Saluran Pernapasan Akut)
Posted on August 29, 2018by samoke2012
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
ISPA merupkan salah satu dari 10 penyakit utama yang sering terjadi pada anak-
anak di negara berkembang, khususnya balita diperkirakan 6-8 kali pertahun,
artinya seorang anak mendapatkan serangan batuk dan pilek sebanyak 6-8 kali
setahun (Maryunani, 2010, hal. 9)
Hasil SKRT 1995 menunjukkan bahwa 21,2% kematian bayi dan 30,03% kematian
anak balita disebabkan oleh ISPA. ISPA menyangkut saluran pernapasan atas
dan saluran pernapasan bawah. Hampir semua kematian ISPA pada anak-anak
umumnya adalah ISPA bagian bawah dan hampir semuanya adalah pnemonia.
Dalam mencapai keberhasilan program penanggulangan ISPA secara nasional
dituntut pengetahuan ibu untuk mengenal gejala ISPA yang disertai napas cepat
serta sikap ibu untuk segera melakukan konsultasi. (Maryunani, 2010, hal. 9)
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) masih merupakan masalah kesehatan yang
penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-
kira 1 dari 4 kematian yang terjadi.Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode
ISPA setiap tahunnya.40% -60% dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh
penyakit ISPA.Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 %
-30 %.ISPA merupakan salah satu penyakit pernafasan yang terberat dan banyak
yang menimbulkan akibat dan kematian World Health Organization memperkirakan
insidensi ISPA di negara berkembang dengan angka kejadian ISPA pada balita di
atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada 13 juta anak balita
di dunia golongan usia balita. Pada tahun 2000, 1,9 juta (95%) anak – anak di
seluruh dunia meninggal karena ISPA, 70 % dari Afrika dan Asia Tenggara (Olivya
dkk, 2016, hal. 76)
Batasan Masalah
Pada pembahasan ini hanya membatasi konsep teori penyakit dan konsep asuhan
keperawatan pada klien ISPA.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit ISPA?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien ISPA?
Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan Asuhan Keperawatan
pada pasien dengan penyakit ISPA
1. Tujuan Khusus
Tujuan Umum
Untuk mengetahui, memahami dan menambah pengetahuan atau wawasan tentang
asuhan keperawatan pada pasien ISPA.
Tujuan Kasus
1. Untuk mengetahui apa itu ISPA
2. Untuk mengetahui penyebab atau etiologi dari ISPA
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari ISPA
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari ISPA
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari ISPA
6. Untuk mengetahui komplikasi ISPA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Penyakit
Definisi
ISPA adalah penyakit saluran pernafasan akut dengan disertai atau tanpa radang
perenkim paru (pneumonia), yang diebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri,
virus maupun reketsia ke dalam saluran pernafasan yang menimbulkan gejala
penyakit yang dapat berlangsung sampai 14 hari. (Wijayaningsih, 2013, hal. 1).
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan
yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas
dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada
lapangan pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan
oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan -bulan musim
dingin. Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil
terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan
yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya
kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai
untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya
pemakaian antibiotik. (Kunoli, 2012, hal. 218) .
Secara anatomis, ISPA dapat dibagi dalam dua bagian yaitu ISPA atas dan ISPA
bawah, dengan batas anatomis adalah bagian dalam tenggorokan yang biasa disebut
epligotis.
1. ISPA atas : ISPA atas yang perlu diwaspadai adalah radang saluran
tenggorokan atau pharingitis dan radang telinga tengah atau otitis. Pharingitis
yang disebabkan kuman tertentu (streptococcus hemolyticus) dapat
berkomplikasi dengan penyakit jantung (endokarditis). Sedangkan radang telinga
tengah yang tidak diobati dapat berakibat ketulian.
2. ISPA bawah yang berbahaya adalah pneumonia dimana penyakit ini
menyerang paru-paru dan ditandai dengan batuk dan kesukaran bernafas.
(Stillwell, 2011, hal. 128).
Etiologi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri ( diplococcus pneumoniea,
pneumococcus, stretokokus, stafilokokus, hemofillus dan korinebacterium), virus
(influenza, adenovirus, sitomegagalovirus dll), jamur (aspergilus sp. Gandida
albicans histoplasm) dan aspirasi (makanan, asap kendaraan bermotor, bahan bakar
minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing (biji-bijian) mainan
plastik kecil, dll.) (Morton, 2011, hal. 721).
ISPA sendiri sering disebabkan oleh bacteri stafilokokus dan streptokokus serta virus
influenza yang ada di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran
pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri dan virus
tersebut menyerang anak-anak yang berusia dibawah 2 tahun dimana kekebalan
tubuhnya masih lemah, adanya peralihan musim kemarau ke musim hujan dapat
menimbulkan resiko serangan ispa. Faktor lain yang dapat diperkirakan adanya
rendah asupan antioksidan, status gizi kurang dan buruknya sanitasi
lingkungan. (Wijayaningsih, 2013, hal. 2)
1. Usia : Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau
terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya
lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
2. Status Imunisasi : Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan
tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak
lengkap.
3. Lingkungan : Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di
kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA
pada anak.(Wijayaningsih, 2013, hal. 3) .
Tanda Dan Gejala
1. Demam : sering tampak sebagai tanda infeksi pertama. Paling sering terjadi
pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5-40,5ºC bahkan dengan
infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang euforia
(perasaan senang berlebihan) dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara
dengan cepat kecepatan yang tidak biasa.
2. Anoreksia : merupakan hal yang umum disertai dengan penyakit masa kanak-
kanak sering kali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat
yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit.
3. Muntah : merupakan suatu reflek yang tidak dapat dikontrol untuk
mengeluarkan isi lambung dengan paksa melalui mulut. Biasanya anak kecil
mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan petunjuk untuk
awitan infeksi.
4. Batuk : merupakan gambaran umum dari penyakit pernapasan. Dapat
menjadi bukti hanya selama fase akut.
5. Sakit tenggorokan : merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang
lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per
oral.
6. Keluar sekret cair dan jernih dari hidung, sering menyertai infeksi
pernapasan. Mungkin encer dan sedikit atau kental dan purulen, tergantung pada
tipe atau tahap infeksi.(Wijayaningsih, 2013, hal. 2)
Patofisiologi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) disebabkan oleh virus atau kuman golongan
A streptococus, stapilococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis,
mycoplasma, dan pneumokokus atau juga karena faktor berbagai macam polusi
masuk ke sluran pernafasan atas (hidung, pharing, laring) dan menginvasi bakteri
jika tidak segera ditangani maka akan menyerang dan menginflamasi saluran
pernafasan bagian bawah yang akan membuat peradangan dimana suhu tubuh
meningkat sehingga menimbulkan demam atau hipetermi sebagai reaksi tubuh
melawan patogen asing dalam tubuh.
Adanya faktor pencetus ISPA pada pernafasan bagian bawah( bronkus, bronkiolus,
dan alveolus) juga akan menjadikan dilatasi atau pelebaran pada pembuluh darah
semakin banyak benda asing yang masuk dan mengiritasi paru-paru maka akan
menimbulkan eksudat yang dapt masuk ke alveoli sehingga mengganggu difusi gas
antara CO2 dengan O2 pada paru, maka pasien juga akan tergangu pada pola nafas
dan juga kapasitas fisiologisnya terjadi penurunan untuk beraktivitas
atau intoleransi aktivitas,akumulasi secret berlebih pada bronkus maka mukus juga
akan meningkat dengan adanya bakteri dibagian pernafasan maka akan ada peluang
bagi bakteri tersebut membawa kotoran dan menimbulkan pembengkakan didaerah
mulut, bau mulut akibatb adanya penyakit disaluran pernafasan akan
mengakibatkan perasaan yang tidak nyaman dan juga bisa mengakibatkan gangguan
makan atau anoreksia, jika terus berlanjut maka akan menimbulkan masalah asuhan
keperawatan yaitu kurangnya nutrisi dari kebutuhan pasien.
Patogen dari luar yang masuk lebih dalam pada saluran cerna akan menginfeksi
saluran cerna yang menjadikan flora yang semula normal dalam usus meningkat dan
menjadikan peristaltik usus juga meningkat, jika peristaltik pada usus terus
meningkat kemungkinan malabsorbsi akan terjadi dan pasien mengalami diare
dimana pasien bisa BAB >3x per harinya,jika keadaan tersebut terus berlanjut maka
akan menimbulkan gangguan pada cairan tubuh pasien (Nurarif, 2015, hal. 65).
PATHWAY
Klasifikasi
Klasifikasi pada ISPA menurut (Kunoli, 2012, hal. 217) adalah sebagai berikut
1. Bukan pneumonia mencakup kelompok pasien balita dengan batuk yang tidak
menunjukkan gejala peningkatan frekuwensi nafas dan tidak menunjukkan
adanya tarikan dinding pada bagian bawah ke arah dalam. Contohnya adalah
Common Cold, Faringitis, dan Oritis
2. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas diagnosis
gejala ini berdasarkan umur. Frekuensi nafas cepat pada anak berusia 2 bulan
sampai < 1 tahun = 50x/menit, untuk anak usia 1 sampi < 5 tahun = 40x/menit.
3. Pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk kesukaran bernafas disertai
sesak nafas atau tarikan dinding dada bagian bawah dalam (chest indrawing)
pada anak berusia dua bulan sampai <5 tahun. Untuk anak berusia kurang 2
bulan, diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat yaitu
frequensi pernafasan sebanyak 60x/menit atau lebih.
Komplikasi
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) sebenarnya merupakan self limited disease
yang sembuh sendiri dalam 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain, tetapi
penyakit ISPA yang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat
menimbulkan penyakit seperti:
1. Laringitis
peradangan pada laring (pangkal tenggorokan), disebabkan oleh inveksi virus atau
bakteri pada saluran pernapasan bagian atas pada penderita anak-anak dengan
struktur saluran pernapasan yang kecil, bisa saja terjadi kesulitan bernapas jika terus
memburuk hingga lebih dari dua minggu menjadi faktor penyebab ISPA pada
saluran pernafasan bawah
1. Bronkitis
Komplikasi ini terjadi ketika infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri dari
saluran pernafasan atas menyebar lebih jauh ke dalam paru-paru
1. Sinusitis
Kondisi ini sering kali disebabkan oleh virus flu atau pilek yang disebarkan sinus
dari saluran pernapasan atas. Biasanya setelah terjadi pilek atau flu, infeksi bakteri
sekunder bisa terjadi. Ini akan menyebabkan dinding dari sinus mengalami
peradangan atau inflamasi, Faktor pemicu sinusitis infeksi virus adalah infeksi jamur
dari luar tubuh (Nurarif, 2015, hal. 129).
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Identitas
Umur : ISPA bisa menyerang siapa saja termasuk seseorang yang mengalami
kelainan sistem kekebalan tubuh, juga pada seorang lanjut usia dikarenakan
kekebalan tubuh menurun dan juga memiliki resiko pada balita dan anak-anak,
dikarenakan sistem kekebalan tubuh mereka belum terbentuk sepenuhnya.
Riwayat Pengobatan
Pnemunia berat : Dirawat dirumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigen dan sebagainya
Pneumonia : Dirawat obat antibiotik kontrimoksasol peroral. Bila penderita
tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik
pengganti yaitu ampisilin, amoksilin atau penisilin prokain
Bukan pneumonia : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan
dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk
lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan
dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.
Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah (eksudat) di sertai pembesaran kelenjar getah bening di
leher, di anggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan
harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.(Kunoli, 2012, hal. 217).
Riwayat sosial ( kemungkinan terbesar pasien terkena penyakit ISPA ketika
pasien tersebut tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya dan
seringnya pasien berkontak dengan polusi baik asap kendaraan bermotor dan
polusi udara yang lainnya)(Wijayaningsih, 2013, hal. 131)
1. Pemeriksaan fisik
2. Keadaan umum
Kesadaran (Biasanya pada penderita ISPA tingkat kesadaranya adalah
composmentis, tetapi jika keadaan pasien sudah parah maka tingkat kesadarannya
bisa Somnolen.) (Marni, 2014, hal. 222)
1. Tanda-tanda vital
TD :pada pasien ISPA tekanan darah meningkat
1. Body system
Sistem pernafasan
Inspeksi
Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
Tonsil tampak kemerahan dan edema
Tampak batuk tidak produktif
Tidak ada jarinan parut pada leher
Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping
hidung
Palpasi
Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher atau nyeri tekan
pada nodus limfe servikalis
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
Perkusi
Suara paru normal (resonance)
Auskultasi
Suara nafas vesikuler atau tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
(Wijayaningsih, 2013, hal. 5).
Sistem kardiovaskuler
Inspeksi :
1. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
Palpasi
2. Denyut nadi cepat
Perkusi
3. Batas jantung mengalami pengeseran
Auskultasi
4. Tekanan darah meningkat (Wahid, 2013, hal. 195-196)
Sistem persarafan : Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
Sistem perkemihan : Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
Sistem pencernaan
Inspeksi :
bentuk abdomen (cembung/cekung/ datar), kesimetrisan, masa atau benjolan
Auskultasi :
lakukan asukultasi abdomen untuk menentukan adanya bising usus pada
pasien.
Palpasi :
lakukan palpasi abdomen untuk menentukan lemah, keras atau distensi,
adanya nyeri tekan, dan adanya massa atau asites. (Wahid, 2013, hal. 196).
Sistem integumen
Inspeksi :
ada tidaknya lesi, ada tidaknya jaringan parut,
Warna kulit :
Pucat
sianosis
Palpasi :
Turgor menurun (Morton, 2011, hal. 630)
Sistem muskuloskeletal: Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
Sistem endokrin: Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
Sistem reproduksi: Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
Sistem penginderaan
Pemeriksaan mata
Inspeksi : kesimetrisan mata, ada tidaknya oedem pada kelopak
mata/palpebra,konjungtiva dan sklera tidak ada perubahan warna
Pemeriksaan telinga
Inspeksi : bentuk simetris,terdapat serumen, tidak terdapat benjolan, tidak terdapat
hiperpigmentasi
Pemeriksaan hidung
Inspeksi : amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (adakah
pembengkokan atau tidak,) terdapat secret atau tidak,
Palpasi :ada atau tidaknya terdapat nyeri tekan, dan masa
Pemeriksaan mulut
Inspeksi : amati bibir (kelainan konginetal : labioseisis, palatoseisis atau
labiopalatoseisis), warna lidah terdapat perdarahan atau tidak, ada abses atau tidak
(Marni, 2014, hal. 26)
Sistem imun: Virus yang menyerang saluran nafas dapat menyebar ke tempat-
tempat lain dalam tubuh, sehingga dapat menyerang sistem imun dan dapat
menyebabkan demam (Nurarif, 2015, hal. 65)
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan
adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan
adanya thrombositopenia.
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.(Wahid, 2013)
Penatalaksanaan
1. Penderita pneumia (ISPA berat) dapat dirawat di rumah, tetapi jika
keadaannya berat penderita harus di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan
perawatan yang memadai, seperti cairan intravena jika sangat sesak,oksigen,
serta sarana rawat lainnya
2. Untuk orang dewasa dapat diberikan kotrimoksazol 2×2 tablet. Pada kasus
dimana rujukan tidak memungkinkan diberikan injeksi amoksilin atau
gentamisin
3. Pada orang dewasa, terapi kausal secara empiris adalah penisilin prokain
600.000-1.200.000 IU sehari atau ampisilin 1 gram 4 kali swhari terutama pada
penderita dwngan batuk produktif
4. Bila penderita elergi terhadap golongan penisilin dapat diberikan eritromisin
500mg 4 kali sehari. Demikian juga bila diduga penyebabnya mikoplasma
5. Tergantung jenis batuk, dapat diberikan kodein 8 mg 3 x sehari atau
bronkhodilator (theophilin atau salbutamol)
6. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang
adekuat,pemberian multivitamin dll. (Kunoli, 2012, hal. 220).
7. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Wilkinson, 2011, hal. 1016) diagnosa keperawatan pada ISPA yang muncul
antara lain:
Intoleransi aktivitas
Definisi: ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan
Batasan Karakteristik:
1. Subjektif
Ketidaknyamanan atau dipsneea saat beraktivitas
1. Objektif
Respon frekuensi jantung atau tekanan darah abnormal terhadap aktivitas,
Batasan karateristik
1. Dehirasi
2. terpapar lingkungan panas
3. proses penyait (mis infeksi,kanker)
4. peningkatan laju metabolisme
5. respon trauma dan aktivitas berlebihan (SDKI, 2016: 284).
Ketidakseimbangan nutrisi
Definisi: asupan nitrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Batasan Karakteristik
1. Berat badan 20% atau lebih sibawah rentang berat badan ideal.
2. Bising usus hiperaktif.
3. Cepat kenyang setelah makan.
4.
5. Gangguan sensasi rasa.
6. Kelemahan otot pengunyah.
7. Kelemahan otot untuk menelan.
8. Kerapuhan kapiler.
9. Ketidakmampuan memakan makanan.
10. Tonus otot menurun.
11.
Faktor yang berhubungan:
Batasan karakteristik
Faktor risiko:
Batasan karakteristik
1. Subjektif : dispnea
2. Objektif : suara napas tambahan (misalnya, rale, crackle, ronki dan mengi),
perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan, batuk tidak ada atau tidak
efektif, sianosis, kesulitan untuk berbicara, penurunan suara napas, otropnea,
gelisah, sputum berlebihan, mata terbelalak. (Wilkinson, 2011, hal. 37).
Faktor yang berhubungan:
1. Adema
2. Peningkatan dan kekentalan sekresi trakeobronkial atau paru.
3.
4. Inflamasi trakeobronkial.
5. Nyeri pleuritik
6. Batuk tidak efektif sekunder akibat keletihan (Wilkinson, 2011, hal. 1016).
7. Intervensi
8. Ketidakefektifan pembersihan jalan napas.
Hasil NOC
Tujuan :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan
mudah, tidak ada pursed lips).
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten(pasien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal).
3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat
jalan nafas. (Nurarif, 2015, hal. 303).
Intervensi NIC
Airway sunction
Pengkajian:
Intervensi NIC:
Intervensi NIC:
Intervensi:
1. Batasi pengunjung sesuai indikasi
2. Menjaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas
3. Menutup mulut dan hidung ketika bersin
4. Meningkatkan daya tahan tubuh, terutama anak di bawah usia 2 tahun,
lansia, dan penderita kronis. Konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau anti
oksidan jika kondisi tubuh menurun atau asupan makanan berkurang.
5. Kolaborasi pemberian obat sasuai hasil kultur.(Kunoli, 2012, hal. 223)
Rasionalisasi:
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T. H. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Aplikasi. Jakarta: EGC.
Kunoli, F. J. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta Timur: Trans
Info Media.
Marni. (2014). Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit. Yogyakarta : Gosyen.
Maryunani, A. (2010). Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: CV. Trans
Info Media.
Morton, P. G. (2011). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis dan
Nanda Nic – Noc. Jogjakarta: Mediaction.
Olivya dkk. (2016). HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANGTUA
DENGAN PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA
ANAK USIA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING KOTA
MANADO. E-jurnal Sariputra. vo. 3(2), 76.
SDKI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat.
Stillwell, S. B. (2011). pedoman keperawatan kritis. Jakarta: EGC.
Wahid, A. (2013). Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta
Timur: Trans Info Media.
Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: Cv. Trans Info
Media.
Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.