Anda di halaman 1dari 13

B.J.

HABIBIE

A. Latar Belakang
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie, atau yang akrab disapa
dengan sebutan BJ Habibie ini lahir di Parepare pada tanggal 25 Juni tahun 1936. BJ Habibie
kini memiliki total lima gelar akademik. Beliau adalah anak ke empat di antara delapan
saudaranya.
Ayahnya bernama Alwi Abdul Jalil Habibie sedangkan ibunya bernama Raden Ajeng
Tuti Marini Puspowordjojo. Ibunya merupakan anak beretnis Jawa dari Puspowardjojo,
seorang dokter mata di Jogjakarta. Sedangkan Ayahnya merupakan anak etnis Bugis,
Gorontalo yang bekerja sebagai seorang ahli pertanian.
Di dalam naungan keduanya, BJ Habibie dibesarkan dalam lingkungan yang religius.
Hal ini terlihat dari bagaimana Alwi Abdul Jalil tidak pernah absen membacakan kitab suci
Al-Quran barang seharipun. BJ Habibie mendapatkan perlakuan ini setiap hari dan menjadi
kebiasaan.
Bahkan, apabila BJ Habibie tidak mendengar ayahnya mengaji, hatinya tidak akan
tenang pada hari itu. Setiap hari ayahnya melantunkan ayat suci Al-Quran mulai dari satu juz
hingga dua juz. Tidak heran jika BJ Habibie dapat menyerap semuanya sedari kecil, sehingga
beliau mampu membaca Al-Quran di usia yang masih terbilang sangat belia, yaitu tiga tahun.
Pada masa kecilnya, BJ Habibie sudah menunjukkan hal yang menjadi
ketertarikannya, yaitu membaca dan berolahraga. Olahraga yang beliau sukai adalah
menunggang kuda. Kebiasaan belia yang selalu membaca setiap hari, membuat beliau dikenal
sebagai pribadi yang sangat cerdas meskipun masih berada di sekolah dasar.
Sayang, di usianya yang masih menginjak 14 tahun, BJ Habibie harus merelakan
ayahnya yang dipanggil duluan oleh yang Maha Kuasa. Ayah BJ Habibie wafat dikarenakan
serangan jantung pada tanggal 3 September tahun 1950.
Setelah wafatnya sang ayah, ibunya memutuskan untuk menjual rumah yang mereka
tinggali. Mereka kemudian pindah ke Bandung. Begitu pula dengan riwayat sekolah BJ
Habibie yang berpindah tempat ke Gouverments Middlebare School, Bandung.
Di sekolah ini, BJ Habibie terlihat semakin bersinar dengan prestasi-prestasi yang
diraihnya dan membuatnya semakin dikenal.
B. Peranan Dalam Penegakan Demokrasi
Saat masih menjabat sebagai presiden ketiga, BJ Habibie telah melakukan banyak
kemajuan bagi negara, salah satunya memberikan kebijakan demokratis pada masa orde baru.
Habibie bahkan disebut-sebut sebagai sosok pembuka pintu demokrasi di Indonesia. Pasalnya
selain sosok yang mampu memimpin dalam masa transisi era Orde Beru ke reformasi,
Habibie juga dinilai suskses melepaskan label Orde Baru, salah satunya dengan kebebasan
pers, HAM dan pembentukan lembaga independen. Dilansir dari jurnal Capaian Masa
Pemerintahan Presiden BJ Habibie dan Megawati di Indonesia dari Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, disebutkan bahwa Habibie berhasil membentuk Kabinet
Reformasi Pembangunan pada 22 Mei 1998 yang terdiri dari perwakilan militer (TNI-Polri),
PPP, Golkar, dan PDI. Dalam kebijakan itu, Habibie kemudian mengganti lima paket UU
masa Orde Baru dengan tiga UU politik yang lebih demokratis, yakni UU No. 2 Tahun 1999
tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum, dan UU No. 4
Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR. Selanjutnya, ada perubahan yang
kentara pada masa kepemimpinan Habibie dalam politik demokratis, yakni ia berhasil
menyelenggarakan pemilu multipartai pada 1999. Adapun pemilu saat itu diikuti oleh 48
partai politik (parpol) dengan asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil.
Kemudian, salah satu prasyarat guna menciptakan keadaan demokratis, yakni dengan
melakukan rekonstruksi dan reformasi politik dan DPR yang representatif mewakili
kepentingan masyarakat.
C. Tantangan Dalam Penegakan Demokrasi

Pengamat hukum media massa Universitas Airlangga Titik Puji Rahayu, menilai
Presiden Ketiga RI BJ Habibie adalah sosok teknokrat yang menyumbang bangunan
reformasi di Indonesia, dengan melakukan terobosan hukum pers dan hak asasi manusia
(HAM) dalam kondisi negara yang masih dipengaruhi jejak Orde Baru yang kuat. 

“Saat itu Presiden Habibie ingin membuka kebebasan berpendapat, tapi tidak mudah.
Ia masih harus melawan arus yang kuat, terutama kekuatan residu, dan jejak otoritarian yang
masih berupaya berkuasa di Indonesia,” ungkap Titik, ditemui di Gedung FISIP Unair, Kamis
12 September 2019.

Posisi Habibie membuat nya harus membuat terobosan hukum dan memulai reformasi
dengan mendorong dua undang-undang, yakni Undang-Undang Pers dan Undang-Undang
tentang HAM. 

“Seorang ilmuwan dan teknokrat, Tuhan menempatkan dia di situasi politik yang
tidak menentu, betapa sulitnya ia mengambil keputusan,” tambahnya.

Mengutip tulisan Nadirsyah Hosen, dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
berjudul “Human Rights and Freedom of the Press in the Post-Soeharto Era: A Critical
Analysis”, terdapat perdebatan kuat tentang kebebasan pers pasca Soeharto. Yaitu perdebatan
antara kebutuhan pers yang lebih liberal, melawan wacana pers yang bebas akan
menyebabkan perselisihan bahkan integrasi nasional, yang banyak dilontarkan oleh
pendukung status quo.

Sementara itu, kelompok jurnalis tetap skeptis dengan mengusulkan pencabutan


KUHP yang digunakan untuk mengendalikan dan membungkam pers.

“Pada awal 1999 Presiden Habibie secara terbuka berjanji untuk mengakhiri sensor
pers di Indonesia, saat itu kalimat Habibie, tidak akan lagi mengendalikan pers, tidak ada lagi
editor berita telepon tentang berita yang ingin mereka terbitkan, merupakan janji Habibie
kepada insan pers,” ungkap Titik, mengutip penelitian Nadirsyah Hosen.

Namun, masih mengutip penelitian Nadirsyah, upaya tersebut, mendapatkan halangan


berupa taktik politik dari Menteri Pertahanan saat itu, Wiranto. Ia membuat proposal kepada
Presiden Habibie berupa Perppu nomor 2 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan
Pendapat di Muka Umum, khususnya pasal 9 ayat 1e yang menyatakan bahwa pemaparan
melalui media massa baik cetak maupun elektronik adalah bentuk penyampaian pendapat di
muka umum. Berikutnya, poin tersebut dihapus pada UU tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum yang disahkan pada 26 Okober 1998. 

Mantan Presiden Indonesia BJ Habibie hadir saat Presiden AS Barack Obama


menyampaikan pidato utama di Universitas Indonesia di Jakarta pada 10 November 2010.
Foto: AFP

"Desakan lain datang dari dunia internasional, sementara dalam negeri komunitas pers
dan organisasi jurnalis juga memberikan masukan. Kemudian akhirnya Pemerintah dan
UNESCO mengadakan seminar, 'Media dan Pemerintah: Mencari Solusi', pada 23-24 Maret
1999. Versi terakhir undang-undang pers adalah subjek utama seminar,” tambahnya.

Masukan dalam seminar kemudian digunakan merancang Undang-undang Pers yang


baru oleh sejumlah anggota parlemen. Namun setelah Pemilihan Umum, Juni 1999,
kekalahan Golkar menyebabkan anggota parlemen yang terlibat dalam pembahasan UU Pers
tidak terpilih kembali.

D. Cara Mengatasi Tantangan Dalam Penegakan Demokrasi

Tidak ingin mengambil risiko, dengan segala tekanan politik, Parlemen dan
Pemerintahan Habibie secara resmi menyelesaikan UU Pers yang baru hanya dalam tiga belas
hari kerja, sejak 26 Agustus 1999 hingga 13 September 1999.

"Ini bukan untuk menyarankan bahwa tidak ada perdebatan panas di parlemen.
Bahkan, setidaknya ada 101 masalah yang dibahas saat itu. Partai Golkar mengajukan 64
pertanyaan, PPP mengajukan tiga puluh tiga pertanyaan, PDI menyebutkan 63 masalah dalam
rancangan, dan para perwira militer di parlemen menunjukkan 38 poin untuk dibahas," kata
Titik mengutip hasil penelitian Nadirsyah Hosen.

E. Hasil Dari Penegakan Demokrasi

Walau demikian, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers akhirnya


disahkan Habibie pada 23 September 1999, memuat 10 bab dan 21 pasal. Menurut Titik, saat
itu Habibie menyediakan ruang kepada pers untuk memberikan kritik dan mengoreksi
posisinya sebagai Presiden.

"Demokrasi di masa itu tidak mudah, Habibie seorang insinyur harus mengambil
keputusan secara tepat di tengah situasi politik yang tidak menentu, walau demikian akhirnya
ia berhasil merampungkan Undang-Undang Pers dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia
yang masih berlaku hingga saat ini," tutupnya.
Abraham Lincoln

A. Latar Belakang

Ia dikenal sebagai Mantan Presiden Amerika Serikat yang ke-16 yang menghapus
perbudakan di Amerika. Ia menjabat sejak 4 Maret 1861 hingga ia dibunuh, namun ia sangat
dicintai oleh rakyatnya karena mempertahankan persatuan bangsa, dan menghapuskan
perbudakan. Abraham Lincoln lahir di Kentucky, AS, di mana ayahnya bekerja sebagai
tukang kayu. Ia telah kehilangan ibunya sejak usia dini, kemudian ayahnya menikah lagi.
Namun Lincoln dan saudara perempuannya sangat mencintai ibu tirinya itu. Lincoln
cilik tumbuh menjadi pemuda jangkung dan tegap. Pakaiannya selalu tak pernah tampak pas.
Lengan bajunya selalu terasa pendek dan celananya selalu menggantung diatas mata kaki.
Bila diamati, sepertinya ia tak pantas menjadi orang besar di kemudian hari, yang ternyata
terwujud.

Pertama kali Lincoln menyaksikan Perbudakan, adalah ketika ia menyewa kapal


angkut untuk membawa muatan menuju New Orleans di tahun 1828. Kemudian, ketika ia
mengunjungi kota itu untuk ke dua kalinya, ia berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ia harus
menghapus praktik perbudakan ini.

Lincoln tidak mengikuti pendidikan seperti pada umumnya, namun ia giat belajar
membaca dan menulis sampai berhasil menjadi seorang pengacara. Meskipun kadang-kadang
dia dianggap sebagai seorang ‘homo’ oleh para tetangga karena tingkah dan cara
berpakaiannya, namun ia cukup supel kepada warga sekitar.

Ini semata-mata karena ia memiliki rasa humor yang menonjol dan selalu membuat
orang lain gembira. Cinta pertamanya jatuh pada seorang wanita bernama Anne Rutledge,
anak tetangga pemilik losmen di mana ia tinggal. Ayah Anne-lah yang menyarankan agar
Lincoln terjun ke dunia politik

Di awal karir, Lincoln terpilih menjadi anggota DPRD untuk wilayah Illinois pada tahun
1834. Kemudian terpilih kembali pada tahun 1838 dan tahun 1840. Ketika itu, ia bertemu
seorang bernama Stephen Douglas, yang kemudian menjadi saingan baik dalam soal cinta
maupun urusan politik. Mary Todd, perempuan yang mereka perebutkan, berasal dari
Kentucky, lebih memilih Lincoln sebagai suami, namun pernikahn mereka tidak bahagia.

Pada tahun 1842, setelah setahun pernikahan mereka, Lincoln membuka biro hukum
dengan seorang teman bernama William H. Herndon. Persahabatan kedua orang ini ternyata
terus bertahan hingga akhir hayat Lincoln. Di kemudian hari, Herndon-lah yang menulis
biografi Abraham Lincoln.

Pada tahun 1846, Lincoln terpilih menjadi anggota Kongres. Namun keanggotaannya
tidak diperpanjang karena ia mengusulkan undang-undang untuk meng-akhiri perbudakan di
distrik Columbia. Karena kecewa, ia kembali mengaktifkan biro hukumnya. Ia menghentikan
kegiatan politiknya untuk beberapa waktu, namun kemudian ia lebih dikenal oleh masyarakat
sebagai pengacara yang jujur.

Nyatanya, Lincoln tak bisa berhenti terlalu lama dari dunia politik. Pada tahun 1854,
isu perbudakan membuatnya terjun kembali ke dunia politik. Taampaknya ia harus bersaing
dengan Stephen Douglas, yang mencoba menundukkan wilayah Selatan Amerika yang
mendukung perbudakan, sementara wilayah Utara menentangnya.
Lincoln tak menyangka bahwa setengah dari negeri ini mempertahankan praktek
perbudakan ketika separuh saudara sebangsanya menentang. Ia berfikir, tak mungkin
bangsanya terdiri dari separuh budak separuh bukan. Bagaimanapun, ternyata Lincoln
terpukul pada putaran pertama melawan Douglas, dalam memperebutkan kursi Senat AS.

Meski kali ini ia kalah, pada bulan Mei 1860, Lincoln terpilih sebagai calon presiden
dari Partai Republik. Sementara itu, Partai Demokrat menyerangnya habis-habisan, dan
mereka menyebutnya sebagai ‘pengacara kacangan’, ‘tak becus berbahasa Inggris’ dan
sebagainya. Namun akhirnya, ia ternyata terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Empat
hari setelah ia menjadi Presiden, negara bagian Selatan itu keluar dari Federasi Amerika
Serikat.

Negara-negara Selatan itu kemudian membentuk sebuah Konfederasi sendiri. Lincoln


merasa sedih karenanya, dan berusaha mengupayakan diakhirinya pemisahan tersebut.
Tetapi, konflik antara Utara dan Selatan itu malah semakin memuncak dan menjadi Perang
Sipil. Lincoln terus berusaha menghentikan konflik tersebut sekuat tenaga meskipun tak
berhasil.

B. Peranan Dalam Penegakan Demokrasi.

Abraham Lincoln terlahir di Kentucky pada  12 Februari 1809. Ia meninggal karena
peristiwa penembakan di Washington, D.C. oleh John Wilkes Booth pada  15 April 1865 saat
ia berumur 56 tahun.

Abraham Lincoln merupakan Presiden Amerika Serikat yang ke-16.  Ia menjabat
sejak 4 Maret 1861 hingga terjadi penembakan atas dirinya di  Ford's Theater, Washington
DC.

Dia memimpin bangsanya keluar dari Perang Saudara Amerika, mempertahankan


persatuan bangsa antara utara dan selatan Amerika Serikat, dan menghapuskan
perbudakan. Namun, Ketika perang saudara telah mendekati tahap akhir dan baru dimulainya
pendudukan atas wilayah selatan AS, dia menjadi presiden AS pertama yang terbunuh.
Alasannya adalah karena menurut John Wilkes Booth sebagai pelaku penembakan Lincoln,
maka Amerika bagian selatan mendapatkan keuntungan dan bahkan terbebas dari
pendudukan Amerika Serikat bagian Utara.
Sebelum pelantikannya pada tahun 1860, Ia merupakan presiden pertama dari Partai
Republik, Abraham Lincoln berprofesi sebagai pengacara, anggota legislatif di Negara bagian
Illinois, anggota DPR Amerika Serikat, dan beberapa kali gagal dalam pemilihan anggota
senat.

Sebagai penentang perbudakan, Abraham Lincoln akhirnya memenangkan


pencalonan presiden Amerika Serikat dari Partai Republik pada tahun 1860 dan kemudian
terpilih sebagai presiden, setelah berkali kali mengalami banyak kekalahan dalam
pemerintahan dan kehidupan pribadinya. Beberapa kegagalannya adalah:

 Ibunya meninggal saat ia masih kecil


 Mengalami kebangkrutan pada tahun 1831
 Pada tahun 1832 kalah di dalam pemilihan lokal
 Pada tahun 1835 Istrinya meninggal dunia
 Tahun 1836 ia mengalami depresi dan gangguan mental, sehingga ia hampir
masuk dalam rumah sakit jiwa
 Pada 1837 kalah dalam kontes pidato
 1840 dan 1842 kalah dalam kongres Amerika
 1855 kalah dalam pemilihan senat
 1856 kalah dalam pemilihan wakil presiden Amerika Serikat
 1858 kalah dalam anggota senat
Kegagalan saat ia memilih sebagai bagian pemerintahan, seringkali terjadi karena
pada masa itu pihak Konfederasi Amerika sangat pro pada sistem perbudakan. Setelah ia
terpilih menjadi presiden, Dia mengeluarkan dekrit yang memerintahkan penghapusan
perbudakan melalui Emancipation  of Proclamation pada tahun 1863, dan menambahkan
Pasal ketiga belas ke dalam UUD Amerika Serikat pada tahun 1865.

Lincoln di dalam masa pemerintahannya sangat mengawasi perang secara ketat,


termasuk pemilihan panglima perang seperti Ulysses S. Grant. Kesimpulan para ahli sejarah
menyatakan bahwa Lincoln mengorganisir faksi-faksi dalam Partai Republik dengan baik,
membawa tiap pemimpin faksi politik ke dalam kabinetnya dan memaksa mereka bekerja
sama dalam kebijakannya.

Kemudian Lincoln berhasil meredakan ketegangan dengan Inggris.  Di bawah


kepemimpinannya  Amerika Serikat bagian Utara berhasil menduduki wilayah AS bagian
Selatan dari awal peperangan. Atas jasanya dalam persatuan tersebut, Lincoln kemudian
kembali terpilih sebagai presiden AS pada tahun 1864.

Para oposisi perang mengkritisi Lincoln karena sikapnya yang menolak berkompromi
terhadap perbudakan. Sebaliknya, kaum konservatif dari golongan Republikan Radikal justru
sangat pro penghapusan perbudakan Partai Republik, dan bahkan Partai Republik mengkritisi
Lincoln karena sikapnya yang lambat dalam penghapusan perbudakan, yang secara tidak
langsung menginginkan perbudakan segera dihapuskan.

Walaupun terhambat oleh berbagai rintangan dari golongan pro dan kontra pada
pemerintahannya, Lincoln berhasil menyatukan opini publik melalui retorika dan pidatonya.
Pidato terbaiknya sejauh ini adalah Pidato Gettysburg. Pidato ini intinya menyatakan tentang
perjuangan prajurit  dan rakyat yang memperjuangkan persatuan antar wilayah saat Perang
Saudara (Utara dan Selatan), mengingat pengorbanan orang yang mati dalam perang saudara
demi persatuan bangsa, dan mengharapkan suatu saat hakikat demokrasi yakni "Dari Rakyat,
Oleh Rakyat, Untuk Rakyat"  akan dikabulkan oleh Sang Ilahi di Amerika Serikat.

C. Tantangan Dalam Penegakan Demokrasi

Abaraham Lincoln mulai dikenal sebagai seorang negarawan, ketika dia melakukan
debat dengan lawan politiknya yang bernama Stephen A. Douglas dalam kampanye
pemilihan Senator Amerika pada tahun 1858. Sekalipun ia kemudian kalah dalam pemilihan
senator. Dari sana, kemudian ia dilamar partai Repubrik untuk maju menjadi calon presiden
pada tahun 1860, hingga akhirnya ia terpilih menjadi presiden.

Saat itu Amerika hampir pecah karena masalah perbudakan. Sebulan setelah
pelantikannya, apa yang ditakutkan Lincoln terjadi juga. Perang saudara antara negara-negara
bagian Utara dan negara-negara bagian Selatan pecah. Meski membenci perang, Lincoln
menerima kenyataan pahit itu sebagai satu-satunya jalan untuk menyelamatkan persatuan
bangsa.

Presiden Abraham Lincoln akhirnya mengeluarkan Proklamasi Pembebasan yang


mengubah hajat orang banyak di Amerika. Proklamasi itu berisi pernyataan yang menyatakan
bahwa semua budak di negara-negara bagian ataupun di negara-negara bagian yang melawan
Amerika Serikan akan bebas mulai 1 Januari 1893. Proklamasi itu memberikan semangat
yang luar biasa terhadap banyak orang untuk memperjuangkan segala bentuk kebebasan, dan
mendorong ke arah penghapusan perbudakan di seluruh Amerika Serikat.

Abraham Lincoln kembali terpilihpada tahun 1864, ditengah kemenangan militer


Amerika Serikat yang menuju berakhirnya perang saudara. Lincol begitu fleksibel dan murah
hati dalam menyusun perdamaian. Ia mengajak orang-orang selatan yang memberontak
supaya meletakkan senjata dan kembali ke pangkuan Amerika Serikat. Kalimat Lincoln yang
terkenal dalam pidatonya ketika menyikapi persoalan perang saudara, adalah “Dengan
keteguhan hati dan kebenaran yang sesuai dengan titah Allah, marilah kita berusaha untuk
menyelesaikan tugas kita sekarang, yaitu menyembuhkan luka-luka bangsa.” Kalimat ini
kemudian terukir dalam tugu peringatan Lincoln (Lincoln Memorial) di Washington DC,
sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa Lincoln.

D. Cara Mengatasi Tantangan Dalam Penegakan Demokrasi

Presiden Abraham Lincoln akhirnya mengeluarkan Proklamasi Pembebasan yang


mengubah hajat orang banyak di Amerika. Proklamasi itu berisi pernyataan yang menyatakan
bahwa semua budak di negara-negara bagian ataupun di negara-negara bagian yang melawan
Amerika Serikan akan bebas mulai 1 Januari 1893.

E. Hasil Dari Penegakan Demokrasi

Proklamasi itu memberikan semangat yang luar biasa terhadap banyak orang untuk
memperjuangkan segala bentuk kebebasan, dan mendorong ke arah penghapusan perbudakan
di seluruh Amerika Serikat.
PORTOFOLIO AGAMA KRISTEN PROTESTAN

TOKOH DEMOKRASI DI INDONESIA DAN DI DUNIA

David Firman Ferdinan

XII.IPA 3

SMA YADIKA 8 JATIMULYA


Jl. H. Jampang No.90, Jatimulya, Kec. Tambun Sel., Bekasi, Jawa Barat 17510

Anda mungkin juga menyukai