Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ISPA (Infeksi

Saluran Pernapasan Akut)
Posted on August 29, 2018by samoke2012
BAB I
PENDAHULUAN
 Latar Belakang
ISPA merupkan salah satu dari 10 penyakit utama yang sering terjadi pada anak-
anak di negara berkembang, khususnya balita diperkirakan 6-8 kali pertahun,
artinya seorang anak mendapatkan serangan batuk dan pilek sebanyak 6-8 kali
setahun (Maryunani, 2010, hal. 9)

Hasil SKRT 1995 menunjukkan bahwa 21,2% kematian bayi dan 30,03% kematian 
anak  balita  disebabkan  oleh ISPA.  ISPA  menyangkut  saluran pernapasan  atas 
dan  saluran  pernapasan bawah. Hampir semua kematian ISPA pada anak-anak 
umumnya  adalah  ISPA  bagian bawah  dan  hampir  semuanya  adalah pnemonia. 
Dalam  mencapai  keberhasilan program  penanggulangan  ISPA  secara nasional 
dituntut  pengetahuan  ibu  untuk mengenal gejala  ISPA yang  disertai napas cepat
serta sikap ibu untuk  segera melakukan konsultasi. (Maryunani, 2010, hal. 9)
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) masih merupakan masalah kesehatan yang
penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-
kira 1 dari 4 kematian yang terjadi.Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode
ISPA setiap tahunnya.40% -60% dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh
penyakit ISPA.Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 %
-30 %.ISPA merupakan salah satu penyakit pernafasan yang terberat dan banyak
yang menimbulkan akibat dan kematian World Health Organization memperkirakan
insidensi ISPA di negara berkembang dengan angka kejadian ISPA pada balita di
atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada  13 juta anak balita
di dunia golongan usia balita. Pada tahun 2000, 1,9 juta (95%) anak – anak di
seluruh dunia meninggal karena ISPA, 70 % dari Afrika dan Asia Tenggara (Olivya
dkk, 2016, hal. 76)
 Batasan Masalah
Pada pembahasan ini hanya membatasi konsep teori penyakit dan konsep asuhan
keperawatan pada klien ISPA.

 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit ISPA?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien ISPA?
 

 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan Asuhan Keperawatan
pada pasien dengan penyakit ISPA

1. Tujuan Khusus
 Tujuan Umum
Untuk mengetahui, memahami dan menambah pengetahuan atau wawasan tentang
asuhan keperawatan pada pasien ISPA.
 

 Tujuan Kasus
1. Untuk mengetahui apa itu ISPA
2. Untuk mengetahui penyebab atau etiologi dari ISPA
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari ISPA
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari ISPA
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari ISPA
6. Untuk mengetahui komplikasi ISPA
 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 Konsep Penyakit
 Definisi
ISPA  adalah penyakit saluran pernafasan akut dengan disertai atau tanpa radang
perenkim paru (pneumonia),  yang diebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri,
virus maupun reketsia ke dalam saluran pernafasan yang menimbulkan gejala
penyakit yang dapat berlangsung sampai 14 hari. (Wijayaningsih, 2013, hal. 1).

ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan
yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas
dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada
lapangan pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan
oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan -bulan musim
dingin. Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil
terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan
yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya
kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai
untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya
pemakaian antibiotik. (Kunoli, 2012, hal. 218) .

Secara anatomis, ISPA dapat dibagi dalam dua bagian yaitu ISPA atas dan ISPA
bawah, dengan batas anatomis adalah bagian dalam tenggorokan yang biasa disebut
epligotis.

1. ISPA atas : ISPA atas yang perlu diwaspadai adalah radang saluran
tenggorokan atau pharingitis dan radang telinga tengah atau otitis. Pharingitis
yang disebabkan kuman tertentu (streptococcus hemolyticus) dapat
berkomplikasi dengan penyakit jantung (endokarditis). Sedangkan radang telinga
tengah yang tidak diobati dapat berakibat ketulian.
2. ISPA bawah yang berbahaya adalah pneumonia dimana penyakit ini
menyerang paru-paru dan ditandai dengan batuk dan kesukaran bernafas. 
(Stillwell, 2011, hal. 128).
 Etiologi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri ( diplococcus pneumoniea,
pneumococcus, stretokokus, stafilokokus, hemofillus dan korinebacterium), virus
(influenza, adenovirus, sitomegagalovirus dll), jamur (aspergilus sp. Gandida
albicans histoplasm) dan aspirasi (makanan, asap kendaraan bermotor, bahan bakar
minyak tanah, cairan  amnion pada saat lahir, benda asing (biji-bijian) mainan
plastik kecil, dll.) (Morton, 2011, hal. 721).

ISPA sendiri sering disebabkan oleh bacteri stafilokokus dan streptokokus serta virus
influenza yang ada di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran
pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri dan virus
tersebut menyerang anak-anak yang berusia dibawah 2 tahun dimana kekebalan
tubuhnya masih lemah, adanya peralihan musim kemarau ke musim hujan dapat
menimbulkan resiko serangan ispa. Faktor lain yang dapat diperkirakan adanya
rendah asupan antioksidan, status gizi kurang dan buruknya sanitasi
lingkungan. (Wijayaningsih, 2013, hal. 2)

Beberapa faktor pencetus terjadinya ISPA diantaranya yaitu:

1. Usia : Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau
terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya
lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
2. Status Imunisasi : Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan
tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak
lengkap.
3. Lingkungan : Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di
kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA
pada anak.(Wijayaningsih, 2013, hal. 3) .
 
 Tanda Dan Gejala
1. Demam : sering tampak sebagai tanda infeksi pertama. Paling sering terjadi
pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5-40,5ºC bahkan dengan
infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang euforia
(perasaan senang berlebihan) dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara
dengan cepat kecepatan yang tidak biasa.
2. Anoreksia : merupakan hal yang umum disertai dengan penyakit masa kanak-
kanak sering kali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat
yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit.
3. Muntah : merupakan suatu reflek yang tidak dapat dikontrol untuk
mengeluarkan isi lambung dengan paksa melalui mulut. Biasanya anak kecil
mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan petunjuk untuk
awitan infeksi.
4. Batuk : merupakan gambaran umum dari penyakit pernapasan. Dapat
menjadi bukti hanya selama fase akut.
5. Sakit tenggorokan : merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang
lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per
oral.
6. Keluar sekret cair dan jernih dari hidung, sering menyertai infeksi
pernapasan. Mungkin encer dan sedikit atau kental dan purulen, tergantung pada
tipe atau tahap infeksi.(Wijayaningsih, 2013, hal. 2)
 Patofisiologi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) disebabkan oleh virus atau kuman golongan
A streptococus, stapilococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis,
mycoplasma, dan pneumokokus  atau juga karena faktor berbagai macam polusi
masuk ke sluran pernafasan atas (hidung, pharing, laring) dan menginvasi bakteri
jika tidak segera ditangani maka akan menyerang dan menginflamasi saluran
pernafasan bagian bawah yang akan membuat peradangan dimana suhu tubuh
meningkat sehingga menimbulkan  demam atau hipetermi sebagai reaksi tubuh
melawan patogen asing dalam tubuh.
Adanya faktor pencetus ISPA pada  pernafasan bagian bawah( bronkus, bronkiolus,
dan alveolus) juga akan menjadikan dilatasi atau pelebaran pada pembuluh darah
semakin banyak benda asing yang masuk dan mengiritasi paru-paru maka akan
menimbulkan eksudat yang dapt masuk ke alveoli sehingga  mengganggu  difusi gas
antara CO2 dengan O2 pada paru, maka pasien juga akan tergangu pada pola nafas
dan juga kapasitas fisiologisnya terjadi penurunan  untuk beraktivitas
atau intoleransi aktivitas,akumulasi secret berlebih pada bronkus maka mukus juga
akan meningkat dengan adanya bakteri dibagian pernafasan maka akan ada peluang
bagi bakteri tersebut membawa kotoran dan menimbulkan pembengkakan didaerah
mulut, bau mulut akibatb adanya penyakit disaluran pernafasan akan
mengakibatkan perasaan yang tidak nyaman dan juga bisa mengakibatkan gangguan
makan atau anoreksia, jika terus berlanjut maka akan menimbulkan masalah asuhan
keperawatan yaitu kurangnya nutrisi dari kebutuhan pasien.
Patogen dari luar yang masuk lebih dalam  pada saluran cerna akan menginfeksi
saluran cerna yang menjadikan flora yang semula normal dalam usus meningkat dan
menjadikan peristaltik usus juga meningkat, jika peristaltik pada usus terus
meningkat kemungkinan malabsorbsi akan terjadi dan pasien mengalami diare
dimana pasien bisa BAB >3x per harinya,jika keadaan tersebut terus berlanjut maka
akan menimbulkan gangguan pada cairan tubuh pasien  (Nurarif, 2015, hal. 65).
 
 

 
PATHWAY

Infeksi bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza


 

makanan, asap kendaraan bermotor, linkungan yang kotor


 

Infeksi saluran pernfasan bawah


mengInvasi bakteri pada saluran pernafasan atas
Infeksi saluran nafas bawah
peradangan
Penigkatan suhu tubuh
hipetermi
Dilatasi pembuluh darah
Eksudat masuk alveoli
Gangguan difusi gas
Ganguan pertukaran  gas
Suplai O2
Kuman berlebih di bronkus
Proses peradangan
Akumulasi secret di bronkus
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Mucus di bronkus
Bau mulut tak sedap
Kuman masuk ke saluran cerna
Infeksi saluran cerna
Peningkatan flora normal usus
Peristaltik usus
malabsobsi
Frekuensi BAB > 3X/hri
 
 

Gangguan keseimbangan cairan tubuh


Nutrisi kurang dari kubutuhan tubuh
intek
anoreksia
Intoleransi aktivitas
hipoksia
 

(Nurarif, 2015, hal. 65)

 Klasifikasi
Klasifikasi pada ISPA menurut (Kunoli, 2012, hal. 217) adalah sebagai berikut

1. Bukan pneumonia mencakup kelompok pasien balita dengan batuk yang tidak
menunjukkan gejala peningkatan frekuwensi nafas dan tidak menunjukkan
adanya tarikan dinding pada bagian bawah ke arah dalam. Contohnya adalah
Common Cold, Faringitis, dan Oritis
2. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas diagnosis
gejala ini berdasarkan umur. Frekuensi nafas cepat pada anak berusia 2 bulan
sampai < 1 tahun = 50x/menit, untuk anak usia 1 sampi < 5 tahun = 40x/menit.
3. Pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk kesukaran bernafas disertai
sesak nafas atau tarikan dinding dada bagian bawah dalam (chest indrawing)
pada anak berusia dua bulan sampai <5 tahun. Untuk anak berusia kurang 2
bulan, diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat yaitu
frequensi pernafasan sebanyak 60x/menit atau lebih.
 

 Komplikasi
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) sebenarnya merupakan self limited disease
yang sembuh sendiri dalam 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain, tetapi
penyakit ISPA yang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat
menimbulkan penyakit seperti:

1. Laringitis
peradangan pada laring (pangkal tenggorokan), disebabkan oleh inveksi virus atau
bakteri pada saluran pernapasan bagian atas pada penderita anak-anak dengan
struktur saluran pernapasan yang kecil, bisa saja terjadi kesulitan bernapas jika terus
memburuk hingga lebih dari dua minggu menjadi faktor penyebab ISPA pada
saluran pernafasan bawah

1. Bronkitis
Komplikasi ini terjadi ketika infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri dari
saluran pernafasan atas menyebar lebih jauh ke dalam paru-paru

1. Sinusitis
Kondisi ini sering kali disebabkan oleh virus flu atau pilek  yang disebarkan sinus
dari saluran pernapasan atas. Biasanya setelah terjadi pilek atau flu, infeksi bakteri
sekunder bisa terjadi. Ini akan menyebabkan dinding dari sinus mengalami
peradangan atau inflamasi, Faktor pemicu sinusitis infeksi virus adalah infeksi jamur
dari luar tubuh  (Nurarif, 2015, hal. 129).
 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
 Identitas
Umur   : ISPA bisa menyerang siapa saja termasuk seseorang yang mengalami
kelainan sistem kekebalan tubuh, juga pada seorang lanjut usia dikarenakan
kekebalan tubuh menurun dan juga memiliki resiko pada balita dan anak-anak,
dikarenakan sistem kekebalan tubuh mereka belum terbentuk sepenuhnya.

 Jenis kelamin : bisa menyerang laki laki atau perempuan


(Wahid, 2013, hal. 194)

1. Status kesehatan saat ini


 Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
 Alasan masuk rumah sakit (Biasanya pasien masuk ke rumah sakit dengan
keadaan demam, sakit tenggorokan)
 Riwayat penyakit sekarang ( klien mengalami demam mendadak, sakit kepala,
badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek dan sakit
tenggorokan.) (Wijayaningsih, 2013, hal. 4).
1. Riwayat kesehatan terdahulu
 Riwayat penyakit sebelumnya
Mengkaji klien sebelumnya telah memiliki riwayat penyakit asma, pneumonia dan
sebagainya. (Kunoli, 2012, hal. 213)

 Riwayat penyakit keluarga


Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti
yang dialami klien atau gangguan tertentu yang berhubungan langsung dengan
gangguan sistem pernafasan seperti riwayat penyakit ASMA. (Stillwell, 2011, hal.
139)

 Riwayat Pengobatan
 Pnemunia berat : Dirawat dirumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigen dan sebagainya
 Pneumonia : Dirawat obat antibiotik kontrimoksasol peroral. Bila penderita
tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik
pengganti yaitu ampisilin, amoksilin atau penisilin prokain
 Bukan pneumonia : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan
dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk
lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan
dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.
Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah (eksudat) di sertai pembesaran kelenjar getah bening di
leher, di anggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan
harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.(Kunoli, 2012, hal. 217).
 Riwayat sosial ( kemungkinan terbesar pasien terkena penyakit ISPA ketika
pasien tersebut tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya dan
seringnya pasien berkontak dengan polusi baik asap kendaraan bermotor dan
polusi udara yang lainnya)(Wijayaningsih, 2013, hal. 131)
 

1. Pemeriksaan fisik
2. Keadaan umum
Kesadaran (Biasanya pada penderita ISPA tingkat kesadaranya adalah
composmentis, tetapi jika keadaan pasien sudah parah maka tingkat kesadarannya
bisa Somnolen.) (Marni, 2014, hal. 222)

1. Tanda-tanda vital
TD       :pada pasien ISPA tekanan darah meningkat

Suhu    :suhu melebihi 38.5⁰C (> 101.3⁰F) melalui rektum

RR       :pernapasan meningkat  (>24 kali/menit)

Nadi    : nadi teraba cepat (100 kali/menit). (Stillwell, 2011, hal. 128)

1. Body system
 Sistem pernafasan
 Inspeksi
 Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
 Tonsil tampak kemerahan dan edema
 Tampak batuk tidak produktif
 Tidak ada jarinan parut pada leher
 Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping
hidung
 Palpasi
 Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher atau nyeri tekan
pada nodus limfe servikalis
 Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
 Perkusi
 Suara paru normal (resonance)
 Auskultasi
 Suara nafas vesikuler atau tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
(Wijayaningsih, 2013, hal. 5).

 Sistem kardiovaskuler
 Inspeksi :
1. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
 Palpasi
2. Denyut nadi cepat
 Perkusi
3. Batas jantung mengalami pengeseran
 Auskultasi
4. Tekanan darah meningkat (Wahid, 2013, hal. 195-196)
 Sistem persarafan : Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
 Sistem perkemihan : Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
 Sistem pencernaan
 Inspeksi :
 bentuk abdomen (cembung/cekung/ datar), kesimetrisan, masa atau benjolan
 Auskultasi :
 lakukan asukultasi abdomen untuk menentukan adanya bising usus pada
pasien.
 Palpasi :
 lakukan palpasi abdomen untuk menentukan lemah, keras atau distensi,
adanya nyeri tekan, dan adanya massa atau asites. (Wahid, 2013, hal. 196).
 Sistem integumen
 Inspeksi :
 ada tidaknya lesi, ada tidaknya jaringan parut,
 Warna kulit :
 Pucat
 sianosis
 Palpasi :
 Turgor menurun (Morton, 2011, hal. 630)
 Sistem muskuloskeletal: Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
 Sistem endokrin: Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
 Sistem reproduksi: Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
 Sistem penginderaan
 Pemeriksaan mata
Inspeksi : kesimetrisan mata, ada tidaknya oedem pada kelopak
mata/palpebra,konjungtiva dan sklera tidak ada perubahan warna

 Pemeriksaan telinga
Inspeksi : bentuk simetris,terdapat serumen, tidak terdapat benjolan, tidak terdapat
hiperpigmentasi

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan

 Pemeriksaan hidung
Inspeksi : amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (adakah
pembengkokan atau tidak,) terdapat secret atau tidak,
Palpasi  :ada atau tidaknya terdapat nyeri tekan, dan masa

 Pemeriksaan mulut
Inspeksi : amati bibir (kelainan konginetal : labioseisis, palatoseisis atau
labiopalatoseisis), warna lidah terdapat perdarahan atau tidak, ada abses atau tidak
(Marni, 2014, hal. 26)

 Sistem imun: Virus yang menyerang saluran nafas dapat menyebar ke tempat-
tempat lain dalam tubuh, sehingga dapat menyerang sistem imun dan dapat
menyebabkan demam (Nurarif, 2015, hal. 65)
 

 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan
adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan
adanya thrombositopenia.
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.(Wahid, 2013)
 Penatalaksanaan
1. Penderita pneumia (ISPA berat) dapat dirawat di rumah, tetapi jika
keadaannya berat penderita harus di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan
perawatan yang memadai, seperti cairan intravena jika sangat sesak,oksigen,
serta sarana rawat lainnya
2. Untuk orang dewasa dapat diberikan kotrimoksazol 2×2 tablet. Pada kasus
dimana rujukan tidak memungkinkan diberikan injeksi amoksilin atau
gentamisin
3. Pada orang dewasa, terapi kausal secara empiris adalah penisilin prokain
600.000-1.200.000 IU sehari atau ampisilin 1 gram 4 kali swhari terutama pada
penderita dwngan batuk produktif
4. Bila penderita elergi terhadap golongan penisilin dapat diberikan eritromisin
500mg 4 kali sehari. Demikian juga bila diduga penyebabnya mikoplasma
5. Tergantung jenis batuk, dapat diberikan kodein 8 mg 3 x sehari atau
bronkhodilator (theophilin atau salbutamol)
6. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang
adekuat,pemberian multivitamin dll. (Kunoli, 2012, hal. 220).
7. Diagnosa Keperawatan
Menurut  (Wilkinson, 2011, hal. 1016) diagnosa keperawatan pada ISPA yang muncul
antara lain:

 Intoleransi aktivitas
Definisi: ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan
Batasan Karakteristik:

1. Subjektif
Ketidaknyamanan atau dipsneea saat beraktivitas

Keletihan atau kelemahan secara verbal

1. Objektif
Respon frekuensi jantung atau tekanan darah abnormal terhadap aktivitas,

Perubahan elektrokardiogram (EKG) yang menunjukkan aritmia, iskemia dan


abnormalitas konduksi.

Faktor yang berhubungan

1. Tirah baring dan imobilitas


2. Kelemahan umum
3. gaya hidup kurang gerak
4. Ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Herdman, 2015,
hal. 241).
 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inspeksi
Definisi : resiko tehadap kegagalan untuk mempelihara suhu tubuh dalam batas
normal. (Wilkinson, 2011, hal. 46).

Batasan karateristik

1. Subjektif : tidak tersedia


2. Objektif : perubahan laju metabolisme, dehidrasi, kulit merah, kejang,
takikardi, takipnea, kulit terasa hangat.
Faktor yang berhubungan

1. Dehirasi
2. terpapar lingkungan panas
3. proses penyait (mis infeksi,kanker)
4. peningkatan laju metabolisme
5. respon trauma dan aktivitas berlebihan (SDKI, 2016: 284).
 Ketidakseimbangan nutrisi
Definisi: asupan nitrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.

Batasan Karakteristik

1. Berat badan 20% atau lebih sibawah rentang berat badan ideal.
2. Bising usus hiperaktif.
3. Cepat kenyang setelah makan.
4.
5. Gangguan sensasi rasa.
6. Kelemahan otot pengunyah.
7. Kelemahan otot untuk menelan.
8. Kerapuhan kapiler.
9. Ketidakmampuan memakan makanan.
10. Tonus otot menurun.
11.
Faktor yang berhubungan:

1. Perilaku makan terganggu.


2. Ketidakmampuan makan.
3. Kurang asupan makanan.
4. Ketidak mampuan mencerna makanan.
5. Tingginya kebutuhan metabolik. (herdman, 2015:181).
 Nyeri akut berdasarkan inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Batasan karakteristik

1. Subjektif: mengeluh nyeri


2. Objektif: tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur, TD meningkat, nafsu makan berubah dan berfokus pada
diri sendiri.
Faktor yang berhubungan

Agents-agents, penyebab cidera( misalnya biologis,kimia,fisik, dan psikologis)


(SDKI, 2016, hal. 172).

 Risiko tinggi penularan infeksi berhubungan dengan tidak kuatnya pertahan


sekunder (adanya infeksi penekanan imun).
Definisi: rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat
mengganggu kesehatan.

Faktor risiko:

1. Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.


2.
3. Prosedur invasif.
4. Penekanan sistem imun.
5. Ketidak adekuatan imunitas dapatan(Herdman, 2015, hal. 405)
 Ketidakefektifan pembersihan jalan napas
Definisi: ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi saluran napas
guna mempertahankan jalan napas yang bersih.

Batasan karakteristik

1. Subjektif : dispnea
2. Objektif : suara napas tambahan (misalnya, rale, crackle, ronki dan mengi),
perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan, batuk tidak ada atau tidak
efektif, sianosis, kesulitan untuk berbicara, penurunan suara napas, otropnea,
gelisah, sputum berlebihan, mata terbelalak. (Wilkinson, 2011, hal. 37).
Faktor yang berhubungan:

1. Adema
2. Peningkatan dan kekentalan sekresi trakeobronkial atau paru.
3.
4. Inflamasi trakeobronkial.
5. Nyeri pleuritik
6. Batuk tidak efektif sekunder akibat keletihan (Wilkinson, 2011, hal. 1016).
7. Intervensi
8. Ketidakefektifan pembersihan jalan napas.
Hasil NOC

Tujuan :

1. menunjukkan status pernapasan: ventilasi tidak terganggu


2. menunjukkan status pernapasan: pola pernapasan efektif
Kriteria hasil

1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan
mudah, tidak ada pursed lips).
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten(pasien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal).
3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat
jalan nafas. (Nurarif, 2015, hal. 303).
Intervensi NIC

Airway sunction

1. Pastikan kebutuhan oral atau tracheal suction


2. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah suction
3. Informasikan pada pasien dan keluarga tentang suction.
4. Minta pasien nafas dalam sebelum suction dilkakukan.
5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal utuk memfasilitasi suction
nasotrakeal
6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan
dari masotrakeal.
8. Monitor status oksigen pasien.
9. Ajarkan keluaarga bagaimana cara melakukan suction
10. Hentikan suction dan berikan oksigen apabila pasien menunjukan brakikardi,
peningkatan saturasi O2,dll
Airway management
1. Buka jalan napas, gunakan tekhnik chin lift atau jaw thrust bila perlu.
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan vetilasi.
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan.
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo.
9. Berikan bronkodilator bila perluberikan pelembab udara kassa basah NaCl
lembab.
10. Atur intake untuk cairan.
11. Monitor respirasi atau status O2.(Nurarif, 2015, hal. 303)
Aktivitas keperawatan

Meurut  (wilkinson, 2011: 102),pada umumnya tindakan keperawatan pada pasien


dengan ketidakefektifan jalan napas ini berfokus pada kajian penyebab
ketidakefektifan pernapasan, pemantauan status pernapasan, penyuluhan mengenai
penatalaksanaan mandiri terhadap alergi, membantu pasien untuk memperlambat
pernapasan dan mengendalikan respons dirinya, membantu pasien menjalani
pengobatan pernapasan, dan menenangkan pasien selama periode dispnea dan
napas pendek.

Pengkajian:

1. Pantau adanya pucat atau sianosis.


2. Pantau efek obat pada status pernapasan.
3. Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di sangkar iga
4. Kaji kebutuhan insersi jalan napas.
5. Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien yang
terpasang ventilator.
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga.

1. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk


memperbaiki pola pernapasan \.
2. Diskusikan perencnaan untuk perawatan dirumah, meliputi pengobatan,
peralatan pendukung, tanda dan gejala komplikasi yang dapat dilaporkan,
sumber- sumber komunitas.
3. Ajarkan teknik batuk efektif.
4. Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa tidak boleh merokok di
dalam ruangan
5. Instruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus memberitahu
perawat pada saat terjadi ketidakefektifan pola pernapasan.
Aktivitas kolaboratif

1. Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan


fungsi ventilator mekanis.
2. Laporkan perubahan sensori, bunyi napas, pola napas, pola pernapasan, nilai
GDA, sputum, dan sebagainya, jika perlu atau sesuai protokol.
3. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses insfeksi
Tujuan: suhu tubuh normal 30-37,5⁰C

 Observasi tanda-tanda vital


 Anjurkan pada pasien atau keluarga untuk melakukan kompres dingin (air
biasa) pada kepala / axial
 Atur sirkulasi udara
 Anjurkan pasien untuk mengenakan pakaaian yang tipis dan dapat menyerap
keringan seperti katun
 Anjurkan pasien untuk minum banyak ±2000-2500 ml/hr
 Anjurkan pasien untuk istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy, obat antimicrobial, dan
antipiretika(Kunoli, 2012, hal. 222) .
1. Ketidakseimbangan nutrisi
Tujuan : klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BB normal,
klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan, tidak menunjukan tanda malnutrisi.
(Kunoli, 2012, hal. 222)

Intervensi  NIC:

 Kaji adanya alergi makanan


 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
 Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
 Anjurkan pasien untuk menigkatkan protein dan vitamin C
 Berikan subtansi gula
 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan (Amin
Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015:294-295)
1. Nyeri akut berdasarkan inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.
Tujuan: nyeri berkurang atau terkontrol.

Intervensi NIC:

 Lakukan pwngkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,


karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu, ruangan
pencahayaan dan alergen atau iritan terhadap debu.
 Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat.
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Kolaborasi: berikan obat sesaui indikasi (steroid oral, IV, inhalasi dan
analgesik)(Nurarif, 2015, hal. 299-300)
1. Risiko tinggi penularan infeksi berhubungan dengan tidak kuatnya pertahan
sekunder (adanya infeksi penekanan imun)
Tujuan : tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi (Wijayaningsih, 2013, hal.
8)

Intervensi:
1. Batasi pengunjung sesuai indikasi
2. Menjaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas
3. Menutup mulut dan hidung ketika bersin
4. Meningkatkan daya tahan tubuh, terutama anak di bawah usia 2 tahun,
lansia, dan penderita kronis. Konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau anti
oksidan jika kondisi tubuh menurun atau asupan makanan berkurang.
5. Kolaborasi pemberian obat sasuai hasil kultur.(Kunoli, 2012, hal. 223)
Rasionalisasi:

1. Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius.


2. Menurunkan konsumsi atau kebutuhan keseimbangan O2 dan memperbaiki
pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
3. Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.
4. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan
terhadap infeksi.
5. Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur
dan sensitifitas atau diberikan secara profilaktik karena risiko tinggi
(Wijayaningsih, 2013, hal. 8).
 

 
 

DAFTAR PUSTAKA
 
Herdman, T. H. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Aplikasi. Jakarta: EGC.
Kunoli, F. J. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta Timur: Trans
Info Media.
Marni. (2014). Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit. Yogyakarta : Gosyen.
Maryunani, A. (2010). Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: CV. Trans
Info Media.
Morton, P. G. (2011). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis dan
Nanda Nic – Noc. Jogjakarta: Mediaction.
Olivya dkk. (2016). HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANGTUA
DENGAN PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA
ANAK USIA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING KOTA
MANADO. E-jurnal Sariputra. vo. 3(2), 76.
SDKI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat.
Stillwell, S. B. (2011). pedoman keperawatan kritis. Jakarta: EGC.
Wahid, A. (2013). Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta
Timur: Trans Info Media.
Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: Cv. Trans Info
Media.
Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai