Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

APLIKASI TRANSCULTURAL NURSING ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA


LANSIA

Dosen pembimbing:Ns.Luluk Nur Aini,S.Kep.M.Kep

Disusun Oleh :

Cahyani selfina wulandari (1801100474)

Ermingleng Mardian Sorpay (1801100480)

Margaret Teresa (1801100492)

Rosa Delima Melsasail (1801100497)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

JL. R. PANJI SUROSO NO. 6 MALANG

TELP. ( 0341) 488762, 48097, FAX. (0341)488763 TAHUN AJARAN


2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayahNya tercurahkan kepada kita yang tak terhingga ini,Karena anugerah dan
bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang merupakan salah satu
tugas dari mata kuliah psikososial tepat waktu. Kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini banyak sekali terdapat banyak kekurangan. Oleh karena
itu , kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kami khususnya dan kepada para pembaca umumnya.

Malang,03 November 2019

Penulis,

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................................... i

Kata Pengantar.......................................................................................................... ii

Daftar isi................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang....................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah................................................................................... 1

1.3. Tujuan..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Lansia....................................................................................... 6

2.2 Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat.......................................... 7

2.3 Permasalahan Sosial terkait Kesejahteraan Lansia................................... 8

2.4 Hubungan sosial budaya dengan lansia.................................................... 9

2.5 Mata Rantai Antara Kebudayaan dan Kesehatan Lansia........................... 10

2.6 Asuhan Keperawatan Gangguan Sosialcultural pada Lansia...................... 13

BAB III PENUTUP

1.1 Kesimpulan…........................................................................................ 22

1.2 Saran….................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang banyak


membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan
pola hidup maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang kesehatan yang sering
dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan
budaya yang dianut oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat
tertentu.

Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam


mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial
budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu
daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir.
Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negative.

Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai


salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan
cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur
dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam
segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi
tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga
membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan
bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan
kesehatan.

4
1.2. Rumusan Masalah

1. Apa definisi lansia ?

2. Bagaimana Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat ?

3. Apa saja Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat ?

4. Bagaimana Hubungan sosial budaya dengan lansia?

5. Mata Rantai Antara Kebudayaan dan Kesehatan Lansia ?

6. Asuhan Keperawatan Gangguan Sosialcultural pada Lansia?

7. Pendekatan Perawatan Lansia ?

1.3. Tujuan

Untuk mengetahui asuhan keperawatan lansia dari aspek sosial budaya .

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lansia

Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu.
Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun
mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang
pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan
normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah,
berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh,
merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus
berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta
perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut
kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak
(Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal perubahan yang
berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang
hidup. Usia tua adalah fase akhir dari rentangkehidupan.

Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai
mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai
kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah,
seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu
usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu
telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
6
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang
yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi,
2000) sedangkan menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
(lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos,
1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan
dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang
berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).

2.2 Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan


sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada
lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang,
penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan.
Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas,
selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau
diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk
berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku
regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang
tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain
sehingga perilakunya seperti anak kecil.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang


memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat
beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara
bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh
kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau
sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak
punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan
sendiri, seringkali menjadi terlantar.

7
2.3 Permasalahan Sosial terkait Kesejahteraan Lansia

Berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian


kesejahteraan Lanjut Usia, antara lain sebagai berikut :

Permasalahan

 Masih besarnya jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis kemiskinan.

 Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang


berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dan dihormati, berhubung
terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih
mengarah pada bentuk keluarga kecil.

 Lahirnya kelompok masyarakat industri, yang memiliki ciri kehidupan yang


lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan
perhitungan untung rugi, lugas dan efisien, yang secara tidak langsung
merugikan kesejahteraan lanjut usia.

 Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut


usia dan masih terbatasnnya sarana pelayanan dan fasilitas khusus bagi lanjut
usia dengan berbagai bidang pelayanan pembinaan kesejahteraan lanjut usia.

 Belum membudaya dam melembaganya kegiatan pembinaan kesejateraan


lanjut usia

Permasalahan Khusus

Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1998), berbagai


permasalahan khusus yang berkaitan dengan kesejahteraan lanjut usia adalah
sebagai berikut:

 Berlangsungnya proses menjadi tua, yang berakibat timbulnya masalah baik


fisik, mental maupun sosial. Mundurnya keadaan fisik yang menyebabkan

8
penuaan peran sosialnya dan dapat menjadikan mereka lebih tergantung
kepada pihak lain.

 Berkurangnya integrasi sosial Lanjut Usia, akibat produktivitas dan kegiatan


Lanjut Usia menurun. Hal ini berpengaruh negatif pada kondisi sosial
psikologis mereka yang merasa sudah tidak diperlukan lagi oleh masyarakat
lingkungan sekitarnya.

 Rendahnya produktivitas kerja lanjut usia dibandingkan dengan tenaga kerja


muda dan tingkat pendidikan serta ketrampilan yang rendah, menyebabkan
mereka tidak dapat mengisi lowongan kerja yang ada, dan terpaksa
menganggur.

 Banyaknya lanjut usia yang miskin, terlantar dan cacat, sehingga diperlukan
bantuan dari berbagai pihak agar mereka tetap mandiri serta mempunyai
penghasilan cukup.

 Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan


masyarakat individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai dan
dihormati serta mereka tersisih dari kehidupan masyarakat dan bisa menjadi
terlantar.

 Adanya dampak negatif dari proses pembangunan seperti dampak


lingkungan, polusi dan urbanisasiyang dapat mengganggu kesehatan fisik
lanjut usia.

2.4 Hubungan sosial budaya dengan lansia

Kebudayaan merupakan sikap hidup yang khas dari sekelompok individu


yang dipelajari secara turun temurun , tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah
mengundang resiko bagi timbulnya suatu penyakit . Kebudayaan tidak dibatasi

9
oleh suatu batasan tertentu yang sempit , tetapi mempunyai struktur-struktur yang
luas sesuai dengan perkembangan dari masyarakat itu sendiri.

Kebudayaan yang dianut oleh masyarakat tertentu tidaklah kaku dan bisa
untuk di rubah, tantangannya adalah mampukah seorang perawat memberikan
penjelasan dan informasi yang rinci tentang pelayanan kesehatan asuhan
keperawatan yang akan di berikan kepada lansia .

Sikap budaya terhadap warga usia lanjut mempunyai implikasi yang dalam
terhadap kesejahteraan fisik maupun mental mereka. Pada masyarakat tradisional
warga usia lanjut ditempatkan pada kedudukan yang terhormat, sebagai
Pinisepuh atau Ketua Adat dengan tugas sosial tertentu sesuai adat istiadatnya,
sehingga warga usia lanjut dalam masyarakat ini masih terus memperlihatkan
perhatian dan partisipasinya dalam masalah - masalah kemasyarakatan. Hal ini
secara tidak langsung berpengurah kondusif bagi pemeliharaan kesehatan fisik
maupun mental mereka.

Sebaliknya struktur kehidupan masyarakat modern sulit memberikan peran


fungsional pada warga usia lanjut,posisi mereka bergeser kepada sekedar peran
formal, kehilangan pengakuan akan kapasitas dan kemandiriannya. Keadaan ini
menyebabkan warga usia lanjut dalam masyarakat modern menjadi lebih rentan
terhadap tema - tema kehilangan dalam perjalanan hidupnya. Era globalisasi
membawa konsekuensi pergeseran budaya yang cepat dan terus – menerus ,
membuat nilai - nilai tradisional sulit beradaptasi. Warga usia lanjut yang hidup
pada masa sekarang,seolah-olah dituntut untuk mampu hidup dalam dua dunia
yakni : kebudayaan masa lalu yang telah membentuk sebagian aspek dari
kepribadian dan kekinian yang menuntut adaptasi perilaku. Keadaan ini
merupakan ancaman bagi integritas egonya, dan potensial mencetuskan berbagai
masalah kejiwaan .

2.5 Mata Rantai Antara Kebudayaan dan Kesehatan Lansia

10
Didalam masyarakat sederhana, kebiasaan hidup dan adat istiadat dibentuk
untuk mempertahankan hidup diri sendiri dan kelangsungan hidup suku mereka.
Berbagai kebiasaan dikaitkan dengan kehamilan, kelahiran, pemberian makanan
bayi, yang bertujuan supaya reproduksi berhasil, ibu dan bayi selamat. Dari sudut
pandang modern ,tidak semua kebiasaan itu baik. Ada beberapa yang
kenyataannya malah merugikan.

Menjadi sakit memang tidak diharapkan oleh semua orang apalagi penyakit-
penyakit yang berat dan fatal. Masih banyak masyarakat yang tidak mengerti
bagaimana penyakit itu dapat menyerang seseorang. Ini dapat dilihat dari sikap
mereka terhadap penyakit tersebut. Ada kebiasaan dimana setiap orang sakit
diisolasi dan dibiarkan saja. Kebiasaan ini ini mungkin dapat mencegah
penularan dari penyakit-penyakit infeksi seperti cacar dan TBC.

Bentuk pengobatan yang di berikan biasanya hanya berdasarkan anggapan


mereka sendiri tentang bagaimana penyakit itu timbul. Kalau mereka
menganggap penyakit itu disebabkan oleh hal-hal yang supranatural atau magis,
maka digunakan pengobatan secara tradisional. Pengobatan modern dipilih bila
meraka duga penyebabnya adalah faktor ilmiah. Ini dapat merupakan sumber
konflik bagi tenaga kesehatan, bila ternyata pengobatan yang mereka pilih
berlawanan dengan pemikiran secara medis.

Didalam masyarakat industri modern iatrogenic disease merupakan problema.


Budaya menuntut merawat penderita di rumah sakit, pada hal rumah sakit itulah
tempat ideal bagi penyebaran kuman-kuman yang telah resisten terhadap anti
biotika .

2.6 Asuhan Keperawatan Gangguan Sosialcultural pada Lansia

1. Definisi

Proses asuhan keperawatan pada usia lanjut adalah kegiatan yang


dimaksudkan untuk memberikan bantuan, bimbingan, pengawasan,

11
perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu, seperti di
rumah/lingkungan keluarga, panti werda maupun puskesmas, yang diberikan
oleh perawat untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh
anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan,
diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga
keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti (Depkes,
1993 1b).

Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara


sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan
melalui asuhan keperawatan.

2. Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan


keperawatan yaitu:

∙ Cara I : Mempertahankan budaya

Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak


bertentangan dengan kesehatan.Perencanaan dan implementasi keperawatan
diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevanyang telah dimiliki klien
sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status
kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.

∙ Cara II : Negosiasi budaya

Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan


untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan,
misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis,
maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.

∙ Cara III : Restrukturisasi budaya

12
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan.Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup
klien yang biasanya merokok menjadi tidakmerokok. Pola rencana hidup yang
dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan
yang dianut.Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam
menjelaskan asuhankeperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam
bentuk matahari terbit (SunriseModel). Geisser (1991) menyatakan bahwa
proses keperawatan ini digunakan oleh perawatsebagai landasan berpikir dan
memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle,1995).
Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian,
diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.Pengkajian
adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatanklien sesuai dengan latar belakang budaya klien ( Giger and
Davidhizar, 1995).

2.7 Pendekatan Perawatan Lansia

1. Pendekatan fisik

Perawatan yang memperhatikan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian


yang dialami klien lanjut semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh,
tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit
yang dapat dicegah atau ditekan progrevitasnya.

Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua
bagian, yakni:

Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu
bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari
masih mampu melakukan sendiri.

13
Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit, perawat harus mengetahui dasar perawatan
klien lanjut usia ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan
keberhasilan perorangan untuk memepertahankan kesehatannya. Kebersihan
perorangan sangat penting dalam usaha menceggah timbulnya peradangan,
mengingat sumber infeksi dapat timbul bila kebersihan kurang mendapat
perhatian.

Di samping itu, kemunduran kondisi fisik akibat proses ketuaan, dapat


mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari
luar.

Untuk klien lanjut usia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan
mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan
rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan,
cara memakan obat, dan cara pindah dari tempat tidur ke kursi atau
sebaliknya. Hal ini penting karena meskipun tidak selalu, keluhan-keluhan
yang dikemukakan atau gejala-gejala yang ditemukan memerlukan perawatan,
tidak jarang para klien lanjut usia dihadapkan pada dokter dalam keadaan
gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif.

Adapun komponen pendekatan fisik yang lebih mendasar adalah


memperhatikan dan membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan
lancar, makan termasuk memilih dan menentukan makanan, minum,
melakuan eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, duduk,
merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar
pakaian, mempertahankan suhu badan, melindungi kulit dan kecelakaan.

Toleransi terhadap kekurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut usia,


untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus dicegah dengan posisi
bersandar pada beberapa bantal, jangan makan terlalu banyak dan jangan
melakukan gerak badan yang berlebihan.

14
2. Pendekatan psikis

Di sini perawat mempunyai peranan penting mengadakan pendekatan


edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter,
interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia
yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki
kesabaran dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk
keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang
prinsip “Tripple S”, yaitu Sabar, Simpatik, dan Service.

Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih
dari lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk itu
perawat harus selalu menciptakan suasana aman, tidak gaduh, membiarkan
mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang
dimilikinya.

Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia
dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa
keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang
dideritanya.

Hal ini perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi bersama dengan
berlanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti
menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi , berkurangnya
kegairahan keinginan , peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur
dengan suatu kecenderungan untuk tiduran di waktu siang, dan pergeseran
libido.

Perawat harus sabar mendengarkan cerita-cerita dari masa lampau yang


membosankan, jangan mentertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila
lupa atau kesalahan. Harus diingat, kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan
untuk tujuan-tujuan tertentu.

15
Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap
kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan-lahan dan bertahap,
perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi
sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila
perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka dapat merasa puas dan
bahagia.

3. Pendekatan social

Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu


upaya perawat dalam pendekatan sosial. Memberikan kesempatan untuk
berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia berarti menciptakan
sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan suatu pegangan bagi
perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya perawat dapat menciptakan
hubungan social antara lanjut usia dan lanjut usia dan perawat sendiri.

Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut


usia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi,
menonton film, atau hiburan-hiburan lain.

Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti
menonton televisi, mendengarkan radio, atau membaca surat kabar dan
majalah. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak
kalah pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam proses
penyembuhan atau ketenangan para klien lanjut usia.

Tidak sedikit klien tidak dapat tidur karena stress, stress memikirkan
penyakit, biaya hidup, keluarga yang di rumah sehingga menimbulkan
kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Untuk
menghilangkan rasa jemu dan menimbulkan perhatian terhadap sekelilingnya

16
perlu diberi kesempatan kepada lanjut usia untuk menikmati keadaan di luar,
agar merasa masih ada hubungan dengan dunia luar.

Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian di antara lanjut usia


(terutama yang tinggal dipanti werda), hal ini dapat diatasi dengan berbagai
usaha, antara lain selalu mengadakan kontak dengan mereka, senasib dan
sepenanggungan, dan punya hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian
perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun
terhadap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun
terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia dipanti werda.

4. Pendekatan spiritual

Perawat harus bias memberikan ketentuan dan kepuasan batin dalam


hubungannya dengan tujuan atau agama yang dianutnya, terutama bila klien
lanjut usia dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.sehubungan dengan
pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menekati kematian, DR Toni
Setyobudhi mengemukakan bahwa maut sering kali menggugah rasa takut.
Rasa takut semacam ini di dasari oleh berbagai macam faktor seperti,
ketidakpastian pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit/penderitaan yang
sering menyertainya, dan kegelisahan untuk tidak kumpul lagi dengan
keluarga/lingkungan sekitarnya.

Dalam menghadapi kematian, setiap klien lanjut usia akan memberikan


reaksi-reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara mereka
menghadapi hidup ini. Sebab itu, perawat harus meneliti dengan cermat di
manakah letak kelemahan dan di mana letak kekuatan klien, agar perawat
selanjutnya akan lebih terarah lagi. Bila kelemahan terletak pada segi
spiritual, sudah seelayaknya perawat dan tim berkewajiban mencari upaya
agar klien lanjut usia ini dapat diringankan penderitaannya. Perawat bisa
memberikan kesempatan pada klien lanjut usia untuk melaksanakan

17
ibadahnya, atau secara langsung memberikan bimbingan rohani dengan
menganjurkan melaksanakan ibadahnya seperti membaca kitab atau
membantu lanjut usia dalam menunaikan kewajiban terhadap agama yang
dianutnya.

Apabila kegelisahan yang timbul disebabkan oleh persoalan keluarga,


maka perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa keluarga tadi
ditinggalkan, masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan bila
ada rasa bersalah yang menghantui pikiran lanjut usia, segera perawat segera
menghubungi seorang rohaniawan untuk dapat mendampingi lanjut usia dan
mendengarkan keluhan-keluhannya maupun pengakuan-pengakuannya.

Umumnya pada waktu kematian akan datang, agama atau kepercayaan


seseorang merupakan faktor yang penting sekali. Pada waktu inilah kehadiran
seorang imam sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut usia.

Dengan demikian pendekatan perawat lanjut usia bukan hanya terhadap


fisik, yakni membantu mereka dalam keterbatasan fisik saja, melainkan
perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama
mereka.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting


dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial
budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu
daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir.
Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negatif.

Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan pasien lansia biasanya dipelajari


pada masyarakat yang terisolasi dimana cara - cara hidup mereka tidak berubah
selama beberapa generasi, walaupun mereka merupakan sumber data-data bilogis
yang penting dan model antropologi yang berguna , lebih penting lagi untuk
memikirkan bagaimana mengubah kebudayaan mereka itu.

Perawat harus selalu menjaga hubungan yang efektif dengan masyarakat


‘pasien’dengan selalu mengadakan komunikasi efektif demi meningkatkan status
kesehatan lansia dan mendukung keberhasilan pemerintah dalam bidang
kesehatan berbasis publik .

3.2 Saran

Makalah dibuat berdasarkan kebutuhan seorang mahasiswa sebagai tanggung


jawabnya dalam menyelesaikan tugas sebuah mata kuliah. Diperlukan bimbingan
dan arahan dari dosen pembimbing sehingga kiranya makalah tersebut dapat
menjadi sesuatu yang lebih berguna di masa yang akan datang.

19
Penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan olehnya itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai bahan ajar untuk
penyusunan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Basford, Lynn & Oliver Slevin. 2006. Teori dan Praktik Keperawatan :
Pendekatan Integral pada Asuhan Pasien. Jakarta : EGC

Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise,
Missouri : Mosby, Inc.

Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,


Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies.

McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). St.


Louise, Missouri : Mosby, Inc.

NANDA. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006.


Philadelphia : NANDA International.

Nugroho,Wahjudi. 1999. Keperawatan Gerontik.Edisi2.Jakarta;EGC.

Royal College of Nursing (2006), Transcultural Nursing Care of Adult ; Section


One Understanding The Theoretical Basis of Transcultural Nursing Care
Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006.

Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. Jakarta; EGC.

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku : Diagnosis Keperawatan Edisi 9.


Jakarta : EGC

20

Anda mungkin juga menyukai