4 (2017): 459-476
ISSN: 0125-9687 (Cetak)
E-ISSN: 2503-1465 (Online)
Abstract
Post – reform, anti – corruption agenda into a central theme of law
enforcement in Indonesia. Corruption is crime that has personality and
characteristic as an extraordinary crime. To eradicate corruption, Parliament
and Government have made regulation of legislation and formed corruption
eradication institution. The institution that is still trusted by public for doing
corruption eradication is Corruption Eradication Commission (KPK). KPK
formed because the corruption eradication is done by police and prosecutor
have not optimal. The effort which has been done by KPK, Prosecutor and
Police is action effort that requires a big budget. Corruption eradication will
never succeed and optimal in case country just depends on law enforcement
institution. Actually the lowest cost of corruption eradication effort is
prevention. This college has a central role in corruption prevention thing,
especially in growing anti - corruption culture, increasing awareness of law
and internalizing integrity values toward college student. The college student
are candidate of nation leader in the future who need to protected in order to
get off from corruption behavior or corruption crime. Therefore maximize of
Tri Dharma in college increasing effort anti - corruption culture for college
student and society.
Keywords: The college, Culture, Anti – Corruption.
Abstrak
Pasca Reformasi, agenda pemberantasan korupsi menjadi tema sentral
penegakan hukum di Indonesia. Korupsi merupakan kejahatan yang memiliki
sifat, dan karakter sebagai extra ordinary crime. Untuk memberantas korupsi,
DPR, dan Pemerintah sudah membuat peraturan perundang-undangan dan
membentuk lembaga pemberantas korupsi. Lembaga yang sampai saat ini
masih dipercaya masyarakat dalam melakukan pemberantasan korupsi adalah
Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK dibentuk karena pemberantasan korupsi
yang dilakukan oleh kepolisian, dan kejaksaan belum optimal. Upaya yang
dilakukan KPK, Jaksa, dan Polisi selama ini adalah upaya penindakan yang
membutuhkan anggaran besar. Pemberantasan Korupsi tidak akan pernah
I. Latar Belakang
Salah satu warisan masalah yang diberikan oleh Orde Baru adalah
persoalan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Korupsi merupakan pemicu kuat
rubuhnya Pemerintahan Orde Baru yang kemudian melangkah ke reformasi. Di
era Orde Baru sejalan dengan gaya pemerintahannya yang otoriter, korupsi
tersentralisasi, dan menumpuk pada keluarga Presiden Soeharto, dan kroni-
kroninya. Akibatnya korupsi menjadi budaya pemerintahan orde baru, dan
dijadikan budaya oleh pejabat publik, baik di tingkat eksekutif, legislatif, dan
yudikatif.1
Pasca Reformasi, agenda pemberantasan korupsi menjadi tema sentral
penegakan hukum di Indonesia. Pemberantasan korupsi selalu mendapatkan
perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Secara
umum tindak pidana ini tidak hanya mengakibatkan kerugian keuangan negara,
tetapi dapat mengakibatkan dampak yang sangat luas, baik di bidang sosial,
ekonomi, keamanan, politik, dan budaya. Korupsi juga merupakan tindak
pidana yang dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas suatu bangsa.
Bahkan, korupsi selain menyengsarakan rakyat, juga melanggar hak-hak
ekonomi dan sosial rakyat.2
Korupsi dalam sudut pandang hukum pidana merupakan merupakan
kejahatan internasional yang memiliki sifat, dan karakter sebagai extra
ordinary crime. Menurut Edward O.S. Hiariej, ada empat alasan mengatakan
korupsi sebagai extra ordinary crime. Yang pertama, korupsi merupakan
kejahatan terorganisasi yang dilakukan secara sistematis; yang kedua, korupsi
dilakukan dengan modus operandi yang sulit sehingga tidak mudah untuk
membuktikannya; yang ketiga, korupsi selalu berkaitan dengan kekuasaan;
yang keempat, korupsi adalah kejahatan yang berhubungan dengan nasib orang
1
Zainal Arifin Mochtar, Lembaga Negara Independen: Dinamika Perkembangan,
dan Urgensi Penataannya Kembali Pasca Amandemen Konstitusi, (Jakarta: Rajawali Pers:
Jakarta, 2016), hlm. 81-82.
2
Artidjo Alkostar, Korupsi Politik di Negara Modern, (Yogyakarta: FH UII Press,
2015), hlm. 267-342.
461 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-47 No.4 Oktober-Desember 2017
banyak karena keuangan Negara yang dapat dirugikan sangat bermanfaat untuk
kesejahteraan rakyat.3
Menurut Indah Harlina korupsi bukan hanya tergolong sebagai extra
ordinary crime, akan tetapi lebih dari itu korupsi juga bertentangan dengan
Asas Negara Hukum, bahkan dapat merusak cita-cita Negara hukum yang
dianut Indonesia.4 Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 berbunyi: “Negara Indonesia
adalah Negara Hukum.5 Karakteristik utama konsep negara hukum adalah
prinsip hukum yang wajib dihormati oleh siapapun, termasuk oleh pembuat
undang-undang sebagai pembentuk hukum juga terikat padanya.6 Menurut
Julius Stahl ada empat ciri yang harus dimiliki dan menjadi ciri negara hukum
(rechsstaat), yaitu: perlindungan HAM, pembagian kekuasaan, pemerintahan
berdasarkan undang-undang dan peradilan tata usaha negara.7 Menurut A.V.
Dicey, unsur-unsur rule of law, antara lain: supremasi hukum (supremacy of
the law), persamaan kedudukan dalam hukum (equality before the law), dan
due process of law.8 Dalam negara hukum, ada tiga hal yang harus diperhatikan
dalam penegakan hukum, yaitu: keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan
hukum.9 Indah Harlina mengemukakan alasan mengapa korupsi bertentangan
dengan Asas Negara Hukum yang dianut Indonesia. Pertama, korupsi
merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Kedua, korupsi merusak tatanan
sistem hukum akibatnya penegakan hukum tidak berjalan sehingga kepastian
hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zweckmanssigkeit), dan keadilan
(Gerechtigkeit) tidak dapat diwujudkan. Ketiga, korupsi memiliki dampak luas.
Rusaknya tatanan negara hukum karena korupsi juga mengakibatkan dampak
yang merugikan masyarakat luas.10
Brutalnya korupsi itu menjadi inisiatif munculnya pembentukan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).11 KPK dibentuk dengan misi utama melakukan
penegakan hukum, yakni dalam hal pemberantasan korupsi. Dibentuknya
lembaga ini dikarenakan adanya pemikiran bahwa lembaga penegak hukum
konvensional, seperti Kejaksaan dan Kepolisian, dianggap belum mampu
3
Edward O.S. Hiariej, “Pembuktian Terbalik dalam Pengembalian Aset Kejahatan
Korupsi”, Pidato Pengukuhan Guru Besar Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada, Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta, Tanggal 30 Januari 2012, hlm. 1-2.
4
Indah Harlina, “Kedudukan, dan Kewenangan Komisi Pemberntasan Korupsi dalam
Penegakan Hukum”, Disertasi Doktor Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2008, hlm. 70.
5
PadmoWahjono, Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum, (Jakarta: Ghalia
Indah, 1986), hlm. 1.
6
Hamdan Zoelva, Pemakzulan Presiden di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011),
hlm. 15.
7
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia, (Jakarta:
Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hlm. 141.
8
Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2007), hlm. 10.
9
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty,
2003), hlm. 160.
10
Indah Harlina, Op.Cit., hlm 70.
11
Zainal Arifin Mochtar, Op.Cit., hlm. 83.
Peran Perguruan Tinggi, Putra Perdana Ahmad Saifulloh 462
memberantas korupsi.12 Oleh karena itu perlu dibentuk lembaga khusus yang
mempunyai kewenangan luas dan independen serta bebas dari kekuasaan mana
pun. Selain itu, dengan semakin canggihnya cara orang melakukan korupsi,
badan penegak hukum konvensional semakin tidak mampu mengungkapkan
dan membawa kasus korupsi besar ke pengadilan.13 Dari KPK berdiri sampai
sekarang, KPK masih menjadi lembaga primadona dalam pemberantasan
korupsi, walaupun ada gerakan yang oleh Denny Indrayana disebut sebagai
corruptor fight back yang ingin mempelemah KPK.14 Akan tetapi, Penulis
menilai ada kelemahan dari apa yang dilakukan KPK, Jaksa, dan Polisi selama
ini dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, mengingat cara yang
digunakan kebanyakan adalah penindakan yang membutuhkan anggaran
besar.15
Secara umum penegakan hukum terdiri dari dua bagian, yaitu:
pencegahan,16 dan penindakan.17 Penulis menilai tidak akan pernah berhasil,
12
Teten Masduki dan J. Danang Widoyoko, Menunggu Gebrakan KPK, dalam Jurnal
Jentera, Edisi 8, Tahun III, Maret, 2005, hlm. 41.
13
Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi (Elemen sistem Intergritas Nasional),
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), hlm. 177.
14
Menurut Bambang Widjojanto ada empat modus corruptor fight back yang
dilakukan kepada KPK, diantaranya: (1). Melakukan uji materi yang tujuannya mengamputasi
kewenangan-kewenangan strategis KPK, sudah 12 kali UU KPK diuji materikan ke Mahkamah
Konstitusi: (2). Usaha untuk merevisi UU KPK yang tujuannya memperlemah KPK yang
paling gencar dengan cara upaya menghilangkan senjata pamungkas KPK yaitu penyadapan,
dan menghilangkan penuntutan dari kewenangan KPK; (3). Melakukan kriminalisasi kepada
Pimpinan KPK, Tahun 2009, setelah Antasari Azhar diberhentikan tetap karena menjadi
terdakwa pembunuhan berencana, dua Wakil Ketua KPK: Bibit Samad Rianto, dan Chandra
M. Hamzah dijadikan tersangka oleh Polisi yang dikenal sebagai Cicak VS Buaya Jilid 1, tidak
berhenti sampai disitu Tahun 2015 adalah masa gelapnya KPK dimana Ketua KPK, Abraham
Samad, Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, dan Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan
dijadikan tersangka oleh Polisi atas kasus yang terkesan “dicari-cari”. Oleh Publik kejadian ini
dijuluki Cicak VS Buaya Jilid 2. (4). Modus baru yang terakhir adalah dengan cara menaruh
orang-orang tidak kredibel di internal KPK yang menjadikan KPK kehilangan kepercayaan
publik. Penulis sarikan dari komentar Mantan Wakil Ketua KPK, Dr. Bambang Widjojanto,
S.H., L.L.M., M.H di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, di Puri Imperium Office Plaza
(UG) floor unit 15, Jl. Kuningan Madya Kav 5-6, Jakarta Selatan, Pukul 12.30 WIB saat
peluncuran buku, diskusi, dan bedah buku “Jangan Bunuh KPK” karya Prof. Denny Indrayana,
S.H., L.L.M., Ph.D.
15
Terbukti APBN untuk KPK Tahun 2015: 0,9 Triliun, dan Tahun 2016 naik menjadi
1,1 Triliun; APBN untuk Polri di Tahun 2015: 57,1 Triliun, dan Tahun 2016 naik menjadi 73
Triliun; APBN untuk Mahkamah Agung mengalami kenaikan dari 8,6 Triliyun di Tahun 2015,
menjadi 9 Triliyun di Tahun 2016; APBN untuk Kejaksaan Tahun 2016 pun terhitung besar:
4,5 Triliyun. Bayangkan jika APBN-APBN ini digunakan untuk sektor-sektor lain, seperti
kesehatan, dan program-program kesejahteraan rakyat lainnya. Lihat Kementrian Keuangan RI,
Informasi APBN 2016: Mempercepat Pembangunan Infrastruktur Untuk Memperkuat Pondasi
Pembangunan yang Berkualitas, (Jakarta: Kementrian Keuangan RI, 2016), hlm. 25.
16
Dalam konsep penegakan hukum, pencegahan berarti melakukan upaya-upaya agar
tidak terjadi pelanggaran hukum. Didik Supriyanto, et.al, Penguatan Bawaslu: Optimalisasi
Posisi, Organisasi dan Fungsi dalam Pemilu 2014, (Jakarta: Perkumpulan Untuk Pemilu dan
Demokrasi (Perludem), 2012), hlm. 61.
17
Dalam konsep penegakan hukum pidana, penindakan itu meliputi menetapkan
seseorang sebagai tersangka untuk diproses hukum, mendudukkan seseorang sebagai terdakwa
463 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-47 No.4 Oktober-Desember 2017
untuk disidang pengadilan, dan menjatuhkan vonis terpidana untuk mendapatkan hukuman.
Lihat Luhut M.P. Pangaribuan, et.al, Menuju Sistem Peradilan Pidana yang Akusatorial dan
Adversarial: Butir-Butir Pikiran PERADI Untuk Draft RUU-KUHAP, (Jakarta: Papan Sinar
Sinanti dengan PERADI, 2010), hlm. 11-24.
18
Fuad Hassan, Pendidikan Adalah Pembudayaan; dalam Pendidikan Manusia
Indonesia. (Jakarta: Kompas, 2004), hlm. 9.
Peran Perguruan Tinggi, Putra Perdana Ahmad Saifulloh 464
hukum adalah penelitian yang diterapkan atau diberlakukan khusus pada ilmu
hukum.19 Berdasarkan identifikasi masalah sebagaimana diuraikan di depan,
metode penelitian yang tepat untuk maksud tersebut ialah metode penelitian
hukum Socio-legal studies. Socio legal studies adalah nama lain untuk istilah
law and societies studies. Socio-legal studies adalah istilah generik untuk
menyebutkan semua ilmu-ilmu sosial yang mempelajari hukum. Socio legal
studies berangkat dari asumsi bahwa hukum adalah sebuah gejala sosial yang
terletak dalam ruang sosial dan dengan itu tidak bisa dilepaskan dari konteks
sosial. Hukum bukanlah entitas yang sama sekali terpisah dan bukan
merupakan bagian dari elemen sosial yang lain. Hukum tidak akan mungkin
bekerja dengan mengandalkan kemampuannya sendiri sekalipun ia dilengkapi
dengan perangkat asas, norma dan institusi.20
Pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam penyusunan paper ini
adalah pendekatan behaviorial jurisprudence, dan pendekatan konseptual.
Pendekatan behaviorial jurisprudence adalah pendekatan tentang bagaimana
seseorang atau komunitas berperilaku,21 yang penulis teliti adalah bagaimana
peran perguruan tinggi dalam mempengaruhi perilaku manusia. Sedangkan
pendekatan konseptual, yaitu: pendekatan yang berangkat dari perkembangan
ilmu hukum dalam menguraikan gagasan atas permasalahan relevan yang
tengah dihadapi.22
Data atau informasi dalam penelitian ini diperoleh secara kualitatif dan
disajikan dengan pendekatan deskriptif-analitis, yaitu dasar hukum, data dan
fakta-fakta yang ada dideskripsikan dan kemudian dianalisis berdasarkan teori
yang Penulis gunakan.23 Analisis ini ditujukan untuk memecahkan masalah
(problem solving)24 yang ada dalam paper ini.
III. Pembahasan
Dalam beberapa dekade bisa dikatakan upaya pemberantasan korupsi di
berbagai tempat dilakukan dengan lebih mengandalkan upaya hukum represif
(penindakan). Bahkan sebagian Negara telah menghalalkan hukuman mati bagi
pelaku tindak pidana korupsi. Untuk di Indonesia terbukti terjadi kesenjangan
yang cukup besar antara upaya hukum represif (penindakan) dengan upaya
hukum preventif (pencegahan). Upaya hukum preventif (pencegahan) kurang
mendapat perhatian dari banyak pihak, karena fokus masyarakat, dan media
massa lebih pada aksi-aksi penindakan. Tetapi semakin banyak kasus korupsi
19
F. Sugeng Istanto, Penelitian Hukum, (Yogyakarta: CV Ganda, 2007), hlm. 29.
20
Rikardo Simarmata, Socio Legal Studies dan Gerakan Pembaharuan Hukum,
Makalah Tanpa Tahun, dan Tanpa Penerbit, hlm. 8-9.
21
Antonius Sudirman, Hakim, dan Putusan Hakim: Suatu Studi Perilaku Hukum
Hakim Bismar Siregar, Tesis, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, 1999,
hlm. 20-22.
22
Pieter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada Media Group, 2005),
hlm. 95.
23
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), hlm.
129.
24
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta:
Liberty, 2009), hlm. 32.
465 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-47 No.4 Oktober-Desember 2017
25
Saptono, Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMP kelas VIII, (Jakarta: Phibeta,
2007, hlm. 108-109.
26
Lawrence M. Friedmann, Hukum Amerika: Sebuah Pengantar, diterjemahkan oleh
Wishnu Basuki, (Jakarta: Tatanusa, 2007), hlm. 7.
27
Menurut Sudikno Mertokusumo, kesadaran hukum adalah kesadaran tentang apa
yang seyogyanya manusia lakukan atau perbuat atau yang seyogyanya tidak manusia lakukan
atau perbuat. Lihat Sudikno Mertokusumo, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat,
(Yogyakarta: Liberty, 1981), hlm. 3.
Peran Perguruan Tinggi, Putra Perdana Ahmad Saifulloh 466
dimotori oleh budaya integritas moral masyarakat, dan aparat penegak hukum
sehingga masyarakat sadar dalam budaya anti korupsi dalam semua lapisan.28
Untuk itu Penulis berpendapat Perguruan Tinggilah yang memilki tanggung
jawab moral untuk mencetak pemimpin-pemimpin bangsa yang bermoral di
masa depan. Untuk menumbuhkan budaya anti korupsi di Indonesia, Penulis
berpendapat Perguruan Tinggi dapat mengoptimalkan Doktrin Tri Dharma
Perguruan Tinggi yang Penulis akan jabarkan secara jelas dalam bab ini.
28
Saldi Isra, et.al, Obstruction Of Justice: Tindak Pidana Menghalangi Proses
Hukum dalam Upaya Pemeberantasan Korupsi, (Jakarta: Themis Book, 2015), hlm. 127.
29
Hasil Wawancara Penulis dengan Yuhaeni, S.Pd (Kepala Sekolah SDN Petukangan
Utara 02, Jakarta), Tanggal 6 Desember 2016, di SDN Petukangan Utara 02, Jl. Darul Falah,
RT.004/RW.003 Petukangan Utara, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Pukul 08.00-09.00 WIB.
30
Ibid.
31
Fuad Hassan, Op.Cit., hlm. 5.
467 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-47 No.4 Oktober-Desember 2017
32
Muslihati, Belajar dan Pembelajaran, (Malang: LP3 Universitas Negeri Malang,
2005), hlm. 12.
33
M. Nasih, Materi Presentasi Yang Disampaikan di Indonesia Anti Corruption
Forum V, Tanggal 29 November 2016, di Universitas Bina Nusantara, Jakarta.
34
Ibid.
Peran Perguruan Tinggi, Putra Perdana Ahmad Saifulloh 468
35
Sebagai contoh pada Tahun 2005, Ketua KPU, Prof. Dr. Nazarudin Syamsudin,
M.A, divonnis tujuh Tahun Penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Drs. Mulyana W.
Kusumah juga divonnis 15 bulan penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atas kasus
korupsi Dana Taktis KPU (Keduanya merupakan Dosen di FISIP UI); Tahun 2006, Menteri
Agama 2001-2004, Prof. Dr. KH. Said Agil Husin Al-Munawar, M.A (Dosen di Fakultas
Dakwah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta) divonnis lima Tahun penjara atas kasus korupsi di
penyelenggaraan ibadah haji, dan dana abadi umat Departemen Agama Tahun 2002-2004 oleh
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; Pada Tahun 2009, Dirjen AHU Departemen Kehakiman, dan
HAM 2000-2002, yang juga Guru Besar Hukum Pidana FH UNPAD divonnis dua tahun
penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, walaupun bebas di tingkat kasasi; yang
terakhir Kepala SKK Migas 2013, yang juga Guru Besar Teknik Perminyakan ITB, Prof. Dr.
Ir. Rudi Rubiandini divonnis tujuh tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Penulis sarikan dari berbagai sumber berita.
36
M. Nasih, Op.cit.
469 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-47 No.4 Oktober-Desember 2017
37
Suradi, Korupsi Dalam Sektor Pemerintah dan Swasta Mengurai Pengertian
Korupsi, Pendeteksian, Pencegahannya, (Yogyakarta: Gava Media, 2006), hlm. 11-16.
Peran Perguruan Tinggi, Putra Perdana Ahmad Saifulloh 470
38
Moh. Mahfud MD, Konstitusi, dan Hukum dalam Kontroversi Isu, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), hlm. 104-106.
39
Baharudin Lopa, Kejahatan Korupsi, dan Penegakan Hukum, (Jakarta: Penerbit
Buku Kompas, 2002), hlm. 88.
40
M. Nasih, Op.Cit.
471 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-47 No.4 Oktober-Desember 2017
41
Ibid.
42
Fuad Hassan, Op.Cit., hlm. 8.
43
M. Nasih, Op.Cit.
Peran Perguruan Tinggi, Putra Perdana Ahmad Saifulloh 472
Salah satu upaya yang dapat dilakukan melalui tindakan preventif adalah
dengan menumbuhkan kepedulian untuk melawan berbagai tindakan korupsi,
dan sekaligus juga mendidik generasi muda dengan menanamkan nilai-nilai
etika dan moral yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.
Menumbuhkan budaya anti korupsi bisa dilakukan dengan kampanye publik.
Dengan upaya ini diharapkan mereka dapat tumbuh menjadi generasi yang
bersih dan menjadi generasi muda yang dapat menjadi contoh bagi generasi
sesudahnya dan sebelumnya.
44
Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 218-219.
473 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-47 No.4 Oktober-Desember 2017
IV. Penutup
1. Kesimpulan
Upaya memberantas korupsi yang paling murah adalah dengan upaya
pencegahan. Perguruan Tinggi disini memiliki peran yang sentral dalam hal
pencegahan tindak pidana korupsi, terutama dalam menumbuhkan budaya anti
korupsi, peningkatan kesadaran hukum, dan penanaman nilai-nilai integritas
kepada Mahasiswa. Mahasiswa yang merupakan calon pemimpin bangsa di
masa depan perlu dibentengi agar terhindar dari perilaku koruptif maupun
tindak tindak korupsi. Dengan berlandaskan Tri Dharma Perguruan Tinggi ada
tiga hal yang bisa dilakukan, dan dioptimalisasi Perguruan Tinggi.
2. Saran
Dengan berlandaskan Tri Dharma Perguruan Tinggi ada tiga hal yang
bisa dilakukan, dan dioptimalisasi Perguruan Tinggi, yaitu:
1) Di bidang pendidikan, dan pengajaran: Penulis rasa yang paling
terpenting, bisa dilihat, dan dirasakan Mahasiswa adalah contoh
ketauladanan Pejabat di Perguruan Tinggi, dan para Dosennya untuk
bersikap jujur, tegas, dan disiplin kepada mahasiswanya, berani
mengikis budaya diberi amplop oleh Mahasiswa, berani tegas dengan
memberi punishment untuk Mahasiswa yang mencontek pada saat
ujian, serta melakukan drop out bagi Mahasiswa yang plagiat dalam
penyususnan skripsi, dan begitu juga sebaliknya untuk Mahasiswa yang
berprestasi, dan jujur harus diberi reward oleh Perguruan Tinggi.
2) Dalam bidang penelitian, Perguruan Tinggi diharapkan aktif dalam
melakukan penelitian, dan mengadakan seminar tentang pemberantasan
korupsi yang hasilnya nanti dapat disampaikan ke DPR, dan Pemerintah
untuk merumuskan Hukum Positif yang tepat dalam pemberantasan
korupsi, terutama dalam bidang pencegahan, dan untuk lembaga
penegak hukum untuk sebagai informasi, dan masukan ketika
menangani tindak pidana korupsi.
3) Untuk bidang pengabdian kepada masyarakat, Perguruan Tinggi wajib
melakukan pembekalan kepada mahasiswa, masyarakat umum, dan
aparat penegak hukum dengan cara melalui kegiatan sosialisasi,
kampanye, seminar atau perkuliahan tentang bahaya, dan dampak
korupsi bagi bangsa, dan Negara.
Peran Perguruan Tinggi, Putra Perdana Ahmad Saifulloh 474
DAFTAR PUSTAKA
I. Buku
Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit,
2009.
Alkostar, Artidjo, Korupsi Politik di Negara Modern, Yogyakarta: FH
UII Press, 2015.
Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia,
Jakarta: Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi RI, 2006.
Friedman, Lawrence M. 2001. Hukum Amerika: Sebuah Pengantar,
diterjemahkan oleh Wishnu Basuki. Jakarta: Tatanusa.
Harahap, Zairin. 2007. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Hassan, Fuad, Pendidikan Adalah Pembudayaan dalam Pendidikan
Manusia Indonesia, Jakarta: Kompas, 2004.
Indonesia, Kementrian Keuangan, Informasi APBN 2016: Mempercepat
Pembangunan Infrastruktur Untuk Memperkuat Pondasi Pembangunan yang
Berkualitas. Jakarta: Kementrian Keuangan, 2016.
Isra, Saldi, et.al, Obstruction of Justice: Tindak Pidana Menghalangi
Proses Hukum dalam Upaya Pemeberantasan Korupsi, Jakarta: Themis Book,
2015.
Istanto, F. Sugeng, Penelitian Hukum. Yogyakarta: CV Ganda, 2007.
Lopa, Baharudin, Kejahatan Korupsi, dan Penegakan Hukum, Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2002.
Mahfud MD, Moh, Konstitusi, dan Hukum dalam Kontroversi Isu,
Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
________________, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen
Konstitusi, Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
Marzuki, Pieter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media
Group, 2005.
Mertokusumo, Sudikno, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat,
Yogyakarta: Liberty, 1981.
____________________, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar),
Yogyakarta: Liberty, 2003.
____________________, Penemuan Hukum: Sebuah Pengantar,
Yogyakarta: Liberty, 2009.
Mochtar, Zainal Arifin, Lembaga Negara Independen: Dinamika
Perkembangan, dan Urgensi Penataannya Kembali Pasca Amandemen
Konstitusi, Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Pope, Jeremy, Strategi Memberantas Korupsi (Elemen sistem Intergritas
Nasional), Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.
Saptono, Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMP kelas VIII, Jakarta:
Phibeta, 2007.
475 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-47 No.4 Oktober-Desember 2017