabil.
Fanny berjalan dengan telanjang, mencari gstring nya. Sementara, Nabil mengikutinya
dengan tidak menghentikan perbincangannya:
- “Sayang, dengarkan, Aku datang ke Barat mencari Negeri Ideal (al-Madīnah al-
Fāḍilah) sebagai salah satu impian al-Fārābī yang ingin menjadikan segala sesuatunya
menjadi role model. Dengan demikian, negeri atau kota yang ia ciptakan dengan
musiknya akan menjadi negeri yang benar-benar ideal. Apa Kamu mendengarku, Fan?”
- “Ya, Aku mendengarmu!” jawab Fanny sambil mencium gstringnya sebelum
mengenakannya.
- “Aduh, ini kotor, kucari yang bersih, tapi dimana kutaruh ya?” lanjut Fanny sambil
berjalan mencari gstring kedua di ember. Sementara, Nabil berjalan mengikutinya di
belakang.
19
Sejenis celana dalam khusus wanita dengan tali memanjang dan lembaran kain yang minim.
Page | 77
- “Dengar, Fanny! Bukankah musik adalah tolak ukur? Oleh karena itu, tolak ukur tersebut
akan menjadi acuan pada model pemukiman, perkotaan, dan populasi dengan
mengadopsi segala nilai-nilai Semit ….. Demikianlah, apa yang diyakini filsuf Arab, al-
Fārābī yang berbicara tentang Plato, Aristoteles, dan Negeri Ideal.”
- “Sekarang, Kau dengarkan Aku! Pergilah ke dapur. Setiap potongan pizza yang
kuletakkan dalam oven, jangan diapa-apakan jika tidak ingin pizzanya gosong seperti
tempo lalu,” ujar Fanny. Lalu, Fanny melekatkan ciumannya di pipi Nabil hingga
meninggalkan bekas yang mencolok dan ia bergegas keluar.
VI
Kebiasaan lama. Nabil selalu menemukan alas an tak terduga untuk kesulitan atau
kendala yang dialaminya. Fanny, yang dia kenal lebih baik daripada orang lain, memintanya
untuk membawa vas sekaligus bebungaan pagi yang disiram, menggantinya dengan yang segar,
dan menyirami tanaman di vas tersebut. Nabil kembali untuk berbaring di tempat tidur. Dia
menutup matanya dan Fanny kembali membaca terkait nada lama yang sama. Ketika Nabil
tampak mulai terlelap, Fanny meletakkan buku di comodino (kūmīdīnū)20 dan menciumnya di
dahinya yang demam seraya berbisik padanya.
- “Kamu akan membaik dan beradaptasi dengan cuaca baru. Kamu juga akan belajar
bagaimana hidup di masyarakat berbeda dan beragam karena kita semua tidak bisa
menjadi satu warna semata,” bisik Fanny.
Ketika Nabil mulai terjaga dari tidurnya, membuka kedua mata dan mulutnya, ingin
mengatakan sesuatu, tapi Fanny meletakkan jemarinya di kedua bibir Nabil, tanda untuk
menenangkannya.
- “Sudahlah, tidurlah, Sayang …. Kamu akan kembali sehat dan membaik esok pagi,” ujar
Fanny.
Pagi yang menyebalkan ….. Nabil terbangun di hari itu, merasa sangat muram. Tidak
diragukan lagi, bahwa pendekatan fisik Fanny melipatgandakan dorongan emosi, tetapi Nabil
tidak dapat menghabiskan seluruh waktunya di apartemen Fanny. Hubungan percintaan dengan
Fanny dilakukan di apartemen Nabil. Sudah pasti, lantaran si pria Turki dan anak-anak
remajanya beserta lenguhan kencang Fanny lah yang membuatnya tampak hampir mustahil.
Apa yang harus diperbuatnya? Dia belum bisa membeli alat cello untuk melanjutkan
pekerjaannya di bidang musik, maka ia pun berusaha menemukan sesuatu yang berbeda. Tidak
20
Kata “Comodino” berasal dari bahasa Italia yang berarti “meja samping” yang biasanya diletakkan di
sebelah tempat tidur.
Page | 78
mungkin menemukan Negeri Ideal (al-Madīnah al-Fāḍilah) …… Tetapi, sedikit demi sedikit,
ia mulai sadar bahwa Negeri Ideal (al-Madīnah al-Fāḍilah) yang diutarakan al-Fārābī adalah
khayalan, ya khayalan semata! Tapi, di saat bersamaan, ia tidak dapat membedakan dan menilai
khayalan-khayalan tersebut.
Itu semua jauh dari khayalan belaka. Sekali lagi, kemampuan Nabil untuk beradaptasi
sikap ketidakpastian
adalah sikap ketidapastiannya yang hampir menjadi rutinitas.
Nabil yang hampir menjadi rutinitas dengan kemampuannya
untuk berubah. Tetapi, di sisi lain, ia meraa bahwa dirinya adalah tahanan dari mimpi
yang hampir masuk akal dan otoriter. Perubahan !
Di sana, ada denyut nadi yang sepi yang sepi dan bising di jalan selama hari kerja yang
panjang. Sementara, banyak mobil berlalu-lalang di jalan. Akhirnya, dia berhenti di depan
gerbang pasar Dulis. Nabil masuk, membeli sebungkus rokok. Dia menghitung uang di sakunya
dan ternyata cukup untuk membeli sekaleng bir.
Semburat cahaya menyengat sampai pada titik di mana dia merasa hari itu begitu cerah di
Brussel. Matahari bersinar di Flagé Square. Sejenak, si gelandang merenung, sementara
Fanny lewat di depan Café Belga. Nabil beranjak menuju ke tengah jalan, di
tengah kilauan cahaya yang menyengat, dari bayangannya sendiri hingga ke
alun-alun. Dia mendapati seorang pemuda Afrika yang sedang duduk di teras
dengan seorang gadis berambut pirang. Kedua sepatu pemuda tersebut
berkedip seperti dua piring logam yang berkilauan.
Page | 79
VII
Cintaku,
Aku sisakan sepotong pizza besar Nepalitoni (nībālītūnī) di kulkas dan jangan
terlalu lama diletakkan di oven.
Si bibir seksi,
Fanny
Nabil berbalik ke dapur, mengambil sepotong pizza Neapalitone dari kulkas, kemudian
menaruhnya di oven dan menuang Coca-Cola untuk dirinya sendiri, serta mencari saus tomat.
Kemudian, ia mencari di kotak bungkus pizza tersebut, namun tidak ada. Ia pun mencarinya
kembali ke kulkas dan tidak menemukannya kembali. Lalu, ia iangat bahwa ia telah
membawanya ke balkon di mana dia makan hamburger di sana.
Ketika dia pergi ke balkon, dia melihat koran LaSouar dengan headline “Demonstrasi
Sayap Kanan di Sepanjang Jalan Brussels.” Sementara, polisi memperingatkan bahwa orang-
orang Salafi merencanakan untuk mengadakan demonstrasi pada hari yang sama terhadap
demonstrasi sayap kanan.
Page | 80
Dari sinilah, Nabil berfikir:
Mengapa ia tidak berpartisipasi dalam demonstrasi ini? Ide-idenya harus diambil dari
tempat kerja Fanny dan tidak harus tetap menjadi membusuk di apartemen gadis itu yang sempit
di kecamatan Eukles. Bahkan, migrasinya ke Barat adalah realitas, tidakkah al-Fārābī juga
berkata bahwa jika ada orang yang baik di negeri yang entah-berantah, maka sebaiknya ia
bermigrasi ke Kota atau Negeri yang Ideal?!
Jika Fanny tidak ada dalam ruang waktu Nabil, maka ia akan merasa asing dan hinggap
dalam kehidupan yang memprihatinkan, serta pada akhirnya ia hanya akan memilih untuk mati
dibanding hidup! Demikianlah ia menceritakan kedatangannya ke Eropa……Negeri Ideal (al-
Madīnah al-Fāḍilah). Tetapi, masalahnya adalah bahwa para imigran lah yang justru
mempersulit dirinya sendiri. Mereka pula lah yang mengacak-acak dan memperparah negeri ini.
“Kelas proletar” ala Marx! “Diam” dalam istilah al-Fārābī! Al-Fārābī menggambarkan mereka
sebagai kelompok pengacau, kriminal, pembunuhan, dan gangguan yang tidak mungkin ada
dalam berkarir di Negeri Ideal (al-Madīnah al-Fāḍilah).
Nabil memutuskan pergi ke Royal Park; dimana demonstrasi sayap kanan menuntut
pengusiran imigran dari negeri mereka. Kenyataannya, gagasan sayap kanan terkait hak bagi
Nabil adalah sesuatu yang tidak jelas sama sekali. Ia belum pernah berdiskusi pada salah satu
dari mereka atau mempelajari ide-ide mereka. Pacarnya, Fanny adalah pendukung sayap kiri
yang membenci tindakan keterlaluan dari kedua belah pihak (para imigran dan orang-orang
sayap kanan), dan ia tidak pernah mendendam pada para imigran karena mantan pacarnya dulu
adalah orang Afrika. Fanny juga pernah berpacaran dengan orang Turki dan orang Maroko di
saat yang sama.
Permasalahan yang dialami Fanny kali ini adalah kepribadian Nabil yang agresif. Ia
keluar dari rumahnya di Eukles, mengambil jalan Choucha de Waterloo untuk melewati bar Du
Sons Gille, dan kemudian naik bus lalu bergabung dengan kelompok demonstran. Ia menyusuri
jalan, menoleh dan memperhatikan ke segala arah, memperbaiki kacamata di atas kedua matanya
dengan jeari-jari tangan, dan memeriksa segalanya dengan baik dan sungguh-sungguh.
(Kacamatanya bermerk Prada Eyeglasses dengan bingkai logam berlapis emas yang melingkar,
menyerupai kacamata maestro yang ditunjukkan pada baliho di depan orchestra di toko music di
San Jose). Ia percaya bahwa esensi ide adalah menciptakan dunia keindahan, dunia yang selaras
nan harmonis, dan tidak ada lagi suara-suara cercaan.
Nabil tiba di demonstrasi tersebut. Banyak bendera kuning berkibar, wajah-wajah yang
dilumuri cat. Mereka mewarnai rambut mereka dengan berbagai warna. Sebagian diukir
ditubuhnya dengan menggunakan tato sebagai ungkapan penghinaan dan sumpah serapah pada
Page | 81
para imigran atau pencari suaka. Tanda-tanda yang diangkat ditulis dalam garis-garis yang
dimiliki Abad Pertengahan. Semua ini tidak mencegah Nabil untuk berlari dengan suka-cita bak
demonstran, tanpa beban, dan dengan riang-gembira seperti bermain; berada di tengah-tengah
dan meminta mereka dengan disiplin yang ia tahu untuk membawa salah satu spanduk-spanduk
mereka.
Wajah Nabil … wajah imigran, tidak salah lagi, hanya dia lah yang percaya bahwa rasa
aman lah yang dapat menyatukan manusia, bukan mitologi ras, metafisika warna, dan bukan pula
raut muka.
Itulah yang membuatnya ada di antara mereka dan berbaur sepenuhnya diantara mereka.
Wajah-wajah murka yang tak dapat dibendung. Nabil menyaksikan sendiri kebengisan
mata-mata yang mulai diarahkan ke wajahnya dengan kedua matanya. Ia bak mangsa yang
memasuki kandang predator, tangan-tangan demonstran yang mencengkramnya dari segala
penjuru. Tangan-tangan yang terlatih, merangsek bertubi-tubi dengan bengis. Bahkan, para
wanita pun turut berhamburan, menyergap ke arahnya.
Dia berusaha menjelaskan kepada mereka bahwa warna kulit, penampilan, dan tubuh
tidak ada hubungannya dengan pemikiran.
Tetapi; tidak ada waktu bagi sayap kanan untuk mendengar penjelasannya. Persoalan ini
harus diselesaikan oleh mereka sendiri. Dia adalah salah satu musuh besar mereka.
Seorang wanita cantik yang biasa diajak oleh Nabil meneguk segelas bir jika ia
melihatnya di café kemarin. Wanita itu memiliki payudara yang sintal dan menjadi idaman para
wanita Belgia, kaki yang berbentuk indah dan memanjang, dan pantat yang membuat kedua
matanya tidak berkedip. Tetapi, payudara sintalnya terjatuh di atas kepala Nabil, di sebelah
spanduk kecil yang dibawanya bertuliskan:
Page | 82
- Apakah Kalian tahu pandanganku tentang Harmoni?
Siapa yang akan mendengarkanmu? Tidak banyak bicara, bagi mereka. Kematian terlihat
lebih mungkin dibanding bernegosiasi atau menjelaskan teorinya tentang al-Fārābī, Harmoni,
dan Negara Ideal (al-Madīnah al-Fāḍilah).
Tentu, ia menganggap mereka tak ubahnya seperti gonggongan anjing semata; ia hanya
bisa memandang lapisan demi lapisan wajah wanita pirang itu yang marah dan begitu juga
komat-kamit mulutnya. Wanita itu berbicara dengan Luca, mata-mata mereka meancarkan
kebencian dan menyimpan kebengisan yang mematikan. Nabil menyadari bahwa penghancuran,
pembunuhannya, dan ketercabik-cabikannya adalah keniscayaan: tendangan bertubi-tubi yang
menyasar ke dada dan perutnya. Mereka telah memastikan bahwa mereka telah mengatasi dan
menyelesaikan masalah mereka sendiri. Namun; diantara kaki-kaki itu, ia melihat sekelompok
besar orang berjenggot dan pakaian putih pendek yang menunjukkan bahwa mereka adalah
orang-orang Salafi yang menuju ke arahnya.
Mereka pasti mengira bahwa salah satu saudara lelaki mereka yang seagama itu akan
dianiaya oleh para demonstran sayap kanan. Tentu, kesan yang muncul adalah perang
mempertahankan salah satu saudara seagama yang menjadi mangsa di antara taring serigala
orang-orang kafir.
Cukup masuk akal melihat para Salafi yang berubah menjadi Malaikat Kasih-Sayang
bagi Nabil.
Nabil tidak lain sebagai sosok yang bukan bagian dari orang-orang Salaf tersebut yang
datang untuk menyelamatkannya, mereka merapat dengan membawa tongkat dan pisau untuk
membela pahlawan ini. Spontan, mereka telah menyelamatkannya.
Mereka menyeretnya keluar dari kepungan ekstrimis sayap kanan. Nabil terengah-engah,
hampir mati, dan kehabisan nafas. Terdiam. Tidak sedih ataupunbahagia. Ia hanya terdiam. Dia
hanya melihat sendiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Semburat raut wajah di
sekelilingnya tampak gembira, janggut hitam, wajah-wajah berkulit cokelat eksotis,
dashdasha21 putih, payudara sintal, kata demi kata yang keluar dari faring 22
Dashdasha adalah gamis yang biasa disebut oleh orang Kuwait,
21
Page | 83
dengan kencang, semuanya mengelilinginya, merangsek tepat di depan
kedua matanya, seolah-olah ia bak film sinematik dan bukan kenyataan.
VIII
Ya, kemungkinan besar. Mereka tidak berbicara sepatah kata pun dalam bahasa Arab.
Mereka berbicara dengan bahasa Prancis secara baik, membuatnya sedikit cemburu.
Mereka mengucapkan selamat padanya atas apa yang ia lakukan untuk Islam.
Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia melihat dengan seksama dan dia benar-
benar bungkam. Mereka pikir dia takut atau trauma. Salah satu wanita diantara mereka? Dia
dikejutkan oleh sayap kanan ekstrimis yang hampir membunuhnya? Atau, apakah ia dikejutkan
oleh para Salafi yang menyelamatkannya?
Setelah beberapa saat, mereka semua keluar; mereka semua keluar untuk menyelesaikan
pertempuran mereka dengan orang-orang Sayap Kanan.
Page | 84
Pikiran Nabil benar-benar kosong. Teleponnya bordering, Fanny meneleponnya. Ia tidak
menjawab. Ia tidak mnjawabnya. Ia tidur sejam, kemudian bangun, dan berjalan menuju remote
control karena televisi terpampang di depannya. Ia menyalakan TV dan mulai mencari saluran
porno! Akhirnya ia merasakan satu hal, senyum.
Dia merasa bahwa keterikatannya dengan film-film Porno adalah semacam keterikatan
pada realisme. Film porno adalah semacam realisasi realitas, apa yang ditontonnya sekarang, saat
ini juga.
Daya tarik seks tidak sepenuhnya hilang ketika dilakukan secara terbuka, bahkan hal itu
akan menjadi kecemasan atau kegelisahan tersendiri. Namun, hal itu tidak selalu mengganggu
emosi, keinginan, atau gairah ….. bahkan memungkinkan adanya libido untuk merubah warna,
rasa, ritme, dan kekuatan dengan melucuti imajinasi emosional romantik dan menghadirkannya
secara mengagumkan dalam perubahan perasaannya yang halus pada setiap bagian-bagian yang
saling menyeruak.
Nabil menghabiskan sepanjang hari di rumah Salafi. Pagi harinya, ia pulang ke rumah.
Menyusuri jalan. Ada dua pikiran kelam dalam benaknya, satu tentang film porno dan
yang lainnya adalah sesegara mungkin membeli cello baru agar ia dapat melanjutkan
pekerjaannya di bidang musik.
Sekali lagi, dia punya pemikiran berbeda tentang Fanny. Jalan itu seolah selalu
menuntunnya menuju toko-toko pakaian; dan entah bagaimana ritme pikirannya mengalami
serangkaian pergulatan berturut-turut. Ia menyadari bahwa perannya yang kecil dalam beberapa
hari terakhir telah membuatnya kehilangan kehidupan umum sebagaimana mestinya di Eropa.
Sesuatu yang belum matang! Namun, melalui music lah yang dapat
mengantarkannya ke keselarasan dan keseimbangan di balik kontradiksi
hidup dalam tampilan umum suatu kenyataan. Dengan demikian, tempat-
tempat vital dan artistik di kota, dan beberapa café dan restoran,
mengungkapkan makna lain bagi kehidupan.
Page | 85
*
(19)
Page | 86
Page | 87