Anda di halaman 1dari 16

1.

Definisi Low Back Pain


LBP atau NPB adalah suatu sensasi nyeri yang dirasakan pada diskus intervertebralis umumnya
lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1. Low back pain sering dipakai sebagai kajian nyeri pada regio
punggung bawah. Sebenarnya bukanlah diagnosis, tetapi dengan seringnya digunakan istilah
tersebut seakan-akan menutupi diagnosis yang sebenarnya (Kuntono, 2000). Jadi low back pain
akibat spondylolisthesis diakibatkan adanya pergeseran korpus vertebra lumbal baik keseluruhan
atau sebagian saja kearah depan.
2. Etiologi

Spondylolisthesis umumnya terjadi karena trauma atau merupakan kelainan konginetal, tetapi
kebanyakan akibat trauma atas dasar kelemahan pada istmus pars interarticularis vertebra yang
bersifat genetik (Sidharta, 1984).
3. Patologi

Spondylolisthesis umumnya terjadi karena trauma dan pergeseran yang terjadi kearah anterior-
posterior, meskipun dapat terjadi juga ke lateral kanan atau kiri, tetapi paling sering
spondylolisthesis terjadi pada sendi lumbosakral kearah anterior, karena beban yang paling
banyak pada tulang punggung terletak pada persendian ini. Pada kondisi normal titik berat
tulang punggung terletak pada lumbosakral yang stabil.
Tulang belakang pada manusia ibarat tiang pada sebuah rumah. Sebagai tiang penyanggah,
maka setiap hari bekerja menopang berat atau beban. Pentingnya kekuatan dan kesehatan
tiang tersebut maka harus selalu dalam keadaan kuat dan sehat. Jika terdapat gangguan
padanya, seperti keropos dimakan waktu, atau rusak karena rayap maka secara perlahan akan
mengganggu keadaan rumah. Begitu pula pada manusia, jika terdapat gangguan pada tulang
belakang maka akan mengganggu stabilitas tubuh, dan anda akan merasakan tidak nyaman
karena nyeri.
Pada keadaan normal tulang belakang tersusun bertumbuk satu sama lainnya dalam satu garis
lurus. Pada istilah spondylolisthesis, salah satu ruas tulang belakang bergeser dari tempatnya
sehingga mencederai jaringan dan saraf di sekitarnya. Hal ini menimbulkan rasa nyeri dan
tidak nyaman pada daerah leher, punggung atas, punggung bawah, tergantung lokasi tulang
yang terkena.
Pada masa kanak-kanak penyebab utamanya adalah cedera. Sedangkan pada orang dewasa
bisa disebabkan oleh proses degenerative diskus intervertebralis yang memungkinkan terjadi
pergeseran. Spondylolisthesis pada dewasa terutama pada wanita diatas 50 tahun, selain
karena proses denegeratif keadaan lain disebabkan perubahan kadar hormone estrogen akibat
dari proses menopause sehingga hubungan antar tulang dan ligament melemah.
Gejala yang dirasakan adalah nyeri di daerah punggung bawah, pinggul dan bokong. Nyeri
dirasakan memburuk jika pada posisi berdiri atau menekukkan tubuh ke belakang dan lebih
terasa tidak nyaman apabila memposisikan tubuh condong ke depan. Rasa tegang dan kejang
otot juga merupakan gejala yang sering dikeluhkan penderita spondylolisthesis. Dalam
kondisi tertentu, dimana terdapat keterlibatan saraf maka penderita akan merasakan
kesemutan, rasa kebas, dan kelemahan otot. Pada beberapa kasus juga terdapat keluhan buang
air besar dan buang air kecil.
Diagnosis dilakukan melalui anamnesis mengenai gejala yang dirasakan, aktivitas sehari-hari,
posisi tubuh dalam pekerjaan sehari-hari, dan hal-hal yang dilakukan untuk meredakan nyeri.
Setelah itu dilakukan pemeriksaan fisik seperti postur tubuh, seberapa jauh jarak gerakan
yang bisa dilakukan tanpa merasakan nyeri, sensasi sentuhan di tubuh untuk mengetahui ada
tidaknya keterlibatan saraf serta kekutan dan reflex otot. Pemeriksaan radiologis juga
diperlukan, seperti rontgen, CT-Scan arau MRI untuk melihat struktur jaringan lunak.
Kebanyakan penderita Spondylolisthesis degeneratif tidak memerlukan tindakan operasi,
terutama pada kasus dimana tulang tidak bergeser terlalu jauh. Obat-obatan dapat digunakan
untuk meredakan nyeri dan mengatasi kejang otot. Selain itu juga disarankan agar pasien
membatasi aktivitas harian, menjaga postur tubuh agar tulang belakang lurus, atau dapat juga
dengan alat penyanggah tulang belakang.
Ada kalanya untuk mengatasi rasa sakit yang berkepanjangan, maka dilakukan dengan
tindakan pembedahan. Pembedahan dilakukan apabila tulang bergeser jauh dari tempatnya
atau gejala yang timbul sudah tidak bisa lagi diatasi dengan terapi konservatif. Pada tahap ini
gejala yang ada bisa menimbulkan perubahan cara berjalan dan gangguan sistem kemih
akibat penekanan saraf oleh tulang yang bergeser. Prosedur operasi yang umum dilakukan
adalah laminektomi dan fusi lumbal posterior.
REHABILITASI NON BEDAH
Terapi ini adalah terapi konservatif jika tidak dilakukan operasi. Caranya sederhana dengan
kompres hangat, stimulasi ultrasound dan elektrik untuk meredakan rasa nyeri. Kemudian
terapi dengan latihan ringan pada tubuh untuk melemaskan otot-otot yang kaku dan terasa
kejang. Dalam kondisi tertentu dianjurkan agar terapi ini didampingi dokter ahli atau terapis
berpengalaman.
REHABILITASI PASCA PEMBEDAHAN
Pada prosedur operasi tertentu disarankan mengenakan alat penyanggah tubuh belakang
selama kurang lebih 4 bulan. Selama 4 bulan pasien tidak boleh berdiri, fisioterapi dan latihan
berjalan juga baru boleh dilakukan setelah 4 bulan. Jika dalam kurun waktu tersebut masih
merasakan sakit, maka sebaiknya melakukan konsultasi dokter yang terdiri dari dokter
orthopaedi spesialis spine surgery, dokter rehabilitasi medik dan fisik, atau dokter spesialis
saraf dan bedah saraf.
Bagaimana pun juga tulang belakang adalah ibarat penyanggah beton dalam sebuah gedung.
Perawatan rutin wajib dilakukan demi mendapatkan kesehatan dan daya tahan yang lama.
Cara terbaik adalah agar selalu memelihara kesehatan anda. Cara yang paling mudah adalah
melakukan olahraga secara teratur, memakan makanan bergizi dan mengatur gerakan tubuh
sesuai dengan usia anda. (ed)

Spondylolisthesis
Spondylolistesis adalah bergesernya tulang vertebra, sering terjadi pada level L5-S1 dan L4-
L5.
Kelainan ini biasanya disebabkan oleh proses degenerasi dari diskus yang akan menyebabkan
instabilitas pada tulang belakang dan terjadilah pergeseran antara tulang vertebra.
Artrodesis spinal atau fusi adalah tindakan operatif paling baik pada jenis kelaianan ini.
Prosedur ini akan membuat stabil segmen vertebra dan akan mengurangi sampai
menghilangkan nyeri pinggang dan kaki.

Spondylolisthesis patologi


Tweet
inShare

Spondylolisthesis resmi dikategorikan menjadi lima jenis oleh sistem klasifikasi Wiltse:
Dysplastic, Isthmic, Degenerative, trauma, dan patologis.
Dysplastic spondylolisthesis adalah benar spondylolisthesis bawaan yang terjadi karena dari
malformasi dari persimpangan lumbosacral dengan sendi facet kecil, tidak kompeten.
Dysplastic spondylolisthesis sangat jarang, tetapi cenderung untuk kemajuan cepat, dan ini
sering dikaitkan dengan defisit neurologis lebih parah. Sulit untuk mengobati karena dan
unsur-unsur posterior melintang proses cenderung buruk dikembangkan, meninggalkan
sedikit luas permukaan untuk posterolateral fusion.
Isthmic spondylolisthesis adalah bentuk paling umum spondylolisthesis. Isthmic
spondylolisthesis (juga disebut spondylolytic spondylolisthesis) adalah suatu kondisi yang
umum dengan prevalensi dilaporkan dari 5% - 7% dalam populasi Amerika Serikat.
Fredrickson, et al. menunjukkan bahwa spondylolytic cacat biasanya diperoleh antara usia 6
dan 16 tahun, dan bahwa slip sering terjadi tak lama kemudian. Setelah slip telah terjadi, ini
jarang terus maju, meskipun satu studi menemukan hubungan antara disc pengeringan dan
slip kemajuan selama usia menengah. Diperkirakan bahwa mayoritas slip isthmic tidak
menjadi gejala, tapi insiden gejala tidak diketahui. Satu studi calon sangat jangka panjang
oleh Fredrickson, et al. yang mengikuti sekelompok 22 pasien dari perkembangan mereka
masuk ke abad pertengahan, melaporkan bahwa banyak pasien berpengalaman kadangkadang
kembali sakit, tetapi begitu juga sebagian besar orang-orang tanpa isthmic
spondylolisthesis. Satu pasien yang mengalami fusi spinal tingkat menyelinap, tetapi studi
tidak dapat memverifikasi apakah isthmic slip adalah indikasi untuk operasi. Sekitar 90% dari
isthmic slip kelas rendah (kurang dari 50% slip) dan 10% bermutu tinggi (lebih dari 50%
slip).
Sistem penilaian yang paling umum untuk spondylolisthesis adalah Meyerding grading
sistem keparahan slip. Sistem mengkategorikan keparahan yang didasarkan pada pengukuran
pada sinar-X lateral jarak dari sisi posterior badan vertebra unggul ke sisi posterior badan
vertebra rendah berdekatan. Jarak ini kemudian dilaporkan sebagai persentase dari total tubuh
vertebra unggul panjang:
Grade 1 adalah 0–25 %
Grade 2 adalah 25–50 %
Kelas 3 adalah 50–75 %
Kelas 4 adalah 75–100 %
Lebih dari 100% adalah Spondyloptosis, ketika vertebra benar-benar jatuh vertabra
pendukung.
Degeneratif spondylolisthesis adalah penyakit orang dewasa yang lebih tua yang
mengembangkan sebagai akibat dari segi arthritis dan aspek renovasi. Seperti segi mengubah,
mereka mengambil orientasi yang lebih sagittal, memungkinkan slip ringan untuk terjadi.
Potongan-potongan ini sangat umum: studi osteoporosis menemukan insiden 30% di antara
Kaukasia wanita yang lebih tua dari 65 tahun dan insiden 60% di antara Afrika-Amerika
wanita yang lebih tua dari 65 tahun. Kebanyakan slip bersifat asimtomatik tetapi dapat
memperburuk gejala neurogenic claudication ketika diasosiasikan lumbal stenosis tulang
belakang. Degeneratif spondylolisthesis dengan stenosis tulang belakang adalah salah satu
indikasi yang paling umum untuk operasi tulang belakang di antara orang dewasa yang lebih
tua, dan sekarang bukti menunjukkan bahwa pasien memiliki tingkat keberhasilan yang jauh
lebih baik dan lebih klinis manfaat dekompresi dengan fusi daripada dengan dekompresi
sendirian.
Traumatis spondylolisthesis sangat langka dan mungkin dikaitkan dengan fraktur akut rendah
aspek atau pars interarticularis. Diperlakukan dengan cara yang sama seperti yang lain fraktur
tulang belakang, dan ada hanya segelintir laporan pada jenis.
Patologis spondylolisthesis jenis terakhir dan juga sangat langka. Jenis ini dapat terjadi
setelah kerusakan posterior unsur-unsur dari metastasis atau penyakit metabolik tulang.
Potongan-potongan ini dilaporkan dalam kasus-kasus penyakit Paget tulang, tuberkulosis,
raksasa-sel tumor dan metastasis tumor.
SPONDYLOLISTHESIS
Definisi :
spondylolisthesis” berasal dari bahasa yunani “.
Spondylo à vertebra
Listhesis à Pergeseran
Spondilolisthesis : pergeseran vertebra kedepan terhadap segment yang lebih rendah,yang
biasa terjadi pada lumbal vertebra ke 4 atau ke 5 akibat kelainan pada pars interartikularis
(Dorland edisi 25).
Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran kedepan satu korpus vertebra bila
dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya terjadi pada pertemuan
lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut
dapat terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi. Spondylolisthesis pada cervical sangat jarang
terjadi.
Defek pada tulang umumnya terjadi pada masa kanak-kanak lanjut. Biasanya akibat stres
fraktur yang terjadi akibat tekanan berlebihan pada arkus laminar vertebra. Tekanan yang
berlebihan tersebut umumnya akibat posisi berdiri keatas atau aktivitas atletik yang
menggunakan penyangga punggung (misalnya senam, sepakbola, dan lain sebagainya).
Etiologi :
Bersifat multifaktorial
Faktor predisposisinya antara lain gravitasi, tekanan rotasional dan stress fraktur / tekanan
kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh
Epidemiologi :
Usia
5% pada umur 5-7 tahun dan meningkat sampai 6-7% pada umur 18 tahun
Seks
Pria>wanita perbandinagn 2:1
Suku bangsa
Orang berkulit putih 6,4%, > orang yang berkulit hitam 2,8%.
Klasifikasi :
Lima tipe utama spondylolisthesis (Wiltse et al, 1976):
A. Tipe I ( Diplastik )
àbersifat sekunder akibat kelainan kongenital pada permukaan sakral superior dan permukaan
L5 inferior atau keduanya dengan pergeseran vertebra L5.
B. Tipe II ( Isthmic atau Spondilolitik )
àpergeseren satu vertebra yang lesinya terletak pada bagian isthmus atau pars interartikularis.
Tipe IIA
Disebut juga lytic atau stress spondilolisthesis akibat mikro fraktiur rekuren yang disebabkan
oleh hipereksetensi.
sering terjadi pada pria.
Tipe IIB
à terjadi akibat mikro-fraktur pada pars interartikularis
à pars interartikularis meregang dimana fraktur mengisinya dengan
tulang baru.
Tipe IIC
• sangat jarang terjadi, dan disebabkan oleh fraktur akut pada bagian pars interartikularis.
• diperlukan Pencitraan radioisotop diperlukan dalam menegakkan diagnosis kelainan ini.
C. Tipe III ( degeneratif )
à akibat degenerasi permukaan sendi lumbal.
Perubahan pada permukaan sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan
atau ke belakang.
à Tipe spondylolisthesis ini sering dijumpai pada orang tua.
à tidak terdapatnya defek dan pergeseran vertebra tidak melebihi 30%.
D. Tipe IV(traumatik )
à berhubungan dengan fraktur akut pada elemen posterior (pedikel, lamina atau permukaan /
facet) dibandingkan dengan fraktur pada bagian pars interartikularis
E. Tipe V(patologik )
à terjadi karena kelemahan struktur tulang sekunder akibat proses penyakit seperti penyakit
Pagets, Giant Cell Tumor, dan tumor atau penyakit tulang lainnya.
Patofisiologi
Spondylolisthesis displastik sangat jarang, akan tetapi cenderung berkembang secara
progresif, dan sering berhubungan dengan defisit neurologis berat. Sangat sulit diterapi
karena bagian elemen posterior dan prosesus transversus cenderung berkembang kurang baik,
meninggalkan area permukaan kecil untuk fusi pada bagian posterolateral.
Spondylolisthesis isthmic (juga disebut dengan spondylolisthesis spondilolitik) merupakan
kondisi yang paling sering dijumpai dengan angka prevalensi 5-7%. kebanyakan
spondylolisthesis isthmik tidak bergejala, akan tetapi insidensi timbulnya gejala tidak
diketahui. dengan mempelajari perkembangan pergeseran tulang vertebra pada usia
pertengahan, mendapatkan banyak yang mengalami nyeri punggung, akan tetapi kebanyakan
diantaranya tidak mengalami/tanpa spondylolisthesis isthmik.
Sistem grading Myerding (1932)
Untuk menilai beratnya pergeseran didasarkan pada pengukuran jarak dari pinggir posterior
dari korpus vertebra superior hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak
berdekatan dengannya pada foto X ray lateral.
Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus vertebra superior total:
- Grade 1 adalah 0-25%
- Grade 2 adalah 26-50%
- Grade 3 adalah 51-75%
- Grade 4 adalah 76-100%
- Grade 5 adalah lebih dari 100%
Faktor biomekanik sangat penting perannya dalam perkembangan spondilolisis menjadi
spondylolisthesis. Tekanan / kekuatan gravitasional dan postural akan menyebabkan tekanan
yang besar pada pars interartikularis. Lordosis lumbal dan tekanan rotasional dipercaya
berperan penting dalam perkembangan defek litik pada pars interartikularis dan kelemahan
pars inerartikularis pada pasien muda. Terdapat hubungan antara tingginya aktivitas selama
masa kanak-kanak dengan timbulnya defek pada pars interartikularis. Faktor genetik juga
berperan penting. Pada tipe degeneratif, instabilitas intersegmental terjadi akibat penyakit
diskus degeneratif atau facet arthropaty. Proses tersebut dikenal dengan spondilosis.
Pergeseran tersebut terjadi akibat spondilosis progresif pada 3 kompleks persendian tersebut.
Umumnya terjadi pada L4-L5, dan wanita usia tua yang umumnya terkena. Cabang saraf L5
biasanya tertekan akibat stenosis resesus lateralis sebagai akibat hipertropi ligamen atau
permukaan sendi.1,2,3 Pada tipe traumatik, banyak bagian arkus neural yang
terkena/mengalami fraktur akan tetapi tidak pada bagian pars interartikularis, sehingga
menyebabkan subluksasi vertebra yang tidak stabil.
Spondylolisthesis patologis terjadi akibat penyakit yang mengenai tulang, atau berasal dari
metastasis atau penyakit metabolik tulang, yang menyebabkan mineralisasi abnormal,
remodeling abnormal serta penipisan bagian posterior sehingga menyebabkan pergeseran
(slippage). Kelainan ini dilaporkan terjadi pada penyakit Pagets, tuberkulosis tulang, Giant
Cell Tumor, dan metastasis tumor.
Manifestasi Klinis
• Terbatasnya pergerakan tulang belakang
• Kekakuan otot hamstring ( otot betis )
• Tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh.
• Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal
• Hiperkifosis lumbosacral junction
• Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis).
• Kesulitan berjalan
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis
a.Gambaran klinis
Nyeri punggung pada regio yang terkena merupakan gejala khas. Umumnya nyeri yang
timbul berhubungan dengan aktivitas. Bila melakukan aktivitas maka nyeri makin bertambah
hebat dan istirahat akan dapat menguranginya. Spasme otot dan kekakuan dalam pergerakan
tulang belakang merupakan ciri spesifik. Gejala neurologis seperti nyeri pada bokong dan
otot hamstring tidak sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti adanya subluksasi vertebra.
Keadaan umum pasien biasanya baik dan masalah tulang belakang umumnya tidak
berhubungan dengan penyakit.
b.Gambaran fisik
Subluksasio bersifat ringan àPostur normal
Subluksasi berat à gangguan bentuk postur
c.Radiologis
1. Rontgen
X ray pada pasien dengan spondylolisthesis harus dilakukan pada posisi tegak/berdiri.
Film posisi AP, Lateral dan oblique adalah modalitas standar dan posisi lateral persendian
lumbosakral Posisi lateral pada lumbosacral joints, membuat pasien berada dalam posisi fetal,
membantu dalam mengidentifikasi defek pada pars interartikularis, karena defek lebih
terbuka pada posisi tersebut dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri.
2. CT-Scan
Bone scan (SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal reaksi stress / tekanan pada defek
pars interartikularis yang tidak terlihat baik dengan foto polos. Scan positif menunjukkan
bahwa proses penyembuhan tulang telah dimulai, akan tetapi tidak mengindikasikan bahwa
penyembuhan yang definitif akan terjadi. CT scan dapat menggambarkan abnormalitas pada
tulang dengan baik
3. MRI
MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat mengidentifikasi tulang juga dapat
mengidentifikasi jaringan lunak (diskus, kanal, dan anatomi serabut saraf) lebih baik
dibandingkan dengan foto polos.
Xylography umumnya dilakukan pada pasien dengan spondylolisthesis derajat tinggi.
Tata Laksana
Terapi nonsurgical
tirah baring.
obat antiinflamasi untuk mengurangi edema.
analgesik untuk mengontrol nyeri.
therapy physical serta olahraga untuk melatih kekuatan dan flexibilitas.
Terapi pembedahan (surgical)
Indikasi pembedahan :
Klaudikasio neurogenik.
Pergeseran berat (high grade slip>50%)
Pergeseran tipe I dan Tipe II, dengan bukti adanya instabilitas, progresifitas listesis, dan
kurang berespon dengan terapi konservatif.
Spondylolisthesis traumatik.
Spondylolisthesis iatrogenik.
Listesis tipe III (degeneratif) dengan instabilitas berat dan nyeri hebat.
Deformitas postural dan abnormalitas gaya berjalan (gait abnormality).
Prognosis
☻ Secara umum pasien dengan isthmic spondylolisthesis grade I dan II à prognosa cukup
baik dengan terapi konservatif
☻ Isthmic spondylolisthesis grade III à lebih mempunyai prognosis bervariasi dan
kadangkadang
disertai dengan nyeri yang persisten pada tulang belakang. Terapi pembedahan
memberikan perbaikan pada gejala claudicatio dan radikular
☻ Terapi pembedahan dengan dekompresi memberikan hasil yang memuaskan untuk
mengurangi gejala dari extremitas bagian bawah.
SPONDILOLISIS
Pendahuluan
Terjadi kerusakan pada pars interartikularis pada arcus neural, yaitu bagian dari arcus neural
yg menghubungkan antara facet artikularis superior dan inferior
Spondylolisys
Interupsi yang terjadi dibagian pars interarticularis, namun dapat terjadi juga dibagian lateral
Patofisiologi
Terjadi karena fraktor:
• microfracture yang berulang-ulang disebabkan oleh stress fracture pada pars interartikularis.
• Hereditas
• Olahraga ( base ball, foot ball, wrestling, gymnastic, tennis )
• Pasien dengan spina bifida okulta
• 95 % terjadi pada lumbal 5
• Lisis dapat terjadi pada tingkat lumbal maupun torakal
• Dapat terjadi secara unilateral ataupun bilateral
Epidemiologi
Dari 14 juta penduduk di Amerika Serikat 3 - 7 % mengalami spondilolisis dan Pada atlet
insidensinya meningkat sekitar 23 -62 %. Berdasarkan :
Jenis Kelamin
pria 2-4 kali lebih sering terkena daripada wanita
• Usia
bisa terjadi pada anak-anak dengan usia 6 tahun persentasenya 4,4 % dan pada dewasa akan
semakin meningkat dengan pertambahan umur serta berhubungan dengan adanya tingkat
keseringan mengalami fraktur
• Orang dengan spondylolysis, 30-50% akan berkembang menjadi spondylolisthesis.
Anatomi
• Spondilolysis mengenai bagian pars interartikularis pada lamina
• Pada foto rongent secara oblique pada elemen posterior akan tampak scottie dog.
Manifestasi Klinis
Spondylolisys biasanya bersifat Asimptomatik. Namun juga dapat bersifat Simptomatik
seperti Rasa nyeri saat ekstensi dan atau rotasi pada lumbal spine, 25 % pada penderita,
simptomatik hanya terjadi kadang-kadang. Pada atlet olahraga base ball, sepak bola,
gymnastic dan tennis juga memberikan gejala simptomatik yang sama.
Penegakan diagnosis
- Radiologrphy
foto secara lateral adalah suatu pemotretan yang memiliki proyeksi terbaik, spondylolisys
akan terlihat garis lucency pada pars interartikularis. Lucency ini hanya dapat terlihat pada
proyeksi yang diambil secara oblique dan akan terlihat collar pada scottie dog. Jika
Spondylolisys bilateral, kerusakan akan terlihat pada kedua sisi kanan dan kiri oblique
- CT Scan
Pada lumbal spine akan terlihat linear lucency atau kehancuran yang sampai pars
interrtikularis dan dapat ditemukan dengan muda pada sagital reconstructions di axial
- MRI
SPONDILITIS
Spondilitis adalah Inflamasi pada tulang vertebrae yang bisa disebabkan oleh beberapa hal,
misalnya proses infeksi, imunitas.
Patogenesis
Jika tulang terinfeksi, bagian dalam tulang yang lunak (sumsum tulang) sering
membengkak. Karena pembengkakan jaringan ini menekan dinding sebelah luar tulang yang
kaku, maka pembuluh darah di dalam sumsum bisa tertekan, menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke tulang.
Tanpapasokan darah yang memadai, bagian dari tulang bisa mati. Tulang, yang biasanya
terlindung dengan baik dari infeksi, bisa mengalami infeksi melalui 3 cara:
• Aliran darah
• Penyebaran langsung
• Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya.
ANKYLOSING SPONDYLITIS
Berasal dari bahasa Yunani, dari kata;
melengkungankylos
vertebraspondylos
Ankylosing spondylitis adalah penyakit inflamasi kronis yang terutama menyerang pada
persendian kerangka aksial (spine, sacroiliac joints, dll) dan juga sendi perifer.
Kelengkungan Ankylosing Spondylitis bisa sampa 110º
1. Etiologi
Masih belum diketahui secara pasti, namun di duga karena dipenaruhi oleh faktor genetik,
yaitu adanya HLA – B27. Dan, Penelitian baru-baru ini juga ditemukan karena adanya
gengen
ARTS1 dan IL23R yang menyebabkan Ankylosing Spondylitis ini.
2. Epidemiologi dan Faktor Resiko
Laki-Laki lebih rentan dibanding pada perempuan
Dapat mengenai semua kelompok umur, termasuk anak-anak, biasanya dimulai dari usia
remaja sampai 40 tahun.
Orang-orang yang mempunyai gen HLA –B27
Riwayat penyakit AS dalam keluarga.
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada AS dibagi menjadi;
a. Manifetasi Skeletal
Low back pain
Nyeri pinggang (low back pain) pada ankylosing spondylitis ditandai oleh :
1) dimulai dengan adanya rasa nyaman di pinggang dan penderita sebelum berumur 40 tahun;
2) Permulaannya insidious (perlahan-lahan).
3) nyeri menetap paling sedikit selama 3 bulan;
4) berhubungan dengan kaku pada pinggang waktu pagi hari;
5) nyeri berkurang/membaik dengan olah raga.
Rasa sakit mula-mula dirasakan pada daerah gluteus bagian dalam, sulit untuk menentukan
titik asal sakitnya dengan permulaan yang insidious. Kadang-kadang pada stadium awal nyeri
dirasakan hebat di sendi sacroiliacs, dapat menjalar sampai kista, iliaca atau daerah trochanter
mayor, atau ke paha bagian belakang. Nyeri menjalar ini sangat menyerupai nyeri akibat
kompresei nervus ischiadicus. Rasa sakit bertambah pada waktu batuk, bersin atau
melakukan gerakan memutar punggung secara tiba-tiba.
Pada awalnya rasa sakit tidak menetap dan hanya menyerang satu sisi (unilateral); sesudah
beberapa bulan nyeri biasanya akan menetap dan menyerang secara bilateral disertai rasa
kaku dan sakit pada bagian di bawah lumbal. Rasa sakit dan kaku ini dirasakan lebih berat
pada pagi hari yang kadang- kadarig sampai membangunkan penderita dari tidurnya. Sakit/
kaku pagi hari ini biasanya menghilang sesudah 3 jam. Di samping itu kaku/sakit pagi hari ini
akan berkurang sampai hilang dengan kompres panas, olah raga atau aktivitas jasmani lain.
Pada penyakit yang ringan biasanya gejala timbul hanya di pinggang saja dan apabila
penyakitnya bertambah berat, maka gejala berawal dari daerah lumbal, kemudian thorakal
akan akhirnya sampai pada daerah servikal : untuk mencapai daerah servikal penyakit ini
memerlukan waktu selama 12-25 tahun. Penyakit ini kadang-kadang dirasakan sembuh
sementara atau untuk selamanya, akan tetapi kadang-kadang akan berjalan terus dan
mengakibatkan terserangnya seluruh tebrae.
Selama perjalanan penyakitnya dapat terjadi nyeri radi-kuler karena terserangnya vertebra
thorakal atau servikal dan apabila telah terjadi ankylose sempurna, keluhan nyeri akan
menghilang.
Nyeri dada
Dengan terserangnya vertebra thorakalis termasuk sendi kostovertebra dan adanya
enthesopati pada daerah persendian kostosternal dan manubrium sternum, penderita akan
merasakan nyeri dada yang bertambah pada waktu batuk atau bersin. Keadaan ini sangat
menyerupai pleuritic pain. Nyeri dada karena terserangnya persendian costovertebra dan
costotranver-sum sering kali disertai dengan nyeri tekan daerah costosternal junction.
Pengurangan ekspansi dada dari yang ringan sampai sedang sering kali dijumpai pada
stadium awal. Keluhan nyeri dada sering ditemukan pada penderita dengan HLA-B27 positif
walaupun secara radiologis tidak tampak adanya kelainan sendi sacroiliaca (sacroiliitis).
Nyeri tekan pada tempat tertentu
Nyeri tekan ekstra-artikuler dapat dijumpai di daerah- daerah tertentu pada beberapa
penderita. Keadaan ini disebab-kan oleh enthesitis, yaitu reaksi inflamasi yang terjadi pada
inserasi tendon tulang. Nyeri tekan dapat dijumpai pada daerah-daerah sambungan
costosternal, prosesus spinosus, krista iliaca, trochanter mayor, ischial tuberosities atau tumtit
(achiles tendinitis atau plantar fasciitis). Pada pemeriksaan radiologis kadang-kadang dapat
ditemukan osteofit
Nyeri sendi lutut dan bahu
Sendi panggul dan bahu merupakan persendian ekstra- axial yang paling sering terserang
(35%). Kelainan ini merupakan manifestasi yang sering dijumpai pada juvenile ankylosing
spondylitis. Pada ankylosing spondylitis yang menyerang anak-anak antara umur 8-10 tahun,
keluhan pada sendi panggul sering dijumpai, terutama pada penderita dengan HLA-B27
positif atau titer ANA negatif. Sendi lutut juga sering terserang, dengan manifestasi efusi
yang intermitten. Di samping itu sendi temporomandibularis juga dapat terserang (10%).
b. Manifestasi Ekstra sekeletal
1) Mata
Uveitis anterior akut atau iridocyclitis merupakan manifestasi ekstra skeletal yang sering
dijumpai (20-30%). Permula-annya biasanya akut dan unilateral, akan tetapi yang terserang
dapat bergantian. Mata tampak merah dan terasa sakit disertai dengan adanya gangguan
penglihatan, kadang-kadang ditemukan fotopobia dan hiperlakrimasi.
2) Jantung
Secara klinis biasanya tidak menunjukkan gejala. Manifestasinya adalah : ascending aortitis,
gangguan katup aorta, gangguan hantaran, kardiomegali dan perikarditis.
3) Paru-paru
Terserangnya paru-paru pada penderita ankylosing spondylitis jarang terjadi dan merupakan
manifestasi lanjut penyakit. Manifestasinya dapat berupa: fibrosis baru lobus atas yang
progresif dan rata-rata terjadi pada yang telah menderita selama 20 tahun. Lesi tersebut
akhirnya menjadi kista yang merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan aspergilus.
Keluhan yang dapat timbul pada keadaan ini antara lain: batuk, sesak nafas dan
kadangkadang
hemoptisis. Ventilasi paru-paru biasanya masih terkompensasi dengan baik karena
meningkatnya peran diafragma sebagai kompensasi terhadap kekakuan yang terjadi pada
dinding dada. Kapasitas vital dan kapasitas paru total mungkin menurun sampai tingkat
sedang akibat terbatasnya pergerakan dinding dada. Walaupun demikian residual volume dan
function residual capacity biasanya meningkat.
4) Sistem saraf
Komplikasi neurologis pada ankylosing spondylitis dapat terjadi akibat fraktur, persendian
vertebra yang tidak stabil, kompresi atau inflamasi. Subluksasi persendian atlanto- aksial dan
atlanto-osipital dapat terjadi akibat inflamasi pada persendian tersebut sehingga tidak stabil.
Kompresi, termasuk proses osifikasi pada ligamentum longitudinal posterior akan
mengakibatkan terjadinya mielopati kompresi; lesi destruksi pada diskus intervertebra dan
stenosis spinal. Sindrom cauda equina merupakan komplikasi yang jarang terjadi tetapi
merupakan keadaan yang serius. Sindrom ini akan menyerang saraf lumbosakral, dengan
gejala-gejala incontinentia urine et alvi yang berjalan perlahan-lahan, impotensi, saddle
anesthesia dan kadang-kadang refleks tendon achiles menghilang. Gejala motorik biasanya
jarang timbul atau sangat ringan. Sindrom ini dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan
CT scan atau MRI. Apabila tidak ditemukan lesi kompresi, maka perlu dipikirkan
kemungkinan adanya arach-noiditis atau perlengketan pada selaput arachnoid.
5) Ginjal
Nefropati (lgA) telah banyak dilaporkan sebagai kom-plikasi ankylosing spondylitis.
Keadaan ini khas ditandai oleh kadar 1gA yang tinggi pada 93% kasus disertai dengan gagal
ginjal 27%.
4. Diagnosis
Anamnesis
Sangat penting untuk diketahui adanya Low back pain dan riwayat keluarga dengan AS
Pemeriksaan Fisik
1. Sikap/postur tubuh
Selama perjalanan penyakitnya, sikap tubuh yang normal akan hilang. Lordosis lumbal yang
menghilang umumnya merupakan tanda awal. Apabila vertebra cervical terserang, maka
pergerakan leher akan terbatas serta menimbulkan rasa nyeri. Leher penderita mengalami
pergeseran ke depan dan hal ini dapat dibuktikan dengan cara : penderita diminta berdiri
tegak, apabila terjadi pergeseran maka occiput tidak dapat menempel pada dinding.
2. Mobilitas tulang belakang
Pertama kali yang diperiksa adalah apakah ada keterbatasan gerak. Biasanya ditemukan
adanya keterbatasan gerak pada tulang vertebra lumbal, yang dapat dilihat dengan cara
melakukan gerakan fleksi badan ke depan, ke samping dan ekstensi.
Tes Schober atau modifikasinya, berguna untuk mendeteksi keterbatasan gerak fleksi badan
ke depan. Caranya : penderita diminta untuk berdiri tegak, pada prosesus spinosus lumbal V
diberi tanda (titik), kemudian 10 cm lurus di atasnya diberi tanda ke dua. Kemudian penderita
diminta melakukan gerakan membungkuk (lutut tidak boleh dibengkokkan). Pada orang
normal jarak kedua titik tersebut akan bertambah jauh; bila jarak kedua titik tersebut tidak
mencapai 15 cm, hal ini menandakan bahwa mobilitas tulang vertebra lumbal telah menurun
(pergerakan vertebra lumbal mulai terbatas). Di samping itu fleksi lateral juga akan menurun
dan gerak putar pada tulang belakang akan menimbulkan rasa sakit.
3. Ekspansi dada
Penurunan ekspansi dada dari yang ringan sampai sedang, sering dijumpai pada kasus
ankylosing spondylitis stadium dini dan jangan dianggap sebagai stadium lanjut. Pada
pengukuran ini perlu dilihat bahwa nilai normalnya sangat bervariasi dan tergantung pada
umur dan jenis kelamin. Sebagai pedoman yang dipakai adalah : ekspansi dada kurang dari 5
cm pada penderita muda disertai dengan nyeri pinggang yang dimulai secara perlahan-lahan,
harus dicurigai mengarah ke adanya ankylosing spondylitis. Pengukuran ekspansi dada ini
diukur dari inspirasi maksimal sesudah melakukan ekspirasi maksimal
4. Enthesitis
Adanya enthesitis dapat dilihat dengan cara menekan pada tempat-tempat tertentu antara
lain : ischial tuberositas, troc-hanter mayor, processus spinosus, costochondral dan
manubriosternal
junctions serta pada iliac fasciitis plantaris juga merupakan manifestasi dari
enthesitis.
5. Sacroilitis
Pada sacroiliitis penekanan sendi ini akan memberikan rasa sakit, akan tetapi hal ini tidak
spesifik karena pada awal penyakit atau pada stadium lanjut sering kali tanda-tanda ini tidak
ditemukan. Pada stadium lanjut tidak ditemukan nyeri tekan pada sendi sacroiliaca oleh
karena telah terjadi fibrosis atau, bony ankylosis.
Gambaran inflamasi pada AS
Gambar Fusion bones pada AS
Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
2. Tes Darah Rutin
3. Tes HLA – BR 27
Menentukan diagnosis AS menurut Kriteria New York
Modifikasi kriteria New York (1984) terdiri dari :
1) Nyeri pinggang paling sedikit berlangsung selama 3 bulan, membaik dengan olah raga dan
tidak menghilang dengan istirahat.
2) Keterbatasan gerak vertabra lumbal pada bidang frontal maupun sagital.
3) Penurunan relatif derajat ekspansi dinding dada terhadap umur dan jenis kelamin.
4) Sacroiliitas bilateral grade 2-4.
5) Sacroiliitis unilateral grade 3-4.
Diagnosis ankylosing spondylitis definitif apabila terdapat sacroiliitis unilateral grade 3-4
atau sacroiliitis bilateral grade 2-4 disertai dengan salah satu gejaia klinis di atas
Menentukan grade nya yaitu :
Grade 0 = normal spine;
Grade 1 = indicates suspicious changes;
Grade 2 = indicates sclerosis with some erosion;
Grade 3 = indicates severe erosions, pseudodilatation of the joint space, and partial
ankilosis;
Grade 4 = denotes complete ankylosis.
5. Tatalaksana
Nonmedikamentosa
Mobilitas yang baik dan teratur (olahraga dan latihan),
Penerangan/penyuluhan
Radio terapi
Operatif
Medikamentosa
OAINS
Bisa menggunakan Indometacyn, naproxen ataupun ibuprofen.
Dosis untuk dewasa Indometacyn yaitu 100-150 mg/hari dalam dua atau tiga dosis.
Sedangkan untuk anak-anak 1,5-3 mg/kg BB/hari dalam dua atau tiga dosis.
Sulfasaladzin
Mekanisme obat ini mengurangi gejala-gejala inflamasi dari ankylosing spondylitis, dengan
dosis untuk dewasa 2-3 gram/hari dibagi dalam dua atau tiga dosis. Sedangkan untuk
anakanak
40-60 mg/kg BB/hari dibagi dalam dua atau tiga dosis. Efek sampingnya yaitu, mual,
muntah, diare, dan timbul reaksi hipersensitivitas. Kontra indikasi pada orang-orang yang
mempunyai riwayat hipersensitivitas dan prophyria.
6 Prognosis
Pada umunya prognosis untuk Ankylosing Spondylitis berlangsung baik dengan pemberian
obat anti inflamasi nonsteroid secara berkala. Kematian dapat terjadi pada penyakit yang
sudah lama dan telah terjadi komplikasi yang parah pada manifestasi ekstraartikular
SPONDILYTIS TUBERKULOSIS
Spondilytis Tuberkulosis (Pott disease) ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 – L3
dan paling jarang pada vertebra C1 – 2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus
vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae.
1. Etiologi
Biasanya disebabkan oleh infeksi dari tuberculosis, baik nfeksi primer maupun sekunder.
2. Epidemiologi
Penyakit ini lebih banyak mengenai pria, dengan perbandingan pria dan wanita 1,5-2 : 1, dan
dapat menyerang semua umur baik orang dewasa bahkan anak-anak. Penyakit Spondylitis
tuberculosis ini paling banyak ditemukan di Asia, Afrika, dan Amerika.
3. Patofisiologi
Ankylosing Spondylitis ini biasanya disebabkan infeksi sekunder dari tuberculosis
ekstraspinalis yang mengenai korpus vertebrae. Tuberkulosis bisa menyebar sampai ke discus
intervertebralis. Sehingga menyebabkan destruksi tulang yang progressive dan menyebabkan
tulang vertebrae menjadi kolaps dan khyposis.
Canalis spinalis bisa menjadi kecil atau sempit oleh karena absess, granulasi jaringan, atau
invasi secara langsung, dan inilah yang menyebabkan medulla spinalis mengalami kompresi
dan terjadi deficit neurology.
Kifosis terjadi karena di sebabkan kollapsnya tulang vertebrae anteriornya. Lesi pada torakal
yang seringkali menyebabkan kifosis.
Absess dingin bisa terjadi jika infeksi sampai ke ligament dan jaringan lunaknya. Abses pada
daerah lumbal dapat menjalar ke daerah spoas sampai ke daerah trigonum femoral dan
tentunya dapat mengikis kulit.
4. Manifestasi Klinis
Nyeri dan kaku pada punggung
Deformitas pada punggung (Gibbus)
Pembengkakan setempat (abscess)
Kelemahan/kelumpuhan extremitas/gangguan fungsi buli-buli dan anus
Adanya proses tbc.
5. Different Diagnosis
Fraktur Kompresi traumatik
Tumor tulang
6. Pemeriksaan Penunjang
Tes tuberculin
Darah rutin, biasanya LED meningkat (>100mm/h)
Foto Rontgen suatu spondilitis tuberkulosa akan memperlihatkan:
a. Dekalsifikasi suatu korpus vertebra
(pada tomogram dari korpus tersebut mungkin terdapat suatu kaverne dalam korpus tersebut).
Dengan demikian terjadi suatu fraktur kompresi, sehingga bagian depan dari korpus vertebra
itu adalah menjadi lebih tipis daripada bagian belakangnya (korpus vertebra jadi berbentuk
baji) dan tampaklah suatu Gibbus pada tulang belakang itu.
b. “Dekplate” korpus vertebra itu akan tampak kabur (tidak tajam) dan tidak teratur.
c. Diskus Intervertebrale akan tampak menyempit.
d. Abses dingin
Foto Roentgen, abses dingin itu akan tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk
kumparan (“Spindle”).
Media : MRI
7. Tatalaksana
1) Terapi Konservatif
Berupa istirahat di tempat tidur untuk mencegah paraplegia dan pemberian tuberkulostatik.
Dengan memberikan corset yang mencegah gerak vertebrae/membatasi gerak vertebrae.
Corset tadi dapat dibikin dari gips, dari kulit/plastik, dengan corset tadi pasien dapat
duduk/berjalan sehingga tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.
2) Medikamentosa
Obat Antituberkulosa misalnya Rimfapicin dan kombinasi obat antituberkulosis lain. Dosis
untuk dewasa yaitu 10 mg/kg BB/4x1 atau 600mg/hari dibagi 4 dosis. Sedangkan dosis untuk
anak-anak yaitu 10-20mg/kg BB/4x1.
3) Terapi Operatif
Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian korpus
vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa/kortiko – spongiosa
8. Prognosis
Umumnya penyakit tuberculose tulang punggung merupakan penyakit yang sangat menahun
dan jika dapat sembuh secara spontan akan memberikan cacat pembengkokan pada tulang
punggung. Dengan jalan radikal operatif penyakit tadi sering dapat sembuh dalam waktu
singkat, misalnya 6 bulan
Spondylolisthesis
Definisi Spondylolisthesis
Spondylolisthesis (spon + dee + lo + lis + thee + sis) adalah kondisi dari spine (tulang
belakang) dimana salah satu dari vertebra tergelincir kedepan atau kebelakang dibanding
pada vertebra berikutnya. Tergelincir kedepan dari satu vertebra pada lainnya dirujuk sebagai
anterolisthesis, sementara tergelincir kebelakang dirujuk sebagai retrolisthesis.
Spondylolisthesis dapat menjurus pada deformasi (keadaan cacat) dari spine serta
penyempitan dari kanal spine (central spinal stenosis) atau penekanan atau
kompresi dari
akar-akar syaraf yang keluar (foraminal stenosis).
Penyebab Spondylolisthesis
Ada lima tipe utama dari lumbar spondylolisthesis.
1. Dysplastic spondylolisthesis: Dysplastic spondylolisthesis disebabkan
oleh kerusakan dalam formasi dari bagian vertebra yang disebut facet
yang mengizinkannya untuk menggelincir kedepan. Ini adalah kondisi
yang seorang pasien dilahirkan dengannya (congenital).
2. Isthmic spondylolisthesis: Pada Isthmic spondylolisthesis, ada
kerusakan pada bagian dari vertebra yang disebut pars interarticularis.
Jika ada kerusakan tanpa penggelinciran, pasien mempunyai
spondylolysis. Isthmic spondylolisthesis dapat disebabkan oleh trauma
yang berulang-kali dan adalah umum pada olahragawan-olahragawan
yang dipaparkan pada gerakan-gerakan yang hyperextension termasuk
gymnasts, dan football linemen.
3. Degenerative spondylolisthesis: Degenerative spondylolisthesis terjadi
disebabkan oleh perubahan-perubahan arthritic pada sensi-sendi dari
vertebrae yang disebabkan oleh degenerasi tulang rawan (cartilage).
Degenerative spondylolisthesis adalah lebih umum pada pasien-pasien
yang lebih tua.
4. Traumatic spondylolisthesis: Traumatic spondylolisthesis dsebabkan
oleh trauma atau luka langsung pada vertebrae. Ini dapat disebabkan oleh
patah tulang dari pedicle, lamina atau sendi-sendi facet yang mengizinkan
bagian depan dari vertebra untuk menggelincir kedepan dengan respek
pada bagian belakang dari vertebra.
5. Pathologic spondylolisthesis: Pathologic spondylolisthesis disebabkan
oleh kerusakan pada tulang yang disebabkan oleh tulang yang abnormal,
seperti yang dari tumor.
Faktor-Faktor Risiko Untuk Spondylolisthesis
Faktor-faktor risiko untuk spondylolisthesis termasuk sejarah keluarga dari
persoalanpersoalan
tulang belakang. Faktor-faktor risiko lain termasuk sejarah dari trauma yang
berulangkali atau hyperextension dari tulang belakang bagian bawah atau lumbar spine.
Olahragawan-olahragawan seperti gymnasts, angkat besi, dan football linemen yang
mempunyai tenaga-tenaga yang besar yang diaplikasikan pada spine sewaktu extension
berada pada risiko yang lebih besar untuk mengembangkan isthmic spondylolisthesis.
Gejala-Gejala Dari Spondylolisthesis
Gejala yang paling umum dari spondylolisthesis adalah nyeri tulang belakang bagian bawah.
Ini seringkali lebih buruk setelah latihan terutama dengan perbentangan dari lumbar spine.
Gejala-gejala lain termasuk keketatan dari hamstrings dan jangkauan gerakan yang berkurang
dari tulang belakang bagian bawah. Beberapa pasien-pasien dapat mengembangkan nyeri,
mati rasa, kesemutan atau kelemahan pada kaki-kaki yang disebabkan oleh syaraf yang
tertekan (terjepit). Penekanan yang parah dari syaraf-syaraf dapat menyebabkan kehilangan
kontrol dari fungsi usus atau kantong kemih, atau cauda equina syndrome.
Mendiagnosa Spondylolisthesis
Pada kebanyakan kasus-kasus adalah tidak mungkin untuk melihat tanda-tanda yang dapat
dilihat dari spondylolisthesis dengan memeriksa pasien. Pasien-pasien secara khas
mempunyai keluhan-keluhan dari nyeri pada tulang belakang dengan nyeri yang
sebentarsebentar
pada kaki-kaki. Spondylolisthesis dapat seringkali menyebabkan kejang-kejang otot,
atau keketatan pada hamstrings.
Spondylolisthesis dengan mudah diidentifikasi menggunakan radiographs sederhana. Lateral
X-ray (dari sisi) akan menunjukan jika salah satu dari vertebra telah bergeser kedepan
dibanding pada vertebrae yang berdekatan. Spondylolisthesis dinilai menurut persentase dari
pergeseran dari vertebra terhadap vertebra sebelahnya.
1. Derajat I adalah pergeseran dari sampai pada 25%,
2. derajat II adalah antara 26%-50%,
3. derajat III adalah antara 51%-75%,
4. derajat IV adalah antara 76% dan 100%, dan
5. derajat V, atau spondyloptosis terjadi ketika vertebra telah terlepas dari
vertebra sebelahnya.
Jika pasien mempunyai keluhan-keluhan nyeri, mati rasa, kesemutan atau kelemahan pada
kaki-kaki, studi-studi tambahan mungkin diminta. Gejala-gejalan ini mungkin disebabkan
oleh stenosis atau penyempitan dari ruangan untuk akar-akar syaraf ke kaki-kaki. CT scan
atau MRI scan dapat membantu mengidentifikasi kompresi (tekanan) dari syaraf-syaraf yang
berhubungan dengan spondylolisthesis. Adakalanya, PET scan dapat membantu menentukan
jika tulang pada tempat kerusakan aktif. Ini dapat memainkan peran dalam opsi-opsi
perawatan untuk spondylolisthesis seperti digambarkan dibawah.
Perawatan Untuk Spondylolisthesis
Perawatan awal untuk spondylolisthesis adalah konservatif dan berdasarkan pada
gejalagejala.
Periode singkat dari istirahat atau menghindari aktivitas-aktivitas seperti
mengangkat dan melengkungkan dan athletics mungkin membantu
mengurangi gejala-gejala.
Terapi fisik dapat membantu meningkatkan jangkauan gerakan dari
lumbar spine dan hamstrings serta menguatkan otot-otot utama perut.
Obat-obat anti-peradangan dapat membantu mengurangi nyeri dengan
mengurangi peradangan dari otot-otot dan syaraf-syaraf.
Pasien-pasien dengan nyeri, mati rasa dan kesemutan pada kaki-kaki
mungkin mendapatkan manfaat dari suntikan steroid epidural (cortisone).
Pasien-pasien dengan isthmic spondylolisthesis mungkin mendapatkan
manfaat dari hyperextension brace. Ini membentangkan lumbar spine
membawa dua bagian dari tulang pada tempat kerusakan lebih dekat satu
dengan lainnya dan mungkin mengizinkan terjadinya penyembuhan.
Untuk pasien-pasien yang gejala-gejalanya gagal untuk membaik dengan perawatan
konservatif, operasi mungkin adalah opsi (pilihan). Tipe dari operasi berdasarkan pada tipe
dari spondylolisthesis. Pasien-pasien dengan isthmic spondylolisthesis mungkin mendapatkan
manfaat dari reparasi bagian yang rusak dari vertebra, atau reparasi pars. Jika MRI scan atau
PET scan menunjukan bahwa tulangnya aktif ditempat kerusakan adalah lebih mungkin
untuk sembuh dengan reparasi pars. Ini melibatkan pengangkatan segala jaringan parut dari
kerusakan dan menempatkan beberapa cangkokan tulang pada area diikuti oleh penempatan
dari sekrup-sekrup ditempat kerusakan.
Jika ada gejala-gejala pada kaki-kaki operasi mungkin termasuk dekompresi untuk
menciptakan lebih banyak ruangan untuk akar-akar syaraf yang keluar. Ini seringkali
dikombinasikan dengan fusion yang mungkin dilakukan dengan atau tanpa sekrup-sekrup
untuk memegang tulang bersama. Pada beberapa kasus-kasus vertebrae digerakan kebelakang
ke posisi yang normal sebelum nelakukan fusion, dan pada yang lain-lain vertebrae dilebur
dimana mereka berada setelah pergeseran. Ada beberapa risiko yang meningkat dari luka
pada syaraf dengan menggerakan vertebra kembali ke posisi normal.
Mencegah Spondylolisthesis
Spondylolisthesis tidap dapat sepenuhnya dicegah. Aktivitas-aktivitas tertentu seperti
gymnastics, angkat besi dan sepakbola diketahui meningkatkan stress (tekanan) pada
vertebrae dan meningkatkan risiko mengembangkan spondylolisthesis.
Komplikasi-Komplikasi Dari Spondylolisthesis
Komplikasi-komplikasi dari spondylolisthesis termasuk nyeri yang kronis pada tulang
belakang bagian bawah atau kaki-kaki, serta mati rasa, kesemutan atau kelemahan pada
kakikaki.
Kompresi yang parah dari syaraf dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan
kontrol usus dan kantong kemih, namun ini adalah sangat tidak umum.
Prognosis Untuk Spondylolisthesis
Prognosis untuk pasien-pasien dengan spondylolisthesis adalah baik. Pada kebanyakan
kasuskasus
pasien-pasien merespon baik pada rencana perawatan konsevatif. Unutk mereka yang
dengan gejala-gejala parah yang terus menerus, operasi dapat membantu meringankan
gejalagejala
kaki dengan menciptakan lebih banyak ruangan untuk akar-akar syaraf. Nyeri tulang
belakang dapat dibantu melalui lumbar fusion.

Anda mungkin juga menyukai