Anda di halaman 1dari 25

Step 2

Identifikasi Masalah dan Pertanyaan


1. Apa saja faktor resiko dari skenario?
2. Bagaimana alur penegakan diagnosis berdasarkan skenario?
3. Apa saja etiologi dari skenario?
4. Apa saja komplikasi terkait skenario?
5. Apakah ada hubungan antara bayi lahir prematur dengan keluhan yang
di alami pasien?
6. Apa penyebab sesak pada skenario?
7. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik pada skenario?
8. Apa hubungan menangis dengan sianosis yang dialami pasien?
9. Apa saja diagnosis diferensial dari skenario?
Step 3
Jawaban Atas Pertanyaan Step 2
1. Faktor resiko dari skenario yaitu kelahiran prematur, usia ibu > 40 tahun,
kebutuhan gizi ibu saat hamil, riwayat penyakit ibu saat hamil seperti
rubella, ibu menderita diabetes selama kehamilan, dan kelainan trisomi
atau syndrome down
2. Alur penegakan diagnosis berdasarkan skenario yaitu:
1) Anamnesis
Pada anamnesis yang dapat ditanyakan yaitu:
a. Riwayat kehamilan sesuai faktor resiko, seperti diabetes,
konsumsi obat-obatan, gizi, dan lain-lain.
b. Riwayat keluarga seperti penyakit jantung bawaan dan
hipertensi
c. Riwayat penyakit pada anak, seperti gangguan pertumbuhan.
2) Pemeriksaan fisik
Terdiri dari:
a. Inspeksi, lihat apakah ada clubbing finger, sianosis, dan bentuk
dada pasien.
b. Palpasi. Palpasi tepi sternum.
c. Perkusi umtuk menentukan batas jantung.
d. Auskultasi untuk mendengar bunyi normal dan abnormal dari

pg. 1
jantung.
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu EEG.
3. Etiologi dari skenario yaitu kelainan kromosom, ibu mengonsumsi obat-
obatan saat hamil, ibu memiliki riwayat konsumsi alkohol, dan asupan
nutrisi yag tidak cukup.
4. Komplikasi terkait skenario yaitu:
1) Gagal jantung bila tidak di operasi.
2) Endokarditis.
3) Abses cerebri, diakibatkan kurangnya suplai oksigen ke otak.
5. Hubungan antara bayi lahir prematur dengan keluhan yang di alami pasien
yaitu dapat dilihat dari faktor resikonya. Jika pasien mengalami gangguan
tumbuh kembang dan gangguan faal jantung maka dapat terjadi kelainan
katup jantung sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi dan membuat
darah yang di pompa sekidit, sehingga terjadilah sianosis.
6. Penyebab sesak pada skenario adalah dikarenakan steanosis pulmonal
sehingga suplai oksigen kurang dan mengakibatkan sesak.
7. Sama seperti nomor 2.
8. Hubungan menangis dengan sianosis yang dialami pasien yaitu menangis
dapat membuat spasme otot sehingga aliran darah berkurang dan
menyebabkan sianosis.
9. Diagnosis diferensial dari skenario yaitu:
1) Tetralogy of fallot (ToF)
2) Ateresia pulmonal
3) Transposition of Great Arteries (TGA)

Step 5
Learning Objectives
1. Mahasiswa mampu menjelaskan alur penegakan diagnosis dari skenario.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis diferensial dari skenario.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari skenario.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari skenario.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dari skenario
1. Mahasiswa mampu menjelaskan alur penegakan diagnosis dari skenario.
pg. 2
Tetralogy of fallot (ToF) dapat didiagnosis sebelum bayi lahir saat gambaran
anatomi jantung mulai terlihat jelas pada fetal echocardiography, biasanya
pada usia gestasi 12 minggu. Segera setelah ToF didiagnosis, disarankan
pengamatan antenatal serial dengan interval 6 minggu untuk mengikuti
pertumbuhan arteri pulmonalis, untuk menilai kembali arah arteri paru utama
dan aliran duktal dan untuk mengevaluasi, jika ada, kelainan di luar jantung.1
A. Anamnesis
Pada pasien ToF biasanya terdapat keluhan utama sianosis, pernafasan
cepat. Selanjutnya perlu ditanyakan kepada orang tua atau pengasuh
pasien, kapan pertama kali munculnya sianosis, apakah sianosis ditemukan
sejak lahir, tempat sianosis muncul, misalnya pada mukosa membran bibir
dan mulut, jari tangan atau kaki, apakah munculnya tanda-tanda sianosis
didahului oleh faktor pencetus, salah satunya aktivitas berlebihan atau
menangis. 2
Riwayat serangan sianotik (hypercyanotic spell) juga harus ditanyakan
kepada orang tua pasien atau pengasuh pasien. Jika anak sudah dapat
berjalan apakah sering jongkok (squating) setelah berjalan beberapa
langkah sebelum melanjutkan kembali berjalan. 2
Penting juga ditanyakan faktor risiko yang mungkin mendukung
diagnosis ToF yaitu seperti faktor genetik, riwayat keluarga yang
mempunyai penyakit jantung bawaan. Riwayat tumbuh kembang anak
juga perlu ditanyakan, pemeriksaan tumbuh kembang dapat digunakan
juga untuk mengetahui apakah terjadi gagal tumbuh kembang akibat
perjalanan penyakit ToF. 2
B. Pemeriksaan fisik
Sianosis sentral dapat diamati pada sebagian besar kasus ToF, desaturasi
arteri ringan mungkin tidak menimbulkan sianotik klinis. Clubbing fingers
dapat diamati pada beberapa bulan pertama kehidupan. Tanda-tanda gagal
jantung kongestif juga jarang ditemukan kecuali pada regurgitasi pulmonal
berat atau ToF yang dibarengi dengan tidak adanya katup pulmonal.
Impuls

pg. 3
ventrikel kanan yanglebih kuat mungkin didapatkan pada pulsasi. Systolic
thrill bisa didapatkan diperbatasan sentral kiri bawah. Murmur sistolik
grade III dan IV disebabkan oleh aliran darah dari ventrikel kanan ke
saluran paru. Selama serangan hypercyanotic spell muncul, murmur
menghilang atau menjadi sangat lembut. Sama halnya dengan ToF dengan
atresia paru, tidak akan terdengar murmur, karena tidak ada aliran darah
balik ke ventrikel kanan. Aliran darah yang menuju atau melewati celah
antar ventrikel tidak menimbulkan tubulensi sehingga biasanya tidak
terdengar kelainan auskultasi. Murmur ejeksi sistolik tergantung dari
derajat obstruksi aliran darah di ventrikel kanan. Makin sianosis berarti
memiliki obstruksi lebih hebat dan murmur lebih halus. Pasien asianotik
dengan ToF memiliki murmur sistolik yang panjang dan keras dengan
thrill sepanjang aliran darah ventrikel kanan. Selain itu bisa ditemukan klik
ekejsi aorta, S2 tunggal (penutupan katup pulmonal tidak terdengar).
Sering pula pasien ToF mengalami skoliosis dan retinal engorgement. 3,4,5
C. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium darah dapat dijumpai peningkatan jumlah
eritrosit dan hematokrit (polisitemia vera) yang sesuai dengan desaturasi
dan stenosis. Oksimetri dan analisis gas darah arteri mendapatkan saturasi
oksigen yang bervariasi, tetapi Ph dan pCO2 normal kecuali pada kondisi
tet spell. Oksimetri berguna pada pasien kulit hitam atau pasien anemia
yang tingkat sianotiknya tidak jelas. Sianosis tidak akan tampak kecuali
bila hemoglobik tereduksi mencapai 5 mg/dL. Penurunan resistensi
vaskuler sistemik selama aktivitas, mandi, maupun demam, akan
mencetuskan pirau kanan ke kiri dan menyebabkan hipoksemia. 5,6
Pemeriksaan elektrokardiogram dapat menemukan deviasi aksis ke kanan
(+120o sampai +150o). Hipertrofi ventrikel kanan atau kedua ventrikel,
maupun hipertrofi atrium kanan. Kekuatan ventrikel kanan yang menonjol
terlihat dengan gelombang R besar di sadapan perikordial anterior dan
gelombang S besar di sadapan perikordial lateralis. Pemeriksaan foto
rontgen thorax dapat menemukan gambaran jantung berbentuk sepatu boot

dan penurunan vaskularitas paru karena berkurangnya aliran darah yang


menuju ke paru akibat penyempitan katup pulmonal paru, ensefalomalasia
fokal, serta terganggunya permeabelitas sawar darah otak. 5
Meningitis terjadi pada 20% anak ToF dan septikemia terjadi pada 23%
anak ToF. Umumnya abses hanya runggal, bisa ditemukan abses multipel
walaupun jarang. Lokasi tersering di regio parenteral (55%). Lokasi lain
yang sering adalah regio frontal dan temporal. Abses multipel terutama
ditemukan pada anak luluh imun dan endocarditis. Pada abses serebri
terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang tidak spesifik seperti nyeri
kepala, letargi, dan perubahan tingkat kesadaran. Demam jarang
ditemukan. Sering muncul muntah dan kejang pada saat awal terjadinya
abses serebri. Makin banyak terbentuk abses, nyeri kepala dan letargi akan
makin menonjol. 4,5 Defisit neurologis fokal seperti hemiparesis, kejang
fokal, dan gangguan penglihatan juga dapat muncul. Tanda lain defisit
neurologis adalah papiledema, kelumpuhan nervus III dan VI
menyebabkan diplopia, ptosis, hemiparesis. Perubahan tanda vital yang
dapat terjadi adalah hipertensi, bradikardi dan kesulitan bernapas. Ruptur
abses dapat terjadi ditandai dengan perburukan semua gejala. Pemeriksaan
penunjang pemeriksaan darah tepi menemukan
leukositosis dan LED meningkat. Untuk
menegakkan diagnosis diperlukan CT-scan kepala atau MRI. 3,4,5

2. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis diferensial dari skenario.


A. Tertralogy of fallot
Tetralogi Fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang banyak
ditemukan yakni berkisar 7-10% dari seluruh penyakit jantung bawaan.
Tetralogi Fallot merupakan kelainan yang terdiri dari kombinasi 4
komponen yakni defek septum ventrikel, over-riding aorta, stenosis
pulmonal, serta hipertensi ventrikel kanan. 7,8
Pada Tetralogi Fallot yang ringan pada waktu istirahat maupun melakukan
aktivitas fisik tidak tampak adanya sianosis. Pada TF yang moderat hingga
berat sianosis akan tampak bahkan pada saat anak istirahat. Seorang anak

yang mengidap TF akan mudah merasa lelah, sesak dan hiperpnu karena
hipoksia. 7,8
Pada pemeriksaan fisik, ujung-ujung jari tampak membentol dan berwarna
biru (finger clubbing) dan pada auskultasi terdengar bunyi jantung ke-1
normal sedangkan bunyi jantung ke-2 tunggal disertai murmur ejeksi
sitolik di bagian parasternal sela iga 2-3 kiri. 7,8
Bayi-bayi dengan tetralogi berat memerlukan pengobatan medik dan
intervensi bedah pada masa neonatus. Terapi ditujukan segera pada
pemberian segera penambahan aliran darah pulmonal untuk mencegah
sekuele hipoksia berat. Pemberian PGE dapat menyebabkan dilatasi duktus
arteriousus dan memberi aliran darah pulmonal yang cukup sampai
prosedur bedah dapat dilakukan. 7,8
B. Transposition of the Great Arteries
Transposition of the Great Arteries (TGA) adalah kelainan dimana kedua
pembuluh darah arteri besar tertukar letaknya, yaitu aorta keluar dari
ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari ventrikel kiri. Pada kelainan ini
sirkulasi darah sistemik dan sirkulasi darah paru terpisah dan berjalan
paralel. Kelangsungan hidup bayi yang lahir dengan kelainan ini sangat
tergantung dengan adanya percampuran darah balik vena sistemik dan
vena pulmonalis yang baik, melalui pirau baik di tingkat atrium (ASD),
ventrikel (VSD) ataupun arterial (PDA). 9
Ada 2 macam TGA, yaitu (1) dengan Intact Ventricular Septum (IVS) atau
tanpa VSD, dan (2) dengan VSD. Masing-masing mempunyai spektrum
presentasi klinis yang berbeda dari ringan sampai berat tergantung pada
jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru. Penampilan klinis
yang paling utama pada TGA dengan IVS adalah sianosis sejak lahir dan
kelangsungan hidupnya sangat tergantung pada terbukanya PDA. Sianosis
akan makin nyata saat PDA mulai menutup pada minggu pertama
kehidupan dan bila tidak ada ASD akan timbul hipoksia berat dan asidosis
metabolik. Sedangkan pada TGA dengan VSD akan timbul tanda dan
gejala akibat aliran ke paru yang berlebih dan selanjutnya gagal jantung
kongestif

pada usia 2–3 bulan saat tahanan vaskuler paru turun. Karena pada TGA
posisi aorta berada di anterior dari arteri pulmonalis maka pada auskultasi
akan terdengar bunyi jantung dua yang tunggal dan keras, sedangkan
bising jantung umumnya tidak ada kecuali bila ada PDA yang besar, VSD
atau obstruksi pada alur keluar ventrikel kiri. 9
Neonatus dengan TGA dan sianosis berat harus segera diberikan infus
PGE1 untuk mempertahankan terbukanya PDA sehingga terjadi
pencampuran yang baik antara vena sistemik dan vena pulmonal.
Selanjutnya bila ternyata tidak ada ASD atau defeknya kecil, maka harus
secepatnya dilakukan Balloon Atrial Septostomy (BAS), yaitu membuat
lubang di septum atrium dengan kateter balon untuk memperbaiki
percampuran darah di tingkat atrium. Biasanya dengan kedua tindakan
tersebut diatas, keadaan umum akan membaik dan operasi koreksi dapat
dilakukan secara elektif. Operasi koreksi yang dilakukan adalah arterial
switch, yaitu menukar ke dua arteri utama ketempat yang seharusnya yang
harus dilakukan pada usia 2–4 minggu sebelum ventrikel kiri menjadi
terbiasa memompa darah ke paru-paru dengan tekanan rendah. 9
Operasi arterial switch dan penutupan VSD pada TGA dengan VSD, tidak
perlu dilakukan pada usia neonatus dan tergantung pada kondisi penderita
dapat ditunda sampai usia 3–6 bulan dimana berat badan penderita lebih
baik dan belum terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru akibat hipertensi
pulmonal yang ada. 9
C. Atresia pulmonal
Atresia pulmonal merupakan kelainan jantung kongenital sianostik yang
sangat jarang ditemukan. Atresia pulmonal disebabkan oleh gagalnya
proses pertumbuhan katup pulmonal, sehingga tidak terdapat hubungan
antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonal. Kelainan ini dapat terjadi
dengan septum ventrikel yang masih intak atau disertai dengan defek pada
septum ventrikel. Insiden atresia pulmonal dengan septum yang masih
intak atau utuh sekitar 0,7-3,1% dari keseluruhan kasus PJB. 10

Gejala dan tanda sianotik tampak pada hari-hari pertama kehidupan. Bunyi
jantung ke-2 terdengar tunggal, dan tidak terdengar adanya murmur pada
sela iga 2-3 parasternal kiri karena arteri pulmonal atretik. Pada foto
Rontgen ditemukan pembesaran jantung dengan vaskularisasi paru yang
berkurang. Prostalglandin digunakan untuk mempertahankan duktus
arteriosus tetap membuka sambil menunggu intervensi lebih lanjut.
Septostomi atrial dengan balon harus dilakukan secepatnya apabila pirau
antarinteratrial agak retriktif. Koreksi total yakni membuat ligasi koleteral
baru dilakukan bila anak sudah berusia di atas 1 tahun. 10
3. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari skenario.
Embriologi jantung bermulai dari adanya tuba. Terdapat dua bagian tuba,
yaitu trunkus arteriosus dan bulbus kordis yang berkembang menuju satu sama
lainnya. Trunkus arteriosus akan mengalami perputaran 180o dan tumbuh ke
arah bawah, menuju bulbus kordis. Perputaran ini akan memisahkan aorta
dengan arteri pulmonal. Deviasi ke arah anterior dari perputaran ini
menyebabkan Tetrallogy of Fallot (ToF). Deviasi antero-sefalad pada
pembentukan lubang septum ventrikular dapat disertai dengan pembentukan
jaringan fibrosa pada septum yang gagal mengalami proses muskularisasi.
Deviasi ini dapat ditemukan pada absennya obsrtuksi subpulmonal, seperti
pada defek septum ventrikel Eisenmenger. Oleh karena itu, pada pasien
dengan ToF, perlu dipastikan adanya morfologi abnormal dari trabekula
septoparietal yang melingkari traktus aliran subpulmonal. Kombinasi adanya
deviasi septum dan trabekulasi septoparietal yang hipertrofi menghasilkan
karakteristik adanya obstruksi aliran ventrikel kanan. Deviasi jaringan
muskular pada lubang septum juga menyebabkan adanya defek septum
ventrikel dengan gangguan alignment dan menyebabkan munculnya
overriding dari aorta. Hipertrofi miokardium ventrikel kanan merupakan
konsekuensi hemodinamik akibat adanya lesi yang disebabkan oleh deviasi
lubang septum. 11-15
ToF dicirikan dengan empat abnormalitas pada jantung, yaitu: 11,12,14,16
1) Ventricular septal defect (VSD) yang besar. Komunikasi
interventrikular muncul karena adanya malaligntment lubang aliran
keluar dari septum ventrikel bagian muskular, ke arah anterior dan
sefalad. Munculnya lubang pada septum merupakan salah satu ciri
defek malalignment. Pada beberapa pasien, batas postero-inferior dari
lubang antara ventrikel dibentuk dengan area fibrosa yang kontinyu
antara katup trikuspid dan aorta, serta melibatkan sisa dari bagian
interventrikular pada septum membranosa. Pada pasien ini, defek VSD
disebut diklasifikasikan sebagai perimembranosa. Ketika aorta meng-
override VSD lebih dari 50% dari bagiannya dan jika ada konus
subaortik, defek ini diklasifikasikan sebagai bentuk double-outlet right
ventricle, namun dinamika sirkulasinya sama dengan tetralogi Fallot .
2) Obstruksi pada right vetricular outflow tract (RVOT). Deviasi antero-
sefalad pada lubang septum, ditambah dengan anomali pada
trabekulasi septoparietal, menyebabkan adanya penyempitan pada
traktus aliran subpulmonal. Obstruksi muskular pada area subpulmonal
dapat meningkat dengan adanya katekolamin, atau pada kondisi
volume

intravaskular yang menurun, dan menjadi predisposisi untuk pasien


mengalami episode akut desaturasi (hypercyanotic spells). Obstruksi
aliran menuju paru ini dapat mengalami ekstensi. Katup pulmonal
dapat mengalami hipolasia, dengan katup fungsional yang abnormal,
dan kadang mengalami konfigurasi bifoliata. Otot infundibular, atau
krista supraventrikularis, mengalami hipertrofi, yang memperberat
stenosis subvalvuler dan menghasilkan ruang infundibular dengan
ukuran dan kontur bervariasi. Aliran darah ke paru dapat dibantu oleh
adanya patent ductus arteriosus (PDA) atau oleh beberapa arteri
kolateral aortopulmoner utama (MAPCAs) yang muncul dari aorta
asendens dan desendens dan memasok berbagai segmen paru. Tingkat
obstruksi aliran keluar ventrikel kanan menentukan waktu timbulnya
gejala, tingkat keparahan sianosis, dan derajat hipertrofi ventrikel
kanan. Ketika obstruksi aliran ventrikel kanan hanya memiliki derajat
ringan sampai sedang dan shunt pada VSD terbilang seimbang, pasien
mungkin tidak tampak sianosis (tetralogi Fallot asianotik/pink). Ketika
obstruksi parah, sianosis akan muncul sejak lahir dan memburuk ketika
PDA mulai menutup.
3) Right ventricle hypertrophy (RVH)
4) Aorta yang overriding. Karena adanya displacement pada lubang
septum yang mengalami malalignment ke ventrikel kanan, aorta dapat
mengalami overriding pada septum ventrikel muskular. Pada kondisi
dengan obsrtuksi subpulmonal yang signifikan, shunting pada
perhubungan interventrikular umumnya bersifat right-to-left, sehingga
menyebabkan ejeksi aliran darah yang terdeoksigenasi ke sirkulasi
sistemik. Beban volume kronik pada overriding aorta menyebabkan
dilatasi pada dasar aorta.
Jika seorang anak minimal memiliki dua dari empat kelainan patologis (umumnya VSD
yang besar untuk menyeimbangkan tekanan pada kedua ventrikel dan obstruksi RVOT),
maka anak tersebut dapat di diagnosis sebagai ToF. Kondisi hipertrofi pada ventrikel
kanan umumnya bersifat sekunder karena adanya obstruksi RVOT dan VSD. VSD pada
pasien ToF berbentuk defek perimembranosa dengan ekstensi ke arah subpulmonal.
Obstruksi RVOT umumnya ditemukan dalam bentuk stenosis infundibular (45%),
namun dapat juga dalam bentuk atresia pulmonal (15%), setingkat katup pulmonal
(10%), maupun kombinasi antara tingkat infundibular dan katup pulmonal (10%). Pada
kebanyakan pasien, arteri pulmonal utama mengalami hipoplasia. Cabang-cabang arteri
pulmonal pada ToF biasanya
berukuran kecil. Stenosis pada origin cabang arteri pulmonal sering
ditemukan. Akibatnya, sering ditemukan pula arteri kolateral sistemik
untuk memperdarahi paru-paru, terutama pada kasus ToF berat. Pada
pasien ToF, perlu dilihat pula apakah terdapat abnormalitas pada arteri
koroner, yang umumnya berbentuk cabang desendens yang muncul dari
arteri koroner dekstra dan memasuki aliran RVOT sehingga insisi
pembedahan di daerah tersebut tidak dapat dilakukan. Defek septum AV
komplit juga dapat ditemukan pada 2% pasien ToF, umumnya pada pasien
dengan sindrom Down. VSD memiliki komponen lubang yang besar yang
muncul seiring dengan adanya komponen inlet pada kanal AV.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari skenario.


Penatalaksanaan ditujukan untuk mempertahankan Systemic Vascular
Resistance, menurunkan pulmonary vascular resistance, mencegah
17
bertambahnya right to left shunt, dan mencegah depresi myocard.
Penatalaksanaannya terdiri atas: 17-22
1) Pada bayi atau anak dengan riwayat spel hipoksia harus diberikan
Propranolol (peroral) dengan dosis 0.5-1.5 mg/kg BB/ 6-8 jam sampai
dilakukan operasi. Dengan obat ini diharapkan spasme otot
infundibuler berkurang dan frekwensi spel menurun. Selain itu
keadaan umum pasien harus diperbaiki, misalnya koreksi anemia,
dehidrasi atau infeksi yang semuanya akan meningkatkan frekuensi
spel. Bila spel hipoksia tak teratasi dengan pemberian propranolol dan
keadaan umumnya memburuk, maka harus secepatnya dilakukan
operasi. Bila usia kurang dari 6 bulan dilakukan operasi paliatif
Blalock Taussig Shunt (BTS). Sementara menunggu bayi lebih besar
atau keadaan umumnya lebih baik untuk operasi definitif (koreksi
total). Tetapi bila usia sudah lebih dari 6 bulan dapat langsung
dilakukan operasi koreksi total (penutupan lubang VSD dan
pembebasan alur keluar ventrikel kanan yang sempit)1-
6. Bila spel berhasil diatasi dengan propranolol dan kondisis bayi cukup
baik untuk menunggu, maka operasi koreksi total dilakukan pada usia
sekitar 1 tahun.
2) Bila tak ada riwayat spel hipoksia, umumnya operasi koreksi total
dilakukan pada usia sekitar 1 tahun. Sebelumnya harus dilakukan
pemeriksaan sadap jantung untuk menilai kondisi kedua arteri
pulmonalis. Syarat operasi koreksi total ialah:
a. Ukuran arteri pulmonalis kanan dan kiri cukup besar dan
memenuhi kriteria yang diajukan oleh kirklin yang disesuaikan
dengan berat badan.
b. Ukuran dan fungsi ventrikel kiri harus baik agar mampu
menampung aliran darah dan memompanya setelah terkoreksi.
Bila syarat di atas tidak terpenuhi maka harus dilakukan operasi
BTS dulu dengan tujuan memperbesar diameter arteri
pumonalis atau memperbaiki ventrikel kiri.
3) Pada anak usia sekitar atau lebih dari 1 tahun, secepatnya dilakukan
pemeriksaan sadap jantung untuk menilai diameter arteri pulmonalis
dan cabang-cabangnya. Bila ternyata ukuran arteri pulmonalis kecil
maka harus dilakukan operasi BTS dahulu.
4) Ukuran arteri pulmonalis harus dievaluasi sekitar 6-12 bulan post BTS.
Untuk ini dilakukan pem. sadap jantung dan angiografi a. pulmonalis
dengan cara menyuntikan kontras di saluran BTS. Bila pertumbuhan
artri pulmonalis cukup adekwat maka operasi koreksi total dapat
dilakukan. Bila belum maka dievaluasi 6 bulan lagi atau
dipertimbangkan memasang BTS lain di sisi kontra.

5. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dari skenario.


Komplikasi yang dapat terjadi yaitu: 23-26
1) Abses serebri. ToF yang tidak dioperasi merupakan factor predisposisi
penting abses serebri. Kejadian abses serebri berkisar antara 5-18,7%
pada penderita ToF, sering pada anak diatas usia 2 tahun.8 Beberapa
pathogen penyebabnya antara lain Streptococcus milleri,

Staphylococcus, dan Haemophilus. ToF bisa menyebabkan abses


serebri karena hipoksia,polisitemia, dan hiperviskositas. Dampaknya
adalah terganggunya mikrosirkulasi dan menyebabkan terbentuk
mikrotrombus, ensefalomalasia fokal, serta terganggunya permeabilitas
sawar darah otak. Meningitis terjadi pada 20% anak ToF dan
septicemia terjadi pada 23% anak ToF. Umumnya abses hanya
tunggal, bisa ditemukan abses multiple walaupun jarang. Lokasi
tersering di region parietal (55%), lokasi lain yang sering adalah regio
frontal dan temporal. Abses multiple terutama ditemukan pada anak
luluh imun (immunocompromised) dan endokarditis.Pada abses serebri
terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang tidak spesifi k,seperti
nyeri kepala, letargi, dan perubahan tingkat kesadaran. Demam jarang
ditemukan.Sering muncul muntah dan kejang pada saat awal terjadinya
abses serebri. Makin banyak terbentuk abses, nyeri kepala dan letargi
akan makin menonjol. Defisit neurologis fokal seperti hemiparesis,
kejang fokal, dan gangguan penglihatan juga dapat muncul. Tanda lain
defi sit neurologis adalah papiledema, kelumpuhan nervus III dan VI
menyebabkan diplopia, ptosis,hemiparesis. Perubahan tanda vital yang
dapat terjadi adalah hipertensi, bradikardi,dan kesulitan bernapas.
Ruptur abses dapat terjadi, ditandai dengan perburukan semua gejala.
Pemeriksaan penunjang pemeriksaan darah tepi menemukan
leukositosis dan LED meningkat. Untuk menegakkan diagnosis
diperlukan CT-scan kepala atau MRI.
2) Gagal jantung. Gagal jantung sering ditemukan pada penderita ToF
yang tidak menjalani terapi bedah. Umumnya terjadi pada penderita
ToF usia dewasa, juga sering ditemukan pada usia remaja. Penyebab
gagal jantung multifaktorial, biasanya bergantung pada besarnya pirau
antara aorta dan arteri pulmonalis. Gagal jantung juga dapat
disebabkan oleh terapi bedah yang tidak tuntas atau kurang
tepat.Beberapa hal yang sering menyebabkan gagal jantung akibat
terapi bedah adalah kerusakan septum ventrikal yang masih tersisa,
kerusakan pirau antara aorta dan

arteri pulmonalis, tidak berfungsinya ventrikel kanan, gangguan otot


septum ventrikel, regurgitasi katup pulmonal dan trikuspid, hipertensi
arteri pulmonalis,kerusakan ventrikel kiri karena terganggunya aliran
darah koroner, heart block, dan regurgitasi katup aorta. Gagal jantung
pada penderita ToF berkaitan erat dengan disfungsi miokard. Miokard
yang terkena tidak hanya di ventrikel kanan, namun dapat pula di
ventrikel kiri akibat hipoksia yang berlangsung lama.Selain itu gagal
jantung bisa akibat polisitemia berat menyebabkan trombo-emboli,
oklusi koroner, berakibat iskemi atau infark miokard yang dapat
mencetuskan gagal jantung. Hipoksia berat menyebabkan disfungsi
miokard berat. Kondisi yang sering menyertai terjadinya gagal jantung
adalah anemia dan endokarditis bakterial. Pada kondisi anemia yang
berat, gejala gagal jantung semakin terlihat.
3) Endokarditis. Kejadian endokarditis paling sering ditemukan pada ToF
di antara semua penyakit jantung bawaan sianotik. Penyebab tersering
adalah streptokokus.Beberapa hal dapat berkaitan dengan terjadinya
endokarditis pada ToF. Faktor pertama yang penting adalah struktur
abnormal jantung atau pembuluh darah dengan perbedaan tekanan atau
turbulensi bermakna yang menyebabkan kerusakan endotel, yaitu
mikrolesi pada endokardium, dan pembentukan platelet, fibrin,
trombus.Faktor kedua adalah bakteremia. Bakteremia dapat terjadi
karena mikroorganisme di dalam darah menempel pada mikrolesi
sehingga menimbulkan proses peradangan selaput endokardium.
Gejala klinis endocarditis bervariasi. Demam pada endokarditis
biasanya tidak terlalu tinggi dan lebih dari satu minggu.Anoreksia,
malaise, artralgia, nyeri dada,gagal jantung, splenomegali, petekie,
nodul Osler, Roth spot, lesi Janeway, dan splinter hemorrhage dapat
dijumpai. Diagnosis pasti ditegakkan dengan kultur darah yang positif
atau terdapat vegetasi pada ekokardiografi.
4) Polisitemia dan Sindrom Hiperviskositas. Polisitemia pada ToF terjadi
akibat hipoksemi kronik karena pirau kanan ke kiri. Hal ini merupakan

respons fi siologis tubuh untuk meningkatkan kemampuan membawa


oksigen dengan cara menstimulasi sumsum tulang melalui pelepasan
eritropoetin ginjal guna meningkatkan produksi jumlah sel darah
merah (eritrositosis). Awalnya, polisitemia menguntungkan penderita
ToF, namun bila hematokrit makin tinggi, viskositas darah akan
meningkat yang dapat mengakibatkan perfusi oksigen berkurang
sehingga pengangkutan total oksigen pun berkurang, akibatnya dapat
meningkatkan risiko venooklusi.Gejala hiperviskositas akan muncul
jika kadar hematokrit ≥65% berupa nyeri kepala,nyeri sendi, nyeri
dada, iritabel, anoreksia, dan dispnea.
Kesimpulan
ToF merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang terdiri dari 4 kelainan
anatomi yaitu VSD, stenosis pulmonal, hipertrofi fentrikel kana dan overruding
aorta. Kelainan-kelainan inilah yang menyebabkan perbedaan sirkulasi darah pada
penderita ToF.
Deteksi ToF dapat di lakukan sejak usia dini. Anamnesis atau aloanamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang tepat mampu menegakan
diagnosis ToF sehingga dapa mempermudah penanganan. Selain itu, komplikasi
dari ToF di antidipasi dan diwaspadai seperti gagal jantung, abses cerebri, dan
lain- lain.

Bunyi jantung abnormal, atau murmur ( bising jantung ) biasanya ( tetapi tidak selalu )
berkaitan dengan penyakit jantung. Murmur yang tidak berkaitan dengan patologi jantung,
yang disebutmurmur fungsional, lebih sering dijumpai pada orang berusia muda.
Dalam keadaan normal darah mengalir secara laminar; yaitu, cairan mengalir dengan
mulus dalam lapisan-lapisan yang berdampingan satu sama lain. Namun, apabila aliran
darah menjadi turbulen ( bergolak ), dapat terdengar bunyi. Bunyi abnormal tersebut
disebabkan oleh getaran yang terbentuk di struktur-struktur di sekitar aliran yang bergolak
tersebut.
Penyebab tersering turbulensi adalah malfungsi katup, baik katup stenotik atau insufisien.
Katup stenotik adalah katup yang kaku dan menyempit dan tidak membuka secara
sempurna. Darah harus dipaksa melewati lubang yang menyempit dengan kecepatan yang
sangat tinggi, sehingga terjadi turbulensi yang menimbulkan suara siulan abnormal serupa
dengan bunyi yang dihasilkan sewaktu memaksa udara melewati bibir yang menyempit
untuk bersiul.
Katup insufisien adalah katup yang tidak dapat menutup sepurna, biasanya karena tepi-
tepi daun katup mengalami jarigan parut dan tidak pas satu sama lain. Turbulensi terjadi
sewaktu darah mengalir berbalik arah melalui katup yang insufisien dan bertumbukan
dengan darah yang mengalir dalam arah berlawanan, menimbulkan murmur yang berdesir
atau berdeguk. Aliran balik darah demikian dikenal sebagai regurgitasi. Biasanya katup
jantung yang insufisien disebut katup bocor, karena memungkinkan darah mengalir balik
pada saat katup seharusnya tertutup.
Suatu murmur yang terjadi antara bunyi jantung I dan II ( lub-murmur-dup, lub-murur-dup
) mengisyaratkan murmur sistolik. Terdapat 2 macam murmur sistolik, yaitu :

 Tipe ejeksi ( ejection systolic ) : timbul akibat aliran darah yang dipompakan
(ejected) melalui bagian yang menyempit dan mengisi sebagian fase sistolik, misal
: pada stenosis aorta.
 Tipe pansistolik ( pansystolic ) : timbul akibat aliran balik yang melalui bagian
jantung yang masih terbuka dan mengisi seluruh fase sistolik, misal : pada
insufisiensi mitral.
Jika terjadi antara bunyi jantung II dan I ( lub-dup-murmur, lub-dup-murmur )
merupakanmurmur diastolik. Macam-macam murmur diastolik, yaitu :
         Mid-diastolic : terdengar pada pertengahan fase diastolic.
         Early diastolic : terdengar segera sesudah bunyi jantung II, timbul akibat aliran balik pada
katup aorta.
         Pre-systolic : terdengar pada akhir fase distolik, tepat sebelum bunyi jantung I.
Bunyi murmur menandakan apakah murmur tersebut bersifat stenotik ( bunyi siulan ) atau
insufisien ( bunyi derik ).
Derajat intensitas murmur ( bising jantung ) :

 Derajat 1 : bising yang sangat lemah


 Derajat 2 : bising yang lemah tetapi mudah terdengar
 Derajat 3 : bising agak keras tetapi tidak disertai getaran bising
 Derajat 4 : bising cukup keras dan disertai getaran bising
 Derajat 5 : bising sangat keras yang tetap terdengar bila stetoskop ditempelkan
sebagian saja pada dinding dada
 Derajat 6 : bising paling keras dan tetap terdengar meskipun stetoskop diangkat
dari dinding dada

Embriologi Jantung
Embriologi jantung terjadi pada pertengahan minggu ketiga.
Pertumbuhan ini terjadi karena :
 mudigah bertambah besar, sehingga makanan yang
diterima secara difusi dari induknya tidak mencukupi lagi.
 pada saat ini, mudigah membutuhkan suplai darah jantung,
pembuluh darah untuk pertumbuhan.
Perkembangan jantung sangat kompleks, karena harus bekerja
sebelum pertumbuhannya sempurna.
 Pada fase permulaan:
Sel-sel mesenkim di dalam lapisan splanchicus mesoderm
berlipat ganda dan membentuk kelompok angiogenesik yang
terpisah satu sama lain.
Kelompok ini mula-mula terletak pada sisi kiri mudigah, tetapi
dengan cepat menyebar ke arah kepala.

Kelompok ini kemudian berongga, bersatu dan membentuk


jalinan pembuluh darah kecil yang berbentuk tapak kuda. Bagian
depan tengah jalinan ini dikenal sebagai daerah kardiogenik. Di
atasnya rongga selom intraembrional yang akhirnya
berkembang menjadi rongga perikardium.

 Pada hari ke 19, dari mesoderm mudigah akan terbentuk 2


tubulus endokardial.
 Pada hari ke 21, tubulus ini bersatu membentuk tubulus cordis
primitif.

Tubulus ini berkembang menjadi :


 Sinus venosus
 Atrium primitif
 Ventrikel primitif
 Bulbus kordis
 Pada hari ke 22 jantung mulai berdenyut

 Pada minggu ke IV
Tubulus kordis menekuk dan melipat. Bulbus kordis terdorong ke
inferior dan anterior dan bagian kanan mudigah. Primitif
ventrikel berpindah ke kiri. Primitif atrium dan sinus venosus
berpindah ke superior dan posterior.
 Dengan ini, pada hari ke 28, tubulus kordis berbentuk S

 Pertumbuhan jantung yang besar terjadi pada minggu 5-8


Tubulus jantung berkembang dengan bersekat-sekat sehingga
membentuk :
 4 kamar (2 atrium dan 2 ventrikel)
 pembuluh darah yang keluar dan masuk ke jantung

Sekat ini terbentuk oleh :


 pertumbuhan massa jaringan yang aktif dan saling
mendekat
 pertumbuhan aktif satu massa tunggal yang terus meluas
Kesalahan pertumbuhan pada saat ini menyebabkan kelainan
jantung congenital.
Manifestasi klinis
Gejala klinis yang dapat ditimbulkan pada pasien dengan tetralogi of fallot (TOF),
diantaranya sebagai berikut:8
1. Pada auskultasi terdengar bunyi murmur pada batas kiri sternum tengah sampai
bawah.
2. Sianosis/kebiruan terutama pada bibir dan kuku : Sianosis akan muncul saat anak
beraktivitas, makan/menyusu, atau menangis dimana vasodilatasi sistemik
(pelebaran pembuluh darah di seluruh tubuh) muncul dan menyebabkan
peningkatan aliran darah dari kanan ke kiri (right to left shunt). Darah yang miskin
oksigen akan bercampur dengan darah yang kaya oksigen dimana percampuran
darah tersebut dialirkan ke seluruh tubuh. Akibatnya jaringan akan kekurangan
oksigen dan menimbulkan gejala kebiruan.
3. Bayi mengalami kesulitan untuk menyusu.
4. Sesak napas jika melakukan aktivitas dan kadang disertai kejang atau pingsan.
5. Setelah melakukan aktivitas, anak selalu jongkok (squating) untuk mengurangi
hipoksi dengan posisi knee chest.
6. Jari tangan clubbing (seperti tabuh genderang karena kulit atau tulang di sekitar
kuku jari tangan membesar).
7. Pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung lambat.
8. Berat badan bayi sulit bertambah.
Serangan sianosis dan hipoksia atau yang disebut “hipoxic spell” terjadi ketika
kebutuhan oksigen otak melebihi suplainya. Episode biasanya terjadi bila anak melakukan
aktivitas (misalnya menangis, setelah makan atau mengedan).

Etiologi
Tetralogi Fallot terjadi selama pertumbuhan janin, ketika jantung bayi sedang
berkembang. Pada umumnya penyebab Tetralogi fallot tidak diketahui. Namun, Faktor-
faktor seperti gizi ibu yang buruk saat kehamilan, virus atau gangguan genetik dapat
meningkatkan risiko kondisi ini. Penyebab terjadinya Tetralogi Fallot antara lain adalah:13
a. Faktor endogen
Berbagai jenis penyakit genetik :
1. Kelainan kromosom
2. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
3. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi,
penyakit jantung atau kelainan bawaan
b. Faktor eksogen
1. Riwayat kehamilan ibu: Riwayat mengikuti program KB oral atau suntik,
minum obat-obatan tanpa resep dokter (thalidmide, dextroamphetamine,
aminopterin, amethopterin, jamu)
2. Ibu menderita penyakit infeksi Rubella (campak Jerman) atau infeksi virus
lainnya
3. Gizi yang buruk selama hamil
4. Ibu yang alkoholik
5. Usia ibu diatas 40 tahun
6. Ibu menderita diabetes.
7. Anak-anak yang menderita sindrom Down.

Epidemiologi
Tetralogi Fallot timbul pada 3-6 per 10.000 kelahiran dan menempati urutan
keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel, defek septum
atrium dan duktus arteriosus persisten, atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit
jantung bawaan. Diantara penyakit jantung bawaan sianotik, Tetralogi Fallot merupakan
2/3 nya.6 Tetralogi Fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering
ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri. Angka
kejadian antara bayi laki-laki dan perempuan sama. 

Patofisiologi
Pada tetralogi fallot terdapat empat macam kelainan jantung yang bersamaan,
maka:
1. Darah dari aorta berasal dari ventrikel kanan bukan dari kiri, atau dari sebuah
lubang pada septum, sehingga menerima darah dari kedua ventrikel.
2. Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari ventrikel
kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal; malah darah masuk ke aorta.
3. Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang septum
ventrikel dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, mengabaikan lubang
septum.
4. Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke dalam
aorta yang bertekanan tinggi, otot-ototnya akan sangat berkembang, sehingga
terjadi pembesaran ventrikel kanan.13
Kelainan fisiologis utama akibat Tetralogi of Fallot adalah karena darah tidak
melewati paru sehingga tidak mengalami oksigenasi. Sebanyak 75% darah vena yang
kembali ke jantung dapat melintas langsung dari ventrikel kanan ke aorta tanpa
mengalami oksigenasi.

Komplikasi2
Penderita dengan tetralogi of fallot sebelum perbaikan rentan terhadap beberapa
komplikasi yang serius, diantarnya:
1. Trombosis otak biasanya terjadi pada vena serebralis atau sinus dura dan kadang-
kadang pada arteri serebralis, lebih sering bila ada polistemia berat. Trombosis
terjadi paling sering pada penderita dibawah umur 2 tahun. Penderita ini dapat
menderita anemi defisiensi besi, seringkali dengan kadar hemoglobin dan
hematokrit dalam batas normal. Terapi terdiri atas hidrasi yang cukup. Flebotomi
dan penggantian volume dengan plasma beku segar terindikasi pada penderita
polistemia berat. Heparin sedikit bermanfaat dan terterkontraindikasi pada infark
serebral hemoragik.
2. Abses otak kurang sering daripada kejadian vaskuler otak. Penderita biasanya
diatas usia 2 tahun. Mulanya sakit sering tersembunyi dengan demam ringan dan
atau perubahan dalam perilaku sedikit demi sedikit. Pada beberapa penderita, ada
gejala yang mulainya akut, yang dapat berkembang sesudah riwayat nyeri kepala,
nausea, dan muntah. Serangan epileptiform dapat terjadi ; tanda-tanda neurologis
lokal tergantung pada tempat dan ukuran abses, dan adanya kenaikan tekanan
intrkranial. Laju endap darah dan hitung sel darah putih biasanya naik. Terapi
antibiotik masif dapat membantu menahan infeksi terlokalisasi, tetapi drainase
bedah abses hampir selalu diperlukan.
3. Endokarditis bakterial terjadi pada penderit yang tidak dioperasi pada
infundibulum ventrikel kanan atau pada katup pulmonal, katup aorta atau jarang
pada katup trikuspidal. Endokarditis dapat menyulitkan shunt paliatif atau, pada
penderita dengan pembedahan korektif, setiap sisa stenosis pulmonal atau sisa
VSD. Profilaksis antibiotik sangat penting sebelum dan sesudah prosedur bedah
tertentu yang disertai dengan insiden bakteremia yang tinggi.
4. Gagal jantung kongestif merupakan tanda biasa penderita dengan tetralogy of
fallot. Karena derajat penyumbatan pulmonal semakin tua semakin buruk, gejala-
gejala gagal jantung mereda dan akhirnya pada penderita sianosis sering pada
umur 6-12 bulan. Penderita pada saat ini beresiko untuk bertambahnya serangan
hipersianotik.

Tata Laksana2,7
Pada penderita TOF dapat diberikan terapi baik secara non-medikamentosa
ataupun secara medikamentosa untuk meringankan gejala yang ditimbulkan. Terapi
tersebut antara lain dengan cara:
1. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah karena peningkatan
afterload aorta akibat penekukan arteri femoralis. Selain itu untuk mengurangi
aliran darah balik ke jantung (venous).
2. Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV atau dapat pula diberi
Diazepam (Stesolid) per rektal untuk menekan pusat pernafasan dan mengatasi
takipneu.
3. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian di sini tidak begitu tepat karena
permasalahan bukan kerena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah ke paru
menurun. Dengan usaha di atas diharapkan anak tidak lagi takipneu, sianosis
berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat
dilanjutkan dengan pemberian :
a. Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan
denyut jantung sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total dilarutkan
dngan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan
separuhnya, bila serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan
dalam 5-10 menit berikutnya.
b. Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2 mg/kg) IV perlahan. Obat
ini bekerja meningkatkan resistensi vaskuler sistemik
dan juga sedatif.
c. Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif
dalam penanganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga
dapat meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru
bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh
tubuh juga meningkat.
Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Edukasi kepada keluarga pasien untuk mengenali dan mengatasi serangan
sianosis.
2. Propanolol oral 0,5-1,5 mg/kgBB po tiap 6 jam dapat
digunakan untuk mencegah serangan berulang sementara
menunggu tindakan operasi korektif.
3. Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi untuk mencegah
komplikasi cerebrovaskular.
Tindakan operasi dianjurkan untuk semua pasien TOF. Tindakan operasi yang
dilakukan, yaitu:
1. Blalock-Taussig Shunt (BT-Shunt), yaitu merupakan posedur shunt yang
dianastomosis sisi sama sisi dari arteri subklavia ke arteri pulmonal.
2. Waterson Shunt, yaitu membuat anantomosis intraperikardial dari aorta asending
ke arteri pulmonal kanan,hal ini biasanya dilakukan pada bayi. Pada tipe ini ahli
bedah harus hati-hati untuk menentukan ukuran anastomosis yang dibuat antara
bagian aorta asending dengan bagian anterior arteri pulmonal kanan. Jika
anastomosis terlalu kecil maka akan mengakibatkan hipoksia berat. Jika
anastomosis terlalu besar akan terjadi pletora dan edema pulmonal.
3. Potts Shunt, yaitu anastomosis antara aorta desenden dengan arteri pulmonal yang
kiri. Teknik ini jarang digunakan.
4. Total Korektif, terdiri atas penutupan VSD, valvotomi pulmonal dan reseksi
infundibulum yang mengalami hipertrofi.

Prognosis
Prognosis cukup baik pada yang dioperasi usia anak-anak. Prognosis jangka
panjang kurang baik bila dioperasi pada usia dewasa yang sudah terjadi gangguan fungsi
ventrikel kiri akibat hipoksia yang lama ataupun pasca bedah dengan residual PI berat
sehingga terjadi gagal ventrikel kanan.5

Pencegahan
Pencegahan Tetralogi Fallot adalah antara lain dengan menghindari penyebabnya.
Meskipun untuk faktor endogen tidak dapat dicegah, namun sedapat mungkin ibu
menghindari faktor-faktor eksogen yang dapat menyebabkan tetralogi fallot. Antara lain
dengan melakukan ante-natal health care secara teratur selama masa kehamilan, tidak
mengkonsumsi obat-obatan tanpa persetujuan atau izin dokter karena dapat berpengaruh
terhadap kesehatan janin. Selain itu juga, tidak mengkonsumsi alkohol maupun obat-
obatan terlarang selama masa kehamilan.13

Manifestasi Klinis
Gangguan hemodinamik akibat kelainan jantung dapat memberikan gejala
yang menggambarkan derajat kelainan. Adanya gangguan pertumbuhan,
sianosis, berkurangnya toleransi latihan, kekerapan infeksi saluran napas
berulang, dan terdengarnya bising jantung, dapat merupakan petunjuk awal
terdapatnya kelainan jantung pada seorang bayi atau anak. 1
a. Gangguan pertumbuhan.
Pada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke kanan, gangguan pertumbuhan
timbul akibat berkurangnya curah jantung. Pada PJB sianotik, gangguan
pertumbuhan timbul
akibat hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuhan ini juga dapat timbul akibat
gagal jantung kronis pada pasien PJB.
b. Sianosis. Sianosis timbul akibat saturasi darah yang menuju sistemik
rendah. Sianosis mudah dilihat pada selaput lendir mulut, bukan di sekitar
mulut.
Sianosis akibat kelainan jantung ini (sianosis sentral) perlu dibedakan pada
sianosis perifer yang
sering didapatkan pada anak yang kedinginan. Sianosis perifer lebih jelas
terlihat pada ujungujung
jari.
c. Toleransi latihan. Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis yang baik
untuk menggambarkan status kompensasi jantung ataupun derajat kelainan
jantung. Pasien gagal jantung selalu menunjukkan toleransi latihan berkurang.
Gangguan toleransi latihan dapat ditanyakan pada
orangtua dengan membandingkan pasien dengan anak sebaya, apakah
pasien cepat lelah, napas
menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang biasa, atau sesak napas
dalam keadaan istirahat. Pada bayi dapat ditanyakan saat bayi menetek.
Apakah ia hanya mampu minum dalam jumlah
sedikit, sering beristirahat, sesak waktu mengisap, dan berkeringat banyak.
Pada anak yang lebih besar ditanyakan kemampuannya berjalan, berlari atau
naik tangga. Pada pasien tertentu seperti pada tetralogi Fallot anak sering
jongkok setelah lelah berjalan.
d. Infeksi saluran napas berulang. Gejala ini timbul akibat meningkatnya
aliran darah ke paru sehingga mengganggu sistem pertahanan paru. Sering
pasien dirujuk ke ahli jantung anak karena anak sering menderita demam,
batuk dan pilek. Sebaliknya tidak sedikit pasien PJB yang sebelumnya sudah
diobati sebagai tuberkulosis sebelum di rujuk ke ahli jantung anak.
e. Bising jantung. Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting
dalam menentukan
penyakit jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang merupakan
alasan anak dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi bising,
derajat serta penjalarannya dapat menentukan jenis kelainan jantung. Namun
tidak terdengarnya bising jantung pada pemeriksaan
fisis, tidak menyingkirkan adanya kelainan jantung bawaan. Jika pasien diduga
menderita kelainan
jantung, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan
diagnosis.

Anda mungkin juga menyukai